Kelompok 26
i
Daftar Isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Indonesia, sebagaimana yang kita tahu menjadi Negara muslim terbanyak
di asia bahkan di dunia yang memiliki banyak etnis, ras, budaya, agama membuat
Indonesia menjadi Negara yang bertoleransi. Maksud saling bertoleransi disini adalah
saling menjaga, menguatkan dengan kata lain Toleransi menurut istilah berarti
menghargai, membolehkan, membiarkan pendirian pendapat, pandangan, kepercayaan,
kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang lain atau yang bertentangan dengan pendirinya
sendiri. Misalnya agama, Ideologi, Ras1. Selain itu moderasi beragama menjadi tolak
ukur yang menjadi sorotan dunia terhadap Indonesia dalam hal moderasi beragam.
Moderasi beragama itu sendiri berarti Moderasi adalah ajaran inti agama Islam. Islam
moderat adalah paham keagamaan yang sangat relevan dalam konteks keberagaman
dalam segala aspek, baik agama, adat istiadat, suku dan bangsa itu sendiri2.
Oleh karena itu pemahaman tentang moderasi beragama harus di pahami secara
kontekstual bukan secara tekstual. Maksudnya di sini adalah moderasi beragama harus di
pahami secara nyata bukan hanya sekedar teori atau tulisan.selain itu moderasi dalam
beragama di Indonesia bukanyang dimoderatkan, tetapi cara pemahaman dalam
beragama yang harus moderat karena Indonesia memiliki banyaknya kultur, budaya dan
adat-istiadatModerasi Islam ini dapat menjawab berbagai problematika dalam keagamaan
dan peradaban global. Yang tidak kalah penting bahwa muslim moderat mampu
menjawab dengan lantang disertaidengan tindakan damai dengan kelompok berbasis
radikal, ekstrimis dan puritan yang melakukan segala halnya dengan tindakan kekerasan
3
.Islam dan umat islam paling tidak kasusnya di Indonesia ini mengalami 2 tantangan
yang pertama untuk bersikap ekstrem dan ketat dalam memahami teks-teks keagamaan
dan mencoba memaksakan cara tersebut di tengah masyarakat muslim, bahkan dalam
beberapa hal menggunakankekerasan. Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrem
dengan bersikap longgar dalam beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran
negatif yang berasal dari budaya dan peradaban lain.
1
Poerwadarminta W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta.hal 829
2
(Dawing, D. (2017). MENGUSUNG MODERASI ISLAM DI TENGAH MASYARAKAT
MULTIKULTURAL. Rausyan Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin Dan Filsafat, 13, p. 231
3
Fadl, K. A. El. (2005). Selamatkan Islam dari Muslim Purita. (H. Mustofa, Trans.). Jakarta: Serambi hal
343
1
Karena di Indonesia merupakan Negara yang mendominasi umat islam
Heterogenitas atau kemajemukan/keberagaman adalah sebuah keniscayaan dalam
kehidupan ini.Ia adalah sunnatullah yang dapat dilihat di alam ini. Allah menciptakan
alam ini di atas sunnah heterogenitas dalam sebuah kerangka kesatuan. Dalam kerangka
kesatuan manusia, kita melihat bagaimana Allah menciptakan berbagai suku bangsa.
Dalam kerangka kesatuan suatu bangsa, Allah menciptakan beragam etnis, suku, dan
kelompok. Dalam kerangka kesatuan sebuah bahasa, Allah menciptakan berbagai dialek.
Dalam kerangka kesatuan syari’at, Allah menciptakan berbagai mazhab sebagai hasil
ijtihad masing-masing. Dalam kerangka kesatuan umat (ummatan wahidah), Allah
menciptakan berbagai agama. Keberagaman dalam beragama adalah sunnatullah sehingga
keberadaannya tidak bisa dinafikan begitu saja4.
1. Pilar keadilan, pilar ini sangat utama, beberapa makna keadilan yang
dipaparkan adalah: pertama, adil dalam arti “sama” yakni persamaan
dalam hak. Seseorang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu
menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah
yang menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang
yang berselisih. Adil juga berarti penempatan sesuatu pada tempat yang
semestinya. Ini mengantar pada persamaan, walau dalam ukuran kuantitas
boleh jadi tidak sama. Adil adalah memberikan kepada pemilik hak-
haknya melalui jalan yang terdekat. Ini bukan menuntut seseorang
memberikan haknya kepada pihak lain tanpa menunda-nunda. Adil juga
berarti moderasi ‘tidak mengurangi tidak juga melebihkan
2. Pilar keseimbangan. Menurut quraish shihab, keseimbangan ditemukan
pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang
menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi
oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat ini, kelompok itu dapat
bertahan dan berjalan memenuhi tujuan kehadirannya. Keseimbangan
tidak mengharuskan persamaan kadar dan syarat bagi semua bagian unit
agar seimbang. Bisa saja satu bagian berukuran kecil atau besar,
4
Ali, Z. (2010). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara hal 59
2
sedangkan kecil dan besarnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan
darinya.
3. Pilar toleransi. Quraish shihab memaparkan bahwa toleransi adalah batas
ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih bisa diterima.
Toleransi adalah penyimpangan yang tadinya harus dilakukan menjadi
tidak dilakukan, singkatnya adalah penyimpangan yang dapat dibenarkan.
Konsep wasathiyyah sepertinya menjadi garis pemisah dua hal yang berseberangan.
Penengah ini diklaim tidak membenarkan adanya pemikiran radikal dalam agama, serta
sebaliknya tidak membenarkan juga upaya mengabaikan kandungan al-Qur’an sebagai
dasar hukum utama. Oleh karena itu, Wasathiyah ini lebih cenderung toleran serta tidak
juga renggang dalam memaknai ajaran Islam. Menurut Yusuf Al-Qardhawi, wasathiyyah
(pemahaman moderat) adalah salah satu karakteristik Islam yang tidak dimiliki oleh
Ideologi-ideologi lain. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an al-Baqarah ayat 143
5
berikut:
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat)
kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.
5
AL QURAN SURAH AL BAQARAH 143
3
BAB II
PEMBAHASAN
Sesuai dengan tema yang kami angkat, moderasi beragama kunci toleransi dan
kerukunan umat di lingkungan 12 merupakan wilayah islam semua Alhamdulillah namun
setelah kami mengamati dalam kegiatan kkn di hari pertama sampai hari terakhir yang
paling mencolok adalah perkuburan muslim. Tempat peristirahatan terakhir umat islam
itu mempunyai klasifikasi klasifikasi tertentu , karena yang paling ketahuan nya adalah
ketika kita masuk di lingkungan langsung di suguhi TPA mandailing di sebelah kanan
dan TPA minang sebelah kiri, gak tau kenapa dan bagaimana kenapa kedua ras tersebut
bias pisah dalam segi pembagian tanah dan lahan nya
Dalam Al Qur’an ayat yang paling jelas adalah surah al hujurat ayat 13 yang
berbunyi :
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa
4
Artinya di sini adalah untuk pembagian wilayah kec sei mati mempunya golongan
golongan tertentu, karena di lingkungan 12 rata rata masyarakat mandailing yang kami
jumpai dalam konteks ini fungsi multicultural dalam kegiatan beragama di lingkungan
perlu di pertanyakan karena multikulturalisme menurut para ahli seperti
6
Harahap, A, Rifai. (2004). Multikulturalisme dan Penerapannya dalam Pemeliharaan Kerukunan antar
Umat Beragama
5
Kelemahan ini tidak bisa salahkan lagi memang adanya berbagai perbedaan
karakteristik dari masing-masing orang. Kita tidak menyalahkan sering terjadi kurangnya
pemahaman atau adanya kesalah pahaman diantara umat sesama agama. Sering terjadi
selisih pendapat, terjadinya kesalahpahaman dan bahkan mungkin bisa terjadinya tidak
tegur sapa dalam bertetangga
. Namun hal itu jarang terjadi. Dalam menghadapi keragaman, maka diperlukan
sikap moderasi, bentuk moderasi ini bisa berbeda antara satu tempat dengan tempat
lainnya. Sikap moderasi berupa pengakuan atas keberadaan pihak lain, pemilikan sikap
toleran, penghormatan atas perbedaan pendapat, dan tidak memaksakan kehendak dengan
cara kekerasan selain itu moderasi beragama kunci toleransi dan keberagaman umat disini
menjadi acuan kami dalam mengangkat seminar daring dengan bapak Dr.muniruddin
M,ag dan bapak Muhammad shaleh assingkily M,pd sebagai pemateri yang menjelaskan
bahwa toleransi umat beragama di landaskan dengan kalimat lakum dinukum waliyaddin
yang artinya “untukmu agamamu untuk ku agamaku” di lingkungan 12 ini sudah
menerapkan hal itu dimana ketika ada agama, budaya maupun ras lain mereka masih
menganggap saudara setanah air bukan saudara seiman mereka dibuktikan dengan
beberapa mahasiswa yang datang beberapa masyarakat menyambut baik karena mereka
tau mungkin kedatangan mahasiswa kesana dengan damai dan maksud yang akan
mengubah system pola pikir anak anak tentang pentingnya beragama
Pada hari jumat minggu kedua, saya sendiri sempat solat jumat di masjid as
sholihin masjid megah yang terletak persis di tengah tengah kuburan mandailing dan
kuburan minangkabau menarik kesimpulan saya sendiri bahwa masjid adalah penengah
mereke ketika mereka mengalami in-toleransi. Jamaah nya banyak dari kalangan
manapun, ras manapun untuk melangsungkan shalat jumat. Namun disini masih ada
catatan kecil saya, dimana orang yang merokok ketika khutbah berlangsung masih di
temukan padahal bilal sudah mengingatkan “Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah
SAW bersabda: "Jika kamu berbicara di hari Jumatsaat Imam berkhutbah maka kamu
telah berbuat sia-sia (tidak sempurna pahala sholat Jumat.)" namun peringatan itu
sepertinya hanya kalimat pengisi waktu luang saja, karena masih banyak orang tua remaja
yang tidak mengindahkan peraturan yang sudah di sampaikan bilal padahal itu dari abu
hurairah Ra yang hadis nya shahih
6
BAB III
KESIMPULAN
Sumatera Utara, banyak yang bilang icon nya Indonesia merupakan provinsi yang
termasuk besar di Indonesia selain itu keragaman budaya dan agama juga melekat kuat di
sumatera utara khususnya di medan maimoon sendiri banyak etnis dan suku yang ada di
daerah ini menjadikan mahasiswa kkn sangat antusias dalam menggali ilmu dan informasi
dilandaskan dengan toleransi dan masyakarakat membuat tantangan sendiri dalam
menyatukan pola pikir agar festival anak soleh tersebut berjalan dengan lancar.
Dari yang sudah kami amati selama sebulan dengan datang kelokasi 3 hari
seminggu saran kami kepada masyarakat hanyalah tingkatkan rasa kekeluargaan dan
kerukunan dari berbagai ras maupun sesama agama, untuk orang tua yang memiliki anak
untuk tidak selalu mengucapkan kata kata kotor di depan anaknya karena orang tua
merupakan madrasah pertama bagi anak anaknya selain itu jalin silaturahmi untuk
mewujudkan lingkungan yang rukun damai dan sejahtera
7
Ruang Moderasi Beragama
Desa/lingkungan Sangat Lemah Cukup kuat keterangan
lemah
Lingkungan 12 √ 1. Kelompok kami sepakat
Kec medan memberikan cukup karena di dalam
maimoon lingkungan itu masih batas wajar
Kelurahan sei mati dan normal. Bukan ingkungan
terbelakang bukan lingkungan
unggulan juga.
2. Masih ada di temukan kenakalan
remaja di situ, tingkat kehidupan
nya yang masih menengah kebawah
masih banyak anak anak yang di
manfaatin beberapa keluarganya
untuk berjualan di persimpangan
jalan, karena daerah penelitian kami
ini dekat dengan persimpangan
jalan utama
3. Kegiatan keagamaan yang kami
buat di respon dengan baik ditandai
dengan banyak nya anak anak yang
ikut dalam perlombaan yang kami
buat,
4. Antusias magrib mengaji juga
banyak anak anak yang ingin
mendalami pembelajaran
mengajinyawalaupun masih banyak
koreksi hal yang normal
5. Kegiatan shalat magrib berjamaah
di mushalla masih banyak yang
meninggalkan nya walaupun tempat
ibadahnya sudah sesuai standart
kenyamanan
8
DAFTAR PUSTAKA
Poerwadarminta W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka,
Jakarta.hal 829
Dawing, D. 2017. MENGUSUNG MODERASI ISLAM DI TENGAH MASYARAKAT
MULTIKULTURAL.
Rausyan Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin Dan Filsafat
Fadl, K. A. El. (2005). Selamatkan Islam dari Muslim Purita. (H. Mustofa, Trans.).
Jakarta: Serambi
Ali, Z. 2010. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara
AL QURAN SURAH AL BAQARAH 143