Escriva Pamungkas
(200101016)
DEMOKRASI LANGSUNG
&
DEMOKRASI PERWAKILAN
DEMOKRASI LANGSUNG
Jean-Jacques Rousseau
Rousseau memandang bahwa perpindahan dari kondisi alami ke
tata negara merupakan langkah alienasi diri: "Setiap orang
mengalami pengasingan dari diri dan semua haknya ke seluruh
komunitas; dan karena setiap orang menyerahkan diri sepenuhnya,
situasi sama bagi semua." Dengan "masing-masing menyerhakan
diri kepada semua, orang menyerahkan diri bukan kepada siapa
pun; karena orang melakukan hal sama, kita sama-sama mendapat
yang kita masing-masing kehilangan, dan terbentuk kekuasaan
lebih besar untuk mempertahankan apa yang kita punyai."
DEMOKRASI LANGSUNG
Bagi Rousseau negara tidak-bisa-tidak identik dengan kehendak bersama. Inilah yang disebut dengan
kehendak umum (volonte generale).
Kehendak umum menunjuk kepentingan umum. Jika kepentingan umum sesuai dengan kepntingan diri atau
kelompok, syukurlah. Namun, kepentingan umum secara kualitatif-subtantif tidak merujuk ke kepentingan
diri/kelompok manapun.
Untuk menjamin kehendak umum, "kekuasaan membuat dan menetapkan hukum ada di tangan seluruh
warga, dan hanya dimiliki oleh rakyat."
Kedaulatan rakyat terungkap dalam kuasa legislatif rakyat.
Setiap warga negara memberikan suaranya dalam pembentukan undang-undang. Apabila pandangan yang
bertentangan dengan pandanganku menang, itu menunjukkan aku keliru, dan apa yang aku anggap kehendak
umum ternyata bukan.
DEMOKRASI LANGSUNG
Hukum dibuat bukan di dalam dan oleh parlemen, tetapi langsung oleh rakyat (warga negara) yang
berkumpul. Seluruh warga adalah parlemen. Rousseau tidak percaya pada demokrasi perwakilan, tidak juga
pada kemungkinan kesamaan antara kepentingan rakyat dan para wakil.
Berbeda dengan Plato, dalam visi Rousseau pemerintah (eksekutif) tidak berhak membuat hukum, sebab
pembuat hukum (legislatif) ialah seluruh warga.
Sistem Distrik
Sistem Proporsional
Siapa yang menjadi wakil ditetapkan berdasarkan proporsi perolehan suara masing-masing partai.
Misalnya, suatu daerah memiliki 10 kursi perwakilan. PArtai A memperoleh 40% suara, Partai B 30%,
Partai C 20%, dan Partai D 10%.
Itu berarti Partai A mendapat 4 kursi, Partai B 3 kursi, Partai C 2 kursi, dan Partai D 1 kursi.
TIGA SISTEM PEMILIHAN DEMOKRASI
Sistem Campuran
Jerman mencoba menggabungkan dua sistem dengan cara separuh anggota Bundestag (parlemen
Jerman) dipilih melalui sistem distrik, separuh lainnya melalui sistem proporsional.
Indonesia menterjemahkan sistem campuran ini dengan menetapkan ambang batas perolehan
(parliamentary threshold).
KEPEKAAN TERHADAP KADAR DEMOKRASI
Empat poin dari Swift berikut menjadi panduan dalam memahami kadar atau ciri demokratis.
Ciri langsung dan tidak-langsung proses memilih/memutuskan
Akuntabilitas wakil rakyat dan actus perwakilan
Kesetaraan kesempatan memengaruhi putusan pemerintah
Lingkup penerapan kehendak demokratis
Terima kasih.