Anda di halaman 1dari 20

Powered by TCPDF (www.tcpdf.

org)
KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS LABORATORIUM PADA SHORT STATURE

Suzanna Imanuel
Departemen Patologi Klinik FKUI–RSCM

Abstrak
Short stature didefinisikan sebagai tinggi badan kurang dari 2 standard deviation (SD)
dibawah rerata populasi untuk usia dan jenis kelamin yang sama atau dibawah persentil 3
pada kurva pertumbuhan standar atau tinggi badan kurang dari 2 SD dibawah tinggi badan
midparental. Hal yang penting untuk diagnosis short stature adalah pengukuran tinggi badan
atau panjang badan anak yang akurat secara berkala. Potensi genetik anak yang diturunkan
dari orang tua perlu dipertimbangkan saat menilai pola pertumbuhan anak, dan harus
diperhatikan penyimpangan dari tinggi yang diharapkan. Setelah dapat dikategorikan sebagai
short stature barulah kemudian dicari penyebab yang mendasari keadaan ini. Klasifikasi
penyebab short stature terdiri dari normal variant short stature, gangguan pertumbuhan
primer, kelainan sekunder dan kelainan endokrin. Normal variant short stature terdiri dari
familial short stature (FSS), constitutional delay growth and puberty (CDGP) serta idiopathic
short stature (ISS). Gangguan pertumbuhan primer terdiri dari pertumbuhan janin
terhambat/small for gestational age, displasia skeletal dan kelainan kromosom seperti turner
syndrome dan down syndrome. Kelainan sekunder terdiri dari malnutrisi, penyakit
kardiovaskular, penyakit ginjal, kelainan hematologi dan infeksi kronis. Sedangkan kelainan
endokrin terdiri dari hipotiroidisme, diabetes mellitus (DM) dan defisiensi growth hormone
(GH). Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menentukan penyebab short stature, terapi,
dan monitoring pengobatan. Pemeriksaan penyaring sistemik meliputi pemeriksaan darah
lengkap untuk mengetahui adanya anemia, kelainan nutrisional atau penyakit kronis, LED
diperlukan bila secara klinis kemungkinan adanya tuberkulosis dan penyakit inflamasi kronis
lainnya. Pemeriksaan kreatinin, albumin, elektrolit dan analisa gas darah dilakukan bila
kemungkinan adanya gagal ginjal kronik dan renal tubular asidosis. Bila dicurigai adanya
infeksi ginjal maka perlu dilakukan pemeriksaan urin lengkap dan kultur urin. Pemeriksaan
kalsium, fosfat dan alkali fosfatase diperlukan bila dicurigai kelainan tulang. Pemeriksaan
provokatif GH, IGF1 dan IGFBP3 diperlukan bila kemungkinan terdapat defisiensi GH.
Pemeriksaan glukosa darah puasa atau sewaktu diperlukan untuk diagnosa DM.
Pemeriksaan TSH dan T4 bebas diperlukan bila secara klinis kemungkinan hipotiroid.
Pemeriksaan sitogenetika dilakukan untuk diagnosis adanya kelainan kromosom.

Kata kunci : Short stature, normal variant short stature, gangguan pertumbuhan primer,
kelainan sekunder dan kelainan endokrin.

1
PENDAHULUAN
Pertumbuhan adalah proses fisiologis dasar pada masa kanak-kanak yang harus
dipantau dengan baik oleh dokter anak maupun keluarga sebagai salah satu indikator status
kesehatan anak. The American Academy of Pediatrics pada tahun 2000 menekankan
pentingnya hal ini melalui “Recommendations for Preventative Pediatric Health Care” yang
menyatakan bahwa pengukuran tinggi dan berat badan anak sebaiknya diukur pada saat
lahir, usia 2 sampai 4 hari, usia 1, 2,4, 6, 9, 12, 15, 18, dan 24 bulan, dan setiap tahun
sesudahnya sampai usia 21 tahun. Hasil pengukuran tersebut harus dicatat dalam sebuah
kurva pertumbuhan(1)
Pertumbuhan yang normal terdiri dari 2 tahap yaitu di dalam rahim (intra uterin) dan
sesudah lahir (postnatal growth).(2) Pertumbuhan intra uterin adalah pertumbuhan sejak
konsepsi sampai saat kelahiran, terjadi peningkatan 44 x 107 kali lebih besar bila
dibandingkan dengan peningkatan sejak kelahiran hingga usia dewasa sebanyak 20 kali;
panjang tubuh meningkat 3850 kali sejak konsepsi sampai saat kelahiran, lebih besar bila
dibandingkan peningkatan panjang tubuh sejak lahir sampai usia dewasa yaitu 3 sampai 4
kali. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan intra uterin antara lain faktor endokrin seperti
kadar Growth Hormone (GH) pada plasma janin lebih tinggi daripada orang dewasa dengan
akromegali. Selain itu hormon tiroid pada neonatus dapat berperan pada perkembangan
mentalnya, namun tidak berperan pada panjang badan neonatus. Faktor lain yang juga
mempengaruhi pertumbuhan janin yaitu nutrisi, penyakit kronis ibu, preeklamsia, konsumsi
alkohol, pemakaian obat terus-menerus seperti fenitoin, rokok, serta infeksi pada ibu. Faktor
kelainan kromosom dan sindroma malformasi juga dapat menghambat pertumbuhan janin. (2)
Short stature didefinisikan sebagai tinggi badan terukur kurang dari 2 standar deviasi
(SD) di bawah rata-rata populasi untuk usia dan jenis kelamin yang sama atau di bawah
persentil 25 kurva pertumbuhan standar dan tinggi badan lebih dari 2 SD di bawah target
tinggi badan midparental.(1) Hal yang paling penting untuk diagnosis short stature adalah
pengukuran tinggi badan atau panjang badan anak yang akurat secara berkala. Potensi
genetik orangtua perlu dipertimbangkan saat menilai pola pertumbuhan anak, dan
penyimpangan dari tinggi yang diharapkan harus diperhatikan. Penilaian pertumbuhan juga
harus mempertimbangkan proporsi tubuh.(1,2)
Klasifikasi penyebab short stature terdiri dari normal variant short stature, gangguan
pertumbuhan primer, kelainan sekunder, dan kelainan endokrin. Normal variant short stature
terdiri dari familial short stature (FSS), constitutional delay growth and puberty (CDGP),serta
idiopathic short stature (ISS).(3,4)
Di Utah pernah dilakukan penelitian pada anak usia sekolah dan didapatkan bahwa
penyebab short stature terbanyak adalah familial short stature (37%), petumbuhan terhambat
(27%), kombinasi familial short stature dan petumbuhan terhambat (17%), penyebab medis

2
lainnya (10%), idiopathic short stature (5%), defisiensi hormon pertumbuhan (3%), sindrom
Turner (3% dari anak perempuan) dan hipotiroidisme (0.5%). (5)
Makalah ini akan membahas mengenai klasifikasi, diagnosis, dan pemeriksaan
laboratorium short stature.

KLASIFIKASI SHORT STATURE


Saat ini terdapat beberapa penulis yang mengemukakan beberapa klasifikasi
penyebab short stature. Ada yang mengemukakan bahwa penyebab short stature dapat
dibagi menjadi penyebab endokrin dan non endokrin. Penyebab endokrin dapat meliputi
defisiensi hormon pertumbuhan dan variasinya, psychosocial dwarfism, hipotiroidisme,
Cushing’s syndrome, pseudohypoparathyroidisme, gangguan metabolisme vitamin D,
diabetes insipidus dan diabetes melitus. Penyebab non endokrin dapat meliputi constitutional
short stature, genetic short stature, pertumbuhan janin terhambat, syndromes of short stature
dan penyakit kronis. Syndromes of short stature meliputi Turner’s syndrome dan variannya,
Noonan’s syndrome, Prader-Willi syndrome, Laurence-Moon (Biedl-Bardet) syndrome,
autosomal karyotypic disorders and syndromes, dan displasia tulang.(2)
Menurut consensus on management of growth disorders klasifikasi penyebab short
stature terdiri dari normal variant short stature, gangguan pertumbuhan primer, kelainan
sekunder, dan kelainan endokrin. Normal variant short stature terdiri dari familial short stature
(FSS), constitutional delay growth and puberty (CDGP), serta idiopathic short stature (ISS).
Gangguan pertumbuhan primer terdiri dari pertumbuhan janin terhambat / small for
gestational age, displasia skeletal, dan kelainan kromosom yang terdiri dari Turner syndrome,
Seckel syndrome, Noonan syndrome, Russel-Silver syndrome, Progeria, Prader-Willi
syndrome, dan Down syndrome. Kelainan sekunder terdiri dari malnutrisi, penyakit
kardiovaskular, penyakit ginjal, kelainan hematologi, dan infeksi kronik. Sedangkan kelainan
endokrin terdiri dari hipotiroidisme, diabetes melitus, dan defisiensi Growth Hormone (GH)
(lihat tabel 1).(3)

Tabel 1. KLlasifikasi short stature(3)


Gangguan pertumbuhan
Normal variant Kelainan sekunder Kelainan endokrin
primer
FSS Pertumbuhan janin terhambat Malnutrisi Hipotiroidisme
CDGP Displasia skeletal Penyakit kardiovaskular Diabetes Mellitus
ISS Kelainan kromosom Penyakit ginjal Defisiensi GH
Turner syndrome Kelainan hematologi
Seckel syndrome Infeksi kronik
Noonan syndrome
Russel-Silver syndrome
Progeria
Prader-Willi syndrome
Down syndrome

3
Pada anak-anak dengan familial short stature (FSS) dijumpai pertumbuhan dibawah
garis normal pada kurva pertumbuhan linear normal. Tinggi akhir dewasa adalah pendek,
namun masih sesuai dengan target tinggi badan orang tua. Familial short stature (FSS)
adalah keadaan yang paling sering ditemukan pada praktek sehari-hari. Diagnosis ini tetap
perlu dipertimbangkan walau anggota keluarga yang berperawakan pendek merupakan
saudara jauh pasien, dan selanjutnya penting untuk dipikirkan apakah ada penyakit yang
mendasari perawakan pendek ini seperti displasia skeletal. Pada FSS usia tulang normal dan
bila didapatkan tinggi badan ataupun kecepatan pertambahan tinggi badan yang tidak sesuai
dengan orangtua ataupun saudaranya harus dievaluasi lebih lanjut. Umumnya anak dengan
FSS memiliki panjang badan dan berat badan lahir normal. Kecepatan pertumbuhan di bawah
garis normal namun paralel dengan kurva pertumbuhan normal. Onset pubertas dan
progresifitasnya juga normal. Tinggi badan akhir adalah pendek.(3)
Keterlambatan pertumbuhan dan pubertas konstitusional / Constitutional Delay Growth
and Puberty (CDGP) merupakan penyebab short stature yang cukup sering. Diagnosis ini
dipertimbangkan pada anak dengan onset pubertas yang terlambat tanpa adanya gejala atau
tanda sistemik. Umumnya anak akan datang pada usia antara 10 sampai 16 tahun dengan
berkurangnya kecepatan pertumbuhan tinggi badan dan pubertas yang tertunda. Terdapat
riwayat yang sama pada orangtua dan beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah
pertumbuhan linear akan melambat pada usia 3 tahun pertama kehidupan kemudian
pertumbuhan linear akan normal atau mendekati normal namun paralel dengan persentil 25
selama masa prepubertas. Umumnya pada anak-anak ini terjadi pula keterlambatan usia
tulang dan kematangan seksual dari umur kronologis, namun tinggi badan akhir umumnya
berada dalam rentang normal.(3)
Idiopathic short stature merupakan suatu keadaan ditemukannya kegagalan
pertumbuhan pada anak dengan penyebab yang tidak diketahui. Diagnosis ini ditegakkan
setelah penyebab short stature yang lain sudah disingkirkan.(3) Biasanya tidak didapatkan
adanya anggota keluarga yang berperawakan pendek atau riwayat adanya pubertas yang
tertunda dalam keluarga. Faktor sistemik, endokrin, dan pre natal harus dapat disingkirkan.
Anak-anak ini umumnya memiliki sekresi GH yang normal dan dianggap sebagai varian
normal serta mencapai tinggi dewasa akhir dalam rentang yang sesuai dengan rentang tinggi
badan keluarganya. Penyebab terjadinya keterlambatan pertumbuhan dan masa puber belum
dapat dipastikan pada anak-anak ini.(3)
Pertumbuhan janin terhambat didefinisikan sebagai panjang badan lahir di bawah
-2 SD untuk panjang badan sesuai usia. Keadaan ini dapat ditemukan pada 2,5% bayi baru
lahir dan dapat juga disebut sebagai small-for-gestational age. Pertumbuhan janin terhambat
dapat disebabkan insufisiensi plasenta, kelainan maternal atau kelainan intrinsik pada fetus
seperti infeksi kongenital, dan kelainan kromosom. Sebagian besar anak dengan kondisi ini

4
mencapai tinggi badan normal pada usia 1 sampai 2 tahun. Namun sekitar 15-20% di
antaranya tetap kecil sampai usia 4 tahun. Apabila anak-anak ini tidak dapat mengejar
keterlambatan pertumbuhannya, maka 50% diantaranya akan berperawakan pendek.(3)
Displasia skeletal adalah sekumpulan kelainan intrinsik pada kartilago, tulang, atau
keduanya. Keadaan ini dapat disebabkan transmisi genetik, dan ditemukan kelainan ukuran
atau bentuk tulang belakang atau tulang tengkorak, serta kelainan radiologis tulang.
Diagnosis displasia skeletal perlu mengandalkan pemeriksaan radiologis yang teliti. Dua
bentuk displasia skeletal yang paling sering dijumpai adalah akondroplasia dan
hipokondroplasia.(3)
Kelainan kromosom baik autosom maupun kromosom seks dapat memberi gambaran
gagal tumbuh. Secara umum kelainan ini juga dihubungkan dengan kelainan fisik dan
retardasi mental. Short stature adalah gambaran yang paling sering dijumpai pada Turner
syndrome (TS) dibandingkan keterlambatan pubertas, cubitus valgus, ataupun webbing of the
neck. Penelitian pada individu dengan TS menunjukkan bahwa short stature terjadi pada
100% anak perempuan dengan kariotipe 45,X. Gambaran fenotipe dapat dijumpai pada
sebagian besar anak perempuan ini walaupun ada juga yang tidak jelas gambaran
fenotipenya.(3)
Pada Noonan syndrome, dijumpai kelainan fenotipe yang serupa seperti pada TS
namun keduanya dapat dibedakan dengan jelas karena pada Noonan syndrome tidak
dijumpai kelainan pada kromosom seks dan kelainan ini tampaknya diturunkan secara
autosom dominan. Anak perempuan maupun anak laki-laki dapat mengalami kelainan ini.
Gambaran klinis yang dijumpai seperti pada TS. Sering pula dijumpai kelainan kardiovaskular,
mikrosefalus dan kriptorkismus dan pubertas tertunda atau tidak lengkap. Retardasi mental
dijumpai pada 25-50% pasien.(3)
Seckel syndrome adalah kelainan kromosom yang diturunkan secara autosomal
resesif dengan pertumbuhan janin yang terhambat, gagal tumbuh pasca kelahiran dan disertai
mikrosefalus, tulang hidung menonjol, dan mikrognatia. Tinggi badan akhir umumnya 90-110
cm, disertai retardasi mental sedang sampai berat.(3)
Russell-Silver syndrome adalah bentuk kelainan kromosom lainnya dengan
dijumpainya pertumbuhan janin terhambat, gagal tumbuh pasca kelahiran, hemihipertrofi, dan
bentuk wajah triangular yang kecil. Kelainan lain yang non spesifik antara lain adalah
klinodaktili, pubertas prekoks, penutupan fontanela terlambat, dan usia tulang yang
terlambat.(3)
Gambaran senilitas pada Progeria (Hutchinson-Gliford syndrome) umumnya dijumpai
pada usia 2 tahun dimana ditemukan kehilangan lemak subkutan yang progresif disertai
alopesia, hipoplasia kuku, keterbatasan sendi dan onset dini aterosklerosis. Keadaan ini
umumnya diikuti infark miokard, hipertensi dan gagal jantung kongestif. Hipoplasia skeletal

5
mengakibatkan retardasi pertumbuhan yang berat dan biasanya jelas terlihat pada usia 6-18
bulan.(3)
Pada Prader-Willi syndrome dapat dijumpai gagal tumbuh pada saat kelahiran namun
akan lebih jelas pasca kelahiran. Periode neonatal ditandai dengan adanya hipotoni, masalah
pemberian makan yaitu hiperfagia, dan kriptokismus pada laki-laki serta mikrosefalus.
Hipogonadisme dapat bertahan sampai usia dewasa. (3)
Salah satu kelainan kromosom yang paling sering dikaitkan dengan gangguan
pertumbuhan adalah Down syndrome yang terjadi pada 1 dari 600 kelahiran hidup. Berat dan
panjang lahir di bawah normal. Gagal tumbuh terus berlanjut pasca kelahiran dan
berhubungan dengan maturasi tulang serta pubertas yang terlambat.(3)
Sampai saat ini keadaan kurang nutrisi masih terjadi di seluruh dunia yang berakibat
intake kalori dan protein yang tidak adekuat adalah penyebab gagal tumbuh yang sering.
Pertumbuhan linear normal sangat sensitif terhadap defisiensi kalori dan protein sehingga
anak dengan keadaan ini dapat mengalami gagal tumbuh berat. Pada negara berkembang,
infestasi parasit dapat mengakibatkan gangguan nutrisi dan gagal tumbuh. (3)
Penyakit jantung sianotik dan gagal jantung kongestif dapat dihubungkan dengan
short stature. Banyak bayi dengan masalah jantung memiliki sindroma dengan gambaran
dismorfik dan pertumbuhan janin terhambat. Gagal tumbuh umumnya disebabkan hipoksia
dan peningkatan kebutuhan energi. Operasi koreksi terhadap anomali tersebut umumnya
akan memberi perbaikan menyeluruh pada pertumbuhan normal. (3)
Gangguan pada fungsi ginjal dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan yang
signifikan. Uremia dan renal tubular asidosis dapat menyebabkan short stature sebelum
manifestasi klinis lain muncul. Faktor-faktor yang berpengaruh terjadinya gangguan
pertumbuhan antara lain penurunan intake kalori, kehilangan elektrolit yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan normal, asidosis metabolik, resistensi insulin, kehilangan protein, serta anemia
kronis.(3)
Gangguan pertumbuhan dapat dijumpai pula pada anemia kronis seperti pada anemia
sel sabit. Keadaan ini dapat disebabkan gangguan transport oksigen ke jaringan, peningkatan
kerja jantung, kebutuhan energi yang besar akibat peningkatan hematopoesis, dan gangguan
nutrisi.(3) Secara umum penyakit sel sabit dapat dideskripsikan sebagai sekumpulan kelainan
genetik dengan dominasi Hb S. Tiga kelompok yang paling sering dijumpai adalah HbSS, Hb
SC, dan sickle beta thallasemia.(6) HbSS adalah bentuk homozigot penyakit sel sabit dan juga
disebut anemia sel sabit.(7) Dua gambaran utama yang sering dijumpai pada penyakit sel sabit
adalah anemia hemolitik kronik dan vasooklusi yang mengakibatkan cedera iskemik. Penyakit
sel sabit mempengaruhi pertumbuhan.(6) Anak-anak dengan penyakit sel sabit lahir dengan
berat badan normal, namun pertumbuhannya akan tertinggal dibandingkan anak-anak lain
saat akhir usia 1 tahun. Berat badan kurang bertahan hingga usia dewasa. Kecepatan

6
pertumbuhan di bawah normal dan onset masa puber tertunda 1-2 tahun, namun tinggi akhir
dewasa normal. Keterlambatan juga terjadi pada pertumbuhan tulang. (3)
Pada talasemia, gangguan pertumbuhan disebabkan anemia kronis, kelainan endokrin
yang disebabkan hemosiderosis pada kelenjar hipofisis. Kadangkala anemia, gangguan
sintesis IGF 1, hipotiroidisme, dan hipogonadotropik hipogonadisme berkontribusi terhadap
terjadinya gagal tumbuh. Talasemia merupakan kelainan sintesis hemoglobin yang bersifat
genetik dan berakibat berkurangnya produksi satu atau lebih rantai globin. Talasemia terbagi
menjadi talasemia α, β, δβ atau talasemia γδβ tergantung sintesis rantai globin mana yang
terganggu. Sebagian besar kasus berat muncul pada usia 1 tahun dengan keadaan gagal
tumbuh, kesulitan makan, infeksi berulang, kelemahan, anemia dan pembesaran limpa.(8,9)
Gangguan pertumbuhan pada hipotiroidisme baru terlihat secara klinis setelah
bertahun-tahun menderita hipotiroidisme. Gagal tumbuh umumnya berat dan progresif serta
lebih jelas terlihat pada tinggi badan daripada berat badan, sehingga anak-anak dengan
hipotiroid akan tampak gemuk. (3) Anak-anak usia prepubertas dengan Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM) memiliki pertumbuhan normal. Selama masa pubertas kecepatan
pertumbuhan mungkin berkurang dan kegagalan pertumbuhan terjadi pada anak dengan
kontrol glikemik buruk untuk waktu yang lama. Terapi insulin yang tidak adekuat dan
hiperglikemia mengakibatkan resistensi GH dimana kadar IGF-1 menurun sementara kadar
GH meningkat. Bila kondisi ini terjadi pada saat lonjakan masa pubertas maka pasien akan
menunjukkan tanda penurunan kecepatan pertumbuhan. (3)
Diagnosis dan penatalaksanaan defisiensi GH selama masa kanak-kanak dan dewasa
muda selalu menjadi kontroversi. Penegakkan diagnosis membutuhkan penilaian klinis,
pemeriksaan GH, IGF-1, IGFBP 3 dan evaluasi radiologis. Efek fisiologis dari GH adalah
mempromosi pertumbuhan sejak lahir hingga masa puber pada jaringan lunak, kartilago dan
tulang. Efek GH pada tulang dan otot dihasilkan baik langsung atau melalui efek dar Insulin-
like Growth Factors (IGF). IGF diproduksi terutama di hati dan jaringan lain di bawah
pengaruh GH. IGF yang paling penting adalah IGF 1 yang berperan meningkatkan
pertumbuhan kartilago. Sebagian besar IGF 1 di serum berikatan dengan IGFBP 3. IGFBP 3
disintesis di hati dan produksinya diinduksi oleh GH. Defisiensi GH dapat bermanifestasi
sebagai masalah tersendiri atau sebagai bagian dari berbagai defisiensi hormon kelenjar
hipofisis / Multiple Pituitary Hormone Deficiency (MPHD). Evaluasi terhadap kemungkinan
adanya defisiensi Growth Hormone pada anak berperawakan pendek dimulai setelah
penyebab gagal tumbuh yang lain sudah disingkirkan. Hal-hal penting pada anamnesis dan
pemeriksaan jasmani yang mengarah pada adanya defisiensi GH adalah mikrosefalus, atau
trauma lahir pada neonatus; radiasi kepala, trauma kepala atau infeksi susunan saraf, riwayat
keluarga, serta abnormalitas garis tengah kraniofasial. (2,3)

7
DIAGNOSIS
Short stature didefinisikan sebagai tinggi badan kurang dari 2 standard deviation (SD)
dibawah rerata populasi untuk usia dan jenis kelamin yang sama atau dibawah persentil 3
pada kurva pertumbuhan standar atau tinggi badan kurang dari 2 SD dibawah tinggi badan
midparental.(1) Evaluasi anak dengan short stature dibutuhkan pengukuran tinggi badan serial
yang di plot pada kurva pertumbuhan, untuk menilai kecepatan pertumbuhan. Kecepatan
pertumbuhan secara ideal diperiksa dengan melihat beberapa titik pertumbuhan sebelumnya
atau pengukuran ulang tiap 4-6 bulan.(10,11) Kecepatan pertumbuhan bervariasi selama fase
kehidupan. Paling cepat pada tahun pertama kehidupan (sekitar 25 cm/tahun secara
keseluruhan; 38 cm/tahun pada dua bulan pertama turun menjadi 12 cm/tahun pada umur 1
tahun) dan kemudian turun selama masa anak (dari 12, 10, 7, 6 dan 5 cm /tahun pada usia 1,
2, 2-4, 4-5, dan 5-pubertas). Pertumbuhan akan mengalami percepatan kembali selama
lonjakan pertumbuhan pubertas, yang terjadi selama fase pubertas Tanner II-III pada anak
perempuan (10 cm/tahun) dan Tanner IV pada anak laki-laki (12 cm/tahun). Kecepatan
(1)
pertumbuhan kurang dari 5 cm/tahun setelah usia 5 tahun perlu diwaspadai. Penurunan
atau peningkatan kecepatan pertumbuhan melewati beberapa persentil pada kurva
pertumbuhan yang terjadi antara usia 3 tahun-akhir masa anak atau awal masa remaja
menunjukkan kondisi patologis.(10)
Potensi genetik anak juga harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi pola
pertumbuhannya saat ini, dan deviasi dari tinggi yang diharapkan perlu diwaspadai. Rumus
untuk memperkirakan tinggi target mid-parental (dalam cm)(1) :
Untuk anak laki-laki : ((tinggi ibu + 13) + tinggi ayah)/2
Untuk anak perempuan : ((tinggi ayah – 13) + tinggi ibu)/2
Genetic potensial height atau tinggi potensial secara genetik anak adalah :
tinggi target mid-parental ± 2 SD (1 SD sekitar 5 cm atau 2 inchi)(1)

Tinggi target yang didapatkan dengan rumus di atas kemudian diaplikasikan di garis
20 tahun pada kurva pertumbuhan sesuai jenis kelamin. Tinggi proyeksi ditentukan dengan
mengekstrapolasi pertumbuhan anak sepanjang jalurnya. Bila tinggi akhir berada dalam
rentang 1 SD (5 cm) dari target tinggi mid-parental maka tinggi anak sesuai dengan tinggi
keluarganya. Sebaliknya bila perbedaan antara tinggi proyeksi dan tinggi target lebih dari
5 cm, perlu dipikirkan adanya penyebab patologis. (1) Pada literatur lain dikatakan juga bahwa
rentang di dalam 2 standar deviasi (± 8,5 cm) untuk perhitungan tinggi midparental disebut
sebagai rentang target tinggi badan yang diharapkan. Bila tinggi badan seorang anak berada
di luar rentang target ini, maka perlu dipikirkan suatu keadaan patologis. (3)
Analisis parameter pertumbuhan lain seperti berat badan dan lingkar kepala juga
penting dalam evaluasi pola pertumbuhan anak. Dalam berbagai jenis short stature yang

8
patologis, berat badan terpengaruh lebih dulu, baru kemudian kecepatan pertumbuhan tinggi
badan dan akhirnya pertumbuhan otak (ditandai dengan lingkar kepala). Rasio BB/TB (berat
badan/tinggi badan) yang normal atau rendah lebih sering disebabkan oleh defisiensi nutrien
atau penyakit kronik. Sementara rasio BB/TB yang meningkat disebabkan oleh kelainan
endokrin, seperti defisiensi growth hormone, insensitivitas growth hormone, hipotiroidisme
atau kelebihan glukokortikoid.(1,11)
Prediksi tinggi akhir yang akan dicapai saat dewasa juga perlu dipertimbangkan dalam
evaluasi anak dengan short stature. Prediksi tinggi akhir saat dewasa didasarkan pada fakta
bahwa pada individu normal terdapat korelasi langsung antara derajat maturasi tulang dan
waktu penutupan epifisis yang akan menghentikan pertumbuhan tulang. Semakin besar
penundaan umur tulang relatif terhadap umur kronologis maka akan semakin panjang waktu
untuk pertumbuhan tulang sebelum epifisis menutup. (1) Maturasi tulang diperiksa secara
radiografi. Umur tulang ditentukan dengan membandingkan gambaran dan tingkat penutupan
epifisis atau bentuk tulang pada foto radiologi pasien dengan atlas maturasi tulang normal
sesuai standar umur dan jenis kelamin yang telah dipublikasi secara luas. Metode yang sering
digunakan adalah dari Greulich dan Pyle dengan foto rontgen anteroposterior tangan dan
persendian tangan kiri.(2,11,12)
Diagnosis short stature dan etiologinya dapat ditegakkan dengan bantuan sebuah
algoritma sebagai berikut(11) :

Short stature

Kecepatan pertumbuhan

Normal Abnormal

Varian normal Patologis

- Familial short stature


- Constitutional growth delay

Gambaran dismorfik (+) Gambaran dismorfik (-)

Proporsional Disproporsiona Rasio BB/TB Rasio BB/TB normal


l meningkat atau menurun

Kelainan kromosom - Displasia skeletal Kelainan endokrin - Masukan kalori kurang


- Spinal disorder - Defisiensi GH - Penyakit kronis
- Kelainan metabolisme - Hipotiroid - Masalah psikososial
- Sindroma Cushing’s - Anoreksia nervosa
- Insensitivitas GH - Bulimia nervosa
Diagram 1. Algoritma diagnosis short stature(11)

9
Diagnosis short stature dan etiologinya dapat ditegakkan dengan bantuan sebuah
algoritma.(11) Pada short stature kita menilai kecepatan pertumbuhan, apakah normal atau
abnormal. Bila normal dapat disebabkan familial short stature atau constitutional growth delay.
Familial short stature disebut juga genetic short stature, merupakan short stature yang
disebabkan faktor genetik dengan karakteristik kecepatan pertumbuhan normal, umur tulang
sesuai dengan umur kronologis, dan tinggi potensi genetik sesuai dengan pola tinggi
keluarga.(11)
Bila kecepatan pertumbuhan abnormal maka kita menilai ada gambaran dismorfik atau
tidak. Bila terdapat gambaran dismorfik kita menilai apakah gambaran dismorfik tersebut
proporsional atau disproporsional. Bila proporsional, maka disebabkan kelainan kromosom
dan perlu dilakukan pemeriksaan sitogenetika. Sedangkan bila disproporsional maka
kemungkinan terdapat displasia skeletal, kelainan spinal dan gangguan metabolisme. Dalam
hal ini mungkin perlu dilakukan skeletal survey. Bila tidak dijumpai gambaran dismorfik kita
menilai rasio berat badan/tinggi badan (BB/TB). Bila rasio BB/TB meningkat maka
kemungkinan terdapat kelainan endokrin yang dapat disebabkan defisiensi GH, hipotiroid,
Cushing Syndrome, dan insensitivitas GH. Insensitivitas GH merupakan suatu sindroma yang
ditandai dengan kegagalan pertumbuhan post natal yang berat dengan kadar IGF-1 dan
IGFBP-3 serum sangat rendah dan peningkatan GH serum, disebabkan oleh kelainan gen
reseptor GH. Bila rasio BB/TB normal/menurun maka kemungkinan masukan kalori kurang,
penyakit kronis, masalah psikososial, anoreksia nervosa, dan bulimia nervosa. (11)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium dan radiologis yang dianjurkan dalam menilai anak short
stature dapat dilihat dalam tabel 3 berikut ini(3):

Tabel 3. Pemeriksaan yang dianjurkan dalam menilai anak short stature (3)
PEMERIKSAAN KELAINAN KLINIS
Umur tulang
Kariotipe (pada perempuan) Sindrom Turner
FSH

Pemeriksaan sistemik penyaring


 Hitung darah lengkap Anemia
 LED Tuberkulosis
 Albumin, kreatinin, elektrolit, AGD Gagal ginjal kronik, renal tubular asidosis
 TSH dan T4 bebas Hipotiroidisme
 Kalsium, fosfat, ALP Riketsia akibat defisiensi vitamin D, riketsia
akibat hipofosfatemia

10
 Urin mikroskopis dan kultur urin Infeksi ginjal
GH/IGF-1
 IGF-1 dan IGFBP-3 Defisiensi Growth Hormone
 Tes provokatif GH Defisiensi Growth Hormone

Pemeriksaan radiologis lain


 Pemeriksaan skeletal Displasia skeletal
 USG kranial Defek struktural yang berkaitan dengan defisiensi
Growth Hormone atau MHPD pada bayi
CT scan dan MRI Etiologi defisiensi Growth Hormone

Pada tabel 3 dijelaskan pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan bila dijumpai
adanya short stature. Bila anak datang dengan sindrom Turner maka disarankan untuk
melakukan pemeriksaan kariotipe dan FSH. Pemeriksaan penyaring sistemik meliputi
pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia, LED diperlukan bila secara
klinis kemungkinan adanya tuberkulosis. Pemeriksaan kreatinin, albumin, elektrolit dan
analisa gas darah dilakukan bila kemungkinan adanya gagal ginjal kronik dan renal tubular
asidosis. Bila dicurigai adanya infeksi ginjal maka perlu dilakukan pemeriksaan urin lengkap
dan kultur urin. Pemeriksaan kalsium, fosfat dan alkali fosfatase (ALP) diperlukan bila
dicurigai kelainan tulang. Pemeriksaan provokatif GH, IGF-1, dan IGFBP-3 diperlukan bila
kemungkinan terdapat defisiensi GH. Pemeriksaan TSH dan T4 bebas diperlukan bila secara
klinis kemungkinan hipotiroid. Selain itu perlu pula dilakukan pemeriksaan radiologis skeletal
untuk diagnosis displasia skeletal dan USG kranial serta CT scan dan MRI untuk diagnosis
defek struktural yang berkaitan dengan defisiensi GH.(3)
Anemia penyakit menahun merupakan suatu bentuk anemia derajat ringan sampai
sedang yang seringkali terjadi pada infeksi kronik, peradangan, trauma, atau penyakit
neoplastik yang telah berlangsung lebih dari 1-2 bulan. Kadar hemoglobin jarang kurang dari
9,0 g/dl, dan hematokrit biasanya berkisar 25%-40%. Morfologi eritrosit biasanya normositik
dan normokromik, kadang-kadang memberikan gambaran mikrositik hipokrom ringan dengan
red distribution width (RDW) yang bervariasi. Pada anemia penyakit menahun terdapat laju
endap darah yang cepat. Hitung retikulosit bervariasi dapat berada dalam batas normal,
berkurang, atau sedikit meningkat. Kadar besi serum rendah dan daya ikat besi total menurun
atau normal, namun cadangan besi yaitu feritin serum meningkat. (13)
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menegakkan diagnosis penyakit sel sabit
tergantung pada tipe penyakit sel sabit tersebut. Nilai Hb biasanya normal pada bayi baru
lahir. Anemia dan gambaran sel sabit baru terlihat saat bayi berusia 3-4 bulan dimana Hb F
mulai menurun. Pada HbSS gambaran darah tepi menunjukkan eritrosit normositik
normokrom dengan polikromasi, sel sabit, dan beberapa sel target. Hitung retikulosit 4-20%
dan dapat ditemui rubriblas. Pada Hbs-talasemia α, dijumpai eritrosit mikrositik dan sel target.

11
Morfologi eritrosit pada HbSC akan didominasi sel target dan sel sabit dalam jumlah sedikit.
Hitung leukosit meningkat akibat adanya neutrofilia dan hitung trombosit meningkat akibat
penurunan fungsi limpa. Laju endap darah menurun, serum bilirubin indirek dan LDH
meningkat. Selanjutnya dapat dilakukan pula elektroforesis Hb dimana akan dijumpai fraksi
HbS.(7)
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menilai talasemia adalah darah
lengkap dan sediaan hapus darah tepi dimana dapat dijumpai anemia mikrositik hipokrom,
anisopikilositosis dengan sel target, fragmentosit, basophilic stippling. Dilakukan juga
elektroforesis Hb untuk mengukur fraksi HbA 2 dan Hb F.(8,9)
Tuberkulosis adalah penyakit yang sering dijumpai di negara kita termasuk pada anak.
Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Seseorang dicurigai
terinfeksi tuberkulosis apabila ditemukan penurunan selera makan dan penurunan berat
badan yang tidak jelas penyebabnya yang pada anak dapat menyebabkan berat badan
kurang, keringat di malam hari, demam, lemas. Pada keadaan tuberkulosis paru akan
dijumpai batuk lebih dari 3 minggu, hemoptisis, dan nyeri dada. Tuberkulosis di organ lain
akan memberi gejala sesuai dengan organ yang terkena. Diagnosis ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan radiologi, tes tuberkulin, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan mikrobiologi, dan tes kepekaan obat. (9) Pada pemeriksaan darah
dapat dijumpai peningkatan laju endap darah, anemia dan leukositosis ringan. Pada
pemeriksaan tes tuberkulin akan dijumpai indurasi di bagian volar lengan bawah dengan
diameter yang variatif. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap sputum dapat membantu diagnosis
tuberkulosis bila dijumpai basil tahan asam. Bersamaan dengan ini dapat dilakukan
pemeriksaan resistensi obat terhadap isolat kuman tuberkulosis. (14)
Asidosis tubulus ginjal (ATG) adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan gangguan
reabsorbsi bikarbonat (HCO3 -) di tubulus proksimal atau gangguan sekresi ion H+ di tubulus
distal dan ditandai oleh asidosis metabolik, anion gap plasma normal, dan fungsi glomerulus
normal. Gangguan primer reabsorbsi HCO3- proksimal digolongkan sebagai ATG proksimal
atau ATG tipe-2. Gangguan primer sekresi ion H+ di tubulus distal disebut ATG distal atau
ATG tipe-1. ATG yang timbul akibat defisiensi aldosteron atau resistensi tubulus distal
terhadap aldosteron disebut ATG hiperkalemik atau ATG tipe-4. Gejala klinik ATG umumnya
nonspesifik sehingga sering lolos dari diagnosis dan terlambat atau tidak mendapat
pengobatan. Gejala klinik ATG meliputi asidosis metabolik, retardasi pertumbuhan dan gejala
nonspesifik lain seperti anoreksia, muntah, konstipasi, poliuria, hipotonia, polidipsia, dan
dehidrasi. Retardasi pertumbuhan biasanya mulai tampak pada akhir tahun pertama masa
bayi bila tidak diobati. Diagnosis ATG dapat ditegakkan melalui pemeriksaan analisa gas
darah dimana pH dan HCO3- menurun menunjukkan keadaan asidosis metabolik dengan
anion gap plasma normal.(15)

12
Diagnosis defisiensi GH didasari oleh adanya peningkatan serum GH yang inadekuat
setelah stimulus provokatif. Sekresi GH bersifat pulsatil, 4-6 pelepasan dalam 2-4 jam,
sehingga pemeriksaan GH secara acak tidak dapat digunakan untuk menentukan defisiensi
GH. Karena sekresinya dipengaruhi berbagai faktor, maka pada pemeriksaan secara acak
kadar GH yang normal secara bermakna bersinggungan dengan kadar yang menunjukkan
defisiensi GH. Kadar GH yang rendah dapat berarti defisiensi atau dapat juga berarti normal
pada individu tertentu pada waktu tertentu dalam satu hari. Untuk mengatasi variasi diurnal
dalam pemeriksaan GH, dapat dilakukan pengambilan sampel darah 60-90 menit setelah tidur
dalam, karena kadar GH meningkat selama tidur.(4) Latihan fisik yang cukup berat dengan
kegiatan naik tangga secara cepat selama 15 menit diharapkan dapat berguna dalam
menentukan defisiensi GH.(2) Selain stimulasi fisiologis berupa tidur dan latihan fisik dapat
dilakukan stimulasi farmakologis berupa pemberian insulin, levodopa, arginin, dan
Gonadotropin Releasing Hormone (GRH).(2)
Stimulus yang paling baik untuk menilai sekresi GH adalah dengan memberikan
insulin yang menginduksi hipoglikemia. Pada individu normal kadar GH akan meningkat
sampai lebih dari 10 ng/ml setelah dicapai hipoglikemia yang adekuat. Pasien tidak boleh
makan apapun lagi setelah tengah malam dan dimulai pemasangan infus salin normal. Insulin
diberikan intravena pada dosis yang cukup untuk menyebabkan hipoglikemia (glukosa darah
< 40 mg/dl). Dosisnya adalah 0,1 sampai 0,15 unit/kg (pada orang sehat); 0,2-0,3 unit/kg
(pada pasien obese atau pasien dengan Cushing syndrome, dan akromegali); 0,05 unit/kg
pada pasien dengan dugaan hipopituarisme. Darah diambil setiap 15 menit untuk
menentukan kadar glukosa darah. Sampel untuk GH dan kortisol diambil pada menit ke 0, 30,
45, 60, 75, dan 90. Hipoglikemia simtomatik dan penurunan kadar glukosa darah di bawah 40
mg/dl pada orang normal akan meningkatkan GH sampai kadar tertinggi yang melebihi 10
ng/ml. Kortisol plasma seharusnya mencapai kadar 20 ug/dl.(2)
Kadar GH akan meningkat setelah pemberian oral levodopa, prekursor dopamin dan
norepinefrin yang dapat melewati sawar darah otak. Pasien harus berpuasa dan bed rest
setelah tengah malam. Diberikan 500 mg levodopa. Darah diambil pada menit ke 0, 30, dan
60. Sekitar 80% orang sehat akan memberi respon peningkatan GH lebih besar dari 6 ng/ml
dengan rata-rata respon maksimal 28 ng/ml. Tes ini lebih aman dari tes hipoglikemia yang
diinduksi insulin.(2)
Pada test infus arginin, pasien harus berpuasa yang dimulai setelah tengah malam.
Kemudian pasien diberikan arginin HCl intravena 0,5 g/kgBB sampai maksimal 30 g selama
30 menit. Dapat dilakukan pre treatment dengan estrogen pada wanita menopause dan laki-
laki. Darah diambil untuk menentukan kadar GH pada menit 0, 30, 60, 90, dan 120. Umumnya
respons akan lebih besar pada wanita daripada pria. Batas bawah untuk puncak GH yang

13
normal adalah 6 ng/ml pada yang tidak mendapat estrogen dan 10 ng/ml pada yang
mendapat estrogen.(2)
Pada tes Gonadotropin Releasing Hormone (GRH), diberikan GRH 1 ug/kg intravena
secara bolus. Kemudian darah diambil pada menit 0, 30, dan 60. Sebagian besar pasien
normal memiliki puncak respon GH yang lebih besar dari 10 ng/ml pada menit ke 30 dan 60. (2)
Untuk mendiagnosis defisiensi GH selain dilakukan tes stimulasi GH, dapat dilakukan
pemeriksaan IGF-1 dan IGFBP-3. Kadar IGF-1 menggambarkan rerata konsentrasi GH
plasma yang lebih akurat. IGF-1 tidak dipengaruhi variasi diurnal seperti GH karena dalam
sirkulasinya IGF-1 berikatan dengan protein yang stabil. Tetapi dalam membantu menentukan
pasien dengan defisiensi GH, IGF-1 memiliki kelemahan karena kadarnya dipengaruhi status
nutrisi, fungsi hati, tiroid dan steroid gonad, serta usia. (16,17) Selain itu dapat terjadi kadar IGF-
1 yang normal pada defisiensi GH. Sebagian besar IGF-1 serum ditranspor dan berikatan
dengan IGFBP-3. Kadar IGFBP-3 serum stabil sepanjang hari dan secara langsung
proporsional terhadap kadar GH. Pengukuran kadar IGFBP-3 memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan IGF-1, antara lain kadarnya tinggi di sirkulasi sehingga tidak memerlukan
sensitivitas pemeriksaan yang tinggi, kadarnya berubah tergantung usia tetapi dalam rentang
yang lebih sempit dibandingkan IGF-1, kadarnya tidak terlalu dipengaruhi status nutrisi.(17)
Untuk menegakkan diagnosis defisiensi GH perlu dilakukan minimal dua kali tes stimulasi GH
dengan metode yang berbeda.(18)

RINGKASAN
Short stature adalah suatu keadaan dimana tinggi badan terukur kurang dari 2 standar
deviasi di bawah rata-rata populasi untuk usia dan jenis kelamin yang sama atau di bawah
persentil 25 pada kurva pertumbuhan standard dan tinggi badan lebih dari 2 standar deviasi di
bawah target tinggi badan midparental. Klasifikasi penyebab short stature menurut
Consensus on Management of Growth Disorders terdiri dari normal variant short stature,
gangguan pertumbuhan primer, kelainan sekunder, dan kelainan endokrin. Hal yang paling
penting untuk diagnosis short stature adalah pengukuran tinggi badan atau panjang badan
anak yang akurat secara berkala dan paling sedikit pengukuran harus dilakukan dua kali.
Diagnosis dan penyebab short stature dapat ditegakkan dengan menilai kecepatan
pertumbuhan, apakah normal atau abnormal. Bila normal dapat disebabkan familial short
stature atau constitutional growth delay. Bila kecepatan pertumbuhan abnormal maka kita
menilai ada gambaran dismorfik atau tidak. Bila terdapat gambaran dismorfik kita menilai
apakah gambaran dismorfik tersebut proporsional atau disproporsional. Bila proporsional,
maka disebabkan kelainan kromosom dan perlu dilakukan pemeriksaan sitogenetika.
Sedangkan bila disproporsional maka kemungkinan terdapat displasia skeletal, kelainan
spinal dan gangguan metabolisme. Dalam hal ini mungkin perlu dilakukan skeletal survey.

14
Bila tidak dijumpai gambaran dismorfik kita menilai rasio berat badan/tinggi badan (BB/TB).
Bila rasio BB/TB meningkat maka kemungkinan terdapat kelainan endokrin yang dapat
disebabkan defisiensi GH, hipotiroid, Cushing Syndrome, dan insensitivitas GH. Untuk
mendukung diagnosis dan penyebab short stature perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium
yang disesuaikan dengan keadaan klinis pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Grimberg A, Lifshitz F. Worrisome Growth in: Lifshitz Fima editor. Pediatric Endocrinology
5th Edition Volume 2 Growth, Adrenal, Sexual, Thyroid, Calcium and Fluid Balance
Disorders. New York: Informa Health Care USA,Inc;2007: 1-14.
2. Styne D. Growth in: Greenspan F, Baxter J, editor. Basic and Clinical Endocrinology 4th
Edition. Norwalk: Appleton and Lange; 2007: 128-159.
3. Pulungan A, Delemarre-van de waal H dalam Consensus on Management of Growth
Disorders.
4. Wales JK. Evaluation of Growth Disorders in: Brook C, Clayton P, Brown R, editor.
Brook’s Clinical Practice Endocrinology 6th Edition. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2009:
124-154.
5. Oh L. Epidemiology of Short Stature. sMonash University. 2007.
6. The New Jersey Department of Health and Senior Services, Newborn Screening and
Genetic Services. Sickle Cell Disorders. Information for Health Professionals. 2005.
7. Weatherall D. Haemoglobin and the Inherited Disorder of Globin Syntesis. In : Hoffbrand
AV, Catovsky, D, Tuddenham EGD, editor. Postgraduate Haematology, 5 th ed.
Massachusetts: Blackwell Publishing; 2005: 89-93.
8. Wild B, Bain BJ. Investigation of Abnormal Haemoglobins and Thalassemia in: Lewis SM,
et al, editor. Dacie and Lewis Practical Haematology 9 th Edition. London: Churchill
Livingstone; 2001: 275-277.
9. Hoffbrand A.V, Moss P.A.H, Pettit J. in: Genetic Disorders of Haemoglobin. Essential
Haematology Fifth Ed. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2006: 74-84.
10. Seaver L, Irons M. ACMG practice guideline: Genetic evaluation of short stature. Genetics
in Medicine. 2009 June 2009;11(6):465-70.
11. Vogiatzi M. Assesment of short stature. Step-by-step diagnostic approach 2010 [cited
2010 August 28]; Available from: www.bestpracticebmj.com
12. Ferry R. Short Stature. 2010 [cited 2010 31 August 2010]; Available from:
www.emedicinemedscape.com.
13. Wirawan R. Patogenesis dan Diagnosis Anemia Penyakit Menahun. Dalam: Suryaatmadja
M, editor. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta: Bagian Patologi Klinik
FK UI; 2002: 119-130.

15
14. http://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/testing/skintesting.htm.
15. Albar H. Asidosis Tubular Ginjal pada Anak. Majalah Kedokteran Indonesia, volume 55.
2005; 2: 67-78
16. Pagana K, Pagana T. Mosby's Manual of Diagnostic and Laboratory Tests. 4th ed. St.
Louis: Mosby Elsevier; 2010.
17. Yadav S, Khrishnamurthy S. Insulin growth factors and growth hormone deficiency. Indian
Pediatrics. 2007 May 17;44:349-53.
18. Nicol L, Allen D, Czernichow P, Zeitler P. Normal Growth and Growth Disorders. In: Kappy
M, Allen D, Geffner M, editors. Pediatric Practice Endocrinology: Mc Graw-Hill; 2010. p.
23-76.

16

Anda mungkin juga menyukai