Anda di halaman 1dari 5

NAMA: Farihatul Fuadah

NIM: 211120034

PRODI: Ekonomi Syariah

MATA KULIAH: Resume Individu Tafsir Ayat Ekonomi

DOSEN PENGAMPU: DR. Andi iswandi ,SHI,LLM

TAFSIR AYAT KERJA DAN UPAH

A. Definisi Kerja dan Upah


1. Definisi Kerja
Secara etimologi, kerja mempunyai arti yang sama dengan bergerak
ataupun berusaha. Menurut KBBI, kerja adalah kegiatan melakukan sesuatu
yang dilakukan atau diperbuat. Dalam bahasa Arab kata kerja dapat
disamakan dengan kata al-‘amal, al-af’al, ataupun al-kasb1, yang memiliki
arti bekerja. Sedangkan dalam bahasa Inggris kerja dapat diistilahkan
dengan kata work (bekerja), living (mata pencaharian), livelihood
(penghidupan)2.
Secara terminologis kerja atau bekerja adalah suatu perbuatan, usaha,
tindakan, atau aktivitas manusia yang dilakukan dengan sengaja untuk
memenuhi kebutuhan hidup atau mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam
pandangan Islam, kerja bukan hanya berarti mencari rezeki siang dan
malam tak kenal lelah untuk memenuhi kebutuhan tetapi juga segala
perbutan yang terdapat kebaikan dan keberkahan didalamnya yang akan
memiliki dampak baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat disekitarnya,
bangsa dan negara tanpa harus merugikan orang lain.

1
Ahmad warson al-munawir, kamus al-munawir indonesia-arab, (surabaya: pustaka
progresif, 1994), hlm 200
2
John m. Echols dan hassan shadily, kamus indonesia inggris-, cet. XX, (jakarta:
gramedia,1992), hlm.362.
2. Definisi Upah
Secara etimologi upah adalah ijarah yang berasal dari kata al-ajru yang
berarti penggantian atau imbalan yang diberikan sebagai ganti dari suatu
perbuatan. Dalam KBBI upah berarti suatu imbalan atas tenaga yang telah
dilakukan dalam mengerjakan sesuatu.
Sedangkan secara terminologi upah berarti akad pemindahan manfaat suatu
barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan adanya pembayaran namun
tanpa memindahkan hak milik atas barang tersebut. Berdasarkan ketentuan
pasal 1 angka 30 undang-undang no 13 tahun 2003 upah adalah hak yang
diterima oleh pekerja dalam bentuk uang sebagai bentuk imbalan dari
pemberi kerja yang telah sesuai dengan perjanjian kerja antara kedua belah
pihak.3

B. Ayat Mengenai Kerja dan Upah


1. Ayat tentang upah: At-Thalaq:6

,‫علَ ْي ِه َّن‬
َ ‫ضيِقُ ْوا‬ َ ُ ‫ضآر ْو ُه َّن ِلت‬ َ ُ ‫س َك ْنت ُ ْم ِم ْن ُو ْج ِد ُك ْم َو ََل ت‬
َ ‫ْث‬ُ ‫ا َ ْس ِك ْنو ُه َّن ِم ْن َحي‬
‫ فَأ ِْن أ َ ْر‬,‫ض ْعنَ َح ْملَ ُه َّن‬َ َ‫علَ ْي ِه َّن َحتَّى ي‬ ِ َ‫َوا ِْن ُك َّن أ ُ ْول‬
َ ‫ت َح ْم ٍل فَأ َ ْن ِفقُ ْوا‬
َ ‫ َوأْت َ ِم ُر ْوا َب ْينَ ُك ْم ِب َم ْع ُر ْوفٍ َوأ ِْن تَ َعا‬,‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَأ َ ت ُ ْو ُه َّن أ ُ ُج ْو َر ُه َّن‬
‫س ْرت ُ ْم‬ َ
.‫ض ُع َلهُ أ ُ ْخ َرى‬ ِ ‫ست ُ ْر‬ َ َ‫ف‬
Artinya: “tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyushkan
mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-
istri yang sudah di talak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada
mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada
mereka upahnya, dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala

3
Martiningsih , Skripsi: Konsep Upah Yang Adil Menurut Ibnu Taimiyah Perspektif
Ekonomi Islam Dan Penerapannya Di Indonesia, (Jakarta: Universitas
Muhamammadiyah Jakarta, 2016), Hal.25
sesuatu) dengan baik, dan jika kamu menemui kesulitan maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”

2. Ayat tentang kerja: QS. Al-Qashash:73

َ ‫َو ِم ْن َّر ْح َمتِ ِهى َج َع َل لَ ُك ُم آلَّ ْي َل َوآلنَّ َه‬


ْ َ‫ار ِلت َ ْس ُكنُ ْوافِ ْي ِه َو ِلت َ ْبتَغُ ْوا ِم ْن ف‬
‫ض ِل ِه‬
. َ‫َولَعَلَ ُك ْم ت َ ْش ُك ُر ْون‬
Artinya: “Dan karena rahmat- Nya, dia jadikan untukmu malam dan siang,
supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari
sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur
kepada-Nya”.

C. Tafsir Tentang Ayat Kerja dan Upah


1. Tafsir QS At-Thalaq:6
Pada awal ayat dijelaskan bahwa kewajiban seorang suami kepada istri
yang telah ditalak namun masih dalam masa iddah ialah memberi tempat
tinggal yang layak sesuai dengan kemampuan suami. Dan apabila istri
tersebut sedang dalam keadaan hamil maka hendaklah ia menafkahkannya

َّ ‫َح ْملَ ُه‬


sampai melahirkan kelak. ‫ن‬ َ ‫علَ ْي ِه َّن َحتَّى َي‬
َ‫ض ْعن‬ َ ‫فَأ َ ْن ِفقُ ْوا‬
Jika sang istri telah melahirkan maka hendaklah keduanya bermusyawarah
untuk kesehatan sang anak terutama tentang ASI. Meskipun masa iddah
telah selesai, seorang ibu sebaiknya tetap menyusui anaknya dan suaminya
wajib memberikannya upah,‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَأَت ُ ْوه َُّن أ ُ ُج ْو َره َُّن‬
َ ‫ فَأ ِْن أ َ ْر‬dalam ayat ini
menjelaskan kepada para suami harus tetap memberikan nafkah sebagai
bentuk upah kepada istri karena telah menyusui sang anak. Seperti yang
telah dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,
“berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang
bekam itu”.
Penutup ayat ini memberitahukan bahwa apabila diantara keduanya tidak
menyepakatinya, maka pihak suami diperkenankan untuk memilih wanita
lain untuk menyusui anaknya tersebut.4

2. Tafsir QS Al-Qashash:73
Pergantian antara malam dan siang pada ayat diatas ialah sebagai petunjuk
penggunaan waktu dimana Allah menjadikan malam gelap supaya waktu
itu digunakan sebagai waktu istirahat, “‫ ” ِلت َ ْس ُكنُ ْوا فِ ْي ِه‬istirahat dimalam hari
digunakan untuk meyiapkan fisik menghadapi kerja disiang harinya.
Sebaliknya, menjadikan siang terang supaya pada waktu itu dapat
mengerjakan berbagai urusan penghidupan untuk menjemput rezeki,
ْ َ‫”و ِلت َ ْبتَغُ ْوا مِ ْن ف‬
“‫ض ِل ِه‬ َ pembagian waktu tersebut sebagai tanda kekuasaan Allah
supaya orang-orang bersyukur, “ َ‫”ولَعَلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُر ْون‬
َ ayat ini mengharuskan kita
bersyukur dalam bentuk memanfaatkan waktu yang telah Allah berikan
dengan sebaik-baiknya agar dipermudah jalan kehidupan didunia.5

D. Pendapat Ulama
1. Tentang upah
Menurut Ibnu Taimiyah konsep tentang upah haruslah setara atau adil
(ujrah al-mitsl), adil yang dimaksud disini adalah upah yang secara bebas
diserahkan berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran pasar tanpa
adanya campur tangan intervensi pemerintah didalamnya. Namun jika pada
kenyataannya upah berjalan tidak lancar seperti pekerja menuntut upah
yang terlalu tinggi yang akan merugikan perusahaan atau sebuah
perusahaan yang memberikan upah secara sewenang-wenang maka

4
Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 107-109.
5
Ibid, h. 79-80.
pemerintah mempunyai hak untuk menetapkan upah (intervensi). Hal
tersebut dilakukan dengan maksud menjaga kepentingan kedua belah pihak,
dimana mereka harus sepakat dan menerima ketetapan upah yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
Menurut Ibnu Khaldun upah yang akan akan dihasilkan itu tergantung pada
nilai kerja yang dilakukan oleh seorang pekerja. 6

2. Tentang kerja
Tujuan dari bekerja adalah mencari rezeki untuk bisa menafkahkan
keluarga, menurut Ibnu Khaldun rezeki dan nafkah itu sama yaitu
penghasilan yang dapat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan. Pada
hakikatnya rezeki dan nafkah ialah manakala seorang mendapatkan sesuatu
yang dapat dipergunakan dengan hemat, cermat, tidak boros dan
disesuaikan dengan keperluan pokok sebagai manusia, dengan begitu maka
ia akan merasakan nikmatnya hidup seperti yang tergambar dalam hadis
Rasullah SAW “sesuatu barang yang kamu miliki ialah apa-apa yang telah
kamu makan hingga habis, atau apa-apa yang telah kamu pakai hingga ia
rusak, atau apa-apa yang telah kamu berikan dengan dikeluarkan dari
tanganmu”. Rezeki yang didapatkan seseorang tergantung seberapa keras ia
berusaha, karena apabila seorang muslim bekerja sesuai dengan ketentuan
Islam, hal itu merupakan sumber utama keuntungan, pendapatan, maupun
pembentukan modal.7

6
Martiningsih , Skripsi: Konsep Upah Yang Adil Menurut Ibnu Taimiyah Perspektif
Ekonomi Islam Dan Penerapannya Di Indonesia, (Jakarta: Universitas
Muhamammadiyah Jakarta, 2016), Hal.60-62.
7
Armansyah Walian, Konsepsi Islam Tentang Kerja Rekontruksi Terhadap
Pemahaman Kerja Seorang Muslim, Dalam Jurnal An Nisa’a, No.1, Juni 2013
Hlm. 63

Anda mungkin juga menyukai