Anda di halaman 1dari 3

TUGAS RESENSI ILMU AKHLAK BAB II

Nama : Silfa Kamila Rahmah

NIM : 1226000188

Kelas : 2B

A. Metodologi Kajian Akhlak

Metodologi kajian akhlak adalah Ilmu yang membicarakan tentang cara-cara atau teknik-
teknik menyajikan materi pembelajaran akhlak kepada peserta didik agar tercapai tujuan yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

1. Metodologi Tasawuf
Metode ini dapat membukakan keterkaitan yang mendalam dan mendasar antara
tahuid/keimanan sebagai basic value yang menjadi landasan pijakan utama akhlak.
Dapatlah dikatakan bahwa tidak akan ada akhlak tanpa keimanan atau tauhid sebagai akar
tegaknya batang yang menghasilkan buah. Jika suatu kebaikan lahir tetapi tidak dari dasar
keimanan yang benar serta tidak dibangun atas jalan bersyariat yang tepat maka itu
bukanlah akhlak.
Beberapa ulama yang mengembangkan cara pandang filsafat dalam memahami
ajaran Islam antara lain Arabi dan al-Razi. Arabi berangkat dari tradisi tasawuf yang
memadukan metodenya dengan paradigma filsafat. Keduanya menghasilkan produk yang
sama dalam hal metodologis, yakni metodologi filsafat. Ada sejumlah nilai esensial di balik
realitas yang nampak dalam bangunan ajaran shalat.
Dalam kaitan ini, shalat merupakan simbol hubungan vertikal antara manusia
dengan Tuhan dan hubungan horizontal antara sesama mahluk bahkan hubungan diagonal
dengan mahluk yang lainnya. Pada tingkatan ini peribadatan sudah sampai kepada simbol
shalat sebagai sistem nilai akhlak yang melampaui formalistik, legalistik dan ritualistik.
2. Metodologi Hermeneutik
Hidayat (2003: 11) mengartikan hermeneutik sebagai sebuah disiplin filsafat yang
memusatkan bidang kajiannya pada persoalan understanding of understanding
(pemahaman atas pemahaman atau teori pemahaman) terhadap teks, yang datang dari
kurun waktu, tempat serta situasi sosial yang asing bagi para pembacanya.
Secara umum, paradigma hermeneutik adalah penafsiran teks-teks tradisional, di
mana problem utama yang selalu menghadang adalah bagaimana memahami konteks
sesuatu yang tercatat dalam situasi yang berbeda.
Dalam kaitan ini, hermeneutik sepadan dengan makna interpretasi (tafsir), yang
berarti memahami, menjelaskan, menguraikan atau menafsirkan.
Perbedaannya, secara konsepsional, interpretasi merupakan pemahaman atau
penafsiran yang terbatas (dangkal) pada aspek-aspek tekstualitas sebuah teks, sedangkan
hermeneutik melampaui makna tekstual (lahir) dari sesuatu.
Berkaitan dengan pengertian konseptual hermeneutik, Hanafi (1994: 1)
mengungkapkan bahwa hermeneutik bukan hanya sebuah seni interpretasi dan teori
pemahaman, tapi juga ilmu yang menjelaskan penerimaan wahyu dari tingkat kata ke
tingkat realitas, dari logos ke praxis.
3. Metodologi Takwil
Metode ta’wil secara etimologis, takwil berasal dari awwala-yu'awwilu-ta'wil
artinya kembali atau mengembalikan kepada yang asal, Sedangkan secara istilah, ta'wil
adalah memalingkan lafadz dari makna yang kuat (al-rajih) atau makna lahir kepada makna
yang lemah (al-marjuh) atau makna batin (al-Qaththan, 1973: 325-326). Selain metode
ta’wil, sejarah intelektual Islam juga melahirkan metode pemahaman lain terhadap teks-
teks keagamaan yang lebih bersifat tekstual (lahiriah teks).
4. Metodologi Tafsir
Dalam tradisi intelektual Barat, metode tafsir dalam Islam identik dengan metode
eksegesis atau teori interpretasi dalam pengertian umum. Secara etimologis, istilah tafsir
berasal dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang artinya membuka , menerangkan dan
menjelaskan yang memberi pengertian bahwa terdapat sesuatu yang belum atau tidak
begitu jelas dan memerlukan keterangan serta penjelasan lebih jauh, sehingga menjadi
terang dan jelas. Tafsir juga bermakna memperlihatkan dan membuka sesuatu yang
tertutup ; atau menjelaskan , membuka dan memperlihatkan arti yang masuk akal .
Secara terminologis, tafsir didefinisikan oleh para ulama dengan rumusan yang
berbeda-beda, tapi dengan arah dan tujuan yang sama. Sedangkan al-Zarqani
mendefinisikannya sebagai ilmu yang membahas tentang al-Qur’an al-Karim dari asfek
petunjuknya atas maksud Allah berdasarkan tingkat kemampuan manusia.
5. Metodologi Semiotik
Teori semiotik merupakan teori tentang tanda dan merupakan bagian integral dari
kajian linguistik , yakni bahasa sebagai suatu sistem tanda atau sistem simbol. Dalam
epistemologi semiotik, dikenal tiga konsep-kunci utama , yaitu tanda atau simbol , petanda
atau eksisten yang ditandai dan penanda atau pelaku yang menandai . Tetapi sosok yang
secara sistematik merumuskan teori semiotik dan dikenal sebagai Bapak Linguistik
Modern adalah Saussure yang kemudian lebih dikembangkan lagi oleh para penerusnya
seperti Barthes, Pierce, Kristeva, Derrida, Arkoun, dan lain-lain. Secara etimologis, kata
semiotik diadopsi dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda .
Sedangkan secara terminologis, semiotik didefinisikan oleh Saussure dalam Course
in General Linguistics sebagai ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari
kehidupan sosial.
Trigg menyatakan bahwa dunia di sekitar kita merupakan bahasa yang menyimpan
pesan karena diberi makna oleh sistem bahasa yang dimiliki oleh manusia. Pernyataan
tersebut menunjukkan bahwa realitas apa pun yang hadir di sekeliling kita merupakan
sistem bahasa yang mengandung makna atau pesan. Dalam setiap realitas simbolik,
terdapat pesan/makna yang dapat ditangkap atau diungkap oleh seorang hermeneut .

Anda mungkin juga menyukai