Anda di halaman 1dari 12

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2020/21.2 (2021.2)

Nama Mahasiswa : EDY PURNOMO

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 043280006

Tanggal Lahir : 18 NOVEMBER 1997

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4201 / Hukum Tata Negara

Kode/Nama Program Studi : 311 / ILMU HUKUM – S1

Kode/Nama UPBJJ : 50 / SAMARINDA

Hari/Tanggal UAS THE : SENIN / 27 DESEMBER 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Surat Pernyataan
Mahasiswa
Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : EDY PURNOMO

NIM : 043280006

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4201 / Hukum Tata Negara

Fakultas : FHISIP

Program Studi : ILMU HUKUM

UPBJJ-UT : SAMARINDA

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada
laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal
ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Balikpapan, 27 Desember 2021

Yang Membuat Pernyataan

EDY PURNOMO
1. A.

perbedaan system presidensil dan parlementer

No. Presidensil Parlementer

1. Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan

 Sistem pemerintahan presidensial baik kepala negara Sistem pemerintahan parlementer memiliki presiden /
maupun kepala pemerintahannya dijabat oleh seorang sultan / raja sebagai kepala negara yang fungsinya
presiden sehingga tidak ada pemisahan diantara
hanya secara simbolis sehingga berperan secara
keduanya. Dengan demikian presiden berwenang
dalam mengatur jalannya pemerintahan sekaligus seremonial dalam melantik, mengesahkan, maupun
berfungsi secara simbolis. mengukuhkan UU (Undang-Undang) dan kabinet.
Untuk membantu menjalankan pemerintahannya,
presiden dibantu oleh perdana menteri yang berperan
sebagai kepala pemerintahan. Dengan kata lain,
terdapat pemisahan yang tegas antara kepala negara
dan kepala pemerintahan

2. Pemilihan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan

Pada sistem pemerintahan presidensial kepala negara Pada sistem pemerintahan parlementer, perdana menteri
yang sekaligus menjabat sebagai kepala pemerintahan dipilih oleh parlemen melalui penunjukan secara
langsung untuk menjalankan fungsi eksekutif. Dalam
dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu
sistem pemerintahan ini, pemilu oleh rakyat dilakukan
dimana pelaksanaan pemilu ini diselenggarakan hanya untuk memilih anggota parlemen.
menjelang habisnya masa jabatan presiden dan wakil
presiden periode sebelumnya.

3. Lembaga Supremasi Tertinggi

 Pada sistem pemerintahan presidensial tidak ada istilah Pada sistem pemerintahan parlementer, masih terdapat
lembaga supremasi tertinggi atau lembaga tertinggi lembaga supremasi tertinggi yaitu parlemen dimana
negara, yang ada adalah supremasi konstitusi dimana parlemen memiliki kekuasaan besar dalam negara baik
kedaulatan rakyatlah yang dijunjung tinggi. Meskipun sebagai badan perwakilan maupun badan legislatif.
demikian, antar lembaga negara masih dapat saling
mengawasi guna menghindari penyebab terjadinya
tindakan penyalahgunaan wewenang dan
menghindari dampak korupsi bagi negara.

4. Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif

 Sistem pemerintahan presidensial mengijinkan Sistem pemerintahan parlementer tidak mengijinkan


kekuasaan eksekutif dan legislatif berjalan sejajar kesetaraan kedudukan antara eksekutif dan legislatif
artinya kekuasaan keduanya sama-sama kuat sehingga seperti dalam sistem pemerintahan presidensial. Dalam
tidak dapat saling menjatuhkan. sistem tersebut, kabinet dalam hal ini perdana menteri
beserta menteri dapat dijatuhkan oleh parlemen melalui
mosi tidak percaya. Namun, jika perselisihan antara
kabinet dan parlemen menunjukkan kabinetlah yang
berada pada pihak yang benar, maka kepala negara
berhak membubarkan parlemen.
5. Pembagian Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif
Terdapat pembagian kekuasaan yang jelas antara  Pembagian kekuasaan antara eksekutif dan legislatif
eksekutif dan legislatif dalam sistem pemerintahan dalam sistem pemerintahan parlementer tidak begitu
presidensial baik secara kelembagaan maupun secara jelas karena eksekutif dipilih dari anggota legislatif atau
bisa dikatakan kabinet dipilih dari anggota parlemen.
kepersonalan anggota. Hal ini dikarenakan
ditetapkannya aturan perundang-undangan tentang
larangan merangkap jabatan eksekutif dan legislatif.
6. Tanggung Jawab Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan

Pada sistem pemerintahan presidensial, kepala negara Pemilihan kepala pemerintahan pada sistem
dan kepala pemerintahan yakni presiden dipilih secara pemerintahan parlementer oleh parlemen, membuat
langsung oleh rakyat sehingga ia bertanggung jawab sistem pertanggungjawaban kabinet yakni perdana
terhadap kedaulatan rakyat. Selain itu, seluruh menteri dan para menteri dilakukan secara langsung
tindakannya harus dipertanggungjawabkan terhadap kepada parlemen. Kabinet berada di bawah pengawasan
konstitusi negara. Sistem seperti ini dapat membuat parlemen secara langsung maka
pertanggungjawabannya menjadi jelas karena dapat
pertangungjawaban presiden kurang jelas. Untuk
dilakukan pengawasan secara intens.
mengontrol tindakan pemerintah diperlukan
pengawasan dari berbagai pihak untuk selalu kritis
dan tanggap.
7. Pemilihan Umum

 Pada sistem pemerintahan presidensial pemilu  Pada sistem pemerintahan parlementer pemilu diakan
diadakan untuk memilih presiden beserta wakil semata-mata hanya untuk memilih anggota parlemen
presiden dan anggota legislatif baik untuk dan bukannya memilih presiden beserta wakil presiden
kabupaten/kota, propinsi, maupun pusat. Mengikuti karena keduanya dipilih dari anggota parlemen.
pemilu dengan baik merupakan contoh sikap
nasionalisme dan patriotisme.

8. Legitimasi

 Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam Pada sistem pemerintahan parlementer, legitimasi
sistem pemerintahan presidensial sehingga didapatkan dari parlemen sehingga posisi perdana
legitimasinya didapatkan dari rakyat. Hal ini dapat menteri dalam memerintah negara dinilai kurang kuat
memperkuat posisi presiden yang mana telah karena tidak mendapat dukungan dari rakyat secara
mendapatkan suara dari sebagian besar warga langsung.
negaranya.
B. 1. Undang-Undang Dasar 1945

a. Bentuk negara

Bentuk negara dalam UUD 1945 adalah kesatuan. Dengan bentuk kesatuan, kekuasaan negara dikendalikan
atau dipegang oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat juga dapat menyerahkan sebagian urusannya
kepada pemerintah daerah. Inilah yang disebut dengan desentralisasi. Daerah-daerah Indonesia dibagi ke
dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula menjadi daerah yang lebih kecil yang masing-
masing memiliki otonomi.

b. Bentuk pemerintahan

Dengan bentuk republik, kekuasaan pemerintah negara dipegang oleh presiden. Presiden merupakan kepala
pemerintahan sekaligus kepala negara. Pada awal pembentukan negara setelah merdeka, presiden dan wakil
presiden dipilih oleh PPKI. Hal ini karena MPR saat itu beklum terbentuk dan belum dapat dilakukan pemilu.

c. Sistem pemerintahan

Berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan kabinet presidensial. Di mana presiden
adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah MPR.

d. Bentuk negara

Berdasarkan Konstitusi RIS 1949, bentu negara Indonesia adalah serikat atau federal. Di mana ketentuan ini
bertolak belakang dengan UUD 1945. Prinsip negara federal adalah negara yang terbagi-bagi atas berbagai
negara bagian. Indonesia pun mengalami hal yang sama. Sebagai negara serikat Indonesia terbelah-belah
menjadi beberapa bagian, yakni menjadi tujuh negara bagian dan sembilan satuan kenegaraan.

e. Bentuk dan sistem pemerintahan

Pemerintahan negara RIS adalah republik. Pemerintahan terdiri dari presiden dan kabinet. Kedaulatan
negara dipegang oleh presiden, kabinet, DPR dan Senat. Pemerintah RIS menganut sistem kabinet
parlementer. Kebijakan dan tanggung jawab kekuasaan pemerintah berada di tangan menteri baik secara
bersama maupun individual. Para menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden, tetapi kepada
parlemen (DPR).

2. UUD 1945
Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, saat RIS
ternyata menimbulkan banyak ketidakpuasaan di kalangan rakyat Indonesia. Apalagi diyakini ada
pembentukan negara bagian lewat RIS merupakan rencana Belanda untuk memecah belah
Indonesia. Untuk memenuhi tuntutan rakyat yang tidak setuju dengan bentuk negara serikat,
melalui sebuah pemerintah RI dan pemerintah RIS pada 19 Mei 1950 dibuat Piagam Persetujuan.
Negara kesatuan yang akan dibentuk merupakan hasil pengubahan Konstitusi RIS dengan prinsip-
prinsip pokok dalam UUD 1945. Kemudian terbentuk undang-undang dasar bersifat sementara,
yang terkenal disebut Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
UUDS 1950 berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. UUDS tersebut berisi enam bab. Bentuk negara
Masa UUDS 1950 membuat Indonesia kembali menjadi negara berbentuk kesatuan. Sehingga,
Indonesia tidak lagi terbagi-bagi menjadi negara bagian atau daerah bagian. Bentuk dan sistem
pemerintahan Pemerintahan negara Indonesia berbentuk republik. Kedaulatan negara berada di
tangan rakyat, tetapi kedaulatan dilakukan oleh pemerintah dan DPR. Sistem pemerintahan yang
digunakan merupakan kabinet parlementer. Pertanggungjawaban kabinet diberikan kepada
parlemen (DPR)
3. Kembali ke UUD 1945
Konstitusi permanen sebagai pengganti UUDS 1950 ternyata tidak berjalan dengan baik.
Sehingga Presiden Sukarno mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945. Untuk menyelamatkan
Indonesia, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang berisi tiga hal,
yaitu:
a. Membubarkan konstituante
b. Berlakunya kembali UUD 1945
c. Membentuk MPRS dan DPAS dalam waktyu sesingkat-singkatnya.
Dengan adanya Dekrit Presiden tersebut, secara otomatis UUD 1945 kembali menjadi konstitusi
resmi negara Indonesia hingga sekarang. Semua tatanan kenegaraan kembali disesuaikan oleh
ketentuan yang diatur dalam UUD 1945.

C.
 Karena banyak gejolak-gejolak yang terjadi dengan menuntut dalam bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
 Banyak negara bagian yang menyatakan ingin bergabung ke dalam NKRI.
 Adanya desakan tersebuat kemudian dilakukan pembahasan antara RIS dengan RI untuk bisa
kembali sesuai cita-cita pada awal proklamasi.
2. A. . 1. Warga negara diartikan sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur
negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau kawula negara. Istilah warga negara
lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah
hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta atau anggota
atau warga negara dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan
dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan
bersama.

Setiap negara tidak mungkin bisa ada tanpa adanya warga atau rakyatnya. Unsur
rakyat ini sangat penting dalam sebuah negara, karena secara kongkret rakyatlah yang
memiliki kepentingan agar negara itu dapat berjalan dengan baik. Dalam kontes ini rakyat
diartikan sebagai sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu persamaan dan yang
bersama–sama di suatu wilayah tertentu. Maka dapat dibayangkan adanya suatu negara
tanpa adanya rakyat (warga negara). Rakyat (warga negara) adalah substratum personil
dari negara.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
1945) sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia mengatur warga negara dan
penduduk. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa: “Yang
menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang- orang bangsa
lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara.

2. . Terkait status kewarganegaraan, Indonesia menganut prinsip kewarganegaraan


ganda terbatas sebagaimana diatur dalam Pasa 6 ayat (1) Undang- Undang No. 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan (UU Kewarganegaraan) yang memberikan
kewarganegaraan ganda terbatas kepada anak-anak hasil perkawinan campuran sampai
berusia 18 tahun atau sudah

menikah. Setelah itu, seseorang dapat memilih salah satu warga negara untuk
menjadi kewarganegaraannya. Selama memiliki kewarganegaraan ganda terbatas, anak
hasil perkawinan campuran tunduk kepada dua yurisdiksi kewarganegaraan orang tua
(Glery Lazuardy, 2020:44).

Berdasarkan ketentuan di atas, Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda


atau bipatride dan tanpa kewarganegaraan atau apatride. UU Kewarganegaraan mengatur
status kewarganegaraan ganda terbatas hanya untuk anak- anak hasil perkawinan
campuran sampai berusia 18 tahun atau sudah menikah. Dengan demikian status
kewarganegaraan ganda yang dimiliki bupati terpilih Orient bertentangan dengan UU
Kewarganegaraan sebagaimana terdapat dalam pasal 6 ayat (1) UU Kewarganegaraan.

Sementara, apabila seorang WNI memiliki kewarganegaraan lain, statusnya sebagai


WNI akan hilang sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007
tentang Tata Cara Memperoleh Kehilangan Pembatalan dan Memperoleh Kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesiapada Pasal 31 ayat (1) huruf g dan dalam UU
Kewarganegaraan pada Pasal 23 huruf h UU Kewarganegaraan, yang menyatakan bahwa
salah satu hal yang membuat seorang WNI kehilangan kewarganegaraannya adalah karena
mempunyai paspor atau surat bersifat paspor dari negara asing atau surat sebagai tanda
kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya. Berdasarkan Pasal 23
tersebut, status kewarganegaraan Amerika Serikat yang masih dimiliki Orient akan
membuat Orient kehilangan kewarganegaraan.

Selain itu, persoalan kewarganegaraan ganda Orient menunjukkan lemahnya sistem


kependudukan di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dalam sistem data
kependudukan. Dengan demikian, permasalahan kewarganegaraan ganda bupati terpilih
Orient tidak hanya soal penyelenggaraan pemilu, namun juga terkait persoalan
administrasi kependudukan.

B. a. Iya, maka bupati tersebut akan kehilangan hak dan kewajibannya. karena :

1. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Hukum dan HAM segera menerbitkan Surat
Keputusan (SK) kehilangan kewarganegaraan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 23
huruf UU Kewarganegaraan karena Orient masih menjadi warga negara Amerika Serikat.

2. Pasal 7 UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada) sebagaimana diubah
dengan UU No. 10 Tahun 2016 menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai
kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Terkait
kewarganegaraan ganda yang dimiliki Orient, apabila berstatus warga negara AS maka
gugur dengan sendirinya.

b. alasannya

1. Orient masih berstatus warga negara Amerika Serikat (AS).

2. MK menganggap Orient tidak jujur terhadap status kewarganegaraannya selama ini.

C. 1. Hak warga negara menurut UUD 1945 meliputi:

a. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).

b. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).

c. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan


yang sah (pasal 28B ayat 1).

d. Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang”

e. Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
f. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).

g. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).

h. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
3. A. Monarki konstitusional merupakan bentuk pemerintahan yang mana raja atau ratu
merupakan kepala negara dan kekuasaannya dibatasi oleh peraturan atau undang-undang
yang berlaku. Mengutip dari Encyclopaedia Britannica, secara de facto raja atau ratu memang
menjadi pemimpin negara dalam bentuk pemerintahan monarki absolut. Namun, kekuasaan
raja atau ratu pada bidang lainnya dilimpahkan ke badan legislatif serta yudikatif. Menurut
Abdullah Hehamahua dalam Buku Membedah Keberagaman Umat Islam Indonesia: Menuju
Masyarakat Madani (2016), ada dua proses yang melatarbelakangi terbentuknya monarki
konstitusional, yakni:

1. Konstitusi sebagai penyaluran aspirasi masyarakat Artinya konstitusi


yang dibuat menjadi cara bagi masyarakat untuk menyampaikan kritik atau
aspirasi kepada pemerintah. Konstitusi ini diusulkan sendiri oleh pemimpin
negara karena takut dikudeta masyarakat. Contohnya adalah Jepang
dengan hak octroon.
2. Konstitusi muncul sebagai bentuk revolusi Artinya konstitusi ini
muncul dari rakyat sebagai bentuk revolusi terhadap raja. Contohnya
adalah Inggris dengan Bill of Rights.

B. sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri,
yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensial, presiden
berwenang terhadap jalannya pemerintahan, tetapi dalam sistem parlementer presiden
hanya menjadi simbol kepala negara.

Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari


dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering
dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan
kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari
beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam
sebuah republik kepresidenan.

C. Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang


bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan
penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi
empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu,
terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri.

Indonesia memiliki tiga lembaga legislatif yang mempunyai tugas dan fungsi yang
berbeda di pemerintahan. Tiga lembaga legislatif itu yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Ketiganya
punya fungsi dan kewenangan yang berbeda
4 . A. 1. Untuk mengadakan check and balances yaitu agar menghilangkan resiko
kemerdekaan hakim yang berpotensi menimbulkan penyimpangan perilaku dan
etika.
2 . Agar tidak tumpang tindih dengan peradilan banding
3 . Untuk menghindari adanya tirani Yudikatif akibat independensi kekuasaan
kehakiman yang kebablasan
4 . Untuk proses transformasi lembaga peradilan yang lebih menegaskan cita-cita
penegakan hukum dan keadilan sebagai bagian dari agenda reformasi pengadilan

B . Kedudukan Komisi Yudisial dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen,


dan pengaturannya dalam instrumen hukum di bawahnya. Fungsi Komisi Yudisial
dalam kaitannya dengan reformasi peradilan umumnya, dan Mahkamah Agung
khususnya.
1. Kedudukan Komisi Yudisial Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 005/PUU-IVl2006
Kedudukan Komisi Yudisial yaitu menjadi lembaga yang benar-benar
mandiri, dalam arti tidak berada di bawah kekuasaan manapun termasuk
kekuasaan kehakiman. Sehingga Komisi Yudisial akan benar-benar
independen.
2. Kedudukan Komisi Yudisial Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
005/PUU-IVl2006
Menjadi check and balances pemerintah

kedudukan Komisi Yudisial adalah lembaga yang mandiri yang secam


konstitusional mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan Hakim
Agung, dan berwewenang

dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta


perilaku hakim. Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor: 3 Tahun 2009
tentang Mahkarnah Agung terdapat beberapa pasal di antaranya Pasal 32A
memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk melaksanakan
pengawasan Hakim Agung dan Hakim-hakim di bawah Mahkamah Agung dengan
pengawasan secara eksternal. Begitu pula Undang-undang Republik Indonesia
Nomor: 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang Republik
Indonesia Nomor: 49 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang
Nomor: 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Undang-undang Republik
Indonesia Nomor: 50 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang
Nomor: 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-undang Republik
Indonesia Nomor: 5 1 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua :atas Undang-undang
Nomor: 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Masing-masing
terdapat beberapa pasal yang memuat tentang pengawasan secara eksternal yang
merupakan wewenang Komisi Yudisial, namun demikian tetap harus berkoordinasi
dengan Mahkarnah Agung yang mempunyai kewenangan pengawasan secara
internal dengan mengacu pada kode etik dan pedoman perilaku hakim yang
dibuat oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

C. Iya, konstitusi membutuhkan pengawasan karena,

1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 yang menyatakan


bahwa pasal-pasal pengawasan Komisi Yudisial bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat telah memperlemah
kewenangan Komisi Yudisial dalam pengawasan secara eksternal lembaga
kekuasaan kehakiman di Indonesia.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa hakim Mahkamah


Konstitusi tidak termasuk yang diawasi oleh Komisi Yudisial, sesungguhnya tidak
tepat karena hakim konstitusi juga hakim yang perlu diawasi perilakunya oleh
lembaga pengawas eksternal supaya tidak terjadi disparitas pengawasan oleh
Komisi Yudisial terhadap pelaku kekuasaan kehakiman

3. adanya urgensi untuk pengawasan satu atap oleh Komisi Yudisial terhadap
kekuasaan kehakiman baik itu hakim di Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi serta hakim-hakim yang berada dibawah MA.

Anda mungkin juga menyukai