Anda di halaman 1dari 6

BRUCELLOSIS

Pengertian
Brucellosis dikenal juga dengan penyakit keluron, disebabkan oleh bakteri Brucella abortus dan bersifat
zoonosis. Tingkat mortalitas penyakit ini cukup rendah, namun menimbulkan kerugian ekonomi yang
sangat besar, meliputi kematian pada anak, kemajiran ternak, serta penurunan produksi susu pada sapi
perah.

Gejala Klinis
Pada umumnya tidak menunjukkan gejala, dan baru terlihat saat mengalami keguguran. Hewan yang
terinfeksi kuman brucella dapat mengalami gangguan reproduksi seperti abortus, retensi plasenta,
orchitis dan epididimitis.
Gejala umum berupa:
Pada induk mengalami keguguran terutama pada usia kebuntingan diatas 5 bulan, serta pada saat
keguguran cairan bewarna keruh
Pada pejantan terlihat ada kebengkakan pada persendian atau testis
Pada sapi perah ditemukan penurunan produksi susu secara tiba-tiba

Patognomonis
Keguguran pada kebuntingan diatas 5 bulan.

Spesies Rentan
Sapi, domba, kambing, anjing, babi

Diagnosa
Penegakan diagnosa berdasarkan gejala klinis

Differential Diagnosa
Penyakit lain yang menyebabkan aborsi atau epididymitis dan orchitis, seperti trichomoniasis, vibriosis,
leptospirosis, listeriosis, infectious rhinotracheitis dan mikosis.
Pemeriksaan Penunjang
Uji Serologik yaitu uji RBPT (Rose Bengal Plate Test). Hasil positif pada uji RBPT dilanjutkan dengan uji
CFT (Complement Fixation Test)

Tindakan
Belum ada pengobatan yang efektif terhadap brucellosis. Ternak terdiagnosa positif brucellosis
disarankan pemotongan bersyarat dengan pengawasan ketat, karena bila dibiarkan akan menjadi
sumber penularan bagi ternak lain.

Langkah Tindakan di Lapangan


1. Laporan kasus masuk dari masyarakat atau peternak dengan gejala abortus pada sapi dengan
usia kebuntingan di atas 5 bulan.
2. Paramedis dan medis veteriner mengunjungi lokasi kandang untuk melakukan pemeriksaan
pada ternak.
3. Bila ditemukan gejala klinis mengarah pada Brucellosis, maka disarankan dilakukan pemeriksaan
lanjutan, dan dilakukan tindakan administrasi oleh Dinas yang membidangi fungsi peternakan
dan kesehatan hewan berupa:
a. Mengklasifikasikan ternak menurut kelompok berikut:
i. Kelompok ternak bebas brucellosis, dengan syarat berada di bawah pengawasan
otoritas veteriner/ dokter hewan berwenang, Bebas reactor, Di dalam kelompok
ternak tersebut tidak terdapat gejala brucellosis selama 6 bulan. Apabila ada
pemasukan hewan baru, harus melalui 2 kali uji serologi dalam selang waktu 30
hari dan memberikan hasil negative
ii. Kelompok ternak tertular ringan, bila dalam kelompok ini didapat reactor paling
tinggi 5% dan berada di bawah pengawasan dokter hewan berwenang
iii. Kelompok ternak tertular parah, bila dalam kelompok hewan ternak ini
didapatkan reactor di atas 5% dan berada di bawah pengawasan dokter hewan
berwenang
b. Petugas melaporkan hasil pemeriksaan dan pemberantasan brucellosis
c. Petugas memberikan sertifikat bebas brucellosis
4. Ternak yang positif dibuktikan oleh hasil test and slaughter harus dipotong, dengan
memperhatikan factor yang memungkinkan tercemarnya lingkungan (tempat pemotongan
hewan harus segera dibersihkan dan disucihamakan).
5. Organ visceral, linfoglandula, dan tulang harus dimusnahkan, dan dagingnya boleh dikonsumsi
dan dijual setelah mengalami pelayuan.
SEPTICEMIA EPIZOOTICA (SE)

Pengertian
Penyakit SE atau ngorok adalah suatu penyakit infeksi akut atau menahun pada sapi dan kerbau yang
disebabkan oleh Pasteurella multocida. Terjadi secara septikemik. Kerugian berupa kematian ternak,
penurunan berat badan, selain itu peternak sering terpaksa harus menjual ternaknya dibawah harga.

Gejala Klinis
Gejala tidak banyak terlihat, tapi langsung timbul kematian mendadak. Hewan terserang biasanya
menderita lesu, demam tinggi, gemetar, mata sayu dan berair, selaput mata hiperemi, anorexia, gerak
rumen menurun, diare, dan feses berdarah. Kebengkakan dan busung pada kepala, bagian bawa dada
dan kaki atau pangkal ekor. Kematian dapat terjadi 1-2 hari setelah gejala, dan juga dapat berlangsung
menahun. 3 bentuk manifestasi penyakit SE yaitu :
SE bentuk busung, terlihat ada busung pada tenggorokan leher bagian bawah, gelambir dan kadang-
kadang pada kakii muka, derajat kematian 90%, berlangsung 3 hari sampai 1 minggu, sebelum mati pada
kerbau terlihat gangguan pernafasan ditandai sesak nafas dan suara ngorok dan gigi gemeretak.
SE bentuk pectoral, ditandai bronchopneumonia dan dimulai dengan batuk kering dan nyeri. Terdapat
eksudat di hidung, pernafasan cepat dan basah. Proses berlangsung 1-3 minggu. Pada kasus yang
bersifat kronis hewan menjadi kurus, batuk, nafas dan nafsu makan terganggu, terus mengeluarkan air
mata, suhu tidak berubah, terjadi diare yang bercampur darah.
Bentuk Intestinal, merupakan gabungan dari bentuk busung dan bentuk pectoral

Patognomonik
Ngorok dan kebengkakan busung pada daerah sub mandibular dan leher bagian bawah.

Spesies Rentan
Sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, dan rusa.

Diagnosa
Penegakan diagnosa berdasarkan gejala klinis yang terlihat. Kejadian di daerah endemis mudah dikenali,
sedangkan di daerah non endemis diagnosa pertama memerlukan isolasi organisme dan penentuan
serotypenya.

Differential Diagnosa
Apabila busung tidak terlihat jelas, SE dapat dikelirukan dengan antrhraks atau rinderpest. Diagnose
banding yang lain adalah pada kejadian gas gangrene dan gigitan ular.

Pemeriksaan Penunjang
Peneguhan diagnosa dengan isolasi dan identifikasi organisme diperlukan specimen darah, paru, hati,
dan limpa yang dikirim secepatnya ke laboratorium dalam keadaan segar dingin. Apabila hewan telah
mati lebih dari 8 jam dapat diupayakan mengirimkan potongan tulang panjang yang masih utuh.

Tindakan
1. Laporan kasus masuk dari masyarakat atau peternak
2. Paramedis dan medis veteriner mengunjungi lokasi kandang untuk melakukan pemeriksaan
pada ternak.
3. Bila ternak menunjukkan gejala ke arah SE seperti ngorok, demam tinggi, anoreksia,
kebengkakan busung pada daerah sub mandibular dan leher bagian bawah, maka ternak
tersebut didiagnosa terkena SE.
4. Petugas memberikan pengobatan dengan injeksi streptomisin 10mg secara IM atau kioromisitin,
terramisin dan aureumisin sebanyak 4mg/kgBB secara IM. Pemberian preparat sulfa seperti
sulfametasin 1gram/7,5kgBB dapat membantu penyembuhan.
5. Petugas melaporkan kasus SE ke Dinas Peternakan dan Keswan
JEMBRANA

Pengertian
Penyakit jembrana disebabkan oleh retrovirus, dan bersifat menular pada sapi Bali, ditandai dengan
demam, radang selaput lender mulut (stomatitis), pembesaran kelenjar limfe preskapularis dan parotid,
terkadang disertai keringat darah (blood sweating). Kerugian ekonomi yang ditimbulkan cukup besar
karena mempengaruhi lalu lintas ternak dan hasil olahannya antar pulau.

Gejala Klinis
Demam, depresi, anoreksia, dan pembesaran kelenjar limfe (limfadenopati).
Ternak yang terserang mengalami demam tinggi (39,5-42°C) kemudian turun ke suhu normal dan
menjadi sub normal saat menjelang kematian. Demam mulai timbul pada hari ke 3 – 7, diikuti dengan
konstipasi yang berlanjut dengan diare encer berdarah serta ternak tampak kurus dan bulu kusam.
Kelenjar limfe superfi sial (prescapularis, prefemoralis dan parotid) membesar. Selaput lendir mulut
mengalami erosi. Erosi ini dapat ditemukan pada permukaan dorsal lidah, bibir bawah, gusi, bantalan
gigi dan perdarahan bentuk garis dapat ditemukan pada basis lidah. Akibat erosi selaput lendir tersebut
akan merangsang keluarnya air liur berlebihan (hipersalivasi).
Disamping itu konjungtiva meradang (conjunctival vaso injection) kadang-kadang terdapat klot darah
disudut mata depan dan diikuti dengan keluarnya sekresi air mata (lakrimasi). Pada beberapa kasus juga
ditemukan keringat darah (blood sweating) atau hemohidrosis, dan dilaporkan ada 93 % kasus keringat
darah dari semua kasus yang diamati. Keringat darah ini dapat diamati di daerah punggung, fl ank,
daerah perut, kaki dan scrotum. Keringat darah ini terjadi akibat gigitan insek penghisap darah.
Ternak yang bunting ditandai dengan keguguran. Dilaporkan 49% ternak bunting yang terserang
penyakit Jembrana diakhiri dengan keguguran yang terjadi pada semua masa kebuntingan.

Patognomonik
Keringat darah

Spesies Rentan
Spesies rentan hanya sapi Bali. Pada infeksi buatan pada sapi Ongole, persilangan sapi Bali dan Ongole,
FH dan kerbau, babi, kambing dan domba menunjukkan terjadi infeksi dengan gejala klinis yang sangat
ringan dan di dalam darahnya dideteksi antibody.

Diagnosa
Didiagnosa berdasarkan data epidemiologi, gejala klinis, patologis, hematologis dan serologis.

Differential Diagnosa
Penyakit Jembrana memiliki gejala klinis dan patologis sangat mirip dengan berbagai penyakit viral
seperti Malignant Catarrhal Fever (MCF), Rinderpest, Bovine Viral Diarrhea-Mucosadisease (BVD-MD),
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Bovine Ephemeral Fever (BEF) dan penyakit bakterial seperti
Septicaemia Epizootica (SE) atau penyakit parasit darah seperti Surra.

Pemeriksaan Penunjang
Pengujian antibodi dapat dideteksi dengan enzime linked immunosorbent assay (ELISA). Pada sapi yang
terinfeksi, antibodi tidak dapat dideteksi sampai 11-33 minggu pasca infeksi dan tetap dapat dideteksi
sampai dengan 59 minggu pasca infeksi. Teknik yang lebih spesifi k seperti Western immunoblotting
yang dapat mendeteksi protein 26K virus JD dalam serum. Protein ini secara konstan dapat dideteksi
pada minggu ke-6 pasca infeksi.
Tindakan
1. Laporan kasus masuk dari masyarakat atau peternak
2. Paramedis dan medis veteriner mengunjungi lokasi kandang untuk melakukan pemeriksaan
pada ternak.
3. Bila gejala mengarah pada kasus jembrana maka harus segera dilaporkan kepada Dinas
Peternakan setempat atau instansi berwenang (BPPV/BBV) dalam tempo 1 x 24 jam.
4. Apabila terjadi wabah, ternak di daerah wabah tidak diperbolehkan keluar dari daerah wabah. T
5. ernak di sekitar ternak sakit diberikan pengobatan dengan antibiotika, roboransia dan
kemoterapika.
6. Kemudian di sekitar kandang dapat dibuat api unggun untuk mengurangi lalat.
7. Terhadap bangkai ternak tidak diperbolehkan dibuang di sungai, harus dikubur sedalam 2 meter
atau dibakar.
8. Untuk ternak sekitar yang belum terkena, tindakan pencegahan yang paling efektif adalah
dengan melakukan vaksinasi.
9. Ternak yang sakit dilperbolehkan untuk dipotong dibawah pengawasan dokter hewan.
Dagingnya dapat dikonsumsi, sedangkan jeroan harus dikubur dengan kedalaman 2 meter atau
dibakar.

Anda mungkin juga menyukai