Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi HACCP

The Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) merupakan

metode yang rasional dan ilmiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini

terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis terhadap bahaya (hazard)

dan penentuan upaya pengendalian yang efektif (WHO, 2005).

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem

jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran bahwa bahaya (hazard) dapat

timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan

pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama HACCP

yaitu mengutamakan pada tindakan pencegahan daripada mengendalikan

pengujian produk akhir. Sistem HACCP dirancang untuk meminimalisir risiko

bahaya kemanan pangan dan sebagai alat manajemen yang digunakan untuk

memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi

bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik (Winarno, 2004).

B. Sejarah HACCP

Dalam perkembangannya HACCP memerlukan waktu yang lama

sehingga dapat diterima sebagai sistem yang diakui dalam menjamin kemanan

pangan. HACCP ditemukan pada tahun 1960, dan berkembang pesat sejak tahun

1990.

1
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan oleh perusahaan Pilsbury

di Amerika Serikat bersama US Army Nautics Research and Development

Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration serta US Air

Force Space Laboraratory Project Group pada tahun 1959 yang mengadakan

penelitian penerapan HACCP dengan tujuan utama mengembangkan makanan

yang aman bagi astronot.

Sejak Codex Guildelines for the Application of the HACCP System

diadopsi oleh FAO atau WHO Codex Alimentarius Commision pada tahun 1993,

termasuk the Codex Code on General Principles of Food Hygiene diperbaiki

untuk mencakup sistem HACCP, maka beberapa negara di dunia mulai merubah

sistem keamanan pangan dari “end product testing” menjadi aplikasi HACCP.

Tahun 1998 Indonesia mengadopsi Hazard Analysis and Critical Control Point

(HACCP) System and Guildelines for its Aplication menjadi Standar Nasional

(SNI 01-4852-1998) “Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis

HACCP serta pedoman penerapannya (Winarno, 2004).

C. Tahapan Implementasi HACCP

Codex Alimentarus Commision telah memberikan pedoman

implementasi HACCP yang sistematis kedalam 12 langkah, yang terdiri dari 5

langkah awal persiapan dan diikuti dengan 7 langkah berikutnya yang merupakan

prinsip HAACP. Adapun tahapan tersebut adalah sebagia berikut:

2
1. Pembentukan Tim HACCP

Tim HACCP harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian

spesisfik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang

efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dari berbagai disiplin ilmu.

Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar

(SNI HACCP, 1998).

Jumlah tim HACCP sebaiknya maksimun 5 dan minimum 3 orang.

Anggota tim tersebut harus mendapatkan pelatihan penerapan HAACP dan

inspeksi HACCP secara cukup. Tim HACCP harus mempunyai pengetahuan

yang cukup akan produk dan prosesnya, serta mempunyai keahlian yang

cukup untuk:

- Menetapkan lingkup dari HACCP (apakah hanya masalah keaman

pangan atau termasuk karakteristik mutu produk)

- Mengidentifikasi bahaya

- Menetapkan tingkat keakutan (severity) dan risikonya

- Mengidentifikasi CCP, merekomendasi cara pengandalian, menetapkan

batas kritis prosedur monitoring dan verifikasi

- Merekomendasikan tindakan koreksi yang tepat ketika terjadi

penyimpangan

- Merekomendasikan atau melaksanakan investigasi dan atau penelitian

yang berhubungan dengan rencana HACCP

3
2. Deskripsi Produk

Penjelasan yang lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi

mengenai komposisi, struktur fisika/kimia, perlakuan-perlakuan

mikrosidal/statis (pemanasan, pembekuan, penggaraman, dll), pengemasan,

kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya (SNI

HACCP, 1998).

3. Identifikasi Tujuan Penggunaan Produk

Penentuan penggunaaan harus didasarkan pada kegunaannya yang

diharapkan oleh pengguna produk/konsumen. Tujuan penggunaan ini

dimaksudkan untuk memberikan informasi apakan produk tersebut dapat

didistribusikan kepada semua populasi atau hanya populasi khusus yang

sensitif (balita, manula, orang sakit dan lain-lain). Sedangkan cara menangani,

mengkonsumsi produk dan beberapa informasi lainnya yang penting untuk

diketahui oleh konsumen.

4. Penyusunan Bagan Alir

Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam bagan alir harus

memuat seluruh proses kegiatan dalam operasional produksi. Jika HACCP

diterapkan pada kegiatan tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan

sebelum dan sesudah tahapan tersebut.

Diagram alir proses memuat serangkaian langkah dalam proses.Kita

bisa membuat diagram alir tunggal yang mencakup keseluruhan proses atau

serangkaian diagram yang lebih kecil jika yang dipakai adalah teknik

4
modular. Diagram ini harus memuat rincian teknis yang memadai untuk

anggota tim sehingga mereka dapat mengikuti setiap langkah mulai dari

pengantaran bahan mentah sampai pengantaran produk akhir.

Diagram alir proses harus mencakup data seperti :

- Rincian semua bahan mentah dan kemasan

- Semua kegiatan proses

- Profil suhu dan waktu

- Transfer dalam dan antar-area produksi

- Gambaran desain/perlengkapan

5. Verifikasi Diagram Alir dari Unit Produksi

Diagram alir harus diverifikasi kembali melalui pengamatan aliran

proses, kegiatan pengambilan sampel, wawancara dan pengamatan operasi

rutin/nonrutin.

6. Identifikasi Bahaya atau Hazard (Prinsip 1)

Bahaya adalah suatu faktor yang dapat memengaruhi kepuasan

konsumen secara negative yang meliputi bahaya biologis, kimia atau fisik

baik dari dalam atau kondisi dari makanan yang berpotensi menyebabkan

dampak merugikan kesehatan. Identifikasi bahaya adalah evaluasi spesifik

terhadap produk pangan dan bahan mentah, ingredient serta bahan tambahan

untuk menentukan risiko terhadap bahaya biologis, kimia dan fisik. Kemudian

menganalisa risiko yaitu menganalisa peluang kemungkinan suatu bahaya

5
akan terjadi. Setelah itu direncanakan suatu tindakan pencegahan terhadap

analisa risiko bahaya yang mungkin terjadi.

Berdasarkan codex 1997, hazard didefinisikan sebagai suatu agen atau

kondisi biologis, kimiawi ataupun fisik dalam makanan yang berpotensi

menimbulkan dampak yang merugikan kesehatan (Maltimore dan Wallace,

2004). Sehingga dalam pembagiannya hazard dalam penyelenggaraan

makanan dibagi menjadi beberapa jenis bahaya yang dapat memengaruhi

secara negative atau membahayakan konsumen, yaitu bahaya biologis, bahaya

kimia dan bahaya fisik. Kemudian bahaya dianalisis oleh tim HACCP.

a. Bahaya Biologis

Makanan sangat rentan terhadap kontaminasi bahaya (hazard),

salah satunya adalah bahaya biologis yaitu organisme parasit, bakteri,

jamur, virus dan bahaya biologis lainnya. Beberapa patogen ini

kemungkinan memang sudah terdapat dalam bahan makanan sebelum

diolah maupun terkena kontaminasi dari lingkungan sekitar makanan.

Pada umumnya patogen ini mati atau tidak aktif oleh proses memasak

yang dapat mengurangi jumlah patogen dan dapat dipertahankan dalam

jumlah minimal dalam proses pendinginan ataupun dalam kemasan yang

aman sehingga terhindar dari kontaminasi bahaya biologis selama proses

pendistribusian.

Sumber hazard biologis sangat beragam dan harus dikontrol

melalui berbagai jenis tindakan pengendalian. Keberadaannya bisa

ditemukan pada titik tertentu dalam rantai persediaan makanan, oleh

6
karena itu setiap tindakan pengendalian harus diterapkan pada titik yang

tepat untuk memastikan keefektifannya.

Bebrapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bahaya biologis

yaitu faktor intrinsik, seperti pH, kadar air/aktivitas air (aw), nutrien,

senyawa antimikrobastruktur biologis, dll. Selain faktor intrinsik ada

beberapa faktor ekatrinsik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bahaya

biologis, seperti suhu, kelembapan, gas (karbon dioksida, ozon, sulfur

dioksida), dan lain-lain.

Tabel 1. Pengelompokkan Bahaya Biologis

No Jenis Bahaya Biologis


Contoh
1 Bakteri - Salmonella spp
- Clostridium
perfringens
- Listeria
monocytogenes
- Campylobacter jejuni
- Staphylococcus aureus
- Vibrio cholera
- Bachillus cereus
- Staphylococcus aureus
- Vibrio cholera
- Bachillus cereus
2 Fungi - Aspergillus flavus
- Fusarium spp
3 Virus - Hepatitis A
- Rota virus
4 Parasit, protozoa dan - Protozoa (Giardia
cacing lamblia)
- Cryptosporidium
parvum
- Cacing bulat (ascaris
lumbricoides)
- Cacing pita (Taenia
saginata)
- Cacing pipih (Fasciola

7
hepatica)
5 Algea (ganggang) - Dinofalgelata
- Ganggang biru-hijau
- Ganggang coklat emas

b. Bahaya Kimia

Kontaminasi bahan kimia pada makanan dapat terjadi pada setiap tahap

produksi. Dalam bahan makanan bahaya kimia dapat berasal dari bahan

makanan karena perlakuan kimia selama proses penanamannya dan juga

dapat berasal dari bahan tambahan pangan selama proses pengolahannya.

Pengaruh kontaminasi kimia terhadap konsumen dapat berjangka panjang

(akut) seperti pengaruh makanan yang mengandung alergen.

Tabel 2. Jenis-jenis bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari

makanan

No. Bahan Kimia


1 Bahan-bahan kimia pembersih: deterjen
2 Residu peptisida: fungisida, insektisida, herbisida, rodentisida
3 Alergen
4 Logam beracun
5 Nitrit, nitrat dan senyawa N-nitroso
6 Polychlorinated biphenyls (PCBs)
7 Migrasi komponen plastic dan bahan pengemas
8 Residu antibiotika dan hormone
9 Aditif kimia
10 Filotoksi-sianida, estrogen
11 Zootoksin

c. Bahaya Fisik

Kontaminasi bahaya fisik umumnya dari proses pendistribusian dan

pengolahan bahan makanan ataupun makanan secara tidak benar. Bahaya

8
fisik umumnya yang terdapat pada makanan adalah pecahan gelas, logam ,

batu, daun, ranting, kayu, perhiasan, pasir dan lain-lain. Berikut ini adalah

beberapa sumber bahaya fisik dan kemungkinan cara pencegahannya.

Tabel 3. Sumber bahaya fisik dan kemungkinan cara pencegahannya

Bahaya fisik Sumber Tindakan pencegahannya


Serangga Bahan baku, tempat, Gunakan pemasok terdidik dan
pengolahan, lingkungan diakui, juga lingkungan makanan
kotor tetep bersih. Pasang kawat kasa
jendela, jaga pintu selalu tertutup.
Buang limbah secara teratur, jaga
wadah makanan selalu tertutup,
bersihkan percikan pada produk
sesegera mungkin, bersihkan
lingkungan secara teratur.
Serpihan kaca Bahan baku, wadah, Gunakan pemasok yang sudah
lampu, peralatan inspeksi, dididik dan diakui, penutup lampu
alat pengolahan bahan tanah pecah, melarang
adanya gelas didaerah pengolahan.
Logam Bahan baku, alat kantor, Gunakan pemasok yang sudah
wadah, peralatan, dididik dan diakui, melarang
peralatan pembersih adanya logam di daerah
pengolahan, menggunakan
detekteor logam
Batu, ranting, Bahan baku (tanaman), Gunakan pemasok yang sudah di
daun lingkungan sekitar, didik dan diakui juga lingkungan
pengolahan pangan pangan tetap bersih, juga pintu
selalu tertutup
Perhiasan Manusia Pelatihan karyawan mengenai
GMP dan melarang penggunaan
perhiasan pada saat pengolahan
pangan.

7. Tentukan CCP (Critical Control Point) (Prinsip 2)

Critical control point (CCP) atau titik kendali kritis merupakan tahapan

atau prosedur dalam pengolahan pangan dimana pengendalian dapat

dilakukan sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya

9
hingga mencapai level yang dapat diterima.Level yang dapat diterima artinya

pada kadar atau dosis yang tidak akan menimbulkan sakit pada manusia yang

mengkonsumsinya.

 Perlakuan untuk menghilangkan bahaya biologi: pemanasan dan

penggunaan sinar ultraviolet (UV). Perlakuan untuk mengurangi sebagain

bahaya biologi dan kimia: pencucian

 Perlakuan untuk mengurangi benda asing (fisik): penyortiran

Satu bahaya dapat dihilangkan dengan satu atau lebih tahapan CCP.

Contohnya bahaya biologi pada bawang merah dapat dikurangi dengan tiga

tahap CCP, yaitu diseleksi, dikupas dan dicuci. Sebaliknya, Satu CCP dapat

mengurangi atau menghilangkan lebih dari satu bahaya. Contohnya pencucian

dapat mengurangi bahaya biologi dan kimia, serta dapat menghilangkan

bahaya fisik.Bahan baku tidak dipertimbangkan apakah sebagai CCP atau

bukan. Namun, setiap bahan baku perlu diuji apakah membawa bahaya yang

kritis sehingga perlu dipertimbangkan untuk memberi perlakuan CCP pada

bahan baku tersebut.

Jika bahan baku diputuskan membawa bahaya kritis sehingga perlu

ditangani dengan suatu tahap/proses, maka tahap atau proses tersebut yang

mengendalikan bahaya tersebut adalah CCP. Bahan baku tersebut bukan

merupakan CCP, namun membutuhkan CCP. (misalnya air yang digunakan

memiliki resiko membawa mikroba karena air merupakan media tumbuhnya

mikroba. Agar mikroba mati, maka air dapat direbus).

10
Penentuan apakah suatu tahap/proses termasuk CCP atau bukan, dengan

menjawab pertanyaan Pohon Keputusan CCP. Atau dengan melihat Matriks

Analisa Signifikansi Bahaya. Keduanya dapat disinkronkan.

8. Menetukan Batas Kritis Untuk Setiap CCP (Prinsip 3)

Penentuan batas kritis terhadap CCP yang ditetapkan berdasarkan

referensi dan standar teknis serta observasi unit produksi . Batas kritis ini

tidak boleh terlampaui, karena sudah merupakan toleransi yang menjamin

bahwa bahaya dapat dikontrol. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara

produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola

dalam tingkat yang aman.

Batas kritis harus udah diidentifikasi agar dalam pelaksanaannya dapat

dengan mudah untuk dikontrol di dalam proses produksi berlangsung. Untuk

itu batas kritis perlu diusahakan dalam bentuk batas-batas kritis fisik, dan jika

tidak memungkinkan baru mengarah pada kimia atau mikrobiologi. Dalam

menentukan batas kritis dapat dilakukan dengan menggunakan sumber-

sumber literatur ataupun hasil penelitian yang telah ada.

Tabel 4. Contoh batas-batas kritis

Bahaya CCP Batas Kritis


Bakteri Penyimpanan sementara Suhu chilling 0-40C
pathogen bahan baku
Bakteri Pengeringan dengan Aw<0,85 untuk mengendalikan
pathogen oven pertumbuhan bakteri pada
produk kering
Kelebihan Penggaraman Sodium nitrat ≤200 ppm
nitrat
Histamin Penerimaan bahan baku <25 ppm

11
9. Tetapkan Sistem Monitoring untuk Setiap CCP (Prinsip 4)

Merupakan tahap dimana tindakan dari pengujian atau observasi yang

dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan untuk

menjamin bahwa batas kritis tidak terlampaui. Monitoring batas kritis ini

ditujukan untuk memeriksa apakah prosedur pengolahan atau penanganan

pada CCP terkendali, efektif dan terencana untuk mempertahankan keamanan

produk . ada lima cara monitoring CCP, yaitu observasi visual, evaluasi

sensori, pengujian fisik, pengujian kimia dan pengujian mikrobiologi.

Umumnya prosedur monitoring untuk CCP harus dilaksanakan dengan

cepat karena mereka berhubungan dengan kegiatan pengolahan dan waktu

untuk analisa pengujian yang lama. Pengujian fisik dan kimia selalu

didahulukan daripada mikrobiologi, karena pengujian tersebut dapat

dilakukan dengan cepat dan juga dianggap dapat mengendalikan mikrobiologi

dari produk. Semua dokumen dan pencatatan tentang monitoring CCP harus

ditandatangani oleh seorang yang melakukan monitoring dan oleh

penanggung jawab.

10. Tetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin terjadi

(Prinsip 5)

Tindakan koreksi adalah prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan

ketika kesalahan kritis ditemukan atau batas kritis terlampaui. Apabila terjadi

kegagalan dalam pengawasan pada CCP, maka tindakan koreksi harus segera

dilaksanakan. Setiap tindakan koreksi yang dilaksanakan harus

12
didokumentasikan untuk tujuan modifikasi suatu proses atau pengembangan

lainnya.

Tindakan koreksi yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap CCP

didalam sistem HACCP agar dapat mengatasi jika terjadi penyimpangan.

Prosedur adanya penyimpangan dan pengaturan produk harus

didokumentasikan dalam record keepingHACCP. Tindakan koreksi harus

dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan adanya kecenderungan kea rah

kehilangan kendali pada suatu CCP.

11. Tetapkan Prosedur Verifikasi (Prinsip 6)

Verifikasi merupakan cara/prosedur dan pengujian-pengujian untuk

mengidentifikasi semua pelaksanaan program HACCP, apakah dilaksanakan

sesuai rencana HACCP. Dalam pelaksanaan program HACCP ada dua macam

verifikasi, yaitu :

a. Verifikasi internal

Dalam verifikasi internal setiap pelaku usaha yang menerapkan HACCP

harus menyusun dan mendokumentasikan prosedur verifikasi yang mencakup

penanggungjawab pelaksanaan verifikasi yang berdasarkan system HACCP

dan mengikuti program HACCP.

Aktifitas dalam pelaksanaan verifikasi mencakup penyusunan jadwal

inspeksi verifikasi yang baik, mereview dokumentasi atau catatan CCP,

review deviasi dalam proses produksi dan disposisi produk, inspeksi terhadap

operasi produksi apakah CCP masih dalam pengawasan yang benar dan bila

13
diperlukan melakukan sampling secara acak dan menganalisa produk.

Verifikasi internal dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara berulang

atau harian (daily verification) ataupun secara berkala (periodic verification)

tergantung pada kondisi dan rencana HACCP dari unit pengolahan.

b. Verifikasi eksternal

Verifikasi dari pihak luar yang dilakukan oleh lembaga verifikasi atau

sertifikasi system HACCP. Hal ini dapat dilihat dengan adanya supervisor

uyang terlatih dan bersertifikat, inspeksi terhadap catatan-catatan dari

prosesing yang benar dan disposisi terhadap kesalahan-kesalahan, inspeksi

terhadap catatan-catatan ketaatan dalam pengawasan CCP dan inspeksi

peralatan. Frekuensi verifikasi tergantung kepada risiko produk dan level dari

unit usaha hasil inspeksi sebelumnya.

Verifikasi baik internal maupun eksternal secara umum mempunyai

empat jenis kegiatan yaitu :

1. Validasi HACCP

2. Peninjauan kembali hasil pemantauan

3. Pengujian produk

4. Auditing

12. Tetapkan Penyimpanan Catatan dan Dokumntasi (Prinsip7)

Tahap ini merupakan tahap akhir dari langkah-langkah penerapan

HACCP. Pencatatan yang tepat dan efisien adalah penting untuk penerapan

14
satu sistem HACCP. Prosedur dokumentasi HACCP pada semua tahapan

harus tercakup dan tersusun dalam suatu program.

1. Tujuan dari penyimpanan catatan dan dokumentasi ini adalah untuk:

2. Bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur dan proses yang ada

3. Jaminan pemenuhan peraturan

4. Kemudahan pelacakan produk dan peninjauan catatn

5. Rekaman pada pengukuran-pengukuran

6. Merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan bila ada audit.

Sistem HACCP harus didokumtasi dan catatan dipelihara untuk

menunjukan bahwa sistem itu memang disusun dengan tepat dan berfungsi

dengan benar. Sistem dokumentasi HACCP harus memiliki standar yang baik,

misalnya dapat dibaca dengan jelas dan tidak ada coretan ataupun cairan

penghapus. Semua dokumen harus ditandatangani dan diberi tangal. Catatan

sangat penting untuk menganalisis tren, yang nantinya akan dibutuhkan saat

mengkaji dan memperbaiki sistem:

Kontrol dokumen akan lebih mudah jika dikelola dengan baik:

1. Setiap rancangan HACCP diberi satu nomor rujukan unik yang menjadi

acuan silang bagi semua dokumen yang terkait dengan rencana itu.

Pemberian nomor ini memudahkan perlacakan catatan selama

penerapan.

2. Catatan harus diarsipkan dan disimpan selama jangka waktu yang

memadai, yang mencerminkan persyaratan legislatif suatu negara

15
terhadap produk. Anturan umunya, catatan harus disimpan minimal 1

tahun setelah akhir masa simpan produk walaupun sistem manajemen

mutu resminya mungkin mensyaratkan agar memperpanjang periode

tersebut menjadi 3 tahun.

3. Dokumen harus siap untuk diakses

4. Pembaharuan atau revisi terhadap setiap dokumentasi harus dilakukan

dengan cara tekendalian, misalnya diberi tanggal dan tanda tangan.

5. Jenis data yang akan disimpan meliputi:

6. Rancangan HACCP, yang sedikitnya mencakup diagram alir proses dan

bagan kendali HACCP, bersamaan dengan informasi penunjang

(misalnya analisis hazard, rincian tim HACCP, deskripsi produksi).

7. Riwayat perbaikan minor pada rancangan HACCP, yang

memperlihatkan setiap perubahan yang dilakukan

8. Catatan pemantuan CCP

9. Catatan produk yang ditahan/diulang/ditarik yang dibuat saat menangani

penyimpanan

10. Catatan pelatihan yang membuktikan bahwa karyawan yang terlibat

dalam penerapan sistem HACCP telah dilatih untuk melakukan hal itu

11. Catatan audit

12. Catatan kalibrasi

16
D. Ayam Bakar
1. Daging Ayam

Daging ayam merupakan daging yang memiliki nilai gizi tinggi, dapat

disajikan dengan mudah dan cepat, rendah kalori serta disukai oleh sebagian

besar orang. Zat gizi yang terdapat dalam daging ayam yaitu karbohidrat, mineral

(sodium, potassium, magnesium, kalsium, zat besi, fosfor, sulfur, yodium, serta

vitamin A, niasin, riboflavin, thiamin, dan vitamin C. Selain itu, daging ayam

mempunyai serat yang empuk sehingga mudah dicerna oleh tubuh, rasa dan

aromanya juga dapat bercampur dengan berbagai macam bumbu (Mountney,

1983 dalam Kasmadiharaja, 2008). Penyimpanan kakas atau daging ayam dapat

dilakukan dalam keadaan segar,dingin atau beku di ruang atau tempat yang sesuai

dengan karekteristik produk (SNI, 2009).

Mutu dan kualitas daging secara umum dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sifat

daging dan daya terima konsumen terhadap daging tersebut. Sifat daging dapat

dilihat dari kandungan gizi, sementara daya terima konsumen dipengaruhi oleh

sifat keempukan, rasa, aroma, warna, dan daya mengikat air (Lawrie, 1955 dalam

Kasmadiharaja, 2008).

a. Persyaratan Mutu Daging Ayam

Tabel 5. Persyaratan mutu daging ayam

Tingkat Mutu
No. Faktor mutu
Mutu I Mutu II Mutu II
1. Konformasi Sempurna Ada sedikit kelainan Ada kelainan pada
pada tulang dada tulang dada dan paha
atau paha
2. Perdagingan Tebal Sedang Tipis
3. Perlemakan Banyak Banyak Sedikit
4. Keutuhan Utuh Tulang utuh, kulit Tulang ada yang

17
sobek sedikit, tetapi patah, ujung sayap
tidak pada bagian terlepas ada kulit yang
dada sobek pada bagian
dada
5. Perubahan Bebas dari Ada memar sedikit Ada memar sedikit
warna memar dan tetapi tidak pada tetapi tidak ada
atau “frezee bagian dada dan “freeze burn”
burn” tidak “freeze burn”
Sumber: (SNI, 2009)

b. Persyaratan maksimum mutu mikrobiologi

Tabel 6. Persyaratan maksimum mutu mikrobiologi

No. Jenis Satuan Persyaratan


1. Total Plate Count cfu/g Maksimum 1 x 106
2. Coliform cfu/g Maksimum 1 x 102
3. Staphylococcus aureus cfu/g Maksimum 1 x 102
4. Salmonella sp per 25 g Negatif
5. Escherichia coli cfu/g Maksimum 1 x 101
6. Campylobacter sp per 25 g Negatif

Sumber: (SNI, 2009)

2. Garam

Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging,

dan bahan pangan lainnya. Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu

metoda pengawetan pangan yang pertama dan masih dipergunakan secara luas

untuk mengawetkan berbagai macam makanan (Buckle, K.A, dkk, 2010).

18
Tabel 7. Syarat mutu garam beryodium

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mutu


1. Kadar air (H2O) % (b/b) Maks. 7
2. Jumlah klorida (Cl) % (b/b) adbk Min. 94,7
3. Yodium dihitung sebagai mg/kg Min. 30
kalium vodat (KI03)
4. Cemaran logam:
4.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 10
4.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10
4.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,1
5. Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1

Sumber: (SNI, 2000)

3. Kecap

Kecap merupakan salah satu produk fermentasi yang digunakan sebagai

produk pencita rasa khususnya di negara Asia yang merupakan produk bumbu

(condiment) yang tertua di Cina selama lebih dari 3000 tahun (Muangthai dkk,

2009 dalam Meutia, 2015). Kecap kedelai dibuat menggunakan kacang kedelai

yang dicampurkan dengan terigu, garam, air, dan mikroba seperti Aspergillus

oryzae atau Aspergillus zozae (Impolsup, dkk, 1981 dalam Meutia, 2015).

Tabel 8. Spesifikasi Persyaratan Mutu Kecap Kedelai

Persyaratan
No. Jenis Uji Satuan
Manis Asin

1 Keadaan

1.1 Bau - Normal, khas Normal, khas

1.2 Rasa - Normal, khas Normal, khas

2 Protein (Nx 6,25), b/b - Min. 2,5% Min. 4,0%

3 Padatan terlarut, b/b - Min. 10% Min.10%

19
4 NaCl (garam), b/b - Min. 3% Min. 5%

Total gula (dihitung


5 - Min. 40% -
sebagai sakarosa), b/b

6 Bahan tambahan

6.1 makanan
mg/kg Maks. 600 Maks. 600
Pengawet
mg/kg Maks. 250 Maks. 250
1) Benzoat atau

2) Metil para hidroksi


mg/kg Maks. 250 Maks. 250
benzoat

6.2 3) Propil para hidroksi


- Sesuai SNI Sesuai SNI 01-
benzoate
01-0222-1995 0222-1995
7 Pewarna tambahan

7.1 mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0


7.2 Cemaran logam mg/kg Maks. 30,0 Maks. 30,0
7.3 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
7.4 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
7.5 Seng (Zn) mg/kg Maks. 0,05 Maks. 0,05
8 Timah (Sn) mg/kg Maks. 0,5 Maks. 0,5
9 Raksa (Hg)

9.1 Cemaran Arsen (As) Koloni/g Maks. 105 Maks. 105

9.2 Cemaran mikroba APM/g Maks. 102 Maks. 102

9.3 Angka lempeng total APM/g <3 <3

20
Bakteri coliform
Koloni/g Maks. 50
E.coli
9.4 Maks. 50
Kapang/Khamir

Sumber: (SNI, 1999)

4. Saus Tomat

Saus tomat merupakan produk yang dihasilkan dari campuran bubur tomat

atau pasta tomat atau padatan tomat yang diperoleh dari tomat yang masak, yang

diolah dengan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain

dan tambahan pangan yang diinginkan (SNI, 2004).

a. Persyaratan Saus Tomat

Tabel 9. Persyaratan Saus Tomat

No. Uraian Satuan Satuan Syarat Mutu


1. Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal khas tomat
1.3 Warna Normal
2. Jumlah padatan terlarut Brix, 200C Min. 30
3. Keasaman, dihitung sebagai % bb Min. 0,8
asam asetat
4. Bahan tambahan makanan
4.1 Pengawet Sesuai dengan SNI 01-
0222-1995 dan
peraturan di bidang
makanan yang berlaku
4.2 Pewarna tambahan Sesuai dengan SNI 01-
0222-1995 dan
peraturan di bidang
makanan yang berlaku
5. Cemaran logam
5.1 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 1,0
5.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 50,0
5.3 Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,03
5.4 Seng (Zn) mg/kg maks. 40,0

21
5.5 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 / (250,0)**)
6 Cemaran Arsen mg/kg maks. 1,0
7. Cemaran mikroba
7.1 Angka lempeng total koloni/g maks 2 x 102
9.2 Kapang dan khamir koloni/g maks. 50
Sumber: (SNI, 2004).

5. Bawang Putih

Bawang putih adalah umbi dari tanaman bawang putih (Allium sativum L)

yang terdiri dari suing-siung bernas, kompak dan masih terbungkus oleh kulit

luar, bersih, dan tidak berjamur.

Tabel 10. Syarat mutu bawang putih

Syarat Cara
No. Karakteristik
Mutu I Mutu II pengujian
1. Kesesuaian sifat Seragam Seragam Organoleptik
varietas
2. Tingkat ketuaan Tua Tua Oraganoleptik
3. Kekompakan siung Kompak Kurang kompak Organoleptik
4. Kebernasan Bernas Kurang bernas Organoleptik
5. Kekeringan Kering simpan Kering simpan Organoleptik
6. Kulit luar pembungkus Sempurna Sempurna Organoleptik
umbi menutup umbi menutup umbi
7. Kerusakan, % (bobot- 5 8 SP-SMP-310-
bobot) maks. 1981
8. Busuk, % (bobot- 1 2 SP-SMP-311-
bobot) maks. 1981
9. Diameter minimum 3,0 2,5 SP-SMP-309-
(cm) 1981
10. Kotoran Tidak ada Tidak ada Organoleptik
Sumber: (SNI, 1992).

6. Minyak Goreng

Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih,

dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh

titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang

22
tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan

(Winarno,2004). Adapun standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam

SNI 01-3741-2002

Tabel. 12 Standar mutu minyak goreng SNI 01-3741-2002

Kriteria Uji Satuan Syarat

Keadaan bau, rasa, warna - Normal

Air %b/b Maks. 0,30

Asam lemak bebas (dihitung %b/b Maks. 0,30

sebagai asam larut)

Bahan makanan tambahan Sesuai SNI 022-M dan Permenkes Nomor

722/Menkes/Per/IX/88

Cemaran logam:

Besi (Fe) mg/kg Maks. 1,5

Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 0,1

Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,1

Timbal (Pb) mg/kg Maks. 40,0

Timah (Sn) mg/kg Maks. 0,05

Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0

Arsen (As) % b/b Maks. 0,01

Angka peroksida Mg 02 % Maks. 1

Sumber: (SNI, 2002).

23
Dapus sis tarik sis semongko………………………
Mahbubah, A’saa, et.all. 2017. Laporan Haccp (Hazard Analysis Critical Control Point)
Pada Menu Ayam Bakar Barbeque Di Rumah Sakit Mitra Plumbon. diakses pada tanggal
16 November 2020 dari :
https://www.academia.edu/37699636/LAPORAN_HACCP_HAZARD_ANALYSIS_CR
ITICAL_CONTROL_POINT_PADA_MENU_AYAM_BAKAR_BARBEQUE

24
4.3.1 Penyusunan Bagan Alir
Daun sop, daun Gula
Bawang merah,
Kacang bawang, serai,
bawang putih,
garam
Kentang Wortel Polong Ceker daun jeruk
kemiri, kunyit,
kayu Suun
Minyak manis
merica bubuk

Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan


v Penerimaan Penerimaan Penerimaan
26oC-28oC

26oC-28oC
Pencucian dan Penyimpanan
Pencucian Pencucian Pencucian Persiapan kering
Penyiangan Penyimpanan Penyimpanan
Penghalusan
kering kering

Penyiangan Penyiangan Perebusan Perendaman


dan persiapan dan persiapan
Penumisan

Pemisahan ceker
Perendaman
Penyimpanan
95oC (9menit) basash
95oC (5 menit)

Pemasakkan
(pencampuran)

Organoleptik

Pemorsian

25
RUMAH SAKIT “X”
No Dokumen:
DOKUMEN HACCP Revisi :
Tanggal:
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS BAHAYA (P1) Halaman :

Identifikasi Bahaya Acceptable Analisis Bahaya


No. Bahan/proses level in end Likelihood Severity Control Measure
Kategori Bahaya Sumber bahaya product Signifikansi
(Risiko) (keparahan)
1. Wortel F Rusak, Pendistribusian Memilih wortel yang
busuk, segar dan sera bebas
dari aroma yang busuk.
Perkebunan Jika wortel tidak 
K Peptisida diolah segera maka
harus disimpan di
ruangan yang kering
dengan suhu kamar.
2. Kentang M Jamur, Lama Pencucian kentang
residu penyimpanan dan sebelum pengolahan
dengan air bersih dan
pencucuian mengalir. Pemilihan
kentang dengan fisik
K Peptisida Perkebunan yang segar dan kondisi
yang masih utuh
F Busuk Lama
penyimpanan dan
suhu

26
3. Kacang polong F Rusak, Pendistribusian
busuk

K Peptisida Perkebunan

3. Bawang merah M Kotoran, Pencucian Pencucian dengan


residu mengunakan air yang
mengalir sebelum
pengolahan
K Peptisida Perkebunan Penyimpanan didalam
plastik tertutup dengan
F Busuk Penyimpanan keadaan dingin atau di
refregerator
4. Bawang putih M Kotoran Pencucian Pencucian dengan
mengunakan air yang
mengalir sebelum
K Peptisida Perkebunan pengolahan
Penyimpanan didalam
F Busuk Penyimpanan plastik tertutup dengan
keadaan dingin atau di
refregerator

Disetujui oleh : Diperiksa oleh : Dibuat oleh :


Tanggal, Tanggal, Tanggal,

Jabatan : Jabatan : Jabatan :

27
28

Anda mungkin juga menyukai