Anda di halaman 1dari 8

FILSAFAT HUKUM DAN ETIKA PROFESI

(HKUM4103)
Assalamu'alaikum wr. Wb

Selamat pagi Pak/Ibu izin menanggapi untuk materi diskusi 1

Filsafat memiliki peran yang sangat penting dalam mengelaborasi setiap persoalan krusial,
termasuk soal pandemi covid 19. Dua kata kunci dalam mengelaborasi dan memahami pandemic
covid-19 ini adalah manusia dan ilmu pengetahuan. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan
telah mengantarkan manusia pada puncak ilmu pengetahuan yang ditandai dengan revolusi
industry pertama manusia yakni pemanfaatan mesin uap dan eksploitasi terhadap alam yang
dilakukan secara besar-besaran tanpa mengindahkan dampak ekologis bagi alam.

Selain itu, pembukaan lahan untuk perkebunan memaksa manusia untuk menggunduli hutan
yang menyebabkan habitat binatang dan ekosistem terganggu. Mesin-mesin raksasa menggali
bumi untuk mengeruk sumber daya alam demi kerakusan manusia dan menumpuk modal dan
kekayaan. Dengan dalih kebutuhan manusia yang tidak terbatas, dijadikan justifikasi untuk
mengeksploitasi alam dan menyimpan kekayaan. Hal ini semakin mengerikan dengan adanya
system kapitalisme dan neoliberalisme yang memberikan jalan bagi segelintir manusia untuk
meraup keuntungan dan menyimpannya untuk kepentingan pribadi. Sehingga yang kaya semakin
kaya dan yang miskin semakin miskin.

Di tengah situasi manusia yang dalam keadaan terlena dengan sifat rakusnya terhadap alam, tiba-
tiba dunia digemparkan dengan berita dari Wuhan, China tentang ditemukannya kasus covid-19
pada akhir tahun 2019. Bagaimana reaksi dunia pada saat awal kemunculan virus covid-19 ?
Tentunya seperti halnya melihat hantu, mayoritas negara-negara di dunia bersikap skeptis dan
apatis sampai mereka melihat dan merasakan sendiri. Begitu pula yang terjadi di Indonesia,
sampai-sampai para pemangku kebijakan bersikap apatis dan bahkan membuat dagelan seperti
“Indonesia kebal Corona dengan adanya para dukun”, “Indonesia tidak akan terkena Corona
karena banyak warga muslim”, dan lain sebagainya bahkan ada anggota pemerintah yang bilang
“Corona takut masuk ke Indonesia”. 
Sikap apatis baik pemerintah maupun mayoritas masyarakat Indonesia berubah setelah akhirnya
Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus positif pertama covid-19 pada Maret 2020.
Dagelan-dagelan tersebut tetiba berubah menjadi ketakutan dan pemerintah mulai ketar-ketir
dalam upaya menghadapi pandemic virus covid-19 yang sampai awal tahun 2021 belum terlihat
tanda-tanda akan berakhir. Masyarakat pun sama paniknya karena pemerintah dirasa kurang
perhatian terhadap warganya. Selain itu, pandemic ini berdampak pada sector usaha, pertanian,
pendidikan, kehidupan social, dan segi kehidupan lainnya yang membuat masyarakat terhalang
untuk beraktivitas secara bebas.

Dari pandemic covid-19 ini, manusia dipaksa untuk menyadari dua hal. Pertama, kesadaran
bahwa pada hakikatnya manusia itu memiliki kedudukan yang sama dan perbedaan yang
membelenggu mereka hanyalah ilusi dari rekonstruksi social. Di sini, filsafat humanisme
mendapat tempat bahwa hakikatnya manusia itu setara dan bebas tanpa terbelenggu oleh kasta
atau strata sosial. Kesadaran ini harus muncul karena virus covid-19 ini dapat menyerang siapa
saja tanpa melihat latar belakang agama, bangsa, profesi, kaya ataupun miskin. Betapa dengan
adanya virus ini membuat kita tersadar bahwa kedudukan kita di dunia ini adalah sama.

Kedua, tragedy covid-19 ini hadir sebagai kekuatan kosmos (sunnatullah – red) untuk
menghentikan hasrat manusia yang cenderung rakus dan berlebih-lebihan. Sebagaimana yang
telah dipaparkan di muka, sains dan ilmu pengetahuan yang manusia kuasai nyatanya berdampak
sangat mengerikan bagi kerusakan alam dan eksploitasi berlebihan. Alih-alih membawa
kebaikan, teknologi dan ilmu pengetahuan berubah menjadi kutukan. Apa lacur, kini penguasaan
lahan hutan, tambang, dan pantai hanya dikuasai oleh sedikit pemodal. Akibatnya, pembakaran
lahan menyebabkan balita terpapar pada penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut),
penambangan merusak lingkungan, dan industri semen mengganggu keseimbangan lingkungan
karena serapan air terhambat. Pesatnya perkembangan otomotif justru menyebabkan kemacetan
dan polusi menjadi nafas hidup sehari-hari.

Inilah waktunya bagi manusia untuk berefleksi serta mengingat kembali perjalan manusia
sapiens yang telah berlangsung ribuan tahun. Perjalanan yang selalu berdampingan dengan ilmu
pengetahuan (karena inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya) seharusnya
mengantarkan pada kesadaran seperti yang diutarakan oleh Soren Kierkegaard bahwa betapa
kehidupan hedonis dalam fase estetis tidak bisa mengantarkan manusia pada ketenteraman.
Sampai sejauh mana alam akan diolah untuk memuaskan nafsu manusia? Kesadaran lain bahwa
kepongahan manusia menundukkan alam adalah fatamorgana dan kenyataannya bahwa alam kini
berbalik meluapkan amarahnya akibat dari kepongahan manusia sendiri. Dan yang paling
mengerikan adalah dampak dari kepongahan yang mungkin dilakukan tidak oleh semua manusia
namun nyatanya dampak tersebut juga akan dirasakan oleh manusia lain yang tidak berdosa.
Manusia dan ilmu pengetahuan, seperti dua hal dalam satu koin yang saling melekat. Namun
perjalanan keduanya berjalan tanpa arah. Disinilah ada sesuatu yang hilang. Di saat pandemic ini
dimana alam sedikit pulih, manusia dapat merenungkan kembali sesuatu yang hilang tersebut.
Sesuatu yang dapat menjadi benteng terakhir dari ke-absurd-an dan ke-chaos-an dunia akibat dari
ulah tangan manusia sendiri. Sesuatu tersebut adalah iman, keimanan kepada Tuhan. Manusia
dan ilmu pengetahuan akan berjalan etis dengan menggunakan kompas keimanan. Dengan
demikian ilmu pengetahuan akan menghantarkan manusia pada hakikat tertinggi kemanusiaan
yaitu sebagai ‘Abdullah dan Khalifatullah.

Sebagai unruhestifter, filsafat dapat menjalankan sekurang-kurangnya dua peran penting dalam
mengatasi pendemi covid-19. Pertama, filsafat berperan mengkritisi model pembangunan
ekonomi neoliberal yang telah menciptakan bencana ekologis.

Di hadapan sistem pembangunan yang eksploitatif dan destruktif terhadap ekologi, filsafat
menampilkan kodratnya sebagai sebuah sistem berpikir subversif. Artinya, filsafat adalah sebuah
metode berpikir kritis yang menentang setiap tatanan status quo.Berhadapan dengan paradigma
pembangunan neoliberal mainstream, filsafat tampil sebagai sebuah kekuatan provokatif. 

Kedua, filsafat memberikan pertimbangan etis atas kebijakan herd immunity untuk mengatasi
pandemi covid-19. Herd immunity atau kekebalan komunitas terbentuk setelah mayoritas
sembuh dari infeksi patogen. Caranya dengan vaksinasi atau membiarkan tubuh terinfeksi
penyakit.Karena vaksin belum ditemukan, sejumlah negara coba menerapkan herd immunity
untuk mengatasi pandemi covid-19.

HUKUM PERDATA/HKUM4202
Sejarah terbentuknya KUHPerdata tidak terlepas dari sejarah hukum perdata di Eropa serta
kolonialisme Belanda di Nusantara.
Ketika Belanda jatuh ke tangan Perancis,Raja Perancis Lodewijk Napoleon menerapkan hukum
Wetboek Napoleon Ingeriht Voor het Koninkrijk Hollad, yang isinya mirip dengan Code Civil de
Francais. Setelah kekuasaan Perancis berakhir, Belanda secara resmi menetapkan Code
Napoleon dan Code Civil de Francais sebagai aturan hukum mereka.
Tahun 1814, Belanda mengklasifikasikan aturan-aturan tersebut menjadi Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) setelah perumusan hukum selesai dikerjakan, kemudian diberi
nama BW atau Burgerlijik Wetboe (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda) dan dibuat
juga WvK atau Wetboek van Koophandle (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).Belanda
masih menjajah di Indonesia ketika aturan hukum perdata telah selasai disusun.Hal ini membuat
Belanda secara terang-terangan menerapkan dua kitab tersebut di Indonesia. Sampai saat ini
KUH Perdata dan KUH Dagang masih digunakan oleh bangsa Indonesia. Atas dasar asas politik,
Indonesia memberlakukan dua kitab undang-undang hukum perdata peninggalan Belanda
tersebut secara resmi pada tahun 1948.

sumber :https://www.kompas.com/stori/read/2022/06/23/100000279/sejarah-singkat-hukum-
perdata-di-indonesia?page=all

HUKUM PIDANA HKUM 4203

Yth Tutor dan teman-teman semua, izin menanggapi diskusi ini.

Hukum Pidana, memberi pengertian hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan
yang tidak boleh dilakukan, dilarang dengan disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang
melakukan. Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melangar larangan itu dapat
dikenakan sanksi pidana.

Ilmu Hukum pidana merupakan salah satu mata kuliah dalam disiplin ilmu hukum yang
memberikan pengetahuan dan pemahamaman bagi mahasiswa hukum pada khususnya. Dengan
memahami hukum pidana berarti memahami tentang aturan-aturan hukum pidana materiil yang
ada dalam hukum.

Fungsi umum hukum pidana adalah untuk mengatur hidup bermasyarakat dan menyelenggarakan
tata aturan dalam masyarakat. Sementara fungsi khusus dari hukum pidana adalah untuk
melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak mengganggunya, dengan sanksi
berupa pidana yang sifatnya memaksa dan mengikat.

Sumber:
Hiariej O.S Eddy, 2022 “Hukum Pidana (BMP) 1-12” Edisi 2, Cetakan 1; Tangerang Selatan,
Universitas Terbuka

Metode Penelitian Hukum (HKUM4306)

Selamat siang, ijin menjawab…

Penelitian Hukum Normatif “Penelitian Hukum Normatif merupakan penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder”.Penelitian hukum normatif
disebut juga penelitian hukum doktrinal. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum
normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,
maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi”. Pada penelitian
hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan
perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan
patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas”. Sedangkan penelitian Hukum Empiris
Merupakan metode penelitian yang meninjau fungsi dari suatu hukum atau aturan dalam hal
penerapannya di ruang lingkup masyarakat. Metode penelitian ini disebut juga dengan penelitian
hukum sosiologis, hal ini disebabkan metode dalam penelitian ini juga dilakukan penelitian
berkaitan dengan orang dalam menjalani suatu hubungan dalam kehidupan yang berkaitan
dengan orang lainnya atau masyarakat. sehingga kenyataan yang terjadi diambil dalam suatu
masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah. Menurut Ronny Soemitro, penelitian hukum
empiris atau sosiologis adalah penelitian hukum dengan data primer atau suatu data yang
diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam penelitian empiris, hal yang diteliti terutama adalah
data primer.
Adapun contoh dari:
PENELITIAN HUKUM NORMATIF:
-. Metode pendekatan: Normatif/ juridis, hukum diidentifikasikan sebagai norma peraturan atau
undang-undang (UU);
-. Kerangka teori: Teori-teori intern tentang hukum seperti undang-undang (UU), peraturan
pemerintah.Pembuktian melalui pasal;
-. Data: Menggunaan data skunder (data yang diperoleh dari studi kepustakaan);
-. Objek kajian: Hukum positif (aspek internal);
-. Optik yang digunakan Preskriptif;
-. Teknik pengumpulan data: Data skunder dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan.Data
primer dikumpulkan dengan cara wawancara;
-. Dasar untuk menganalisis: Norma, yurisprudensi, dan doktrin;
-. Logika berfikir: Deduktif;
-. Tujuan: Membuat keputusan/ menyelesaikan masalah;
-. Bentuk analisis: Logis normatif (berdasarkan logika dan peraturan UU), silogisme (menarik
kesimpulan yang telah ada), kualitatif;

PENELITIAN HUKUM EMPIRIS


-. Metode Pendekatan : Empiris/ sosiologis, hukum diidentifikasikan sebagai perilaku yang
mempola;
-. Kerangka teori: Teori sosial mengenai hukum atau teori hukum sosiologis.Pembuktian melalui
masyarakat;
-. Data : Menggunakan data primer (data yang diperoleh langsung dari kehidupan masyarakat
dengan cara wawancara, observasi, kuesioner, sample dan lain-lain);
-. Optik yang digunakan : Netral, objektif, deskriptif;
-. Dasar untuk menganalisis: Teori-teori sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum
atau teori-teori social;
-. Logika berfikir: Induktif;
-. Tujuan : Deskriptif, ekplanatif (memahami), prediktif;
-. Bentuk analisis: Kuantitatif (kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk angka).
HUKUM DAN MASYARAKAT

Izin menanggapi diskusi

A. Peran hukum dan masyarakat dalam fenomena kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat
sangat penting, perlu diketahui bahwa perilaku kejahatan adalah hasil kerusakan sistem dan
struktur sosial. Seorang penjahat dari keluarga yang bercerai, mengalami masa kecil yang sulit,
hidup di lingkungan sosial yang miskin dan banyak terjadi pelanggaran hukum, tidak memiliki
pendidikan yang baik, memiliki gangguan fisik dan mental dan berbagai kesulitan psikososial
lainnya. Perilaku kejahatan akan muncul sebagai interaksi antara faktor personal dan faktor
lingkungan yang harus dapat diidentifikasi.

Untuk itu persan hukum harus tampil untuk dapat menekan terjadinya tidank kejahatan, namun
perlu dipahami bahwa Kejahatan secara umum dapat dibedakan dalam beberapa macam:
kejahatan personal (pelaku dan korban kejahatan adalah sama), interpersonal (ada pelaku yang
merugikan orang lain), dan kejahatan sosial masyarakat (efek kejahatan pelaku merugikan
kehidupan orang banyak di masyarakat). Dari segi pelaksanaannya kejahatan juga bisa dibagi
menjadi kejahatan terorganisir (sering disebut kejahatan “kerah putih” yang memiliki sistem dan
perencanaan serta keahlian dalam melakukan kejahatan) dan tidak teroganisir (kejahatan yang
dilakukan tanpa perencanaan dan dilakukan oleh orang yang belum punya keahlian khusus atau
amatir). Secara pidana, ada beberapa contoh perilaku kejahatan: pembunuhan, tindak kekerasan,
pemerkosaan, pencurian, perampokan, perampasan, penipuan, penganiayaan, penyalahgunaan
zat dan obat, dan banyak lagi yang lain.
Dalam hal ini Kejahatan memiliki bentuk yang berbeda-beda. Bahkan perilaku kejahatan yang
sama dapat didasari oleh alasan yang berbeda. Misalkan perlaku mencuri, seorang melakukannya
untuk bertahan hidup, sedang yang lain untuk mencari uang sebanyak mungkin agar bisa
menghindari pekerjaan sesedikit mungkin. Berbagai penjelasan teori kejahatan di atas dapat
digunakan untuk memahami kasus-kasus kejahatan. Dengan pemahaman tersebut, harapannya,
juga bisa dipahami bagaimana masing-masing harus diperlakukan dan diberikan konsekuensi
hukum serta rehabilitasi psikologisnya. Proses koreksi dan rehabilitasi perilaku kejahatan
sebaiknya dilakukan berdasarkan penjelasan perilaku kejahatan yang akurat dan tepat.

Untuk Sanksi hukum di Indonesia seringkali tidak menciptakan efek jera kepada para pelaku
kejahatan. Penetapan hukuman maksimal di dalam undang-undang mungkin rasional ditinjau
dari Ilmu Hukum, meski dari perspektif Ilmu Ekonomi, khususnya di Game Theory dan
Behavioural Economics, hal tersebut justru cenderung mendorong pelaku kejahatan ataupun
calon pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan.
Dalam hal ini harus ada ketegasan penega hukum memberi sangsi yang setimpal dengan
perbuatan sesuai dengan UU yang berlaku di Indonesia.

B. Menurut pendapat saya kasus diatas dapat dikurangi pertama harus ada kesadaran dalam diri
sendiri karena kejahatan terjadi ketika ada kesempatan sebab itu untuk menghindari terjadinya
kejahatan harus peka dalam lingkungan sekitar, harus ada kerjasama dalam berlingkungan,
adanya Pos Kamling disetiap komplek, perlu adanya penyediaan CCTV disetiap halaman
ataupun jalan-jalan yang memungkinkan terjadinya kejahatan, Kedua masyarakat dapat
bekerjasama dengan pihak kepolisian agar lebih memperketat keamanan dalam masyarakat
dengan cara melakukan patroli dan razia secara masal disekitar masyarakat tanpa harus ada
himbauan yang dikeluarkan dari kepolisian supaya tindakan tindakna kejahatan bisa di kurangi
dan dengan patrol atau Razia akan mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan.. Dan juga pihak
Kepolisian dapat Memberikan himbauan kepada masyarakat agar waspada terhadap barang
milik, serta memberikan keasadaran bagi masyarakat untuk segera melapor apabila terjadi
pencurian.

Sumber
- BMP SOSI4416 / 3 SKS / Modul 1-9 Edisi 4 / SOSIOLOGI HUKUM / Yoyok Hendarso /
Penerbit Universitas Terbuka
- https://psikologi.unair.ac.id/id_ID/artikel-mengapa-orang-melakukan-kejahatan/
- https://feb.ugm.ac.id/en/research/lecturer-s-article/826-penegakan-hukum-dan-pencegahan-
tindak-kejahatan-dalam-tinjauan-ilmu-ekonomi

Hukum Internasional
bagaimana Indonesia dapat menyelesaikan permasalahan yang muncul terkait diskursus hubungan
hukum internasional dan hukum nasional dalam konteks ratifikasi Konvensi ICERD?

Hukum internasional tidak mempunyai badan legislative yang produk hukumnya mengikat. Tidak adanya
badan legislative ini disisi dengan adanya perjanjian-perjanjian antara mereka yang mengikat para pihak.
Salah satu bentuk perjanjian tersebut dalam bentuk konvensi dimana ICERD adalah contoh salah satu
bentuk konvensi yang ada. Karena sifiatnya yang tidak mengkat, maka tidak ada sangsi yang dapat
dipaksankan seperti halnya hukum nasional. Selain itu, hukum internasional adalah hukum yang
mengatur hubungan antara negara dan hubungan antara negara sebagai subjek hukum pada kedudukan
yang sama. Meskipun hukum internasional tidak memiliki Lembaga yang sempurna dan tidak mengikat,
dalam melaksanakan hubungan luar negeri diperlukan hukum dan kebiasaan internasional. Sebagai
contoh, ditaatinya dan berlakunya asas timbal balik (resiproritas) dalam hubungan diplomatic dan
konsuler diantara negara-negara. Setiap negara di dunia akan berfikir untuk tidak menghormati hak-hak
yang dimiliki oleh para diplomat asing yang bertugas di negaranya, karena setiap negara untuk
kepentingan negarnaya masing-masing juga menghendaki diplomatnya yang dikirim ke negara lain juga
mendapat keistimewaan dan kekebalan diplomatic sebagaimana dijamin dalam Konvensi Wina 1961
tentang Hubungan Diplomatik.

Efektifitas berlakunya hukum internasional bergantung pada konstitusi masing-masing negara. Dalam
kasus Indonesia, setiap perjanjian internasional yang diratifikasi tunduk pada Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dimana diatur bahwa ratifikasi suatu perjanjian
internasional sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional itu sendiri dilakukan dengan
undang-undang atau Keputusan Presiden.
Dengan demikian, menurut pendapat saya, terhadap Konvensi ICERD, apabila memang dipersyaratkan
oleh Konvensi tersebut adanya ratifikasi, maka pemerintah Indonesia dapat melakukan ratifikasi
sepanjang area/hal-hal yang diatur dalam konvensi tersebut sesuai dengan identitas nasional Indonesia.
Akan tetapi, seandainya dengan ratifikasi tersebut akan merusak identitas nasional Indonesia, maka tidak
perlu dilakukan ratifikasi. Meskipun tidak dilaksanakan ratifikasi, Indonesia tetap akan mengakui adanya
Konvensi ICERD sesuai dengan hukum dan kebiasaan internasional yang baik.

Referensi :

Modul Hukum Internasional, Penerbit Universitas Terbuka, Hal 1.4-2.7

Anda mungkin juga menyukai