Anda di halaman 1dari 17

PENGANTAR ILMU POLITIK

URGENSI PARTAI OPOSISI DALAM PRAKTIK DEMOKRASI DI INDONESIA

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Nilai Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pengantar Ilmu
Politik

Dosen Pengampu: Drs. Agus Nugraha, M.A.

Disusun Oleh:

Annisa Zahra Agustami (11201110000058)

1B

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas izin dan kuasa-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Urgensi Partai Oposisi dalam Praktik Demokrasi di
Indonesia”. Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya karena ada
beberapa pihak yang membantu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu
dalam pembuatan makalah ini. Adapun pihak-pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini dan sebagai ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Drs. Agus Nugraha, M.A., selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Ilmu
Politik yang memotivasi penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2. Orang tua penulis yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
3. Kakak penulis, Lisa Fania Aprista yang telah membimbing penulis dalam penulisan
makalah yang baik dan benar.
4. Teman-teman penulis dari kelas Sosiologi 1B yang telah memberikan saran serta bantuan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan penulis dan akan diterima dengan senang
hati. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat dijadikan
sumber acuan agar dapat terciptanya karya-karya yang lebih baik lagi. Penulis mohon maaf jika
ada penulisan pada bagian isi yang kurang benar, karena penulis masih dalam tahap pembelajaran.

Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Parung, 30 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PERMASALAHAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN LITERATUR .............................................................................................. 3
A. Pengertian Partai Politik ...................................................................................................... 3
B. Fungsi Partai Politik............................................................................................................. 4
C. Sistem Kepartaian ................................................................................................................ 4
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................. 6
A. Pengertian Oposisi dalam Politik ......................................................................................... 6
B. Sejarah Partai Oposisi di Indonesia dari Masa ke Masa ...................................................... 7
C. Urgensi Partai Oposisi dalam Praktik Demokrasi di Indonesia ........................................... 8
BAB IV PENUTUP ..................................................................................................................... 12
D. Kesimpulan ........................................................................................................................ 12
E. Saran .................................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 13

ii
BAB I
PERMASALAHAN

A. Latar Belakang

Eksistensi dan pertumbuhan demokrasi di Indonesia masih jauh dari sempurna


karena masih memberikan tempat yang cukup lapang bagi munculnya praktik politik yang
mereduksi hakikat demokrasi itu sendiri.1 Menurut para Indonesianis, masih cukup kuatnya
keberadaan oligarki atau elitisme di Indonesia menunjukkan bahwa fenomena pelaksanaan
kekuasan (power exercise) hingga saat ini masih minim kontrol karena kekuatan
penyeimbang yang masih belum cukup kokoh. Dalam situasi ini, kelompok atau partai
oposisi, yang merupakan kekuatan penyeimbang, menjadi perlu diperhatikan dan
merupakan kebutuhan mendesak, setidaknya untuk mengurangi praktik oligarki dengan
segala aspek buruk yang ditimbulkannya.

Keberadaan partai oposisi merupakan Lembaga yang inheren dalam sistem


demokrasi. Para teoretisi demokrasi dengan jelas menunjukkan pentingnya peran partai
politik sebagai oposisi.2 Fanni Mandak dan Peter Smuk (2012) dalam Admojo
mengemukakan bahwa “the role played by parliamentary oppositions is one of the most
essentials factors of modern democracies.” Sementara itu, Robert A. Dahl (1965)
menegaskan bahwa “… a political party is the most visible manifestation and surely one of
the most effective forms of opposition in democratic country, ….”3 Hal ini menunjukkan
bahwa oposisi merupakan sesuatu yang dapat menjadikan demokrasi berjalan dengan baik
di suatu negara.

Namun, bagi negara yang masih mengalami transisi demokrasi seperti Indonesia,
pelembagaan oposisi menjadi permasalahan tersendiri. Hal ini terjadi dikarenakan
penolakan yang kuat dari pihak-pihak yang anti oposisi, terutama dari kelompok pro status
quo yang selama ini menganggap bahwa partai oposisi hal yang tidak lazim dalam sistem

1
Firman Noor, “Oposisi dalam Kehidupan Demokrasi: Arti Penting Keberadaan Oposisi sebagai Bagian
Penguatan Demokrasi di Indonesia”, MASYARAKAT INDONESIA: Jurnal Ilmu Sosial Indonesia, Vol. 42, No. 1, 2016,
h. 2.
2
Tuswoyo Admojo, “Peran Partai Oposisi di Parlemen Pasca Pemilu Presiden 2014”, JURNAL POLITIK,
Vol. 1, No. 2, 2016, h. 284.
3
Ibid.

1
presidensial. Selain itu, menurut Thohari (2010), anggapan bahwa partai oposisi tidak
sesuai dengan demokrasi Pancasila yang mengedepankan musyawarah karena partai
oposisi tidak dikenal dalam sejarah perpolitikan nasional.4 Adanya berbagai penolakan dari
sebagian masyarakat terhadap partai oposisi ini, dapat berimbas kepada proses
pelembagaan oposisi karena pelembagaan oposisi akan berjalan efektif bila sebagian besar
masyarakat dapat menerima kehadiran oposisi.

Di Indonesia, lemahnya peran partai oposisi dikarenakan menguatnya peran negara.


Peran partai oposisi pernah menguat pada era demokrasi parlementer. Namun, menghilang
pada era Soekarno dan Soeharto, dan akhirnya muncul dan menguat kembali pada era
reformasi. Penguatan tersebut dapat terlihat dalam peran yang dijalankan oleh kelompok
partai-partai politik yang tergabung dalam “poros tengah” yang mampu melengserkan
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden RI yang kemudian digantikan oleh
Megawati Soekarnoputri dan kemudian dilanjutkan oleh PDI-P setelah gagal
memenangkan pemilu pada tahun 2004.5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, berikut rumusan masalah
yang ada dalam makalah ini:
1. Apa pengertian oposisi dalam politik?
2. Bagaimana sejarah partai oposisi di Indonesia dari masa ke masa?
3. Bagaimana urgensi partai oposisi dalam praktik demokrasi di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penulisan
makalah ini dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan pengertian dari oposisi dalam politik
2. Untuk menjelaskan sejarah partai oposisi di Indonesia dari masa ke masa
3. Untuk menjelaskan urgensi partai oposisi dalam praktik demokrasi di Indonesia

4
Tuswoyo Admojo, “Peran Partai Oposisi di Parlemen Pasca Pemilu Presiden 2014”, JURNAL POLITIK,
Vol. 1, No. 2, 2016, h. 284.
5
Ibid.

2
BAB II
TINJAUAN LITERATUR

A. Pengertian Partai Politik

Partai politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi
mereka dapat menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa, sehingga pikiran
dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu, pengaruh mereka bisa lebih
besar dalam pembuatan pelaksanaan keputusan. 6

Secara umum, dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang
sama.7 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, partai politik adalah perkumpulan yang
didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu. Tujuan kelompok ini ialah untuk
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan
programnya.

Budiardjo dalam bukunya “Dasar-Dasar Ilmu Politik”, memaparkan pengertian


partai politik menurut para ahli. Yang pertama, menurut Carl J. Friendrich: partai politik
adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan
berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang
bersifat idiil serta materiil.8

Sigmund Neumann dalam buku karyanya, Modern Political Parties,


mengemukakan definisi sebagai berikut: partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis
politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan
rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang
mempunyai pandangan yang berbeda.9

6
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 40.
7
Ibid, h. 41.
8
Ibid
9
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 41.

3
Ahli lain yang juga turut merintis studi tentang kepartaian dan membuat
definisinya adalah Giovanni Sartori. Menurut Sartori, partai politik adalah suatu kelompok
politik yang mengikuti pemilihan umum dan, melalui pemilihan umum itu, mampu
menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik.10

B. Fungsi Partai Politik

Fungsi partai politik berdasarkan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik adalah
bahwa partai politik berfungsi sebagai sarana:
• Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara
Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara;
• Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk
kesejahteraan masyarakat;
• Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan
dan menetapkan kebijakan negara;
• Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme
demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.11

C. Sistem Kepartaian

Partai politik hidup dalam sebuah sistem politik yang di dalamnya terdapat
hubungan di antara partai, baik itu yang bersifat kompetisi maupun kerja sama. Hal inilah
yang disebut dengan sistem kepartaian. Istilah sistem kepartaian pada awalnya ditemukan
dalam karya Duverger, ‘Political Party’, untuk menggambarkan bentuk dan corak dari
kehidupan bersama partai politik di beberapa negara.12

Dalam Wolinetz, ‘Party System and Party System Types’, dijelaskan bahwa
setidaknya terdapat 4 (empat) pendekatan dalam memahami sistem kepartaian di sebuah
negara.13 Pertama, berdasarkan jumlah partai. Kedua, berdasarkan kekuatan relatif dan

10
Ibid, h. 41.
11
Bagian Analisis Teknis Pengawasan dan Potensi Pelanggaran, Kajian Sistem Kepartaian, Sistem Pemilu,
dan Sistem Presidensiil, (Jakarta: Sekretariat Jenderal Bawaslu RI, 2015), h. 8.
12
Ibid, h. 10.
13
Ibid.

4
besaran partai. Ketiga, berdasarkan formasi pemerintahan. Terakhir, berdasarkan kekuatan
relatif dan jarak ideologi partai.

Pendekatan berdasarkan kekuatan relatif dan jarak ideologi yang


dikonseptualisasikan oleh Sartori membagi sistem kepartaian ke dalam 7 (tujuh) kategori,
yaitu sistem partai tunggal (one party), partai hegemonik (hegemonic party), partai
predominan (predominant party), dua partai (two party), pluralisme terbatas (limited
pluralism), pluralisme ekstrim (extreme pluralism), dan atomik (atomized).14

14
Ibid, h. 11.

5
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Oposisi dalam Politik

Kata oposisi berasal dari Bahasa Inggris “opposition” yang berarti “berlawanan”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, oposisi berarti partai penentang dewan perwakilan
dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat dan kebijaksanaan politik
golongan yang berkuasa. Makna oposisi adalah terkait dengan sekelompok orang yang
berada di luar pemerintahan yang secara legal memiliki hak untuk menyuarakan pendapat
dan melakukan aktivitas-aktivitas yang ditujukan untuk melakukan kritik dan kontrol atas
sikap, pandangan, ataupun kebijakan pemerintah berdasarkan pada perspektif ideologis,
kenyataan empiris, atau kepentingan tertentu.15

Lahirnya kata oposisi ini pertama kali ketika dalam parlemen terdapat dua pihak
yang saling berhadapan. Partai yang menang dalam pemilu bertindak sebagai pemegang
kekuasaan. Sebaliknya, partai yang kalah bertindak sebagai oposan, di luar kekuasaan yang
bertugas mengontrol kekuasaan dan memberi alternatif kebijakan kepada mereka yang
berkuasa, sehingga rakyat mempunyai pilihan dalam suatu kebijakan.

Oposisi dapat berupa kata-kata, tindakan, dan bentuk masukan lainnya yang
meluruskan dan mendorong segala sesuatu yang berada di jalan yang sesuai. Mengkritisi
dan mengawal arah kebijakan pemerintah agar berjalan sesuai dengan undang-undang
merupakan hakikat oposisi yang sebenarnya. Elite-elite politik sekarang ini justru sering
menyalahartikan makna oposisi sebagai sikap yang menentang atau menjegal kebijakan
pemerintah. Menurut pengamat politik Universitas Airlangga, Hariyadi, ini adalah
pengertian yang keliru.16

15
Firman Noor, “Oposisi dalam Kehidupan Demokrasi: Arti Penting Keberadaan Oposisi sebagai Bagian
Penguatan Demokrasi di Indonesia”, MASYARAKAT INDONESIA: Jurnal Ilmu Sosial Indonesia, Vol. 42, No. 1, 2016,
h. 5.
16
Munadi, “Oposisi dan Koalisi: Potret Kultur Demokrasi Indonesia”, Resolusi, Vol. 2, No. 1, 2019, h. 4.

6
B. Sejarah Partai Oposisi di Indonesia dari Masa ke Masa

Dalam berita di news.detik.com yang ditulis oleh Rakhmat Hidayatullah Permana,


dipaparkan sejarah partai oposisi di Indonesia dari masa ke masa sebagai berikut:17
1. Masa Orde Lama
Pada masa awal kemerdekaan, ketika Presiden Soekarno (1945-1967) memimpin,
peran oposisi dalam politik Indonesia sudah mulai tampak. Partai Masyumi yang
dipimpin oleh M. Natsir memosisikan dirinya sebagai oposisi pemerintah. Hal ini
terjadi karena pada masa itu, pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh sosialis, seperti
Perdana Menteri Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin. Sedangkan Soekarno sendiri
juga punya kecenderungan pada haluan politik sosialis-kiri. Namun, pada masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1966), peran oposisi meredup karena dimandulkan. Partai
oposisi seperti Masyumi dan Partai Murba dibubarkan oleh Soekarno. Akhirnya,
Soekarno pada saat itu memberi kesan sebagai rezim otoriter.
2. Masa Orde Baru
Di masa Orde Baru, peran oposisi juga sama mandulnya dengan masa Orde Lama.
Padahal, awalnya tidak sedikit kalangan kritis, mahasiswa, cendikiawan, dan juga
aktivis prodemokrasi yang menaruh harapan pada Soeharto. Namun, pada masa itu
Soeharto justru mengontrol sejumlah kelompok kritis yang melawan. Pada akhir
kepemimpinan Soeharto, lengsernya jabatan beliau pun tidak lepas dari kerja sama para
mahasiswa dan aktivis prodemokrasi, yang saat itu menjadi oposisi ekstra parlementer.
3. Masa Reformasi
Ketika BJ Habibie (1998-1999) menggantikan Soeharto, peran partai oposisi juga
belum tampak tegas lagi. Karena pada saat itu kondisi pemerintahan ada dalam masa
transisi lengsernya Soeharto. Tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan Presiden
BJ Habibie, masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tahun
1999-2001, peran oposisi juga tidak terlalu bermakna, mengingat seluruh potensi
kekuatan politik nasional terserap dalam pemerintahan. Ketika Gus Dur mengganti
menteri-menterinya dengan orang dekatnya, barulah beberapa partai berdiri sebagai

17
Rakhmad Hidayatulloh Permana, News.detik.com, “Nasib Oposisi di Indonesia dari Masa ke Masa”, dalam
https://news.detik.com/berita/d-4604023/nasib-oposisi-di-indonesia-dari-masa-ke-masa, diakses pada Kamis, 10
Desember 2020.

7
oposisi dan mencoba menggoyangkan kursi Gus Dur yang akhirnya dicopot usai sidang
istimewa MPR.

Pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri juga, peran oposisi kembali


meredup karena pada saat itu partai-partai juga tidak secara tegas memosisikan dirinya
sebagai oposisi. Meskipun begitu, pemerintahan Megawati juga kerap panen kritik.

4. Era Pemilihan Presiden Langsung


Ketika Pemilu Presiden dipilih langsung oleh rakyat, barulah peran oposisi kembali
terlihat, yakni ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden pertama
yang dipilih langsung oleh rakyat. Pada masa itu, SBY mengalahkan Megawati
sehingga menjadikan PDIP, partai yang dipimpin oleh Megawati, menyatakan diri
sebagai oposisi.

Pada era pemerintahan Joko Widodo, suara partai oposisi menjadi semakin lantang.
Saat itu Jokowi berhasil mengalahkan Prabowo yang diusung oleh partai Gerindra
sehingga Gerindra menyatakan diri sebagai bagian dari oposisi. Bahkan kelompok
oposisi ini membentuk koalisi18 yang menamakan dirinya sebagai Koalisi Merah Putih
(KMP) dan terdiri dari partai Gerindra serta Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

C. Urgensi Partai Oposisi dalam Praktik Demokrasi di Indonesia

Kata oposisi dalam dunia politik, bersangkut paut dengan posisi berseberangan
kepentingan politik dari pusat kekuasaan. Kontestasi dalam demokrasi melalui instrumen
partai politik menghasilkan partai berkuasa dan menghadirkan kelompok oposisi sebagai
balancing atas kekuasaan itu sendiri.19 Dunia perpolitikan selalu bergerak dinamis. Tidak
pernah ada kepastian atas dominasi, penguasa hari ini dapat berubah pasca pemilihan di
kemudian hari.

Adanya penyeimbang dalam penyelenggaraan pemerintahan demokrasi sangat


penting. Keberadaan oposisi politik merupakan bagian dari prasyarat demokrasi yang fair,

18
Kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara dalam parlemen.
19
Yudhi Hertanto, Kompasiana.com, “Kajian Peran Oposisi dalam Konfigurasi Politik”, dalam
https://www.kompasiana.com/yudhihertanto/5b6090f6677ffb30aa4ea554/kajian-peran-oposisi-dalam-konfigurasi-
politik?page=1, diakses pada Kamis, 10 Desember 2020.

8
ketika fungsi check and balances berlangsung dengan baik. Peran oposisi atau pengawas
adalah untuk mengontrol jalannya pemerintahan agar tetap sesuai dengan hukum dan nilai-
nilai kebangsaan. Dalam sistem demokrasi, maka ada yang memosisikan sebagai pihak
oposisi.

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Bandung, Yusa Djuyandi,


mengingatkan perlunya kekuatan oposisi dalam sistem politik demokrasi di Indonesia.
Menurut Yusa, posisi oposisi yang kritis dan selalu memberikan masukan konstruktif juga
akan membuat negara dan bangsa kuat.20 Kemudian, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar
Pranowo, juga menyebutkan hal serupa. Menurut Ganjar, pentingnya peran pihak oposisi
pada pemerintahan sebagai bentuk kontrol politik dalam memajukan bangsa dan negara.
Kritik terhadap pemerintah dari pihak oposisi maupun kalangan intelektual tetap penting
serta perlu.21

Terdapat istilah yang sangat terkenal dari Lord Acton terkait dengan kekuasaan,
yaitu power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Seseorang atau
kelompok orang yang berkuasa sangat rawan untuk menyalahgunakan kekuasaan. Selain
itu, menurut Criss O’Donnel, orang-orang yang berkuasa cenderung dapat berubah menjadi
rezim otoriter (meskipun awalnya menolak sistem ini). Jika sudah mendapat jabatan dan
kekuasaan yang mereka inginkan, mereka akan lupa dengan perjuangan masa lalunya
untuk memperkukuh kekuasaan. Apalagi kekuasaan cenderung mempunyai tendensi yang
tidak hanya untuk memperbesar dan memperkuat dirinya, tetapi juga memusatkan
kekuasaan pada dirinya. Potensi inilah yang harus diminimalisasi. Selain tingkat korupsi,
persoalan lain seperti ketimpangan sosial, kualitas Pendidikan, HAM, dan lainnya perlu
mendapat perhatian khusus. Kebijakan yang tepat dari pemerintah dalam mengatasi
persoalan-persoalan ini tentu perlu mendapat masukan dan juga pengawasan dari pihak
oposisi.

20
Rangga Pandu Asmara Jingga, Antaranews.com, “Pengamat: Perlu Oposisi dalam Sistem Politik
Demokrasi”, dalam https://www.antaranews.com/berita/933120/pengamat-perlu-oposisi-dalam-sistem-politik-
demokrasi#mobile-nav, diakses pada Kamis, 10 Desember 2020.
21
Wisnu Adhi Nugroho, Antarnews.com, “Ganjar Sebut Pentingnya Peran Oposisi pada Pemerintahan”,
dalam https://www.antaranews.com/berita/932106/ganjar-sebut-pentingnya-peran-oposisi-pada-pemerintahan,
diakses pada Kamis, 10 Desember 2020.

9
Oleh karena itu, harus ada kontrol yang efektif terhadap penyelenggaraan
kekuasaan yang dalam hal ini, peran oposisi sangat dibutuhkan. Peran oposisi berkewajiban
mengemukakan titik-titik kelemahan dari suatu kebijakan pemerintah, atau memberikan
solusi apa yang lebih baik harus dilakukan. Sehingga, apabila suatu kebijaksanaan
diterapkan, segala kemungkinan yang dapat merugikan sudah terlebih dahulu dihindari,
diperbaiki, dan ditekan seminimal mungkin.

Oposisi dalam konteks kehidupan demokrasi menurut Dahl (1971) adalah bagian
yang tidak terpisahkan dan menjadi salah satu fondasi, selain partisipasi, dari yang
disebutnya sebagai polyarchy (poliarki) atau sebentuk pemerintahan yang bernuansakan
demokrasi.22 Dalam Firman Noor (2016), politik, khususnya di kehidupan demokrasi,
oposisi memiliki beberapa fungsi penting. Fungsi pertama, sebagai penyeimbang
kekuasaan. Fungsi ini dapat diartikan dengan adanya kekuatan di luar pemerintah yang
memberikan alternatif sikap atau pikiran dan menyebabkan keseimbangan agar pemerintah
tidak berjalan terlalu jauh dari apa yang seharusnya mereka perjuangkan, yaitu kepentingan
masyarakat banyak. Makna utama dari fungsi penyeimbang ini mengingat ada kalanya
pemerintah yang terpilih secara demokratis akhirnya jatuh menjadi pemerintahan yang
melawan kehendak rakyat.

Fungsi kedua, menjaga agar alternatif kebijakan dapat disuarakan. Oposisi


memungkinkan adanya banyak pilihan alternatif penyempurnaan dari kebijakan
pemerintah. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada satu pun pemerintah yang luput dari
kesalahan. Oposisi dibutuhkan agar sebuah kebijakan dari pemerintah yang lebih
komprehensif dapat tercipta dan meminimalisasi kesalahan.

Ketiga, oposisi sebagai stimulus persaingan yang sehat antara para elite politik dan
pemerintahan. Pemerintahan akan mengalami stagnansi, bahkan kemunduran jika tidak
mendapatkan tantangan dari pihak-pihak yang kompeten dan mampu menunjukkan kepada
masyarakat tentang adanya kebijakan-kebijakan lain yang lebih masuk akal ketimbang
kebijakan pemerintah. Dengan begitu, keberadaan oposisi akan membuat pemerintah yang

22
Firman Noor, “Oposisi dalam Kehidupan Demokrasi: Arti Penting Keberadaan Oposisi sebagai Bagian
Penguatan Demokrasi di Indonesia”, MASYARAKAT INDONESIA: Jurnal Ilmu Sosial Indonesia, Vol. 42, No. 1, 2016,
h. 5.

10
berkuasa “terjaga”. Dalam situasi ini, muncullah situasi kompetisi yang sehat antara
pemerintah yang sedang berkuasa dengan pihak oposisi menuju perbaikan demi perbaikan.

Oleh karena itu, penguatan oposisi sejalan dengan kepentingan rakyat untuk
menghindari terjadinya oligarki. Oposisi bukan sekadar sikap anti-pemerintah atau asal
berbeda dengan pemerintah, melainkan sebuah eksistensi yang menawarkan alternatif serta
memberikan kritik terhadap kebijakan dan kontrol penyelenggaraan pemerintahan.
Sebagaimana yang diyakini Dahl, oposisi yang sehat adalah bagian dan sekaligus cerminan
keberadaan demokrasi yang kokoh.23

23
Firman Noor, “Oposisi dalam Kehidupan Demokrasi: Arti Penting Keberadaan Oposisi sebagai Bagian
Penguatan Demokrasi di Indonesia”, MASYARAKAT INDONESIA: Jurnal Ilmu Sosial Indonesia, Vol. 42, No. 1, 2016,
h. 6.

11
BAB IV
PENUTUP

D. Kesimpulan

Oposisi bukanlah sekadar sikap asal berbeda atau melawan kebijakan pemerintah,
tetapi kelompok di luar pemerintah yang mampu melakukan kontrol dengan tegas dan
memberikan saran-saran dan alternatif kebijakan yang bernas. Namun sayangnya,
eksistensi oposisi di Indonesia masih belum cukup solid. Pada masa awal kemerdekaan,
oposisi sangat tidak terlihat perannya dalam pemerintahan, bahkan cenderung tidak ada.
Pada saat ini pun, meskipun peran oposisi sudah mulai terlihat, tetapi oposisi dianggap
sebagai bukan pilihan yang menguntungkan dan kerap kali dipandang sebelah mata.
Padahal, justru peran oposisi sangat penting sebagai penyeimbang suatu pemerintahan.

E. Saran

Demikian pembahasan makalah “Urgensi Partai Oposisi dalam Praktik Demokrasi


di Indonesia”. Tentunya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail, serta lebih banyak
menggunakan buku sumber yang relevan untuk menjelaskan materi dalam makalah ini.
Penulis menerima saran dengan terbuka untuk memotivasi penulis dalam menulis makalah
kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Bagian Analisis Teknis Pengawasan dan Potensi Pelanggaran. Kajian Sistem Kepartaian, Sistem
Pemilu, dan Sistem Presidensiil. Jakarta: Sekretarian Jenderal Bawaslu RI, 2015.

Jurnal

Noor, Firman. “Oposisi dalam Kehidupan Demokrasi: Arti Penting Keberadaan Oposisi sebagai
Bagian Penguatan Demokrasi di Indonesia”. MASYARAKAT INDONESIA: Jurnal Ilmu
Sosial Indonesia. Vol. 42, No. 1, 2016.

Admojo, Tuswoyo. “Peran Partai Oposisi di Parlemen Pasca Pemilu Presiden 2014”. JURNAL
POLITIK. Vol. 1, No. 2, 2016.

Munadi. “Oposisi dan Koalisi: Potret Kultur Demokrasi Indonesia”. Resolusi. Vol. 2, No. 1, 2019.

Laman

Kamus Besar Bahasa Indonesia V (aplikasi).

Niam, Achmad Mukafi. Nu.or.id. “Pentingnya Posisi Oposisi dalam Pemerintahan”, dalam
https://www.nu.or.id/post/read/108864/pentingnya-posisi-oposisi-dalam-pemerintahan
(diakses pada Kamis, 10 Desember 2020).

Edyar, Busman. Republika.co.id. “Urgensi Oposisi”, dalam


https://republika.co.id/berita/o023g77/urgensi-oposisi (diakses pada Kamis, 10 Desember
2020).

Hertanto, Yudhi. Kompasiana.com. “Kajian Peran Oposisi dalam Konfigurasi Politik”, dalam
https://www.kompasiana.com/yudhihertanto/5b6090f6677ffb30aa4ea554/kajian-peran-
oposisi-dalam-konfigurasi-politik?page=1 (diakses pada Kamis, 10 Desember 2020).

13
Jingga, Rangga Pandu Asmara. Antaranews.com. “Pengamat: Perlu Oposisi dalam Sistem Politik
Demokrasi”, dalam https://www.antaranews.com/berita/933120/pengamat-perlu-oposisi-
dalam-sistem-politik-demokrasi#mobile-nav (diakses pada Kamis, 10 Desember 2020).

Nugroho, Wisnu Adhi. Antarnews.com. “Ganjar Sebut Pentingnya Peran Oposisi pada
Pemerintahan”, dalam https://www.antaranews.com/berita/932106/ganjar-sebut-
pentingnya-peran-oposisi-pada-pemerintahan (diakses pada Kamis, 10 Desember 2020).

Permana, Rakhmad Hidayatulloh. News.detik.com. “Nasib Oposisi di Indonesia dari Masa ke


Masa”, dalam https://news.detik.com/berita/d-4604023/nasib-oposisi-di-indonesia-dari-
masa-ke-masa (diakses pada Kamis, 10 Desember 2020).

14

Anda mungkin juga menyukai