Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : ADITYA GUNAWAN

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 045397071

Kode/Nama Mata Kuliah : PANG4112 / KIMIA FISIK PANGAN

Kode/Nama UPBJJ : 21 / UPBJJ – UT JAKARTA

Masa Ujian : 2020/21.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Jenis produk dan penjelasan terkait system disperse, bahan terdispersinya dan bahan
pendespresinya

Pembuatan Es Krim
Es krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel-sel
udara yang ada berperanan untuk memberikan texture lembut pada es krim tersebut. Tanpa adanya
udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu dingin dan terlalu berlemak.
Bahan utama dari es krim adalah lemak (susu), gula, padatan non-lemak dari susu (termasuk
laktosa) dan air. Sebagai tambahan, pada produk komersil diberi emulsifier, stabiliser, pewarna,
dan perasa. Sebagai emulsifier biasanya digunakan lesitin, gliserol monostearat atau yang lainnya.
Emulsifier ini berguna untuk membangun distribusi struktur lemak dan udara yang menentukan
dalam membentuk sifat rasa/tekstur halus dan pelelehan yang baik. Untuk stabilisernya bisa
digunakan polisakarida dan ini berfungsi sebagai penambah viskositas. Sedangkan pewarna dan
perasa bisanya bervariasi tergantung pada selera pasar. Jika ingin diberi rasa strawberry tentunya
diberi perasa strawberry dan pewarna merah.
Bahan-bahan tersebut dicampur, dipasteurisasikan, dihomogenasikan, dan didinginkan
dengan cepat. Setelah emulsi minyak dalam air tersebut dibiarkan dalam waktu yang lama,
kemudian diawetkan dalam kamar yang suhunya cukup rendah untuk membekukan sebagian
campuran. Pada saat yang sama udara dimasukkan dengan cara dikocok. Tujuan dari pembekuan
dan aerasi ini adalah pembentukan buih yang stabil melalui destabilisasi parsial dari emulsi.
Pengocokan tanpa pendinginan tidak akan memberikan buih yang stabil. Jika buih terlalu sedikit
produknya akan tampak basah, keras dan sangat dingin. Sedang jika buihnya terlalu banyak maka
produknya akan tampak kering. Sel-sel udara pada es krim harus berukuran sekitar 100 mikron.
Jika sel udaranya terlalu besar, es krimnya akan meleleh dengan cepat. Sedang jika sel udaranya
terlalu kecil maka buihnya akan terlalu stabil dan akan meninggalkan suatu ‘head’ ketika meleleh.
Es krim mempunyai struktur koloid yang kompleks karena merupakan buih dan juga
emulsi. Buih padat terjadi karena adanya lemak teremulsi dan juga karena adanya kerangka dari
kristal-kristal es yang kecil dan terdispersi didalam larutan makromolekular berair yang telah diberi
gula. Peranan emulsifier (misalnya: gliserol monostearat komersial) adalah untuk membantu
stabilisasi terkontrol dari emulsi didalam freezer. Perubahan-perubahan polimorfis lemak pada es
krim selama penyimpanan menyebabkan perubahan bentuk pada globula awalnya, yang
berkombinasi dengan film protein yang agak lepas, menyebabkan terjadinya penggumpalan di
dalam freezer. Stabilisasi gelembung-gelembung udara pada es krim juga terjadi karena adanya
kristal-kristal es dan fasa cair yang sangat kental. Stabiliser polisakarida (misalnya: carrageenan)
menaikkan kekentalan fasa cair, seperti juga gula pada padatan non-lemak dari susu. Stabiliser-
stabiliser ini juga dikatakan dapat memperlambatan pertumbuhan kristal-kristal es selama
penyimpanan. Hal ini karena jika kristal-kristal esnya terlalu besar maka akan terasa keras di mulut.

Proses Pembuatan Es Krim


Es krim sebenarnya tak lain adalah busa, atau gas yang terdispersi dalam cairan. Es
krim terlihat padat namun jika diamati di bawah mikroskop, es krim tampak terbentuk dari
empat komponen, yaitu padatan globula lemak susu, udara (ukurannya tidak lebih dari 0,1
mm), kristal-kristal es, dan air yang melarutkan gula, garam, dan protein susu. Secara
sederhana, es krim dibuat dengan cara mencampurkan bahan-bahan dan mendinginkannya.
Garam digunakan untuk membuat es tetap beku. Kemudian, adonan tersebut harus diguncang-
guncang, dikocok atau diaduk. Pengadukan ini berpengaruh dalam pembuatan es krim agar
teksturnya baik. Pengadukan tersebut akan membuat krim naik ke permukaan. Untuk
mencegahnya, ditambahkan emulsifier. Salah satu contoh emulsifier sederhana adalah kuning
telur. Karena itulah kuning telur sering menjadi bahan dalam membuat es krim.
Menurut Arbuckle (1986). Proses pembuatan es krim terdiri dari:
1. pencampuran,
2. pasteurisasi,
3. homogenisasi,
4. pendinginan,
5. aging atau penuaan,
6. freezing atau pembekuan,
7. hardening atau pengerasan, dan
8. penyimpanan
Pencampuran dilakukan dengan memanaskan terlebih dahulu bahan cair dalam bejana
pencampur sampai kira-kira 40 - 50°C, kemudian bahan-bahan kering seperti gula, bahan
pengemulsi dan bahan penstabil ditambahkan dan dicampur supaya larut dengan baik. Pasteurisasi
dilakukan dengan tujuan untuk membebaskan adonan dari bakteri patogen, membantu melarutkan
bahan, memperbaiki flavour dan mutu simpan. Pasteurisasi adonan dilakukan pada suhu 68,3°C
selama 30 menit atau pada suhu 71°C selama 30 detik. Proses homogenisasi biasanya dilakukan
pada suhu 62,8 - 76,7°C. Proses ini bertujuan untuk mencegah globula lemak bersatu, untuk
mengurangi waktu yang diperlukan bagi proses aging campuran itu dan untuk mempengaruhi
kekentalan sehingga tekstur dan body es krim menjadi lebih baik. Setelah proses homogenisasi,
adonan harus cepat didinginkan sampai 0-4°C agar tekstur es krim menjadi halus, kekentalan
berkurang dan pertumbuhan mikroba menjadi lambat. Proses aging diperlukan untuk memberi
kesempatan bahan penstabil bekerja. Selama proses ini berlangsung, terjadi perubahan-perubahan
antara lain penggabungan bahan penstabil dengan air, pengerasan lemak dan peningkatan
viskositas. Setelah itu proses pembekuan harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah
pembentukan kristal es yang kasar. Pengerasan es krim umumnya dilakukan dalam suhu -45°C
sampai -23°C selama 24 jam.
Setelah proses pembuatannya selesai, es krim dikemas dalam berbagai bentuk, antara lain
cone, cup, dan stik. Dahulu, es krim selalu disajikan dalam mangkuk atau gelas minuman. Kini,
setelah ditemukannya cone, cup, dan stik, es krim bisa leluasa dijual bebas di jalan-jalan.

2. Menentukan tahapan dispersi gas dalam adonan dan faktor yang penentu kestabilan
gas di dalam adonan roti selama pemanggangan pada pembuatan cake

Busa padat adalah sistem koloid dengan fase terdisfersi gas dan dengan medium pendisfersi zat
padat. Hal tersebut disebabkan oleh adanya protein dari tepung yang kemudian akan membentuk
lapisan tipis mengelilingi gelembung – gelembung karbondioksida untuk membentuk buih padat.
Pada proses pencampuran adonan , terjadi perubahan sebagian dari pati menjadi gula. Cake yang
memiliki bentuk padat dan mempunyai pori-pori kecil yang ternyata merupakan salah satu jenis koloid
yaitu busa padat. jika takarannya kurang atau saat mengaduk adonan terlalu lambat maka hasil adonan
saat dibakar tidak terlalu mengembang.
Dengan proses tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1. Cara pembuatan cake adalah dengan menggunakan cara dispersi. Dispersi adalah pembuatan partikel
koloid dari partikel kasar (suspensi).
2. Cake memiliki bentuk padat dan mempunyai pori pori kecil yang ternyata merupakan salah satu
jenis koloid yaitu busa padat. Busa padat adalah sistem koloid dengan fase terdisfersi gas dan dengan
medium pendisfersi zat padat.
3. Krim cake merupakan koloid jenis emulsi. Emulsi adalah sistem koloid dengan fase terdisfersi cair
dan dengan medium pendisfersi zat cair.
4. Putih telur yang dikocok pada pembuatan cake tersebut merupakan koloid yang dibentuk oleh fase
terdisfersinya gas dalam medium pendisfersinya cair, yang disebut dengan buih atau busa.
3. Santai cair apabila terjadi ketidakstabilan pada proses pemanasan

Santan merupakan emulsi minyak dalam air alami berwarna putih susu yang diekstrak dari
endosperma (daging buah) kelapa tua baik dengan atau tanpa penambahan air. Pada skala rumah
tangga, ekstraksi santan dilakukan dengan cara memeras parutan kelapa segar yang sudah dicampur
dengan air panas (hangat). Emulsi santan relatif tidak stabil karena ukuran partikelnya relatif besar
(lebih dari 1 mikron). Santan yang didiamkan beberapa saat (5-10 jam) akan memisah menjadi dua
fase, yaitu fase kaya air (skim) pada bagian bawah dan fase kaya minyak (krim) pada bagian atas.
Santan yang baru diekstrak pada dasarnya merupakan suatu emulsi yang relatif stabil. Secara alami
distabilkan oleh protein. kelapa yaitu globulin dan albumin serta adanya emulsifier fosfolipida.
Beberapa protein yang ada dalam fase air dari santan berinteraksi dengan globula lemak dan bertindak
sebagai emulsifier dengan menyelimuti permukaannya. Ketidakstabilan yang terjadi berdasar pada
kenyataan bahwa kandungan dan kualitas protein dalam santan tidak cukup untuk menstabilkan globula
lemak.
Emulsi pada santan kelapa ditandai oleh terpisahnya komponen lemak dan minyak, dan terjadinya
koagulasi komponen santan pada kondisi suhu yang terlalu tinggi. Oleh karena itu, perlu diteliti cara
untuk mempertahankan kestabilan emulsi santan kelapa selama proses sterilisasi, dan mengetahui
kondisi proses yang optimum yang diharapkan dapat mencegah penurunan mutu dari santan tersebut.
Santan juga mudah rusak, jika dipanaskan pada suhu yang relatif tinggi. Hal ini biasanya tidak
didinginkan, untuk mengatasi masalah ini biasanya santan terus diaduk selama pemanasan ketika
santan mulai mendidih. Santan kelapa mengandung tiga nutrisi utama, yaitu lemak sebesar 88,3%,
protein sebesar 6,1%, dan karbohidrat sebesar 5,6% (Srihari,2010). kondisi proses pengolahan santan
kelapa yang optimum dengan menggunakan bahan pengemulsi yang paling menunjukkan tingkat
kestabilan yang paling baik adalah Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
Hal yang penting dalam menyiapkan suatu emulsi adalah pemilihan surfaktan yang sesuai
sehingga akan diperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi yang larut dalam minyak membentuk
emulsi wo, begitu juga sebaliknya dan campuran zat pengemulsi yang larut dalam minyak dan yang
larut dalam air akan menghasilkan emulsi yang lebih stabil daripada penggunaan zat pengemulsi secara
individual. Semakin polar fase minyak, semakin hidrofilik zat pengemulsi yang digunakan; semakin
nonpolar minyak yang diemulsifikasikan maka semakin lipofilik zat pengemulsinya. Hal-hal tersebut
diatas adalah dasar bagi sejumlah metode dalam memilih zat pengemulsi atau kombinasi dari zat
pengemulsi yang sesuai untuk suatu sistem tertentu. Bilangan HLB menunjukkan perilaku emulsifikasi
dan hubungannya dengan keseimbangan antara bagian hidrofilik dan hidrofobik. Untuk memilih zat
pengemulsi atau kombinasi dari zat pengemulsi yang sesuai, maka dipilih yang mempunyai bilangan
HLB yang kira-kira sama dengan zat yang akan diemulsifikasikan (Ariadi, 1999).
Sumber :
Achmad Izzul Fathoni dkk, “APLIKASI SISTEM KOLOID PADA PEMBUATAN BOLU KUKUS”
Unkown “Ceke aitu Koloid?” http://cake-chemy.blogspot.com/2013/02/cake-itu-koloid.html
SYLVIA ERIANI, 2014 “SISTEM KOLOID” UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH, JAKARTA

Anda mungkin juga menyukai