SONDIR
Pendahuluan
Alat ini digunakan untuk mengetahui perlawanan tanah terhadap konus dan hambatan
pelekatnya. Perlawanan tanah terhadap konus adalah perlawanan tanah terhadap ujung
konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan pelekat adalah perlawanan
geser tanah terhadap selubung bikonus dalam gaya per satuan panjang.
Peralatan
❖ Mesin sondir, terdiri dari mesin sondir ringan (2,5 ton) atau mesin sondir berat (3 ton).
❖ Rangka Pembebanan.
❖ Seperangkat pipa sondir lengkap dengan batang dalam, sesuai dengan kebutuhan
dengan panjang masing-masing 1 meter.
❖ Manometer masing-masing 2 buah dengan kapasitas.
- Sondir ringan 0 - 50 kg/cm2 dan 0 - 250 kg/cm2.
- Sondir berat 0 - 50 kg/cm2 dan 0 - 600 kg/cm2.
❖ Konus dan bikonus.
❖ Empat buah angker dengan perlengkapan (angker daun atau spiral).
❖ Penekan hidraulik.
❖ Peralatan penunjang seperti kunci pipa, waterpas, alat-alat pembersih, isolasi pipa, oli,
minyak - hidrolik (absorber oil, SAE 10) dan lain-lain.
Prosedur
a) Persiapan pengujian
1. Bersihkan lokasi percobaan dan siapkan lubang untuk penusukan konus pertama
kalinya, lubang digali dengan linggis sedalam 5-15 cm.
Perhitungan
Perhitungan Perlawanan Konus (qc) :
Nilai perlawanan konus (qc) dengan ujung konus saja yang terdorong, dihitung dengan
menggunakan persamaan :
qc = Cw x Api / Ac
Api = π (Dpi )2 / 4
Ac = π (Dc)2 / 4
Nilai perlawanan geser lokal diperoleh bila ujung konus dan bidang geser terdorong
bersamaan, dan dihitung dengan menggunakan persamaan :
(qc x Ac) + (fs x As) = Tw x Api (Cw x Api) + (fs x As) = Tw x Api
fs = Kw x Api / As
As = π Ds Ls
Kw = (Tw - Cw )
Angka banding geser diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai perlawanan geser lokal
(fs) dengan perlawanan konus (qs), dan dihitung dengan menggunakan persamaan:
Rf = (fs / qs ) x 100
Nilai geseran total (Tf) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser lokal (fs)
yang dikalikan dengan interval pembacaan, dan dihitung dengan menggunakan persamaan :
Dimana :
Cw : pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (kg/cm2)
Tabel 1.1 Penafsiran Hasil Penyelidikan Tanah dengan Memakai Alat Sondir
Ditekan untuk
masuk pada
kedalaman
berikut
Mantel untuk
mengukur hambatan
pelekat (HP)
Gambar 1.2 Pipa sondir yang ujungnya dipasang paten konus bikonus
Peralatan
❖ Kepala pengambil contoh tanah, beserta kuncinya.
❖ Dua stang bor, beserta stang dalamnya.
❖ Pemutar stang bor (T stuk).
❖ Tabung contoh tanah.
❖ Kantong contoh tanah (kantong plastik).
❖ Pisau untuk memotong contoh tanah.
❖ Kunci pipa.
Prosedur
1. Mata bor dipasang pada bor.
2. Batang bor dan mata bor setelah disambung ditegakkan di atas tanah yang akan
diselidiki dan dipasang batang pemutar pada ujung lainnya.
3. Alat tersebut diputar, biasanya dengan 4 orang sehingga mata bor masuk ke dalam
tanah.
4. Setiap mata bor penuh, maka batang bor ditarik ke atas untuk kembali melihat warna
tanah tersebut, yang kemudian dicatat sebagai data.
Graphic log
Depth
Scale
0,5
1,5
2,5
Keterangan :
4. Pemeriksaan guncangan
5. Pemeriksaan kilauan
6. Pemeriksaan kekenyalan
Selanjutnya dilakukan pengisian data tanah berdasarkan kedalaman pada tabel percobaan bor
tangan dengan menggambar simbol tekstur dan warna tanah, serta penjelasan tanah tersebut
per kedalamannya. Sehingga nantinya akan diperoleh gambaran struktur tanah pada lokasi
titik yang dibor.
3. Warna, Mendeskripsikan warna jika Kriteria sesuai visual atau yang dilihat
sampel berisi lapisan atau tambalan pada saat di lapangan.
dengan berbagai warna, ini harus dicatat
dan semua warna yang representatif harus
diuraikan. Warna harus dijelaskan untuk
sampel lembab. Jika warna menunjukkan
kondisi kering, ini harus dinyatakan dalam
laporan.
4. Bau, Mendeskripsikan bau tanah apakah 1. Bau Organik = memiliki bau khas
bau organik atau bau yang tidak biasa tumbuhan yang membusuk.
2. Bau yang tidak biasa = produk minyak
bumi, bahan kimia, dan sejenisnya.
5. Kelembaban, Mendeskripsikan kondisi 1. Kering = Tidak ada kelembaban,
tanah apakah kering, lembab, atau basah berdebu, kering saat disentuh
2. Lembab = Basah tetapi tidak ada air
yang terlihat.
3. Basah = Terlihat air, biasanya tanah di
bawah muka air
6. Konsistensi, mendeskripsikan tanah 1. Sangat Lembut = Jempol akan
apakah dia sangat lembut, lembut, keras menembus tanah lebih dari 1 in. (25
atau sangat keras mm)
Peralatan
❖ Oven Laboratorium
❖ Saringan no. 4
❖ Piknometer dengan kapasitas 50 ml / 100 ml
❖ Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
❖ Corong
❖ Kompor listrik
❖ Cawan perendam
❖ Cawan Penguap
❖ Termometer
❖ Botol aquades
Bahan
❖ Tanah lolos saringan no. 4
❖ Air suling
Perhitungan
Rumus mencari berat jenis tanah :
Ws
Gs =
(W1 + Ws ) - W2
Dimana,
Gs = Berat jenis tanah
Ws = Berat tanah kering (gram)
W1 = Berat piknometer dan air suling (gram)
W2 = Berat piknometer, tanah, dan air suling (gram)
Karena temperatur mempengaruhi hasil pengukuran dimana temperatur standar untuk air
destilasi adalah 20°C, sehingga:
Ws
Gs(20°C) =
(W1 + Ws) - W2
×A
Dimana :
A = Faktor koreksi
ρw (at T ℃)
1
=
ρw (at 20℃)
Temperature of test, °C 23
A 0,9993
Test No.
Item
1 2 3
Pycnometer No. 1 2 3
Mass of pynometer + soil + water filled to mark, W 2 (g) 82,69 82,60 82,65
Average G s 2,66
Pendahuluan
Sebagian besar uji laboratorium dalam mekanika tanah membutuhkan penentuan kadar air.
Tes ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air sampel tanah yaitu perbandingan berat
air yang terkandung dalam tanah dengan berat kering tanah tersebut. Kadar air biasanya
dinyatakan dalam persen.
Peralatan
❖ Tinbox dan penutupnya
❖ Oven laboratorium
❖ Timbangan dengan ketelitian 0,01 gr
❖ Label
Prosedur
1. Timbang tinbox kosong beserta penutupnya yang akan dipakai, kemudian beri nomor
atau tanda, lalu catat beratnya (W1).
2. Masukkan tanah yang akan diperiksa ke dalam tinbox tersebut, lalu tutup untuk
menghindari hilangnya air.
3. Timbang tinbox yang telah tertutup dan berisi tanah tersebut (W2).
4. Kemudian buka tutup tinbox tersebut dan letakkan di bawah tinbox.
5. Masukkan tinbox ke dalam oven dengan suhu 110° ± 5°C selama 24 jam.
6. Setelah dikeringkan dalam oven, tinbox tersebut dikeluarkan, didinginkan pada suhu
ruangan sampai beratnya konstan.
7. Setelah itu, timbang kembali tinbox beserta penutupnya yang telah berisi tanah kering
tersebut, lalu catat (W3).
Perhitungan
Perhitungan berat air :
Ww = W2 − W3
Dimana :
Ww = Berat air (gram)
Ws = Berat tanah kering (gram)
W1 = Berat tinbox kosong (gram)
W2 = Berat tinbox + tanah basah (gram)
W3 = Berat tinbox + tanah kering (gram)
w = Kadar air (%)
Test No.
Item
1 2 3
Can No. 1 2 3
W2 W3
Moisture content, w (%) = 100 15,94 16,01 16,01
W3 W1
Interpretasi
Dalam ASTM D2216 diberikan batasan mengenai berat minimum contoh tanah yang harus
digunakan dalam pengujian untuk mendapatkan kadar air yang lebih tepat. Besarnya berat
minimum tersebut tergantung dari ukuran butiran seperti pada tabel berikut :
Untuk mendapatkan hasil kadar air yang lebih akurat, sampel harus diuji minimal sebanyak
tiga kali.
Pendahuluan
Berat isi tanah asli adalah perbandingan antara berat tanah asli seluruhnya dengan isi tanah
asli seluruhnya. Berat isi merupakan perbandingan berat tanah kering dengan suatu volume
tanah termasuk volume pori-pori tanah, yang umumnya dinyatakan dalam gram/cm3. Yang
paling sering dipakai adalah berat isi kering yang umumnya disebut berat isi saja. Nilai
berat isi dapat dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan alat
pertanian, tekstur, dan struktur, serta kandungan air tanah. Pengujian ini dimaksudkan
untuk mengetahui berat isi, angka pori, serta derajat kejenuhan suatu sampel tanah.
Peralatan
❖ Ring
❖ Cawan
❖ Oven laboratorium
❖ Timbangan dengan ketelitian 0,01 gr
❖ Jangka Sorong
❖ Alat pengeluar contoh (extruder)
❖ Label
Prosedur
1. Bersihkan ring berat isi yang akan dipakai.
2. Ukur diameter dalam dan tingginya dengan menggunakan jangka sorong, hitung
volumenya.
3. Timbang ring tersebut dengan ketelitian 0,01 gram (W1).
4. Lalu timbang juga cawan yang akan digunakan dengan ketelitian 0,01 gram (W2).
5. Berikan nomor / tanda pada ring menggunakan label.
6. Keluarkan contoh tanah dengan menggunakan extruder, cetak benda uji dalam ring,
apabila benda uji telah memenuhi volume ring, ratakan kedua permukaannya.
7. Timbang kembali contoh tanah dalam ring beserta cawan (W3).
Perhitungan
Perhitungan berat tanah basah :
Wwet = W3 − W2 − W1
Perhitungan porositas :
Vv
n= 100%
V
Dimana :
W1 = Berat ring kosong (gram)
W2 = Berat cawan kosong (gram)
W3 = Berat ring + cawan + tanah basah (gram)
W4 = Berat ring + cawan + tanah kering (gram)
Wwet = Berat tanah basah (gram)
Ws = Berat tanah kering (gram)
Ww = Berat air (gram)
w = Kadar air (%)
Vs = Volume tanah kering (cm3)
V = Volume ring / tanah atau total (cm3)
Vv = Volume pori (cm3)
Vw = Volume air (cm3)
Gs = Berat jenis tanah
γwet = Berat isi tanah basah (gram/cm3)
γd = Berat isi tanah kering (gram/cm3)
n = Porositas (%)
e = Angka pori
Sr = Derajat kejenuhan (%)
Test No.
Item
1 2 3
Ring No. 1 2 3
Mass of ring, W 1 (g) 29,88 29,93 29,90
Mass of container, W 2 (g) 12,35 12,29 12,32
Mass of ring + container + wet soil, W 3 (g) 123,45 123,54 123,51
Mass of ring + container + dry soil, W 4 (g) 116,34 116,45 116,43
Interpretasi
Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S = 1. Tabel 4.2 menunjukkan berbagai macam
derajat kejenuhan tanah untuk maksud klasifikasi. Nilai-nilai porositas, angka pori, berat isi
Tabel 4.3 Nilai n, e, w, ɣs, dan ɣwet untuk tanah keadaan asli di lapangan
Macam Tanah N e w ɣs ɣwet
Pasir seragam, tidak padat 46 0,85 32 14,3 18,9
Pasir seragam, padat 34 0,51 19 17,5 20,9
Pasir berbutir campuran, tidak padat 40 0,67 25 15,9 19,9
Pasir berbutir campuran, padat 30 0,43 16 18,6 21,6
Lempung lunak sedikit organik 66 1,90 70 - 15,8
Lempung lunak sangat organik 75 5,00 110 - 14,3
(Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Mekanika Tanah I, Edisi Ketiga, 2002)
Pendahuluan
Sifat – sifat tanah sangat bergantung pada ukuran butirannya. Besarnya butiran dijadikan
dasar untuk pemberian nama dan klasifikasi tanah. Oleh karena itu, analisis butiran ini
merupakan pengujian yang sering dilakukan. Analisa ukuran butiran tanah atau analisa
saringan merupakan penentuan persentase berat butiran pada satu unit saringan, dengan
ukuran diameter lubang tertentu. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui ukuran butir dan
susunan butir (gradasi) tanah yang tertahan pada saringan No. 200.
Peralatan
❖ Oven laboratorium
❖ Satu set saringan (No. 4, 10, 20, 40, 60, 100, 200, dan PAN)
❖ Mesin pengguncang saringan
❖ Talam
❖ Timbangan ketelitian 1 gram
❖ Kuas
❖ Palu karet
❖ Botol aquades
Bahan
❖ Tanah lolos saringan no. 4 seberat 500 gram
❖ Air
∑ Rn = ∑ Rn
i=2
%finer = 100 − ∑ Rn
i=2
Dimana :
Wn : Berat tertahan pada saringan ke- n
W : Berat total tanah
Rn : Persen tertahan pada saringan ke- n
∑ Rn : Persen kumulatif tertahan pada saringan ke- n
%finer : Persen kumulatif lolos pada saringan ke- n
Cu : Koefisien keseragaman
Cc : Koefisien gradasi
D10 : Diameter butiran yang sesuai dengan 10% lolos
D30 : Diameter butiran yang sesuai dengan 30% lolos
D60 : Diameter butiran yang sesuai dengan 60% lolos
4 4,750 0 0 0 100
PAN - 411
Grafik Perhitungan
90
80
70
Percent finer (%)
60
50
40
30
20
10
0
10,000 1,000 0,100 0,010
Grain Size, D (mm)
pasir
Gambar 5.1 Klasifikasi Butiran Tanah menurut Unified Soil Classification System, ASTM,
MIT, dan International Nomenclature
(Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Mekanika Tanah I, Edisi Ketiga, 2002)
Untuk membedakan antara tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus, kita memakai
saringan No. 200 :
• Tanah berbutir kasar adalah butiran yang tertahan saringan No.200 dan kandungan
fraksinya > 50 %.
• Tanah berbutir halus adalah butiran yang lolos saringan No.200 dan kandungan
fraksinya > 50%.
Pendahuluan
Distribusi ukuran butir tanah berbutir halus atau bagian berbutir halus dari tanah berbutir
kasar, dapat ditentukan dengan cara sedimentasi. Tes ini dimaksudkan untuk menentukan
ukuran dan susunan butir (gradasi) tanah yang lolos saringan No.200.
Peralatan
❖ Oven laboratorium
❖ Saringan No. 200
❖ Gelas ukur 1000 ml
❖ Gelas ukur 100 ml
❖ Gelas beker
❖ Alat pengukur waktu
❖ Alat pengatur suhu
❖ Alat pengaduk mekanis
❖ Botol aquades
❖ Bak air
❖ Karet penutup dengan diameter yang sama dengan gelas ukur
❖ Plastisin
❖ Alat ukur hidrometer
❖ Spatula
Bahan
❖ Tanah lolos saringan no. 200 seberat 50 gram
❖ Larutan calgon
❖ Air
Perhitungan
Perhitungan koreksi temperatur (untuk nilai T antara 15°C sampai 28°C) :
F 𝑇 = − 4,85 + 0,25T
𝐿
𝐷 = 𝐴√
𝑡
R = Pembacaan hidrometer
FT = Koreksi temperatur
Fz = Koreksi nol
Fm = Koreksi meniskus
L = Panjang efektif
A = Faktor A, fungsi dari Gs yang bergantung pada nilai temperatur benda uji
D = Diameter butiran
(Sumber : Braja M. Das, Soil Mechanics Laboratory Manual, Sixth Edition, 2002)
(Sumber : Braja M. Das, Soil Mechanics Laboratory Manual, Sixth Edition, 2002)
Suhu (°C)
Gs
24 25 26 27 28 29 30
2,50 0,0137 0,0135 0,0133 0,0132 0,0130 0,0129 0,0128
2,55 0,0134 0,0133 0,0131 0,0130 0,0128 0,0127 0,0126
2,60 0,0132 0,0131 0,0129 0,0128 0,0126 0,0125 0,0124
2,65 0,0130 0,0129 0,0127 0,0126 0,0124 0,0123 0,0122
2,70 0,0128 0,0127 0,0125 0,0124 0,0123 0,0121 0,0120
2,75 0,0126 0,0125 0,0124 0,0122 0,0121 0,0120 0,0118
2,80 0,0125 0,0123 0,0122 0,0120 0,0119 0,0118 0,0117
(Sumber : Braja M. Das, Soil Mechanics Laboratory Manual, Sixth Edition, 2002)
Meniscus Correction, F m 1
Zero Correction, F z 7
90,0
80,0
70,0
Percent finer (%)
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,1000 0,0100 0,0010 0,0001
Grain Size, D (mm)
Diameter (mm)
Interpretasi
Analisis Hidrometer dapat memberikan hasil persen lolos dari tanah yang berdiameter lebih
kecil dari 0,002 mm. Telah disepakati bahwa tanah berdiameter lebih kecil dari 0,002 mm
termasuk dalam fraksi lempung. Keberadaan lempung dalam tanah berhubungan dengan
plastisitas tanah itu sendiri.
Pendahuluan
Atterberg (1911), memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah
berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar air tanah. Batas-batas tersebut
adalah batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan batas susut (shrinkage limit).
Batas cair (LL), didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas cair biasanya ditentukan dari uji
Casagrande (1948).
Peralatan
❖ Oven laboratorium
❖ Alat Casagrande
❖ Alat Pembuat Alur (Grooving Tool)
❖ Mangkok Porselen
❖ Tinbox
❖ Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
❖ Spatula
❖ Botol Aquades
❖ Penggaris
❖ Saringan no.40
Bahan
❖ Tanah lolos saringan no.40
❖ Air
Perhitungan
Perhitungan kadar air :
W2 − W3
w (%) = 100%
W3 − W1
Dimana :
w = Kadar air (%)
W1 = Berat tinbox kosong (gram)
W2 = Berat tinbox + tanah basah (gram)
W3 = Berat tinbox + tanah keirng (gram)
N = Jumlah ketukan
wN = Kadar air pada N tumbukan (%)
LL = Batas cair tanah
Test No.
Item
1 2 3
Can No. 1 2 3
W2 W
Moisture content, w (%) = 100 32,70 36,04 38,08
W3 W1
Number of blows, N 25 23 17
Grafik Perhitungan
Chart for Liquid Limit Determination
120
100
Water Content, w (%)
80
60
40
20
0
1 10 100 1000
Number of Blows, N
Gambar 6.1 Diagram skematis : (a) Alat Casagrande; (b) Grooving Tool
(Sumber : Braja M. Das, Soil Mechanics Laboratory Manual, Sixth Edition, 2002)
Pendahuluan
Atterberg (1911), memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah
berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar air tanah. Batas-batas tersebut
adalah batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan batas susut (shrinkage limit).
Batas Plastis (PL), didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan
semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3,18 mm mulai
retak-retak ketika digulung.
Peralatan
❖ Oven laboratorium
❖ Tinbox dan penutupnya
❖ Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
❖ Spatula
❖ Botol Aquades
❖ Penggaris
❖ Saringan no.40
❖ Plat Kaca
Bahan
❖ Tanah lolos saringan no.40
❖ Air
Prosedur
1. Letakkan sekitar 20 gram tanah kering oven yang lolos saringan no. 40, ke dalam
mangkok porselen.
2. Tambahkan air pada tanah menggunakan botol aquades dan campurkan sampai rata.
3. Timbang dan catat berat tinbox (W1).
4. Dari tanah basah yang telah dipersiapkan pada tahap ke- 2, siapkan beberapa massa
tanah berbentuk elips dengan cara diremas menggunakan tangan.
Perhitungan
Perhitungan batas plastis :
W 2 − W3
PL = 100%
W 3 − W1
Perhitungan indeks plastisitas :
PI = LL – PL
Dimana :
W1 = Berat tinbox kosong (gram)
W2 = Berat tinbox + tanah basah (gram)
W3 = Berat tinbox + tanah kering (gram)
PL = Batas plastis
PI = Indeks Plastisitas
LL = Batas Cair
Can No. 1
W2 W
Plastic Limit, PL (%) = 100 17,79
18
W3 W1
Plasticity Index, PI = LL - PL 17
17,41
USCS Classification CL
Interpretasi
Dalam mengklasifikasian jenis tanah, ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan.
Beberapa diantaranya adalah nilai batas cair (liquid limit) dan indeks plastisitas (Plasticity
Index). Selain itu, ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengklasifikasikan jenis
butiran, yaitu AASHTO dan USCS.
Lolos Penilaian
Klasifikasi Batas Indeks Tipe
Saringan sebagai
Tanah Cair* Plastisitas* Material
No. 200 tanah dasar
Tanah Biasa sampai
A-4 Min. 36 Maks. 40 Maks. 10
Berlanau Buruk
Tanah Biasa sampai
A-5 Min. 36 Min. 41 Maks. 10
Berlanau Buruk
Tanah Biasa sampai
A-6 Min. 36 Maks. 40 Min. 11
Berlempung Buruk
Min. 11 Tanah Biasa sampai
A-7-5 Min. 36 Min. 41
Dan PI ≤ LL – 30 Berlempung Buruk
A-7
Min. 11 Tanah Biasa sampai
A-7-6 Min. 36 Min. 41
Dan PI > LL – 30 Berlempung Buruk
*Berdasarkan fraksi yang lolos saringan No. 40
(Sumber : Braja M. Das, Soil Mechanics Laboratory Manual, Sixth Edition, 2002)
Kriteria
untuk
Kriteria untuk Penentuan Simbol Grup
Nama
Simbol Nama
Grup
Grup Grup
Persen lolos Hubungan
Persentase
saringan Cu Cc antara LL
Kerikil
No. 200 dan PI
Kerikil
<15 bergradasi
baik
Kerikil
≥4 1 ≤ Cc ≤ 3 GW
bergradasi
≥15 baik
dengan
pasir
<5
Kerikil
<15 bergradasi
buruk
Cc < 4 dan/atau Kerikil
GP
1 > Cc > 3 bergradasi
≥15 buruk
dengan
pasir
Kerikil
<15
berlanau
PI < 4 atau
PI < Kerikil
GM
0.73(LL – berlanau
≥15
20) dengan
pasir
Kerikil
<15
PI > 7 atau berlempung
PI ≥ Kerikil
GC
0.73(LL – berlempung
≥15
20) dengan
>12
pasir
Kerikil
berlanau
<15
dan
4 ≤ PI ≤ 7 berlempung
dan PI ≥ Kerikil
GC-GM
0.73(LL – berlanau
20) dan
≥15
berlempung
dengan
pasir
Kriteria
untuk
Kriteria untuk Penentuan Simbol Grup
Nama
Simbol Nama
Grup
Grup Grup
Persen lolos Hubungan
Persentase
saringan Cu Cc antara LL
Kerikil
No. 200 dan PI
Pasir
<15 bergradasi
baik
Pasir
≥6 1 ≤ Cc ≤ 3 SW
bergradasi
≥15 baik
dengan
kerikil
<5
Pasir
<15 bergradasi
buruk
Cc < 6 dan/atau Pasir
SP
1 > Cc > 3 bergradasi
≥15 buruk
dengan
kerikil
Pasir
<15
berlanau
PI < 4 atau
PI < Pasir
SM
0.73(LL – berlanau
≥15
20) dengan
kerikil
Pasir
<15
PI > 7 atau berlempung
PI ≥ Pasir
SC
0.73(LL – berlempung
≥15
20) dengan
>12
kerikil
Pasir
berlanau
<15
dan
4 ≤ PI ≤ 7 berlempung
dan PI ≥ Pasir
SC-SM
0.73(LL – berlanau
20) dan
≥15
berlempung
dengan
kerikil
Gambar 6.4 Hubungan batas cair dan indeks plastisitas untuk klasifikasi tanah berdasarkan
USCS
(Sumber : ASTM 2487, Standard Practice for Classification Soils for Engineering Purpose
(Unified Soil Classification System)
Pendahuluan
Atterberg (1911), memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah
berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar air tanah. Batas-batas tersebut
adalah batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan batas susut (shrinkage limit).
Batas susut (SL), didefinisikan sebagai kadar air tanah pada kedudukan antara daerah padat
dan semi padat batas, yaitu presentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya
tidak mengakibatkan perubahan volume tanah.
Peralatan
❖ Oven laboratorium
❖ Cawan porselen
❖ Cawan gelas
❖ Kaca arloji
❖ Pagoda
❖ Air Raksa
❖ Mistar baja perata
❖ Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
❖ Spatula
❖ Botol Aquades
❖ Penggaris
❖ Saringan no.40
Bahan
❖ Tanah lolos saringan no.40
❖ Air
Dimana :
SL = Batas susut
Test No. 1 2
W W
w i (%) = 2 100 31,63
W3 W1
W4 - W5
w i (%) = 100 16,72
13,6 W3 - W1
W4 - W5
SL = w i − 100 15
14,91
13,6 W3 - W1
Interpretasi
Konsep dasar dari batas susut dapat dilihat pada Gambar 6.3. Suatu tanah lempung yang
jenuh, ketika secara bertahap dikeringkan, akan kehilangan kelembaban dan selanjutnya akan
ada pengurangan pada volume tanah. Selama proses pengeringan, akan sampai pada suatu
kondisi dimana pengeringan akan mengurangi kandungan air tetapi tidak megurangi volume
(Gambar 6.4). Kadar air pada tanah, saat penurunan volume akan berhenti disebut sebagai
batas susut.
Cawan gelas
Kaca arloji
Peralatan
❖ Oven Laboratorium
❖ Saringan no. 4
❖ 1 set cetakan (mold, base plat, collar)
❖ Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
❖ Timbangan dengan ketelitian 1 gram
❖ Talam
❖ Tinbox
❖ Pisau pemotong
❖ Alat pengeluar contoh (extruder)
❖ Satu set alat mesin kompaksi
❖ Palu penumbuk, jika tidak memakai mesin kompaksi
Bahan
❖ Tanah lolos saringan no. 4
❖ Air
Perhitungan
Perhitungan berat tanah basah :
Wwet = W2 − W1
Perhitungan berat isi pada saat tidak ada udara dalam pori (zero air void):
𝛾𝑤
𝛾zav =
𝑤 (%) 1
100 + 𝐺𝑠
𝛾zav = Berat isi tanah saat kondisi zero air void (gram/cm3)
Test 1 2 3 4 5 6
Weight of mould, W 1' (g) 1943 1943 1943 1943 1943 1943
Weight of mould + moist soil, W 2' (g) 3432 3544 3699 3795 3690 3576
Weight of moist soil, W 2 - W 1 (g) 1489 1601 1756 1852 1747 1633
Moist unit weight,
Mass of moisture can, W 3 (g) 7,79 4,92 9,83 8,22 8,55 8,40
Mass of can + moist soil, W 4 (g) 41,82 30,72 32,12 29,14 26,29 41,27
Mass of can + dry soil, W 5 (g) 37,20 26,95 28,42 25,07 22,44 33,74
Moisture content,
𝑊4 − 𝑊5
𝑤 % = 100 15,71 17,11 19,90 24,15 27,72 29,72
𝑊5 − 𝑊3
Specific Gravity of soil solids, G s Assumed moisture content, w (%) Unit weight of water, ɣ w (gram/cm3 ) ɣ zav
1,70
1,60
Berat Isi Tanah Kering (gr/cm³)
1,40
1,30
𝑤 𝑡𝑖𝑚 𝑚 = 23%
1,20
10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
Kadar air (%)
Mold:
Volume (ft3) 1/30 1/13,33 1/30 1/13,33
Tinggi (in.) 4,58 4,58 4,58 4,58
Diameter (in.) 4 6 4 6
Berat penumbuk (lb) 5,5 5,5 5,5 5,5
Tinggi jatuh penumbuk (in.) 12 12 12 12
Jumlah lapisan 3 3 3 3
Jumlah tumbukan per lapisan 25 56 25 56
Sampel tanah lolos saringan No. 4 No. 4 ¾ in. ¾ in.
(Sumber : Braja M. Das, Soil Mechanics Laboratory Manual, Sixth Edition, 2002)
Mold:
Volume (ft3) 1/30 1/13,33 1/30 1/13,33
Tinggi (in.) 4,58 4,58 4,58 4,58
Diameter (in.) 4 6 4 6
Berat penumbuk (lb) 10 10 10 10
Tinggi jatuh penumbuk (in.) 18 18 18 18
Jumlah lapisan 5 5 5 5
Jumlah tumbukan per lapisan 25 56 25 56
Sampel tanah lolos saringan No. 4 No. 4 ¾ in. ¾ in.
(Sumber : Braja M. Das, Soil Mechanics Laboratory Manual, Sixth Edition, 2002)
Pendahuluan
Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan
dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga pori. Pori- pori tanah saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga air dapat mengalir dari titik dengan
energi yang tinggi ke titik dengan energi yang lebih rendah. Untuk tanah, permeabilitas
dilukiskan sebagai sifat tanah yang mengalirkan air melalui rongga pori tanah.
Peralatan
❖ Alat permeabilitas constant head
❖ Gelas ukur
❖ Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
❖ Termometer
❖ Plastisin
❖ Alat pengukur waktu (stopwatch)
❖ Sendok
❖ Oven laboratorium
Prosedur
1. Timbang berat dari tabung sampel, batu pori, pegas, alas, dan penutupnya, (W1).
2. Letakkan batu pori di dalam tabung sampel, kemudian pasang tabung pada alasnya.
3. Ambil sampel tanah kering oven. Gunakan sendok untuk mengisi tanah pada tabung,
lalu buat lapisan kecil, kemudian padatkan.
4. Saat panjang sampel mencapai ⅔ da i panjang tabung, pasang batu pori di atas sampel
Perhitungan
Perhitungan berat isi kering tanah :
𝑊2 − 𝑊1
𝜌 = 𝜋
2
4 𝐷 𝐿
Dimana :
e = Angka pori
Test No. 1 2 3
Time of collection, t 60 60 60
Temperature of water, T 25 25 25
Head difference, h 60 70 80
𝜂𝑇℃
Tabel 8.1 Variasi nilai ⁄𝜂20℃
Gambar 8.1 Diagram skematis dari penyiapan alat pengujian permeabilitas Constant Head
(Sumber : Braja M. Das, Soil Mechanics Laboratory Manual, Sixth Edition, 2002)
Pendahuluan
Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan
dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga pori. Pori- pori tanah saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga air dapat mengalir dari titik dengan
energi yang tinggi ke titik dengan energi yang lebih rendah. Untuk tanah, permeabilitas
dilukiskan sebagai sifat tanah yang mengalirkan air melalui rongga pori tanah.
Peralatan
❖ Alat permeabilitas falling head
❖ Gelas ukur
❖ Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
❖ Termometer
❖ Buret
❖ Plastisin
❖ Alat pengukur waktu (stopwatch)
❖ Sendok
❖ Oven laboratorium
Prosedur
1. Timbang berat dari tabung sampel, batu pori, pegas, alas, dan penutupnya, (W1).
2. Letakkan batu pori di dalam tabung sampel, kemudian pasang tabung pada alasnya.
3. Ambil sampel tanah kering oven. Gunakan sendok untuk mengisi tanah pada tabung,
lalu buat lapisan kecil, kemudian padatkan.
4. Saat panjang sampel mencapai ⅔ da i panjang tabung, pasang batu po i di atas sampel
tersebut.
5. Letakkan pegas di atas batu pori.
6. Pasang penutup dari tabung tersebut.
7. Timbang berat seluruh sistem tersebut (W2).
8. Ukur panjang (L) dari tanah yang telah dipadatkan di dalam tabung.
9. Pasang alat permeabilitas di dekat bak cuci/wastafel.
Perhitungan
Perhitungan koefisien permeabilitas :
𝑎𝐿 ℎ1
𝑘 = 2, 0 log
𝐴𝑡 ℎ2
Dimana :
Test No. 1 2 3
Gambar 8.2 Diagram skematis dari penyiapan alat pengujian permeabilitas Falling Head
(Sumber : Braja M. Das, Soil Mechanics Laboratory Manual, Sixth Edition, 2002)
Peralatan
❖ Seperangkat alat pengujian konsolidasi
❖ Alat pemotong sampel
❖ Gergaji kawat
❖ Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
❖ Alat pengukur waktu (stopwatch)
❖ Tinbox dan penutupnya
❖ Oven laboratorium
Prosedur
1. Persiapkan sampel tanah yang akan digunakan. Sampel disiapkan dengan cara
memotong sampel tanah tak terganggu yang diperoleh dari tabung shelby. Sampel
yang ada pada tabung shelby harus berukuran sekitar 6,35 mm sampai 12,7 mm lebih
besar diameternya dari diameter sampel yang akan digunakan untuk pengujian.
2. Letakkan beberapa kelebihan tanah dari hasil pemotongan ke dalam tinbox untuk
penentuan kadar air.
3. Ambil beberapa kelebihan tanah dari hasil pemotongan pada tahap ke- 1 untuk
penentuan berat jenis, GS.
Perhitungan
Prosedur perhitungan untuk pengujian dapat dijelaskan dengan mengacu pada lembar data
9.1, 9.2, dan Gambar 9.1, 9.2, serta 9.3, yang menunjukkan hasil uji laboratorium.
1. Catat semua waktu vs data pembacaan dial vertikal. Lembar data 9.1 menunjukkan
𝑝⁄
hasil peningkatan tekanan dari 𝑝 = 2 ton/ft2 sampai 𝑝 + 2
𝑝 = 4 ton/ft .
Gambar 9.1, √𝑡90 = 4,75 menit0,5, jadi √𝑡90 = (4,75)2 = 22,56 menit. Teknik ini
disebut sebagai metode akar waktu (Taylor , 1942).
3. Tentukan waktu untuk 50% konsolidasi primer, 𝑡50, dari setiap set waktu vs.
pembacaan dial vertikal. Prosedur untuk ini ditunjukkan pada Gambar 9.2, yang
merupakan plot semilog (pembacaan dial vertikal dalam skala normal dan waktu
dalam skala log) untuk set pembacaan ditunjukkan pada lembar data 9.1. Proyeksikan
bagian garis lurus dari konsolidasi primer ke bawah dan bagian garis lurus dari
konsolidasi sekunder ke belakang.
Titik perpotongan dua garis ini adalah A. Pembacaan dial vertikal yang sesuai dengan
A adalah 𝑑100 (membaca dial pada 100% konsolidasi primer). Pilih kali 𝑡1 dan 𝑡2 =
4𝑡1 . Tentukan perbedaan dalam pembacaan dial, X, antara waktu 𝑡1 dan 𝑡2 . Garis plot
BC, yang berjarak X secara vertikal di atas titik pada kurva konsolidasi sesuai dengan
waktu 𝑡1 . Pembacaan dial vertikal yang sesuai dengan garis BC adalah d, yaitu,
pembacaan untuk konsolidasi 0%. Tentukan pembacaan dial pengukur sesuai dengan
50% konsolidasi primer dengan :
𝑑0 + 𝑑100
𝑑50 =
2
Waktu yang sesuai dengan 𝑑50 pada kurva konsolidasi adalah 𝑡50. Ini adalah metode
kecocokan log - waktu (Casagrande dan Fadum, 1940). Pada Gambar 9.2, 𝑡50 = 14,9
menit.
4. Lengkapi lembar data 9.2 kolom 1, 2, 8, dan 9. Kolom 1 dan 2 diperoleh dari tabel
waktu-pembacaan dial (seperti lembar data 9.1), dan kolom 8 dan 9 diperoleh dari
tahap ke- 2 dan 3, berurutan.
6. Pada lembar data 9.2, tentukan perubahan tinggi, 𝐻, dari spesimen karena
𝑝⁄
peningkatan beban dari 𝑝 sampai 𝑝 + 𝑝 (kolom 3). Sebagai contoh,
𝑝 = ½ ton/ft2, pembacaan dial terakhir = 0,0283 in.
𝑝⁄
𝑝+ 𝑝 = 1 ton/ft2, pembacaan dial terakhir = 0,0356 in.
Jadi,
7. Tentukan ketinggian akhir spesimen, 𝐻𝑡(𝑓), pada akhir konsolidasi karena beban yang
diberikan (kolom 4 pada lembar data 9.2). Misalnya, pada lembar data 9.2 𝐻𝑡(𝑓) pada
𝑝 = ½ ton/ft2 adalah 0,9917. 𝐻 dari 𝑝 = ½ ton/ft2 dan 1 ton/ft2 adalah 0,0073. Jadi
𝐻𝑡(𝑓) pada 𝑝 = 1 ton/ft2 adalah 0,9917 - 0,0073 = 0,9844 in.
8. Tentukan tinggi bagian pori, 𝐻𝑣 , pada spesimen saat akhir konsolidasi karena
pembebanan yang diberikan, 𝑝, dengan (lihat kolom 5 pada lembar data 9.2) :
𝐻𝑣 = 𝐻𝑡(𝑓) − 𝐻𝑠
9. Tentukan angka pori pada akhir konsolidasi untuk setiap pembebanan, p, dengan (lihat
kolom 6 pada lembar data 9.2) :
𝐻𝑣 Kolom 5
𝑒= =
𝐻𝑠 𝐻𝑠
10. Tentukan tinggi spesimen rata-rata, 𝐻𝑡(𝑎𝑣) selama konsolidasi untuk setiap
pembebanan tambahan (kolom 7 pada lembar data 9.2). Misalnya, pada lembar data
9.2, nilai 𝐻𝑡(𝑎𝑣) antara p = 𝑝 = ½ ton/ft2 dan 1 ton/ft2 adalah :
Jadi,
2
0,848 𝐻𝑡(𝑎𝑣)
𝐶𝑣 =
4𝑡90
12. Hitung koefisien konsolidasi, 𝐶𝑣 (Kolom 11, Tabel 17-2), dari 𝑡50 (Kolom 9) sebagai
𝐶𝑣 𝑡50 𝐶𝑣 𝑡50
𝑇𝑣 (50%) = 0,197 = =
𝐻2 𝐻𝑡(𝑎𝑣) 2
[ 2 ]
2
0,197 𝐻𝑡(𝑎𝑣)
𝐶𝑣 =
4𝑡50
13. Plot grafik semilog tekanan vs. angka pori akhir (kolom 1 vs. kolom 6, lembar data
9.2). Tekanan, p, diplot pada skala log dan angka pori akhir pada skala linier. Sebagai
contoh, hasil lembar data 9.2 diplot dalam Gambar 9.3. Perlu diperhatikan bahwa plot
memiliki bagian atas melengkung dan, setelah itu, 𝑒 vs. log 𝑝 memiliki hubungan
linier.
14. Hitung indeks kompresi, Cc. Ini adalah kemiringan bagian linier dari plot 𝑒 vs. log 𝑝
(tahap ke- 13). Pada Gambar 9.3 :
𝑒1 − 𝑒2 0,696 − 0,612
𝐶𝑐 = 𝑝2 = = 0,279
log 𝑝 8
log
1 4
15. Pada grafik semilog (tahap ke- 13), menggunakan skala horizontal yang sama (skala
untuk 𝑝), plot nilai-nilai 𝐶𝑣 (kolom 10 dan 11, lembar data 9.2). Sebagai contoh, nilai
yang ditentukan pada lembar data 9.2 di plot dalam Gambar 9.3. Nilai 𝐶𝑣 di plot pada
skala linier sesuai dengan nilai rata-rata 𝑝, yaitu :
𝑝1 + 𝑝2
2
1 1,00 1,75514
4 2,00 2,0193
9 3,00 2,20472
16 4,00 2,34188
25 5,00 2,42316
36 6,00 2,48666
60 7,75 2,55016
Average height
Change Fitting time (sec) c v from x 103 (mm2 /second)
Pressure, Final dial Final specimen Height of void, Final void ratio, during
Specimen consolidation,
p (ton/ft2) reading (mm) height, H t(f) H v (mm) e
height, ΔH (mm) t 90 t 50 t 90 t 50
H t(av) (mm)
Gambar 9.1 Plot pembacaan dial vs. √𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 untuk hasil tes diberikan pada lembar
data 9.1. Penentuan 𝑡90 dengan metode akar dari waktu.
Gambar 9.2. Logaritma metode kecocokan log-waktu dari hasil laboratorium pada
lembar data 9.1
Gambar 9.4 Diagram skematis alat konsolidasi: (a) floating ring; (b) fixed ring
(Sumber : Braja M. Das, Soil Mechanics Laboratory Manual, Sixth Edition, 2002)