PEMBIMBING :
dr. Yuri Andriansyah, Sp. OG
Oleh :
Regina Nada El Ashar
7112080315
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
karunia–Nya, penulis dapat menyelesaikan paper dengan judul “Perdarahan Post
Partum - Plasenta Rest” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, dr. Yuri Andriansyah, Sp. OG
dan Dokter PPDS Ilmu Kebidanan dan Kandungan yang telah banyak
memberikan ilmu dan bimbingan selama dirumah sakit.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini mungkin
masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
2.2. Etiologi
Menurut Mochtar, 1995. Penyebab perdarahan pasca persalinan antara lain
adalah:
1. Atonia uteri 50% - 60%
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk
berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan
relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan
fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah
terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari
pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang
lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008).
2. Sisa plasenta (Rest Placenta) 23% - 24%
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang
disebabkan oleh retensi potongan- potongan kecil plasenta. Inspeksi
plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin.
Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan
potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).
3. Retensio plasenta 16% - 17%
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar
dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh
adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta
akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer,
disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus
miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai
menembus perimetrium (Wiknjosastro, 2013).
4. Laserasi jalan lahir 4% - 5%
Laserasi jalan lahir disebabkan oleh robekan perineum, vagina
serviks, forniks dan rahim. Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan
dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau
vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan
pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks
dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah
yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir
selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga
dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina,
serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam
bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat
arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan
sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan
pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan
pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi (Manuaba,
1998).
5. Kelainan darah 0,5% - 0,8%
Kausal perdarahan postpartum karena gangguan pembekuan
darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan
apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada
persalinan sebelumnya. Akan da tendensi mudah terjadi perdarahan
setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau
timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi,
rongga hidung, dan lain-lain. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan
hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan
dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi
hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation
product) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial
thromboplastin time). Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi
darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen
dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid)
(Karkata, 2009)
2.3. Diagnosis
Plasenta lengkap
Tali pusat putus
Plasenta belum lahir setelah akibat traksi
30 menit berlebihan
Perdarahan segera(P3)
2.4. Pemeriksaan
1. Hitung darah lengkap
Untuk melihat nilai hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Ht ),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit, pada keadaan
yang disertai dengan infeksi
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi
Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial
Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhana dengan Clotting
Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk
menyingkirkan garis spons desidua.
3. Pemeriksaan USG
Pada pemeriksaan USG akan terlihat adanya sisa plasenta (stoll
cell).
Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%,
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. Pada kasus syok
parah, dapat gunakan plasma ekspander. Plasma expender diberikan
karena cairan ini dapat meresap ke jaringan dan cairan ini dapat
menarik cairan lain dari jaringan ke pembuluh darah.
Manual Plasenta
Dilakukan bila plasenta tidak lahir setelah 1 jam bayi lahir disertai
managemen aktif kala III
Kaji ulang indikasi
Persetujan tindaka medis
Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus
Berikan sedativa dan analgetik
Berikan antibiotik dosis tunggal (profilaksis), Ampisilin 2 g iv
ditambah metronidazol 500mg iv
Pasang sarung DTT
Jepit tali pusat dengan krokher dan tegangan sejajar lantai
Masukan tangan secara obstetrik dengan menelusuri bagian bawah
tali pusat
Tangan sebelah menyusuri tali pusat masuk kedalam kavum
uteri,sementara itu tangan yang sebelah lagi menahan fundus
uteri,sekaligus untuk mencegah inversio uteri
Dengan baguan lateral jari-jari tangan dicari insersi pingggir
plasenta
Buka tangan obstetri menjadi seperti memberi salam,jari-jari
dirapatkan
Tentukan implantasi plasenta ,temukan tepi plasenta yang paling
bawah
Gerakkan tangan kanan ke kri dan kanan sambil menggeser ke
kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat
dilepaskan
Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan
uterus,kemungkinan plasenta akreta,dan siapkan laparatomi untuk
histerektomi spravaginal
Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta
Pindahkan plasenta tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan
uterus saat plasenta dikeluarkan
Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih
melekat pada dinding uterus
Beri oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologis atau
RL) 60 gtt/menit dan masase uterus untuk merangsang kontraksi
Jika masih berdarah banyak,beri ergometrin 0,2 mg IM atau
prostaglandin
Periksa apakah plasenta lengkap atau tidak,jika tidak eksplorasi
kedalam kavum uteri
Periksa dan perbaiki robeka servik.vagina.atau episiotomi
Kuretase
Pilihan utama bagi evakuasi uterus adalah aspirasi vakum manual,
dilatasi dan kuretase dianjurkan apabila aspirasi vakum manual tidak
tersedia.
Cara kerja kuretase adalah :
Kaji ulang indikasi
Lakukan konseling dan persetujuan tindakan medis
Dilatasi hanya diperlukan pada missed abortion atau jika sisa hasil
konsepsi tertahan di kavum uteri untu beberapa hari
2.6. Komplikasi
Infeksi
2.7. Pencegahan
Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan.
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan
tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita
hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal
memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini,
sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam
pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil
paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I,
sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III.
Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam
batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia.
Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian
janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita
sudah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di
rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar
Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil
mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-
obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala
janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir
diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon
(sintometrin intravena) (Mochtar, 1995).
Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah
sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat
penting untuk mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin
diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat
pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg
ergometrin intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah
bahu depan bayi lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat
dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu
kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah
kemungkinan terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada
persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus
dilakukan, yakni menghentikan perdarahan secepat mungkin dan
mengatasi akibat perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu ditentukan
apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena
perlukaan jalan lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera
dilakukan tindakan untuk mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).
Manajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang
direncanakan untuk mempercepat pelepasan plasenta dengan
meningkatkan kontraksi rahim dan untuk mencegah perdarahan pasca
persalinan dengan menghindari atonia uteri, komponennya adalah (Shane,
2002) :
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA