Anda di halaman 1dari 21

PAPER

“PERDARAHAN PASCA PERSALINAN


AKIBAT PLASENTA REST”

Disusun Sebagai Tugas


Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior ( KKS )
Bagian Obstetri dan Ginekologi

PEMBIMBING :
dr. Yuri Andriansyah, Sp. OG

Oleh :
Regina Nada El Ashar
7112080315

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF


ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
SUMATERA UTARA
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
karunia–Nya, penulis dapat menyelesaikan paper dengan judul “Perdarahan Post
Partum - Plasenta Rest” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, dr. Yuri Andriansyah, Sp. OG
dan Dokter PPDS Ilmu Kebidanan dan Kandungan yang telah banyak
memberikan ilmu dan bimbingan selama dirumah sakit.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini mungkin
masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun.

Medan, 16 November 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................5


2.1 Diare.......................................................................................................5
2.1.1 Definisi..........................................................................................5
2.1.2 Klasifikasi.....................................................................................5
A. Diare akut.....................................................................................5
1. Etiologi......................................................................................5
2. Patofisiologi..............................................................................7
3. Diagnosis...................................................................................7
4. Penatalaksanaan........................................................................9
5. Komplikasi..............................................................................12
B. Diare kronik................................................................................13
1. Etiologi....................................................................................13
2. Patofisiologi............................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama


kematian ibu melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan
infeksi (11%). Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu
hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan dan infeksi yang
merupakan faktor utama kematian ibu. Menurut data WHO, di berbagai
negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan
oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai
hampir 60 persen (PP dan KPA, 2010).
Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam
kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami
perdarahan sampai meninggal (Faisal, 2008).
Perdarahan pasca persalinan yang dapat menyebabkan kematian
ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi baru lahir, 68-73%
dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua minggu
setelah bayi lahir (Wiknjosastro, 2013).
Perdarahan pasca persalinan bukanlah suatu diagnosis akan tetapi
suatu kejadian yang harus dicari penyebabnya. Misalnya perdarahan pasca
persalinan karena atonia uteri, robekan jalan lahir, sisa plasenta, atau oleh
karena gangguan pembekuan darah. Sifat perdarahan pada perdarahan
pasca persalinan bisa banyak, bergumpal-gumpal sampai menyebabkan
syok atau terus merembes sedikit demi sedikit tanpa henti (Wiknjosastro,
2013).
Berdasarkan saat terjadinya perdarahan pasca persalinan dapat
dibagi menjadi perdarahan pasca persalinan primer dan perdarahan pasca
persalinan sekunder. Perdarahan pasca persalinan primer yaitu perdarahan
pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran, sedangkan
Perdarahan pasca persalinan sekunder yaitu perdarahan pasca persalinan
yang terjadi lebih dari 24 jam setelah kelahiran. Perdarahan pasca
persalinan terutama perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan
yang paling banyak menyebabkan kematian ibu. (Faisal, 2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang masif yang
berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir, dan
jaringan sekitarnya (Wiknjosastro, 2013).
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi 500
ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah
perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini
akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat
perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan
tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, berkeringat dingin, sesak
nafas, serta tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg dan nadi lebih
dari 100 kali per menit), maka penanganan harus segera dilakukan
(Wiknjosastro, 2013).

2.2. Etiologi
Menurut Mochtar, 1995. Penyebab perdarahan pasca persalinan antara lain
adalah:
1. Atonia uteri 50% - 60%
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk
berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan
relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan
fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah
terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari
pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang
lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008).
2. Sisa plasenta (Rest Placenta) 23% - 24%
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang
disebabkan oleh retensi potongan- potongan kecil plasenta. Inspeksi
plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin.
Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan
potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).
3. Retensio plasenta 16% - 17%
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar
dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh
adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta
akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer,
disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus
miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai
menembus perimetrium (Wiknjosastro, 2013).
4. Laserasi jalan lahir 4% - 5%
Laserasi jalan lahir disebabkan oleh robekan perineum, vagina
serviks, forniks dan rahim. Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan
dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau
vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan
pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks
dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah
yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir
selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga
dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina,
serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam
bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat
arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan
sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan
pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan
pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi (Manuaba,
1998).
5. Kelainan darah 0,5% - 0,8%
Kausal perdarahan postpartum karena gangguan pembekuan
darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan
apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada
persalinan sebelumnya. Akan da tendensi mudah terjadi perdarahan
setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau
timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi,
rongga hidung, dan lain-lain. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan
hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan
dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi
hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation
product) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial
thromboplastin time). Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi
darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen
dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid)
(Karkata, 2009)
2.3. Diagnosis

Gejala dan tanda yang


No Gejala dan tanda yang selalu ada Diagnosis
kadang-kadang ada

 Uterus tidak berkontraksi


dan lembek
1. Syok AtoniaUteri
 Perdarahan segera
setelah anak lahir
(Perdarahan Pasca
persalinan Primer atau P3)
 Perdarahan segera(P3)

 Darah segar yang mengalir  Pucat


segera setelah bayi lahir
2.  Lemah Robekan jalan
(P3) lahir
 Menggigil
 Uterus kontraksi baik

 Plasenta lengkap
 Tali pusat putus
 Plasenta belum lahir setelah akibat traksi
30 menit berlebihan

3.  Perdarahan segera (P3)  Inversio uteri akibat Retensio Plasenta


tarikan
 Uterus kontraksi baik
 Perdarahan lanjutan

 Plasenta atau sebagian


selaput (mengandung Uterus berkontraksi
4. pembuluh darah) tidak tetapi tinggi fundus tidak Rest Placenta
lengkap berkurang

 Perdarahan segera (P3)


5.  Uterus tidak teraba  Syok neurogenic Inversio uteri

 Lumen vagina terisi massa  Pucat dan limbung

 Tampak tali pusat (jika


plasenta belum lahir)

 Perdarahan segera(P3)

 Nyeri sedikit atau berat

Sumber : Saifuddin, 2002

2.4. Pemeriksaan
1. Hitung darah lengkap
Untuk melihat nilai hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Ht ),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit, pada keadaan
yang disertai dengan infeksi
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi
Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial
Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhana dengan Clotting
Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk
menyingkirkan garis spons desidua.
3. Pemeriksaan USG
Pada pemeriksaan USG akan terlihat adanya sisa plasenta (stoll
cell).

2.5. Penatalaksanaan Rest Placenta


Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut :
1. Menghentikan perdarahan dengan mencari sumber perdarahan
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa
plasenta :
 Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta
dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan
kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
 Perbaiki keadaan umum dengan memasang infus Rl atau cairan Nacl
0,9 %

 Ambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin, golongan darah dan


Cross match.

 Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%,
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. Pada kasus syok
parah, dapat gunakan plasma ekspander. Plasma expender diberikan
karena cairan ini dapat meresap ke jaringan dan cairan ini dapat
menarik cairan lain dari jaringan ke pembuluh darah.

 Jika ada indikasi terjadi infeksi yang diikuti dengan demam,


menggigil, rabas vagina berbau busuk, segera berikan antibiotika
spectrum luas. Antibiotik yang dapat diberikan :

 Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU setiap 6 jam


+gentamisin 100 mg stat IM, kemudian 80 mg tiap 8
jam+metronidazol 400 atau 500mg secara oral setiap 8 jam.

 Ampisilin 1 g IV diikuti 500 mg secara IM setiap 6


jam+metronidazol 400 mg atau 500 mg secara oral setiap 8 jam

 Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU tiap 6


jam+gentamisin 100 mg stat IM lalu 80 gr tiap 6 jam.
 Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU tiap 6
jam+kloramfenikol 500 mg secara IV tiap 6 jam.

 Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan


darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase.

 Kuretase oleh Dokter. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan


hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.

 Sisa plasenta dapat dikeluarkan dengan manual plasenta. Tindakan ini


dapat dilakukan untuk mengeluarkan sisa plasenta yang tertinggal di
dalam rahim setelah plasenta lahir.

 Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan


pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

Ekplorasi Cavum Uteri


 Indikasi
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir
tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi
dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada
rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah
mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.
 Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan
plasenta secara manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya
dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus.
untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat
dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta
secara manual.

Manual Plasenta

Dilakukan bila plasenta tidak lahir setelah 1 jam bayi lahir disertai
managemen aktif kala III
 Kaji ulang indikasi
 Persetujan tindaka medis
 Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus
 Berikan sedativa dan analgetik
 Berikan antibiotik dosis tunggal (profilaksis), Ampisilin 2 g iv
ditambah metronidazol 500mg iv
 Pasang sarung DTT
 Jepit tali pusat dengan krokher dan tegangan sejajar lantai
 Masukan tangan secara obstetrik dengan menelusuri bagian bawah
tali pusat
 Tangan sebelah menyusuri tali pusat masuk kedalam kavum
uteri,sementara itu tangan yang sebelah lagi menahan fundus
uteri,sekaligus untuk mencegah inversio uteri
 Dengan baguan lateral jari-jari tangan dicari insersi pingggir
plasenta
 Buka tangan obstetri menjadi seperti memberi salam,jari-jari
dirapatkan
 Tentukan implantasi plasenta ,temukan tepi plasenta yang paling
bawah
 Gerakkan tangan kanan ke kri dan kanan sambil menggeser ke
kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat
dilepaskan
 Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan
uterus,kemungkinan plasenta akreta,dan siapkan laparatomi untuk
histerektomi spravaginal
 Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta
 Pindahkan plasenta tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan
uterus saat plasenta dikeluarkan
 Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih
melekat pada dinding uterus
 Beri oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologis atau
RL) 60 gtt/menit dan masase uterus untuk merangsang kontraksi
 Jika masih berdarah banyak,beri ergometrin 0,2 mg IM atau
prostaglandin
 Periksa apakah plasenta lengkap atau tidak,jika tidak eksplorasi
kedalam kavum uteri
 Periksa dan perbaiki robeka servik.vagina.atau episiotomi

Kuretase
Pilihan utama bagi evakuasi uterus adalah aspirasi vakum manual,
dilatasi dan kuretase dianjurkan apabila aspirasi vakum manual tidak
tersedia.
Cara kerja kuretase adalah :
 Kaji ulang indikasi
 Lakukan konseling dan persetujuan tindakan medis

 Persiapkan alat,pasien dan pencegahan infeksi sebelim tindakan

 Berikan dukungan emosional.beri petidin 1-2 mg/kg BB IM atau


IV sebelum prosedur

 Suntikan 10 IU oksitosin IM atau 0.2 mg ergometrin IM sebelim


tindakan agar uterus berkontraksi dan mengurangi resiko perforasi

 Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan bukaan


servik,besar,srah.konsistensi uterus dan kondisi fornises

 Lakukan tindakan aseptik / antiseptik pada vagina dan servik


 Periksa apakah ada robekan servik atau hasil konsepsi dikanalis
servikalsi.jika ada,keluarkan dengan cunam ovum

 Jepit servik dengan tenakulum pada pukul 11.00-13.00.dapat pula


menggunakan cunam ovum untuk menjepit servik

 Jika menggunakan tenakulum,suntikan lignokain 0.5% 1 ml pada


bibir depan atau belakang servik

 Dilatasi hanya diperlukan pada missed abortion atau jika sisa hasil
konsepsi tertahan di kavum uteri untu beberapa hari

 Masukkan sendok kuret melalui kanalis servikalis

 Jika diperlukan dilatasi (gambar 34.2) mulai dengan dilator


terkecil sampai kanalis servikalis cukup untuk dilalui
sendok kuret (biasanya 10-12mm)

 Hati-hati jangan merobek serviks atau membuat perforasi


uterus

 Lakukan pemeriksaan kedalaman dan kelengkungan uterus dengan


penera kavum uteri
 Lakukan kerokkan dinding uterus secara sistematik hingga bersih
(terasa seperti mengenai bagian bersabut) (gambar 34.3)
 Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai basar dan
konsistensi uterus
 Hasil evakuasi diperiksa dulu dan dikirim kelabor PA

Perawatan pasca tindakan kuretase :


 Berikan parasetamol 500 mg per oral jika perlu
 Segera mobilisasi dan realimentasi
 Beri Antibiotik profilaksis,termasuk tetanus profilaksis jika
tersedia
 Konseling KB
 Boleh pulang 1-2 jam pasca tindakan jika tidak terdapat tanda-
tanda komplikasi
 anjurkan pasien segera kembali ke RS bila terjadi gejala seperti :
o nyeri perut (lebih beberapa hari)
o perdarahan berlanjut
o perdarahan lebih dari haid
o demam
o menggigil
o pingsan

Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan


menggunakan suji pembekuan darah sederhana,kegagalan
terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya bekuan
darah yang lunak yang mudah hancur nenunjukkan adanya
kemungkinan koagulopati.

2.6. Komplikasi

Perdarahan karena sisa plasenta dapat menyebabkan :


 Syok Hipovolemik
 Infeksi

Kuratase dapat menyebabkan :


 Perdarahan
 Perforasi dinding rahim

 Infeksi

2.7. Pencegahan
Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan.
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan
tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita
hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal
memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini,
sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam
pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil
paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I,
sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III.
Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam
batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia.
Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian
janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita
sudah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di
rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar
Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil
mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-
obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala
janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir
diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon
(sintometrin intravena) (Mochtar, 1995).
Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah
sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat
penting untuk mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin
diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat
pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg
ergometrin intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah
bahu depan bayi lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat
dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu
kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah
kemungkinan terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada
persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus
dilakukan, yakni menghentikan perdarahan secepat mungkin dan
mengatasi akibat perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu ditentukan
apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena
perlukaan jalan lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera
dilakukan tindakan untuk mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).
Manajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang
direncanakan untuk mempercepat pelepasan plasenta dengan
meningkatkan kontraksi rahim dan untuk mencegah perdarahan pasca
persalinan dengan menghindari atonia uteri, komponennya adalah (Shane,
2002) :

A. Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam waktu


dua menit setelah kelahiran bayi

Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi


adalah salah satu intervensi paling penting yang digunakan untuk
mencegah perdarahan pasca persalinan. Obat uterotonika yang paling
umum digunakan adalah oxytocin yang terbukti sangat efektif dalam
mengurangi kasus perdarahan pasca persalinan dan persalinan lama.
Syntometrine (campuran ergometrine dan oxytocin) ternyata lebih
efektif dari oxytocin saja. Namun, syntometrine dikaitkan dengan
lebih banyak efek samping seperti sakit kepala, mual, muntah, dan
tekanan darah tinggi. Prostaglandin juga efektif untuk mengendalikan
perdarahan, tetapi secara umum lebih mahal dan memiliki bebagai
efek samping termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut.

B. Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkan


Pada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera
dijepit dan dipotong setelah persalinan, untuk memungkinkan
intervensi manajemen aktif lain. Penjepitan segera dapat mengurangi
jumlah darah plasenta yang dialirkan pada bayi yang baru lahir.
Diperkirakan penjepitan tali pusat secara dini dapat mencegah 20%
sampai 50% darah janin mengalir dari plasenta ke bayi. Berkurangnya
aliran darah mengakibatkan tingkat hematokrit dan hemoglobin yang
lebih rendah pada bayi baru lahir, dan dapat mempunyai pengaruh
anemia zat besi pada pertumbuhan bayi. Satu kemungkinan manfaat
bagi bayi pada penjepitan dini adalah potensi berkurangnya penularan
penyakit dari darah pada kelahiran seperti HIV.

C. Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara bersamaan


melakukan tekanan terhadap rahim melalui perut

Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat


ke bawah dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi,
sambil secara bersamaan memberikan tekanan ke atas pada rahim
dengan mendorong perut sedikit di atas tulang pinggang. Dengan
melakukannya hanya selama kontraksi rahim, maka mendorong tali
pusat secara hati-hati ini membantu plasenta untuk keluar. Tegangan
pada tali pusat harus dihentikan setelah 30 atau 40 detik bila plasenta
tidak turun, tetapi tegangan dapat diusahakan lagi pada kontraksi
rahim yang berikut.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai