Anda di halaman 1dari 4

KHUTBAH PERTAMA

Alhamdulillāhi rabbil ‘ālamīn. Yuhibbu man athā’ahu, wa yujību man da’āhu. Wa asyhadu anlā
ilāha illallāhu wahdahu lā syarīka lahu. Wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasūluhu.
Shalawātu rabbī wa salāmuhu ‘alaihi wa ‘alā ālihi wa shahbihi w aman ihtadā bisunnatihi wa
hudāhu. Amma ba’du.
Hadirin rahimakumullah
Dari sekian banyak nikmat dari Allah Swt yang tak terhitung jumlahnya, salah satu nikmat dan
rahmat dari Allah Swt yang diberikan kepada manusia adalah kemerdekaan. Hal ini merupakan
nikmat yang tidak bisa diukur dengan harta benda. Banyak orang bersedia mengorbankan
apapun demi mendapatkan hak untuk merdeka.
Merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa peran dan sumbangan para ulama,
peran dan sumbangan para pahlawan serta umat Islam begitu besar dan menentukan dalam
perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajah dan meraih kemerdekaan.
Betapa kontribusi mereka yang sangat bernilai dimata bangsa ini harus senantiasa dijadikan
suatu semangat untuk mengukir prestasi. Saatnya kita menjadikan momentum kemerdekaan ini
untuk meneladani perjuangan para ulama’ dan pahlawan negeri ini, meneruskan perjuangan
mereka dan membawa kemerdekaan ini menuju kemerdekaan yang totalitas dalam segala arti
dan bentuknya.
Berkaitan dengan nikmat kemerdekaan, ada 3 cara untuk mensyukurinya:
1. Dengan hati. Kita mesti yakini bahwa kemerdekaan didapat berkat rahmat dan pertolongan
Alloh Swt.
2. Dengan lisan. Syukur jenis ini dengan mengucapkan hamdalah (Alhamdulillah). Syukur ini
tidak saja dilakukan pada saat mendapat nikmat kemerdekaan, tapi setiap kali mendapat
nikmat dan berkah dalam kehidupan sehari-hari.
3. Dengan anggota badan. Di sini, kita mesti memanfaatkan kemerdekaan untuk meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt. Mengisi kemerdekaan dengan melakukan
amalan-amalan sholeh yang mendatangkan rahmat Allah Swt.

Hadirin rohimakumulloh
Kalau kita kembali kepada sejarah Islam ,Tidak kurang dari 580 tahun terjadi penjajahan akidah.
Bukan hanya akidah yang dijajah, tempatnya pun dijajah. Ka'bah yang digunakan untuk ibadah
haji (mentauhidkan Allah) digunakan dan diambil alih oleh orang-orang Arab jahili dengan
model ibadah haji yang penuh dengan kemusyrikan. Ka’bah dipenuhi dengan patung-patung
berhala.
Untuk membebaskan Masjidil Haram dari berhala semacam hubbal, latta, uzza dan manat,
Allah mengutus Nabi Muhammad. Dalam firman Allah Swt yang artinya :
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka
Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran: 164)
Diutusnya Rasulullah SAW., dalam usia 40 tahun untuk membebaskan Masjidil Haram tidaklah
mudah. Selama 13 tahun Rasulullah berada di kota Makkah menyaksikan patung-patung
kemusyrikan memenuhi Ka’bah. Rasul pun hijrah ke madinah menyusun kekuatan. Tahun ke-1,
ke-2, ke-4 sampai ke-7 H, Rasul belum mampu menundukan orang musyrik yang menjajah
Masjidil Haram, sampai Al-Qur'an menggambarkan Rasul beserta orang mu'min hampir merasa
putus asa karena mereka tidak juga beriman. Tidak ada jalan lain kecuali menanti pertolongan
Allah bagaimana cara memerdekakan Masjidil Haram.
Al Quran menggambarkan, Rasul dan orang-orang beriman digoncangkan jiwanya sehingga
berkata, “Kapan pertolongan Allah itu datang?”. Rasul sangat menanti beserta orang-orang
beriman kapan Masjidil Haram dapat merdeka. Pada tahun ke-8 H turunlah perintah Allah
untuk merebut Masjidil Haram dan ka'bah. Berangkatlah Rasulullah beserta 10.000 tentara
dengan strategi perang obor. Setiap tentara membawa obor sebanyak-banyaknya. Lewat
tengah malam Makkah dikepung dari segala arah dengan obor dinyalakan. Melihat obor yang
begitu banyak, Abu Sufyan ketua orang musyrik waktu itu merasa tak mungkin dapat melawan
Islam.
Pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-8 H dengan tanpa perlawanan, tentara Rasul menaklukkan
Makkah, merdekalah Masjidil Haram dari tangan orang musyrik. Kendati demikian akidah
belumlah merdeka karena orang-orang musyrik masih bebas menyembah berhala di dalamnya.
Tahun ke-9 H merupakan akhir dari peribadahan orang musyrik di Masjidil Haram. Atas perintah
Nabi, Ali bin Abi Thalib membacakan pengumuman tentang kemerdekaan akidah, “Mulai tahun
ini orang musyrik sudah tidak boleh lagi melaksanakan jenis peribadahan di Masjidil Haram.”
Merdekalah akidah pada tahun ke-9 H. Lalu masuk Islamlah orang-orang dengan berduyun-
duyun. Dengan demikian perjalanan akidah Islam tidaklah mulus tapi penuh dengan rintangan.
Pada tahun ke-10 H (tahun wafatnya Rasulllah) beliau menerima wahyu, yang berisikan apa
yang mesti dilakukan setelah merdeka. Dalam QS. An-Nashr ayat 3 yang artinya :
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk
agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan
mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. An-
Nashr [110]:3)
Ketika kemerdekaan telah diraih, Allah memerintahkan untuk bertasbih, memuji Allah,
beristighfar, dan bertaubat sebab tidak menutup kemungkinan selama memperjuangkan
kemerdekaan banyak menyakiti orang, banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Selesailah
tugas Rasulullah, maka Abu Bakar pun mengerti dan menangis karena dengan selesainya tugas
berarti Rasul akan segera kembali kehadirat Allah.
Pelajaran yang dapat kita petik dari sejarah Nabi dalam pembebasan Masjidil Haram tersebut
adalah mensyukuri kemerdekaan itu hendaknya dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah
dan berinstropeksi terhadap segala kesalahan dan dosa lalu bertaubat jangan mengulangi
kesalahan terlebih menambah kekacauan.
Jika mensyukuri kemerdekaan dengan hura-hura dan dengan kemaksiatan serta dosa, bisa jadi
seperti yang pernah dialami kaum mudhor yang digambarkan Allah dalam Al-Qur'an yang
artinya :
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman
lagi tenteram, rizkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl
[16]:112)
Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba yang benar di dalam mensyukuri segala nikmat
yang Allah berikan kepada kita.

KHUTBAH KEDUA
Alhamdulillahiladzi arsala rosulahu bilhuda wa dinilhaq, liyudhirohu ‘aladdinikullihi
walaukarihal musrikun.
Asyahdualla ilahailalloh waasyhaduanna muhammadan’abduhu warosulahu
Allohuma solli’ala muhammadin wa’ala alihi waashabihi ajma’in.
Ya ayyuhaladzi naamanu, taqullooha haqqa tuqaatih, walaa tamuutunna illa waantum
muslimuun.

Allaahumma sholli ‘alaa Muhammadin, wa ‘alaa aalihii waash haabiihii ajmaiin


Alhamdulillahirobbil’alamin
Allohummaghfir, lilmukminiina walmukminaat, walmuslimiina walmuslimaat, alakhyaaiminhum
walamwaat, innaka samii’un qoriibummujibudda’awaat.
Robbana dzolamna anfusana, wailamtaghfirlana watarkhamna lanakunanna minalkhosiriin.
Robbana atina fidunya khasanah wafil akhiroti khasanah waqina adzabannar.
Walhamdulillahirobbil’alamin.
Ibaadalloh, innalloha ya’muru bil’adli wal ihsaani waiitaaidzil qurbaa, wayanha ‘anilfahsyaaii
walmunkar, walbaghyi yaidzukum la’allakum tadzakkaruun
Fadzkuruulloohal’adziim yadzkurkum wasykuruuhu ’ala ni’matihi yazidkum waladzikrullohi
akbar.

Anda mungkin juga menyukai