Anda di halaman 1dari 32

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Pustaka

1. Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang

tergambar dari awal sampai yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata

lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu

pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model

pembelajaran, Joyce dan Weil (2010.p,67) mengelompokkan model pembelajaran

dalam 4 (empat) kategori, yaitu : 1) model sosial (social model), 2) Model

Pengolahan informasi (The information processing Model), 3) Model personal

(Personal Model), 4) Model Sistem Perilaku( Behavioral Systems)”.

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Model Sosial (Social Model). Model pembelajaran ini mengacu pada model

pembelajaran kelompok yang melibatkan kerjasama antar personal. Model

pembelajaran dapat dilaksanakan dalam bentuk model pembelajaran

cooperative atau collaborative.

2) Metode pembelajaran yang mendukung penerapan model terseebut antara

lain: metode investigasi kelompok (group investigation), bermain peran (role

playing), Peer teaching, dikusi dan lain lain.

3) Model Pengolahan informasi (The information processing Model). Model-

model yang termasuk dalam kelompok pengolahan informasi menitik


beratkan pada cara memperkuat dorongan internal (dari dalam diri sendiri)

untuk memahami dunia dengan cara menggali, mengorganisasikan data,

merasakan ada masalah, mengupayakan cara untuk mengatasinya dan

mengungkapkan hasil belajarnya secara lisan atau tertulis. Beberapa metode

pembelajaran yang mendukung pelaksanaan model pembelajaran pengolahan

informasi antara lain: problem based learning, inquiry dan discovery,

memorization, pencapaian konsep (concept attainment), dan lain-lain.

4) Model Personal (Personal Model). Model personal merupakan model yang

membangkitkan peserta didik agar dapat belajar secara mandiri,memiliki

kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Model pembelajaran

personal tersebut antara lain ditetapkan dengan metode pengajaran tanpa arah

(non directive learning), latihan kesadaran (awareness training), dan lain-

lain. Secara lebih kongkret, model pembelajaran personal antara lain

diterapkan dengan metode pembelajaran berbantuan modul e-learning

5) Model Sistem Perilaku( Behavioral Systems). Model pembelajaran ini

dikenal sebagai model modifikasi perilaku dalam hubungannya dengan

respon terhadap tugas-tugas yang diberikan. Kegiatan belajar berorientasi

pada perubahan perilaku yang tadinya tidak bisa menjadi bisa atau tidak tahu

menjadi tahu, dsb. Model pembelajaran banyak diterapkan dalam mata

pelajaran praktik. Model pembelajaran yang termasuk ke dalam kelompok

model system perilaku ini antara lain: belajar tuntas (mastery learning), CBT

(competence based learning), pembelajaran langsung (direct instruction),

model kontrol diri, drill, dsb. Dalam penerapan model system perilaku, guru
dapat menggunakan metode tutorial dengan membimbing siswa sampai

mencapai tujuan.

Joyce & Weil Joyce dan Weil (2010.p,67) berpendapat bahwa

“Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan untuk

membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang

bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang

lain”. Strategi adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru

dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai seecara efektif dan efisien.

Senada dengan pendapat Arnie Fajar (2015.p,123) menyebutkan bahwa “Strategi

pembelajaran adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajarannya yang

digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan minat belajar pada peserta

didik atau siswa”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk

membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing

pembelajaran di kelas.

b. Ciri-Ciri Model Pembelajaran

Arnie Fajar (2015) Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Thelen dan
berdasarkan teori Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi
dalam kelompok secara demokrasi.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir
induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif
3. Dapat dijadikan pedoman untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar di
kelas, misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas
dalam pelajaran.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: a) urutan langkah –
langkah pembelajaran (syntax), b) adanya prinsip-prinsip reaksi, c) sistem
sosial, dan d) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan
pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak
terseebut meliputi: a) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang
dapat diukur, b) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang
6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman
model pembelajar yang dipilihnya. (p,123)

2. Teknik Bermain Peran (Role Playing)

a. Pengertian Bermain Peran (Role Playing)

Bermain sebagai kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi

kesenangan. Tetapi ahli lain membantah pendapat tersebut karena adakalanya

bermain bukan dilakukan semata-mata demi kesenangan, melainkan ada sasaran

yang ingin dicapai yaitu prestasi tertentu. Sagala (2012.p,213) menyebutkan,

“Teknik bermain peran (Role Playing) merupakan model pembelajaran dengan

cara memainkan situasi tertentu untuk menyelesaikan permasalahan sosial”.

Sedangkan Ekawarna (2011.p,73) menyatakan “Teknik bermain peran (Role

Playing) sebagai cara belajar yang menempatkan diri pada situasi sama sehingga

menuntun kesadaran bertindak sesuai keyakinannya sendiri”.

Teknik bermain peran (Role Playing) dapat dikatakan sama artinya dan

dalam pemakaiannya sering disilih gantikan. Teknik bermain peran (Role Playing)

pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku seseorang dalam hubungan sosial

antar manusia, dan metode bermain peran pada dasarnya juga sama yakni siswa

dapat berperan atau memainkan peranan dalam mendramatisasikan masalah sosial

/psikologis. Pengertian bermain peran adalah salah satu bentuk pembelajaran, di

mana peserta didik ikut terlibat aktif memainkan peran-peran tertentu. Metode
bermain peran adalah proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode

simulasi.

Oemar Hamalik (2013.p,178) menyatakan bahwa “Teknik bermain peran

(Role Playing) adalah suatu teknik kegiatan belajar yang menekankan pada

kemampuan penampilan warga belajar untuk memerankan suatu status atau fungsi

suatu pihak-pihak lain yang terdapat pada dunia kehidupan”. Ahmad Sabri

(2015.p,57) menyatakan bahwa “Teknik bermain peran (Role Playing) adalah

menekankan kenyataan dimana para siswa diikut sertakan dalam permainan peran

yang didalamnya mendemostrasikan masalah-masalah sosial”. Hamdani

(2011.p,87) menyatakan bahwa “Teknik bermain peran (Role Playing) adalah

suatu cara penguasasan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi

dan penghayatan siswa”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Teknik bermain

peran (Role Playing) adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui

pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan

penghayatan ini dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup

baik manusia atau hewan, atau benda mati. Atau dengan kata lain bermain peran

merupakan suatu cara yang digunakan guru atau pendidik dalam melakukan

kegiatan belajar mengajar yang berusaha mengajak siswa untuk berpartisipasi

aktif dalam pembelajaran dengan memainkan suatu peran yang menuntut siswa

agar menghayati dan memahami peran yang dimainkannya.

b. Tujuan Bermain Peran (Role Playing)


Teknik bermain peran (role playing) digunakan dalam pembelajaran

dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih

menumbuhkan kesadaran dan kepekaan sosial serta sikap positif, disamping

menemukan alternatif pemecahan masalah. Dengan perkataan lain, melalui

bermain peran, siswa diharapkan mampu memahami dan menghayati berbagai

masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Teknik bermain peran (role

playing) adalah teknik yang berguna untuk berpikir tentang situasi yang sulit

sebelum situasi itu terjadi. Oleh karena itu pelajar mempunyai persiapan respon

yang bagus untuk setiap peristiwa berbeda yang dapat muncul.

Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan

kerjasama, komunikatif dan menginterprestasikan suatu kejadian. Teknik bermain

peran (role playing) memotivasi pelajar, mengembangkan kurikulum tradisional

dan mengajarkan kemampuan kecakapan (real-world). Untuk memecahkan suatu

masalah agar memperoleh kesempatan untuk merasakan perasaan orang lain.

Dalam permainan bermain peran, konsep “menang” dan “kalah” tidak

ada. Hal inilah yang menjadikan perbedaan mendasar bermain peran dari

permainan pentas (board games), main kartu (card games), olahraga dan tipe

permainan lainnya. Yang paling penting adalah bagaimana peserta didik bermain

peran dalam permainan.

Adapun tujuan dari teknik bermain peran (Role Playing) ini menurut

Syaiful B. Djamarah (2012) adalah :

a. Melatih siswa memahami isi bahan yang didramakan.


b. Siswa akan terlatih dan berinisiatif untuk kreatif.
c. Bakat siswa akan terpupuk sehingga dapat memunculkan bakat seni
drama.
d. Kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina sebaik-
baiknya.
e. Siswa menjadi terbiasa menerima dan membangun tanggung jawab
dengan sesamanya.
f. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar
mudah dipahami orang lain. (p,89)

Roestiyah NK (2010.p,92) menyatakan bahwa “Tujuan teknik bermain

peran (Role Playing) adalah memberikan perasaan ataupun kemampuan untuk

menafsirkan fenomena di berbagai tingkatan dalam organisasi manusia baik

secara individu, dalam keluarga, organisasi, dan bahkan interaksi dalam budaya

yang lebih besar”. Tujuan pelajar sebagai pemain membantu membuat cerita dan

menjadikannya menyenangkan. Simulasi bermain peran (role playing) merupakan

eksperimen yang sangat kuat sebagai tantangan bagi pelajar, tidak hanya secara

logika tapi juga emosional.

Tujuan teknik bermain peran (role playing) adalah membuat

menyenangkan, kreatif dan bersama-sama. Teknik bermain peran (role playing)

juga membantu pelajar mengumpulkan dan mengorganisasi informasi. Inilah yang

merupakan tekanan utama dalam bermain peran yang membedakannya dari

simulasi. Simulasi lebih menekankan pada pembentukan keterampilan, sedangkan

pembentukan sikap dan nilai merupakan tujuan tambahan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa Teknik bermain peran (Role Playing) dapat melatih siswa

memahami isi bahan yang didramakan. siswa akan terlatih dan berinisiatif untuk

kreatif, bakat siswa akan terpupuk sehingga dapat memunculkan bakat seni

drama, kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina sebaik-baiknya,

siswa menjadi terbiasa menerima dan membangun tanggung jawab dengan


sesamanya, bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah

dipahami orang lain.

c. Tahapan Pelaksanaan Teknik Bermain Peran (Role Playing)

Dalam pelaksanaanya peneliti merangkum materi tersebut sehingga

menjadi materi yang lebih singkat, padat dan lebih fokus yang kemudian dibuat ke

dalam suatu naskah yang akan diperankan oleh siswa. Adapun langkah-langkah

teknik bermain peran (Role Playing) yang dikemukakan oleh beberapa para ahli

dapat dilihat dibawah ini. Langkah-langkah pelaksanaan teknik bermain peran

(role playing) agar berhasil dengan baik.

Menurut Roestiyah N.K (2010.p,89), bahwa tahapan dalam teknik

bermain peran (Role Playing) yaitu “Menerangkan kepada siswa teknik

pelaksanaan Teknik bermain peran (Role Playing), menunjuk siswa yang akan

ikut bermain dalam teknik role playing dan yang menjadi penonton, memilih

masalah yag urgen sehingga menarik minat siswa, menceritakan peristiwa yang

akan diperankan, kesukarelaamn siswa ikut berperan, memberikan penjelasan

kepada pemeran, menjadi penonton yang aktif, membantu menimbulkan kalimat

dialog, menghentikan permainan teknik bermain peran (Role Playing)”.

Sejalan dengan pendapat diatas, proses pelaksanan teknik bermain peran

(Role Playing) menurut Oemar Hamalik (2013.p,112) adalah sebagai berikut:

a) Pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang akan


dibahas dalam role playing dan mengarahkan siswa pada
masalah yang akan dihadapi.
b) Pemilihan peran, memilih peran sesuai dengan permasalahan
yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang
harus dikerjakan pemain.
c) Menyusun tahap-tahap role playing.
d) Pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi
sesuai dengan peran masing-masing.
e) Pengambilan keputusan dari role playing yang telah dilakukan.

Uno Hamzah (2011.p,26) menyebutkan bahwa “Prosedur teknik bermain

peran (Role Playing) yaitu (1) pemanasan (warming up), (2) memilih partisipan,

(3) menyiapkan pengamat (observer), (4) menata panggung, (5) memainkan peran

(manggung), (6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang (manggung

ulang), (8) diskusi dan evaluasi kedua, (9) berbagai pengalaman dan kesimpulan”.

Ahmad Sobri (2015.p,87) menyatakan bahwa “Langkah-langkah dalam

menerapkan teknik bermain peran (Role Playing) terdiri dari tahap-tahap 1)

pemanasan suasana kelompok, 2) seleksi partisipan, 3) pengaturan setting, 4)

persiapan pemilihan siswa sebagai pengamat, 5) pemeran, 6) diskusi dan evaluasi,

7) pemeranan kembali, 8) diskusi dan evaluasi, 9) sharing dan generalisasi

pengalaman”. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat jelaskan sebagai berikut:

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

langkah-langkah pelaksanaan dalam teknik bermain peran (Role Playing) adalah

sebagai berikut:

a. Menentukan topik dan tujuan role playing

b. Guru memberikan gambaran secara garis besar masalah atau situasi yang

akan dimainkan.

c. Guru memimpin pengorganisasian siswa, pemilihan peran, pengaturan

ruangan, pengaturan alat dan sebagainya.

d. Guru memberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri kepada siswa

dan pemegang peranan.


e. Menyiapkan pengamat.

f. Pelaksanaan role playing.

g. Evaluasi dan pemberian balikan, baik berupa diskusi atau tanya jawab.

d. Kelebihan Teknik Bermain Peran (Role Playing)

Kelebihan metode pembelajaran teknik bermain peran (Role Playing)

adalah membentuk kesadaran, kepekaan sosial dan meningkatkan kemampuan

berkomunikasi terutama bahasa lisan. Dengan metode ini siswa lebih tertarik

perhatiannya pada pelajaran. Karena mereka bermain peranan sendiri, maka

mudah memahami, menghayati masalah-masalah yang diangkat. Penonton juga

tidak pasif tetapi aktif mengamati dan mengajukan saran dan kritik.

Roestiyah N.K. (2010) memiliki beberapa kelebihan yaitu:

1. Menyenangkan, sehingga siswa terdorong untuk berpartisipasi;


2. Menggalakan guru untuk mengembangkan aktivitas simulasi;
memungkinkan.
3. Eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang
sebenarnya;
4. Memvisualisasikan hal-hal yang abstrak,
5. Tidak membutuhkan ketrampilan komunikasi yang pelik
6. Memungkinkan terjadinya interaksi antar siswa
7. Menimbulkan respon yang positif dari siswa yag lamban, kurang cakap
dan kurang motivasi
8. Melatih berpikir kritis karena siswa terlibat dalam analisa proses,
kemajuan simulasi. (p,41-42)

Banyak kelebihan dari teknik bermain peran (Role Playing) menurut

Hamdani (2011) antara lain:

1. Sebagai sarana menggali perasaan siswa


2. Untuk mengembangkan ketrampilan siswa dalam memecahkan
masalahnya
3. Untuk mendapatkan inspirasi dan pemahaman yang dapat
mempengaruhi sikap, nilai dan persepsinya.
4. Untuk mendalami isi mata pelajaran yang dipelajari
5. Untuk bekal terjun ke masyarakat dimasa mendatang sehingga siswa
dapat membawa diri menempatkan diri, menjaga dirinya sehingga
sudah tidak asing lagi apabila dalam kehidupan bermasyarakat terjadi
banyak siswa yang berbeda-beda. (p,55)

Keuntungan teknik bermain peran (Role Playing) tergantung pada

kualitas permainan khususnya analisis yang mengikutinya. Role playing

bergantung juga pada pandangan pelajar pada permainan seperti situasi pada

kenyataannya. Kelebihan teknik bermain peran (Role Playing) melibatkan seluruh

siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya

dalam bekerja sama. Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik

dan benar.

Selain itu, kelebihan metode ini adalah, sebagai berikut:

a. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

b. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam

situasi dan waktu yang berbeda.

c. Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu

melakukan permainan.

d. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping

merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan.

e. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis

dan penuh antusias.

f. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta

menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.


g. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat

memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan

penghayatan siswa sendiri.

e. Kelemahan/Kekurangan Teknik Bermain Peran (Role Playing)

Hakekatnya sebuah ilmu yang tercipta oleh manusia tidak ada yang

sempurna, semua ilmu ada kelebihan dan kekurangan.Jika kita melihat teknik

bermain peran (Role Playing) dalam cakupan cara proses mengajar dan belajar di

lingkup pendidikan tentunya selain terdapat kelebihan juga terdapat kelemahan.

Kelemahan teknik bermain peran (Role Playing) antara lain:

a. Teknik bermain peran (Role Playing) memerlukan waktu yang relatif

panjang/banyak.

b. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun

siswa. Dan ini tidak semua guru memilikinya.

c. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk

memerankan suatu adegan tertentu.

d. Apabila pelaksanaan teknik bermain peran (Role Playing) mengalami

kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus

berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.

e. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

2. Pembelajaran IPS Tema Sejarah Peradaban Indonesia

a. Pengertian IPS

Menurut Depdiknas (2007.p,139) “IPS adalah suatu bahan kajian yang

terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang


diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan Sejarah,

Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi”. IPS merupakan pelajaran

terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk kepentingan

kewarganegaraan. Dalam program sekolah, IPS memadukan pembelajaran secara

sistematis berbagai disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, agama, dan

sosiologi, karena semua konten yang sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu

alam. Gunawan, (2013.p,46) menyatakan bahwa “Tujuan utama penelitian sosial

adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan kemampuan untuk

membuat informasi dan keputusan ber-alasan untuk kepentingan publik sebagai

warga negara beragam budaya, de-mokrasi masyarakat dunia yang saling

bergantung”

Studi sosial merupakan sebagian dari kurikulum pendidikan dasar yang

materinya terdiri dari ilmu-ilmu sosial seperti; Sejarah, Geografi, Ekonimi,

Antropologi, Soiologi, Politik, Psykologis Sosial bahkan termasuk Ilmu Filsafat.

IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan

masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan

atau suatu perpaduan. Sardjiyo, dkk ( 2017.p,26 ) IPS merupakan suatu synthetic

discipline antara berbagai ilmu sosial untuk pengajaran di sekolah biasanya terdiri

sejarah, ekonomi, geografi, dan kewarganegaraan).

Selain harus mampu mensintesiskan konsep-konsep yang relevan antara

ilmu-ilmu sosial tersebut, juga perlu dimaksudkan unsur-unsur pendidikan dan

pembangunan serta masalah-masalah sosial hidup bermasyarakat. Arnie Fajar

(2015.p,35) “IPS adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu
sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah

dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta

didik, khususnya ditingkat dasar dan menengah.

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPS

adalah bidang kajian yang mengkaji berbagai ilmu sosial dan ilmu yang lain yang

disederhanakan, diseleksi, diadaptasi, dan dimodifikasi berdasarkan prinsip

pedagogis dan psikologis peserta didik di sekolah dasar dan sebagai bahan ajar

persekolahan.

b. Tujuan Pembelajaran IPS di SD

Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar (SD) merupakan nama mata pelajaran

yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial,

humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan. Sardjiyo,

dkk ( 2017.p,28 ) menyatakan bahwa “Tujuan pembelajaran IPS tidak hanya

menekankan pada aspek pengetahuan saja, melainkan juga pembinaan peserta

didik untuk mengembangkan dan menerapkan nilai-nilai pengetahuan tersebut

ditengah masyarakat, nilai-nilai tersebut misalnya tenggang rasa dan tepo seliro,

kepedulian terhadap sesama dan lingkungan, disiplin, ketaatan, keteraturan, etos

kerja dan lain-lain”. Taneo (2019.p,34) menyatakan bahwa “tujuan pembelajaran

IPS adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik atau siswa agar peka

terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif

terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan keterampilan mengatasi


setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun

yang menimpa masyarakat”.

Menurut Arnie Fajar (2015.p,110) adapun tujuan pembelajaran IPS di SD

adalah :

1. Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam


kehidupannya kelak di masyarakat.
2. Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi,
menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang
terjadi dalam kehidupan di masyarakat.
3. Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan
sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta bidang
keahlian.
4. Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan
keterampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi
bagian dari kehidupan tersebut.
5. Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan
pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan
masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPS bertujuan

untuk membekali anak didik dengan pengetahuan sosial, mampu untuk

memecahkan masalah sosial, membekali anak didik agar mampu berkomunikasi

dengan masyarakat, sehingga bermanfaat bagi perkembangan siswa dalam hidup

bermasyarakat di masa sekarang dan yang akan datang.

c. Ruang Lingkup IPS di SD

Ruang lingkup mata pelajaran IPS dalam Standar isi dan Standar

Kompetensi Lulusan meliputi aspek-aspek sebagai berikut manusia, tempat, dan

lingkungan; waktu, keberlanjutan, dan perubahan; sistem sosial dan budaya;

perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Menurut Arnie Fajar (2015) ruang lingkup mata pelajaran pengetahuan

sosial di SD dan MI adalah :


1. Sistem sosial dan budaya
2. Manusia, tempat, dan lingkungan
3. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
4. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan
5. Sistem berbangsa dan bernegara. (p,111)

Permendikbud no 67 (2013) Ruang lingkup materi muatan IPS kelas V

kurikulum 2013 aspek pengetahuan semester 2 dijabarkan dalam Kompetensi Inti,

dan Kompetensi Dasar, sebagai berikut:

1. Kompetensi Inti. Memahami pengetahuan faktual dengan cara


mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain
2. Kompetensi Dasar
1.1. Memahami aktivitas dan perubahan kehidupan manusia dalam
ruang, konektivitas antar ruang dan waktu serta dan
keberlanjutannnya dalam kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan dan
budaya dalam lingkup nasional.
1.2. Mengenal perubahan dan keberlanjutan yang terjadi dalam
kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia pada masa penjajahan,
masa tumbuhnya rasa kebangsaan serta perubahan dalam aspek
sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya.
1.3. Memahami manusia dalam hubungannya dengan kondisi geografis
di wilayah Indonesia.
1.4. Memahami manusia Indonesia dalam aktivitas yang yang terkait
dengan fungsi dan peran kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya,
dalam masyarakat Indonesia
1.5. Memahami manusia Indonesia dalam bentuk-bentuk dan sifat
dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan
ekonomi.

Penelitian ini mengkaji KD 3.2 Mengenal perubahan dan keberlanjutan

yang terjadi dalam kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia pada masa

penjajahan, masa tumbuhnya rasa kebangsaan serta perubahan dalam aspek sosial,

ekonomi, pendidikan dan budaya dalam Tema Sejarah Peradaban Indonesia.

Dengan indikator sebagai berikut :


1. Menunjukkan perubahan kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia di

bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya pada masa kerajaan Islam

2. Menunjukkan perubahan kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia dan

dampak keberlanjutannya di bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya

pada masa penjajahan

3. Menjelaskan pengaruh kehidupan dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial

dan budaya terhadap kehidupan yang akan datang

4. Menuliskan faktor-faktor munculnya rasa kebangsaan di Indonesia

5. Menjelaskan perkembangan masyarakat Indonesia pada masa munculnya rasa

kebangsaan di bidang pendidikan, ekonomi, politik, sosial dan budaya

6. Menguraikan pengaruh perkembangan dan keadaan masa munculnya rasa

kebangsaan terhadap kehidupan masa kemerdekaan hinga masa kini

Menjelaskan kondisi masyarakat Indonesia sejak masa kerajaan Islam,

3. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar berasal dari kata “Hasil” dan “Belajar”. Pengertian kata hasil

dari Oemar Hamalik (2013,p.21) menyatakan bahwa memberikan definisi belajar

adalah “suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang

dinyatakan dalarn cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan

latihan”. Tu’u (2014,p.78) menyatakan bahwa “Belajar mempunyai arti

“Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”.

Slameto (2010,p.2) menyatakan bahwa “Belajar merupakan suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya”. Menurut Witherington dalam Ngalim Purwanto

(2014,p.84) “Belajar adalah sesuatu perubahan di dalam kepribadian yang

menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan,

sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”.

Hasil adalah sesuatu yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas

atau kegiatan tertentu. Hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di

sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan

melalui pengukuran dan penilaian. Sementara hasil belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,

lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Berdasarkan hal itu, prestasi belajar siswa dapat dirumuskan.

Hasil belajar merupakan hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar

karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan hasil belajar adalah

sebagian hasil yang  dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan

terlebih dahulu mengandakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan. Untuk

memahami pengertian hasil belajar maka harus bertitik tolak dari pengertian

belajar itu sendiri.

  Djamarah (2012,p.13) mengemukakan bahwa belajar adalah

serangkaian kegiatan jiwa raga  untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya

menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Hendrians (Darsono

2010: 4) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan  perubahan dalam pengetahuan pemahaman,

keterampilan dan nilai sikap. Hasil belajar harus dapat mengembangkan tiga

ranah yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini

difokuskan pada salah satu ranah dalam teori hasil belajar yaitu pada ranah

kognitif.

Dalyono (2010: 67) menyatakan bahwa “Hasil belajar adalah sesuatu

yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan

pembelajaran di sekolah”. Menurut Tulus Tu’u (2014,p.75) menyatakan “Hasil

belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan

oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang

diberikan oleh guru”.

Jadi, hasil belajar siswa terfokus pada nilai atau angka yang dicapai

siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Nilai tersebut terutama dilihat dari

sisi kognitif, karena aspek ini yang sering dinilai oleh guru untuk melihat

penguasaan pengetahuan sebagai ukuran pencapaian hasil belajar siswa.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa menurut Djamarah

(2012,p.123) menyatakan bahwa “Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

terdiri dari: kecerdasan, bakat, minat dan perhatian, motif, kesehatan, cara belajar,

lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, sekolah dan sarana pendukung

belajar”. Slameto (2010,p.1-6). Agar hal ini menjadi lebih jelas, diuraikan berikut

ini: “Faktor kecerdasan, faktor bakat, faktor minat dan perhatian, faktor motif,

faktor cara belajar, faktor lingkungan keluarga, faktor sekolah”.


Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Faktor kecerdasan. Biasanya, kecerdasan hanya dianggap sebagai

kemampuan rasional matematis. Rumusan di atas menunjukkan kecerdasan

menyangkut kemampuan yang luas, tidak hanya kemampuan rasional

memahami, mengerti, memecahkan problem, tetapi termasuk kemampuan

mengatur perilaku berhadapan dengan lingkungan yang berubah dan

kemampuan belajar dari pengalamannya.

2) Faktor bakat. Bakat adalah kemampuan yang ada pada seseorang yang

dibawanya sejak lahir, yang diterima sebagai warisannya dari orang tua. Bagi

seorang siswa, bakat bisa berbeda dengan siswa lain. Ada siswa yang

berbakat dalam bidang ilmu sosial, ada yang di ilmu pasti. Karena itu,

seorang siswa yang berbakat di bidang ilmu sosial akan sukar berprestasi

tinggi di bidang ilmu pasti, dan sebaliknya. Bakat-bakat yang dimiliki siswa

tersebut apabila diberi kesempatan dikembangkan dalam pembelajaran, akan

dapat mencapai prestasi yang tinggi. Seorang siswa ketika akan memilih

bidang pendidikannya, sebaiknya memperhatikan aspek bakat yang ada

padanya. Untuk itu, sebaiknya bersama orang tuanya meminta jasa layanan

psikotes untuk melihat dan mengetahui bakatnya. Sesudah ada kejelasan,

baru menentukan pilihan.

3) Faktor minat dan perhatian. Minat adalah kecenderungan yang besar terhadap

sesuatu. Perhatian adalah melihat dan mendengar dengan baik dan teliti

terhadap sesuatu. Minat dan perhatian biasanya berkaitan erat. Apabila

seorang siswa menaruh minat pada satu pelajaran tertentu, biasanya


cenderung untuk memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang

tinggi pada mata pelajaran akan memberi dampak yang baik bagi prestasi

belajar siswa. Oleh karena itu, seorang siswa harus menaruh minat dan

perhatian yang tinggi dalam proses pembelajaran di sekolah. Dengan minat

dan perhatian yang tinggi, kita boleh yakin akan berhasil dalam

pembelajaran.

4) Faktor motif. Motif adalah dorongan yang membuat seseorang berbuat

sesuatu. Motif selalu mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta

kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam belajar,

kalau siswa mempunyai motif yang baik dan kuat, hal itu akan memperbesar

usaha dan kegiatannya mencapai prestasi yang tinggi. Siswa yang kehilangan

motivasi dalam belajar akan memberi dampak kurang baik bagi prestasi

belajarnya.

5) Faktor cara belajar. Keberhasilan studi siswa dipengaruhi juga oleh cara

belajar siswa. Cara belajar yang efisien memungkinkan mencapai prestasi

lebih tinggi dibandingkan dengan cara belajar yang tidak efisien. Cara belajar

yang efisien sebagai berikut:

(a) Berkonsentrasi sebelum dan pada saat belajar.

(b) Segera mempelajari kembali bahan yang telah diterima.

(c) Membaca dengan teliti dan baik bahan yang sedang dipelajari, dan

berusaha menguasainya dengan sebaikbaiknya.

(d) Mencoba menyelesaikan dan melatih mengerjakan soal-soal.


6) Faktor lingkungan keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah.

Orang tua, dan adik kakak siswa adalah orang yang paling dekat dengan

dirinya. Oleh karena. itu, keluarga merupakan salah satu potensi yang besar

dan positif memberi pengaruh pada prestasi siswa. Maka orang tua sudah

sepatutnya mendorong, memberi semangat, membimbing dan memberi

teladan yang baik kepada anaknya. Selain itu, perlu suasana hubungan dan

komunikasi yang lancar antara orang tua dengan anak - anak serta keadaan

keuangan keluarga yang tidak kekurangan, sehingga dapat memenuhi

kebutuhan hidup dan kelengkapan belajar anak. Hal-hal tersebut ikut

mempengaruhi prestasi belajar siswa.

7) Faktor sekolah. Selain keluarga, sekolah adalah lingkungan kedua yang

berperan besar memberi pengaruh pada prestasi belajar siswa. Oleh karena

itu, sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang sudah terstruktur,

memiliki sistem dan organisasi yang baik bagi penanaman nilai-nilai etik,

moral, mental, spiritual, disiplin dan ilmu pengetahuan. Apalagi bila sekolah

berhasil menciptakan suasana kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan

komunikasi per orang di sekolah berjalan baik, metode pembelajaran aktif

interaktif, sarana penunjang cukup memadai, siswa tertib disiplin. Maka,

kondisi kondusif tersebut mendorong siswa saling berkompetisi dalam

pembelajaran. Keadaan ini diharapkan membuat hasil belajar siswa akan

lebih tinggi.

Tulus Tu’u (2014) menyatakan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar

siswa dipengaruhi oleh:


1. Disiplin sekolah
a. Ketaatan terhadap peraturan sekolah
b. Ketaatan terhadap kegiatan belajar mengajar di sekolah
2. Mengerjakan tugas tepat waktu. Melaksanakan tugas-tugas yang
menjadi tanggung jawabnya
3. Kedisiplinan di rumah. Disiplin belajar di rumah. (p,29)

Jadi, keberhasilan siswa mencapai hasil belajar yang baik dipengaruhi

oleh berbagai macam faktor. Faktor itu terdiri dari tingkat kecerdasan yang baik,

pelajaran sesuai bakat yang dimiliki, ada minat dan perhatian yang tinggi dalam

pembelajaran, motivasi yang baik dalam belajar, cara belajar yang baik dan

strategi pembelajaran variatif yang dikembangkan guru. Suasana keluarga yang

memberi dorongan anak untuk maju. Selain itu, lingkungan sekolah yang tertib,

teratur, disiplin, yang kondusif bagi kegiatan kompetisi siswa dalam

pembelajaran.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut maka dapat diketahui bahwa hasil

belajar siswa dipengaruhi oleh 1) disiplin sekolah, (a) ketaatan terhadap peraturan

sekolah, (b) ketaatan terhadap kegiatan belajar mengajar di sekolah. 2)

Mengerjakan tugas tepat waktu yaitu melaksanakan tugas-tugas yag menjadi

tanggung jawabnya. 3) disiplin di rumah yaitu disiplin belajar di rumah

c. Indikator Hasil Belajar

Tulus Tu’u (2014) menyatakan bahwa yang menjadi indikator utama hasil

belajar siswa adalah sebagai berikut:

a. Ketercapaian daya serap terhadap bahan pembelajaran yang


diajarkan, baik secara individual maupun kelompok. Pengukuran
ketercapaian daya serapini biasanya dilakukan dengan penetapan
kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM)
b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah dicapai
oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok. (p,29)
Namun demikian menurut Syaiful Bahri Djamarah (2012: 120)

“Indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur hasil belajar siswa adalah daya

serap”. Menurut Djamarah (2012,p.123) “Kefektifan pembelajaran biasanya

diukur dengan tingkat pencapaian si pelajar, ada 4 aspek penting yang dpaat

dipakai untuk mempersepsikan keefektifan belajara yaitu 1) kecermatan

penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan “timgkat

kesalahan”. 2) kecepatan untuk kerja, 3) tingkat ahli belajar, 4) tingkat retensi

dari apa yang dipelajari”.

Darsono (2010,p.4) menyatakan bahwa “Pokok utama untuk

memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis besar

indikator dikaitkan dngan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur

yaitu terdapat tiga ranah yaitu 1) kognitif, 2) afektif, 3) psikomotorik”.

No Ranah Indikator
Ranah kognitif
a. Pengetahuan 1. Dapat menyebutkan
(Knowledge) 2. Dapat menunjukkan kembali
b. Pemahaman 1. Dapat menjelaskan
(Comprehension) 2. Dapat mendefenisikan dengan bahasa
c. Penerapan sendiri
(Application) 1. Dapat memberikan contoh
d. Analisis (Analysis) 2. Dapat menggunakan secara cepat
1. Dapat menguraikan
e. Menciptakan, 2. Dapat mengklarifikasikan/memilah
membangun 1. Dapat menghubungkan materi-materi
(Synthesis) sehingga menjadi kesatuan yang baru
2. Dapat menyimpulkan
3. Dapat menggeralisasikan (membuat
f. Evaluasi prinsip umum)
(Evaluation) 1. Dapat menilai
2. Dapat menjelaskan dan menafsirkan
3. Dapat menyimpulkan
Ranah Afektif
a. Penerimaan 1. Menunjukkan sikap menerima
(Receiving) 2. Menunjukkan sikap menolak
b. Sambutan 1. Kesediaan berpartisipasi/terlibat
2. Kesediaan memanfaatkan
c. Sikap menghargai 2. Menganggap penting dan bermanfaat
(Apresiasi) 3. Menganggap indah dan harmonis
4. Mengagumi
d. Penghayatan 1. Melembagakan atau meniadakan
(Karakterisasi) 2. Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku
sehari-hari
Ranah psikomotor
a. Keterampilan dalam Kecakapan mengkoordinasikan gerak mata,
bergerak dan telingan, kaki, dan anggota tubuh yang
bertindak lainnya

b. Kecakapan ekspresi
verbal dan non 1. Kefasihan melafalkan/mengucapkan
verbal 2. Kecakapan membuat mimik dan gerakan
jasmani
Darsono (2010,p.4)

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

indikator hasil belajar siswa adalah 1) ketercapaian daya serap terhadap bahan

pembelajaran yang diajarkan, 2) perilaku yang digariskan dalam tujuan

pembelajaran telah dicapai oleh siswa, 3) daya serap siswa.

d. Faktor Penghambat Hasil Belajar

Masyarakat kita sekarang ini pada satu sisi adalah masyarakat pertanian,

pada sisi lain sudah memasuki era globalisasi yang terdiri dari era industri,

teknologi dan informasi. Perubahan kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya

berlangsung cepat. Perubahan cepat ini membawa dampak besar bagi kehidupan

masyarakat baik positif maupun negatif. Pola kehidupan positif adalah melihat

perubahan itu sebagai sesuatu yang harus diterima dan dihadapi. Di dalamnya ada

hal-hal yang dapat dianggap sebagai sesuatu yang baik, memberi kemudahan dan

kenyamanan serta peningkatan martabat hidup manusia. Manusia juga melihat


adanya tantangan dan peluang bagi kemajuan hidup manusia. Oleh sebab itu,

manusia membangun dan melengkapi diri dengan memperkuat keimanan, mental,

budaya, disiplin, keterampilan dan pengetahuan. Dengan demikian, manusia

mampu bertahan dan menghadapi gelombang perubahan yang cepat tersebut.

Sementara pola kehidupan negatif adalah melihat perubahan itu sebagai

ancaman yang membahayakan kehidupan. Menutupi diri terhadap perubahan

akan tertinggal dan terbelakang. Pada sisi lain, tanpa membekali diri secara

positif seperti di atas, manusia ikut arus dan menikmati perubahan yang terjadi.

Akan tetapi, hal itu membawa dampak negatif dalam sikap dan perilaku serta

kehampaan batiniahnya. Oleh karena itu, para siswa pada masa sekarang ini,

menghadapi begitu banyak ancaman dan tantangan. Prestasi yang dicapai dalam

pembelajaran pun terhambat dan belum optimal. Selain hambatan dan tantangan

tersebut, ada hal-hal lain yang dapat menghambat optimalisasi prestasi siswa.

Menurut Sri Rahayu (2013,p.82) menyatakan bahwa “Hambatan itu antara lain

dapat berasal dari dalam dirinya, tetapi juga dari luar dirinya”.

Slameto (2010) menyatakan bahwa fakto-faktor yang menghambat hasil

belajar siswa adalah “

a. Faktor penghambat dari dalam yaitu faktor kesehatan, faktor


kecerdasan, faktor perhatian, faktor minat, dan faktor bakat.
b. Factor penghambat dari luar yaitu factor keluarga, factor sekolah,
factor disiplin sekolah, factor masyarakat, factor lingkungan keluarga,
factor lingkungan tetangga, factor aktivitas organisasi. (p.68)

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas maka dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Penghambat dari Dalam. Penghambat dari dalam meliputi sebagai berikut:


1) Faktor kesehatan. Siswa yang kesehatannya sering terganggu menyebabkan

banyak waktunya untuk beristirahat. Hal itu membuatnya tertinggal

pelajaran. Prestasi siswa ini kemungkinan belum dapat optimal. Karena itu,

orang tua perlu memperhatikan kesehatan anak-anaknya. Makanan yang

bersih bergizi perlu mendapat perhatian.

2) Faktor kecerdasan. Siswa yang tingkat kecerdasannya rendah akan

menyebabkan kemampuan mengikuti kegiatan pembelajaran agak lambat.

Kalau dia berada dalam kelas yang rata-rata tingkat kecerdasannya tinggi,

kemungkinan akan tercecer dalam pembelajaran. Hasil yang dicapainya

pun belum sampai optimal. Selain itu, kecerdasan sangat mempengaruhi

cepat / lambatnya kemajuan belajar siswa.

3) Faktor perhatian. Perhatian di sini terdiri dari perhatian dalam belajar di

rumah dan di sekolah. Perhatian belajar di rumah kerapkali terganggu oleh

acara televisi, kondisi rumah dan kondisi keluarga. Perhatian belajar di

sekolah terganggu oleh kondisi kelas dan suasana pembelajaran, serta

lemahnya upaya diri berkonsentrasi. Perhatian yang kurang memadai

tersebut akan berdampak kurang baik bagi hasil pembelajaran.

4) Faktor minat. Minat adalah kecenderungan yang tinggi terhadap sesuatu.

Apabila pembelajaran yang dikembangkan oleh guru tidak menimbulkan

minat siswa. Atau siswa sendiri tidak mengembangkan minat dirinya dalam

pembelajaran. Hal ini akan membuat siswa tidak belajar dengan sungguh-

sungguh. Hasil belajar tidak optimal.


5) Faktor bakat. Bakat adalah potensi-potensi yang dimiliki seseorang yang

dibawa sejak lahir. Apabila pelajaran yang diikuti siswa tidak sesuai

dengan bakat yang dimiliki, prestasi belajarnya tidak akan mencapai hasil

yang tinggi.

b. Penghambat dari Luar

1) Faktor keluarga. Faktor ini dapat berupa faktor orang tua. Misalnya, cara

orang tua mendidik anak-anak yang kurang baik, teladan yang kurang,

hubungan orang tua dengan yang kurang baik. Kemudian, faktor suasana

rumah. Misalnya, suasana rumah yang ramai, hubungan anggota keluarga

kurang harmonis dan sering cekcok. Terakhir, faktor ekonomi keluarga.

Ka1au ekonomi keluarga kurang, kebutuhan hidup dan perlengkapan

belajar belum dapat dipenuhi dengan baik. Sebaliknya, bila ekonomi

keluarga sudah baik, kebutuhan hidup dan belajar dapat dipenuhi serta

dilengkapi bahkan melimpah. Dapat terjadi pula perhatian anak pada

belajar menjadi berkurang, kecenderungan bermain dan santai meningkat.

Ketiga faktor dalam keluarga tersebut kerap kali menjadi penghambat bagi

prestasi belajar siswa.

2) Faktor sekolah. Faktor sekolah terdiri dari faktor metode pembelajaran.

Misalnya, metode yang dipakai guru kurang sesuai dengan materi,

monoton, kurang variatif, sehingga kurang menarik dan membosankan

siswa. Faktor hubungan guru dengan murid kurang dekat. Biasanya kalau

gurunya dibenci atau tidak disukai, hasil belajar siswa kurang baik. Faktor

hubungan siswa dengan siswa. Apabila hubungan siswa kurang baik, hal itu
akan mengganggu hasil belajar. Faktor guru, meliputi mengajar terlalu

cepat, suara kurang keras, penguasaan materi kurang baik, penguasaan

kelas rendah, motivasi rendah, dan terlalu banyak jam mengajar. Ha1 itu

akan mengganggu hasil belajar siswa. Faktor sarana sekolah, misalnya

gedung, ruangan, meja kursi, buku-buku, jika kurang memadai, akan

mengganggu hasil belajar. Begitu pula dengan lingkungan yang ramai,

misalnya pasar, pusat perbelanjaan, rumah sakit, jalan raya.

3) Faktor disiplin sekolah. Bila disiplin sekolah kurang mendapat perhatian

mempunyai pengaruh tidak baik pada proses belajar anak. Misalnya, siswa

yang tidak disiplin dibiarkan, siswa yang disiplin dibiarkan juga. Akan

timbul rasa ketidakadilan pada para siswa.

4) Faktor masyarakat. Faktor media massa, misalnya acara televisi, radio,

majalah, dapat mengganggu waktu belajar. Faktor teman gaul yang kurang

baik, misalnya teman yang merokok, memakai obat-obat tropika, terlalu

banyak bermain, merupakan yang paling banyak merusak prestasi belajar

dan perilaku siswa.

5) Faktor lingkungan tetangga. Misalnya, banyak penganggur, berjudi,

mencuri, minum-minum, cara berbicara kurang sopan. Lingkungan seperti

itu dapat berpengaruh pada hasil belajar siswa.

6) Faktor aktivitas organisasi. Bila siswa sangat potensial, banyak aktivitas

organisasi, selain dapat menunjang hasil belajar, dapat juga mengganggu

hasil belajar apabila siswa tidak mengatur waktu dengan baik.


Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang

menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan hasil belajar adalah Hambatan

itu antara lain dapat berasal dari dalam dirinya, tetapi juga dari luar dirinya.

B. Penelitian Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilaksanakan oleh Ardian Biantara (2017) dengan judul

Pengaruh penggunaan metode Role Playing terhadap hasil belajar IPS pada

siswa kelas V SD Negeri Blondo 3 Kecamatan Mungkid Kabupaten

Magelang dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa teknik role

playing bepengaruh dalam hasil belajar IPS siswa hal ini terlihat dari hasil

belajar siswa sebelum diberikan teknik Role Playing berada pada kategori

rendah dan meningkat setelah diberikan teknik Role Playing

2. Penelitian yang dilaksanakan oleh Nurwana (2019) dengan judul pengaruh

penggunaan metode pembelajaran role terhadap minat dan hasil belajar siswa

materi sistem peredaran kelas XI SMA Negeri 9 Makassar hal ini berarti

bahwa teknik Role Playing efektif dalam meningkatkan minat dan hasil

belajar siswa setelah diberikan teknik Role Playing

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan data awal hasil belajar pada tema sejarah peradaban

Indonesia di SDN 34 Lokkasaile Kabupaten Pangkep tergolong rendah.

Rendahnya hasil belajar tersebut disebabkan oleh dua faktor utama yakni faktor

dari guru dan faktor dari siswa. Faktor penyebab dari guru meliputi: guru dalam

mengajar sejarah menggunakan metode ceramah yang cenderung memandang


siswa sebagai objek yang pasif, guru mendominasi keadaan dengan memberikan

penjelasan materi yang sifatnya teori buku, serta tidak menekankan pada aktivitas

siswa dalam menemukan sendiri konsepnya. Sementara faktor penyebab dari

siswa, antara lain: siswa memperlihatkan kecenderungan pasif, siswa jenuh, dan

siswa kurang antusias untuk bertanya.

Kelebihan model pembelajaran Role Playing antara lain adalah:

memandang siswa sebagai subjek aktif dalam belajar, serta materi dan cara

penerapan Role Playing menekankan kepada pengembangan nalar (kognitif)

siswa, di mana siswa akan menganalisis dengan melibatkan nalarnya untuk

menemukan sendiri pemahaman konsep materi IPS yang diajarkan. Sehingga

belajar dapat lebih bermakna karena konsep pemahaman siswa merupakan konsep

pemahaman yang berasal dari penemuan siswa sendiri. Model pembelajaran Role

Playing diterapkan dengan menggunakan langkah-langkah: 1) Persiapan; 2)

Pelaksanaan; 3) Penutup. Dengan demikian diharapkan melalui model

pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada tema

sejarah peradaban Indonesia di kelas V SDN 34 lokkasaile Kabupaten Pangkep.

Wacana tersebut, dipaparkan tentang alur pelaksanaan penelitian yang

diawali keadaan awal hasil belajar IPS yang relatif rendah, yang disebabkan oleh

faktor guru dan siswa. Alur pelaksanaan ini merupakan kerangka pikir penelitian,

yang dapat digambarkan dalam bentuk bagan kerangka pikir sebagai berikut:

Hasil belajar siswa pada tema


sejarah peradaban Indonesia
rendah

Faktor penyebab dari guru: Faktor penyebab dari siswa:


- Guru menggunakan metode ceramah, - Siswa memperlihatkan
- Memandang siswa sebagai objek yang kecenderungan pasif,
pasif, dengan mendominasi keadaan - Siswa jenuh, dan
dengan memberikan penjelasan materi - Siswa kurang antusias untuk
- Tidak menekankan kepada penanaman bertanya tentang hal-hal yang kurang
Penerapan model pembelajar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Penutup

Hasil Belajar siswa pada tema sejarah


peradaban Indonesia semakin baik
Gambar. 2.1 Kerangka Pikir penelitian

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian dari landasan teori dan kerangka berpikir maka

dirumuskan hipotesis pelaksanaan tindakan yang akan diajukan adalah: “Jika

model pembelajaran Role Playing diterapakan pada tema sejarah peradaban

Indonesia , maka hasil belajar siswa kelas V SDN 34 Lokkasaile Kabupaten

Pangkep dapat meningkat.”

Anda mungkin juga menyukai