MODEL PEMBELAJARAN
A. PENDAHULUAN
Perkembangan zaman menuntut berbagai kemajuan di semua bidang. Oleh karena itu, bidang
pendidikan pun harus ikut berbenah. Salah satu bagian di bidang pendidikan yang harus berbenah adalah
kelas. Kelas merupakan entitas kecil dalam bidang pendidikan yang justru menjadi ujung tombak. Namun,
proses transfer pengetahuan tersebut dapat terganggu jika model penyampaian yang digunakan tidak pas,
bahkan monoton. Model yang tidak pas dan monoton akan menyebabkan ilmu yang disampaikan tidak
dapat dipahami dengan baik. Bahkan, peserta didik akan merasa bosan di dalam kelas. Jika hal ini tidak
segera dicarikan jalan keluar, prestasi dan penyerapan ilmu peserta didik pun akan menurun. Keadaan ini
tentu bukan hal yang diharapkan oleh pendidik maupun para peserta didik. Oleh karena itu, upaya
perbaikan dalam pembelajaran bukan lagi sebuah keharusan, melainkan sebuah kebutuhan.
Model bermain peran (role playing) dikembangkan oleh Fannie Shaftel dan George Shaftel. Bermain
peran merupakan suatu model pembelajaran, dimana peserta didik diminta untuk memainkan peran
tertentu, terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial. Dalam pengertian yang sederhana,
bermain peran merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan tindakan (action) (Sutikno,
2019) .
Tujuan model pembelajaran bermain peran atau “role playing” menurut Joyce & Weil (dalam Sutikno,
2019) adalah mendorong peserta didik untuk memiliki rasa ingin tahu mengenai nilai-nilai perseorangan
dan nila-nilai sosial dengan tingkah laku dan nilai-nilai mereka sendiri sebagai sumber rasa ingin tahu
mereka. Pengalaman belajar yang diperoleh dari model ini meliputi kemampuan kerjasama, komunikatif,
Inti bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan pengamat ke dalam suatu
situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Menurut Dahlan (dalam Sutikno, 2019) para peserta didik
diharapkan dapat: (a) Mengeksplorasi perasaan-perasaannya; (b) Memperoleh gambaran tentang
sikap-sikap, nilai-nilai, dan persepsi- persepsinya; (c) Mengembangkan keterampilan dan sikap-sikap
dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi; dan (d) Mengeksplorasi pokok persoalan, yakni yang
diperankan melalui berbagai cara. Menurut Sa’dyah (2018) bermain peran (Role Playing) dalam
a. Warming up atau pemanasan, yaitu peserta didik diperkenalkan dengan situasi atau kondisi peran
tertentu yang disertai dengan contoh, sehingga peserta didik tersebut mendapatkan gambaran
imajinasi.
b. Pemilihan pemeran, yaitu peserta didik diberi karakter tokoh yang akan dimainkan. Pada langkah
kedua ini, ada dua cara yang dapat dilakukan. Apabila peserta didik dalam kelas tersebut pasif, maka
pengajar dapat menentukan siapa berperan sebagai siapa atau apa. Tetapi, apabila peserta didik dalam
sebuah kelas telah mampu untuk menentukan perannya, maka pengajar memberikan kebebasan
kepada peserta didik untuk memilih dan memerankan peran masing-masing sesuai kesepakatan
c. Penataan panggung, yaitu panggung dapat ditata secara sederhana maupun kompleks. Konsep
kesederhanaan adalah cukup mempersiapkan naskah skenario, bahkan tanpa dialog. Sedangkan
penataan panggung yang kompleks cenderung memperhatikan kebutuhan pentas secara detail, seperti
d. Pemilihan pengamat, yaitu pengajar memilih beberapa peserta didik menjadi pengamat. Peserta didik
yang dijadikan sebagai pengamat juga tetap diberi peran dalam permainan.
e. Mulainya permainan peran yaitu permainan peran dilaksanakan. Awal permainan, akan ditemukan
kebingungan pada peserta didik dalam bermain. Apabila terjadi keluar jalur dari permainan, maka
f. Evaluasi yaitu pengajar dan peserta didik mendiskusikan kelebihan serta kekurangan dari permainan
peran yang sudah dilakukan, misalkan adanya peserta didik yang menginginkan berganti peran.
g. Permainan peran ulang. yaitu peserta didik bermain kembali dan seharusnya sudah sesuai dengan
i. kesimpulan, yaitu peserta didik diarahkan untuk membuat kongklusi dari peran yang telah dimainkan.
Hal ini dilakukan untuk memberikan arahan sikap yang seharusnya dilakukan para pemeran dalam
Model investigasi kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan John Dewey. Model ini mengambil
model yang berlaku di dalam masyarakat, terutama mengenai cara anggota masyarakat melakukan proses
mekanisme sosial melalui serangkaian kesepakatan sosial. Model ini menuntut para peserta didik untuk
Tujuan model investigasi kelompok adalah untuk mengembangkan kemampuan berpartisipasi dalam
(kelompok) dan kemampuan rasa ingin tahu yang akademis. Aspek-aspek dari pengembangan diri
merupakan hasil perkembangan yang utama dari model ini. Model investigasi kelompok diasumsikan
bahwa suasana kelas merupakan analogi dari kehidupan masyarakat yang di dalamnya memiliki tata
tertib dan budaya kelas. Peserta didik berusaha untuk memelihara cara hidup yang berkembang di kelas,
yakni standar hidup dan pengharapan yang tumbuh dalam suasana kelas (Sutikno, 2019).
Langkah-langkah menerapkan model pembelajaran Group investigation ada 6 tahap yaitu: pembentukan
kelompok, menentukan tema yang akan di bahas, melakukan investigasi, membuat laporan tertulis,
3. Model VCT
Model VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan
menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses
menganalisis nilai yang sudah ada sebelumnya dan tertanam dalam diri siswa. Salah satu karakter VCT
sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui
proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan
Model pembelajaran VCT adalah teknik pengajaran untuk mencari dan menentukan nilai yang
dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses pengungkapan nilai yang sudah ada
pada diri peserta didik dan selanjutnya nilai yang dianggap baik tersebut akan ditanamkan pada diri
peserta didik. Sintaks model pembelajaran VCT terbagi atas tujuh tahapan yang dibagi dalam tiga tingkat,
yakni.
a. Kebebasan memilih, pada tingkatan ini terdapat tiga tahapan, yaitu: (1) memilih secara bebas, artinya
peserta didik diberi kesempatan untuk menentukan suatu masalah/kasus/ kejadian yang diambil dari buku
atau yang dibuat guru; (2) memilih dari beberapa solusi alternative pilihan secara bebas yang menurutnya
baik, nilai yang dipaksakan berdampak kurang baik bagi pembelajaran nilai itu sendiri; dan (3) memilih
setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.
b. Menghargai, tingkatan ini terdiri atas dua tahap pembelajaran, yaitu: (1) adanya perasaan senang dan
bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya sehingga nilai tersebut menjadi bagian dari dirinya; dan (2)
menegaskan nilai yang telah menjadi integral dalam dirinya di depan umum.
c. Berbuat, tingkatan ini terdiri atas dua tahap, yaitu: (1) kemauan dan kemampuan untuk mencoba
melaksanakannya; dan (2) mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi
pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari (Nurdyansyah dan Fahyuni, 2016).
4. Model Jingsaw
Model kooperatif Jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan
mengolah informasi yang didapar dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota
kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang
dipelajari dan dapat menyampaikan informasi kepada kelompok lain. Lie (dalam Nurdyansyah dan
Fahyuni, 2016) menyatakan bahwa Jigsaw merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang
fleksibel. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian
materi belajar dan mampu mengerjakan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya
(Alkaromi, 2022).
Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang
menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Menurut Rusman (dalam
Alkaromi, 2022) langkah - langkah / sintak dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yakni:
Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang, tiap orang dalam kelompok diberi sub
topik yang berbeda, setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan
menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli, anggota ahli dari masing- masing
kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan
banyaknya kelompok, kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling
membantu untuk menguasai topik tersebut, setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan
kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya, tiap
kelompok memperesentasikan hasil diskusi, guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran
STAD adalah salah satu dari tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya kerjasama siswa
secara berkelompok dalam memecahkan suatu masalah untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran
dengan model STAD mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan
bagi siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran yang demikian akan mampu membangkitkan
semangat bagi siswa untuk belajar sehingga akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa
yang optimal (Syamsu dkk., 2019). Menurut Nurdyansyah dan Fahyuni (2016) sintaks model Student Team
1. Penyampaian Tujuan dan Motivasi yaitu menyampaikan tujuan yang ingin dicapai pada pembelajaran
2. Pembagian kelompok, yautu siswa dibagi dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya
terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskanheterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik,
3. Presentasi guru, yaitu guru menyampaikan materi pelajaran terlebih dahulu menjelaskan tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari.
Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Pada proses pembelajaran guru
dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nayta yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari.
4. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim) yaitu siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk.
Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota
menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakuakn pengamatan,
memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting
dari STAD.
5. Kuis (Evaluasi), yaitu guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang
dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok.
6. Penghargaan Prestasi Tiim, yautu setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan
Discovery Learning adalah belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat
(Mukaramah, dkk. 2020). Discovery learning adalah proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan
konsep atau prinsip. Proses mental ini mencakup hal-hal seperti mengamati, mencerna, mengerti,
Menurut Darmawan dan Dinn (2018) discovery learning merupakan proses pembelajaran yang mampu
menempatkan peran kepada siswa sehingga ia lebih mampu menyelesaikan permasalahan yang ada sesuai
dengan materi yang dipelajarinya serta sesuai dengan kerangka pembelajaran yang disuguhkan oleh guru.
Sedangkan menurut Hanida,dkk (2019) discovery learning adalah model pembelajaran kognitif yang
menuntut guru untuk mampu menciptakan situasi belajar yang kreatif sehingga siswa menjadi belajar aktif
Discovery learning method adalah gaya belajar aktif dan langsung yang dikembangkan oleh Jerome
Bruner pada tahun 1960-an. Bruner menekankan bahwa belajar itu harus sambil melakukan atau learning
by doing (Khasinah.2021). Metode ini, peserta didik tidak hanya menerima pengetahuan secara pasif, tetapi
juga berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran. Discovery Learning adalah metode pendidikan
berbasis sekolah. Bruner berpendapat bahwa, praktik menemukan sendiri mengajarkan seseorang untuk
memperoleh informasi dengan cara yang membuat informasi itu lebih siap digunakan dalam pemecahan
masalah.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah model
untuk mengembangkan cara aktif untuk siswa belajar dengan menemukan sendiri dan menyelidiki sendiri.
Hasil dari proses ini akan melekat dan tidak dapat dilupakan oleh siswa, dan siswa akan belajar berpikir
Karakteristik yang paling penting dari pembelajaran discovery learning adalah bahwa peserta didik
harus menghasilkan unit dan struktur pengetahuan abstrak (seperti konsep dan aturan) menggunakan
penalaran induktif mereka sendiri tentang materi pembelajaran non-abstrak. Berikut adalah karakteristik
c. 3. Pada struktur kegiatannya bertujuan untuk menggabungkan pengetahuan yang sudah ada
d. 4. Mampu mendorong peserta didik untuk lebih memiliki kemandirian dan juga punya inisiatif
e. 5. Memberikan siswa kebebasan dalam hal menemukan namun tidak lari dengan topik materi
Adapun tujuan model pembelajaran Discovery Learning menurut Nababan dkk., (2023):
1. Pada kegiatan penyelidikan ataupun penemuan siswa mempunyai kesempatan supaya terlibat dalam
proses pembelajaran.
2. Melalui penemuan yang telah dilakukan, peserta didik belajar menemukan pola dalam situasi konkret
3. Peserta didik belajar merumuskan strategi tanya jawab yang konkret dan mudah dipahami melalui
4. Pembelajaran melalui penemuan mampu membantu peserta didik dalam membentuk cara bekerja sama
dengan efektif, saling memberi informasi, mampu mendengar pendapat orang lain.
5. Keterampilan-keterampilan, konsep, serta prinsip yang dipelajari akan lebih bermakna jika dilakukan
melalui penemuan-penemuan oleh peserta didik.
Pada pembelajaran dengan dicovery learning murni pembelajaran terpusat pada siswa dan tidak
terpusat pada guru. Siswalah yang menentukan tujuan dan pengalaman belajar yang diinginkan, guru
hanya memberi masalah dan situasi belajar kepada siswa. Siswa mengkaji fakta atau relasi yang terdapat
pada masalah itu dan menarik kesimpulan (generalisasi) dari apa yang siswa temukan. Kegiatan
penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru.
materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, arahan, pertanyaan atau
dialog, sehingga diharapkan siswa dapat menyimpulkan (menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan
guru. Generalisasi atau kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus dirancang
Discovery Learning Laboratory adalah penemuan yang menggunakan objek langsung (media konkrit)
dengan cara mengkaji, menganalisis, dan menemukan secara induktif, merumuskan dan membuat
kesimpulan. Penemuan Laboratory dapat diberikan kepada siswa secara individual atau kelompok.
Penemuan Laboratory dapat meningkatkan keinginan belajar siswa, karena belajar melalui berbuat
menyenangkan bagi siswa yang masih berada pada usia senang bermain. Langkah-langkah atau sintaks
pada model pembelajaran Discovery Learning dijelaskan pada tabel 2.1 yaitu sebagai berikut:
masalah.
hipotesis.
kepercayaan tertentu.
masalah.
mendasari generalisasi.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Discovery Learning tercantum pada tabel 2.2 yaitu sebagai
berikut:
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Discovery Learning
No Kelebihan Kekurangan
1 Membantu peserta didik untuk memperbaiki Bagi peserta didik yang pengetahauanya di
dan meningkatkan bawah rata-rata, akan mengalami kesulitan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses berpikir atau mengungkapkan hubungan antara
kognitif. konsep-konsep yang tertulis atau lisan.
2 Pengetahuan yang diperoleh melalui model Model ini tidak efisien untuk mengajar jumlah
ini sangat pribadi dan ampuh karena peserta didik yang banyak, karena
menguatkan pengertian, ingatan, dan membutuhkan waktu yang lama untuk
transfer. membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
3 Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, Model pembelajaran penemuan discovery learning
karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
4 Berpusat pada peserta didik dan guru Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA
berperan sama-sama aktif mengeluarkan kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
transfer kepada situasi proses belajar yang untuk berpikir yang akan ditemukan oleh
oleh guru.
individu.
Inkuiri Terbimbing merupakan suatu model yang menuntun siswa dalam mengembangkan
kemampuan berpikir dan menekankan sikap ilmiah. Inkuiri terbimbing memberikan bimbingan dan
pengarahan yang cukup luas. Bimbingan lebih banyak diberikan pada tahap awal dan sedikit demi sedikit
dikurangi sesuai dengan perkembangan pengalaman siswa. Inkuiri terbimbing berorientasi pada aktivitas
kelas yang berpusat pada siswa dan memungkinkan siswa belajar memanfaatkan berbagai sumber belajar
yang tidak hanya menjadikan guru sebagai sumber belajar (Nurdyansyah dan Fahyuni, 2016).
Siswa tidak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, tetapi bagaimana siswa dapat
menggunakan kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Siswa secara aktif akan terlibat dalam proses
mentalnya melalui kegiatan pengamatan, pengukuran, dan pengumpulan data untuk menarik suatu
kesimpulan. Dalam proses pembelajaran siswa secara aktif yaitu melalui dari perencanaan, pelaksanaan,
sampai proses evaluasi. Dengan menerapkan pembelajaran berbasis inkuiri akan memacu keingintahuan
siswa dalam menemukan hal-hal yang ingin diketahui siswa (Nurdyansyah dan Fahyuni, 2016). Menurut
Nurdyansyah dan Fahyuni (2016) sintaks model inkuiri terbimbing disajikan dalam tabel 2 yaitu sebagai
berikut:
Identifikasi masalah dan Guru menyajikan kejadian-kejadian atau fenomena dan siswa
menemukan masalah.
dalam kelompoknya.
Model inkuiri bebas merupakan pembelajaran yang beralih dari aktivitas terbimbing ke penyelidikan
yang lebih terbuka dan bebas serta tidak tertuntun. Model pembelajaran inkuiri bebas membuat dominasi
guru dalam pembelajaran menjadi berkurang, karena guru berperan sebagai fasilitator, mengarahkan dan
memotivasi siswa. Model inkuri bebas dapat meningkatkan pencapaian siswa tentang materi pembelajaran
dan mampu memperdalam pengetahuan tentang ide-ide pelajaran yang penting, meningkatkan
Pembelajaran model inkuiri bebas, siswa difasilitasi untuk dapat mengidentifikasi masalah dan
merancang proses penyelidikan. Siswa dimotivasi untuk mengemukakan gagasan dan merancang cara
untuk menguji gagasan tersebut. Untuk itu siswa diberi motivasi untuk melatih keterampilan berfikir kritis
mencari informasi, menganalisis argumen dan data, membangun dan mensistesis ide-ide baru,
memanfaatkan ide-ide awalnya untuk memecahkan masalah serta menggeneralisasikan data. Guru
berperan dalam mengarah siswa untuk membuat kesimpulan sementara yang menjadikan kegiatan belajar
lebih menyerupai kegiatan penelitian seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli (Erikko, dkk. 2018).
Menurut Mudalara (2012) sintaks model inkuiri bebas disajikan dalam tabel 2.4 berikut:
Aktivitas
untuk menemukan
rumusan masalah.
mengklarifikasi pada
4. Guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan
dipelajarinya.
Model Inkuiri Modifikasi (Modified Inquiry) merupakan salah satu model pembelajaran yang
menuntun siswa mengumpulkan data melalui pertanyaan. Pada model Modified Inquiry, guru akan
memberikan permasalahan kepada siswa, kemudian siswa akan mengajukan hipotesis sebagai jawaban
sementara atas permasalahan yang diajukan, merencanakan pemecahan masalah, melakukan eksperimen,
mengumpulkan data, menganalisis data, dan terakhir menarik kesimpulan. Guru berperan sebagai
pendorong, narasumber dan pemberi bantuan untuk menjamin kelancaran proses belajar siswa. Bantuan
yang diberikan berupa pertanyaan-pertanyaan, bukan berupa penjelasan. Kegiatan pembelajaran lebih
didominasi oleh siswa daripada guru. Hal ini melatih siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri (Marsa
dkk., 2015).
Model pembelajaran modified inquiry mampu mendorong siswa untuk mencari dan menemukan
sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dan memahami konsep-konsep yang
terkait dengan topik mereka, membantu mereka mengaitkan pembelajaran dengan aplikasi dunia nyata.
Pada pembelajaran dengan modified inquiry juga berhasil melatih siswa cara berfikir yang ilmiah. Selain itu,
pembelajaran modified inquiry yang menekankan pada keterampilan proses, sehingga membuat
pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa (Subagyo dkk., 2014). Menurut Subagyo dkk., (2014)
sintaks model inkuiri modifikasi disajikan dalam tabel 2.5 yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.5 Sintaks Model Inkuiri Modifikasi
Tahap Aktivitas
Penyajian Masalah Guru akan mengemukakan Siswa akan mencari solusi dari
diajukan guru.
percobaan.
Problem Based Learning adalah model pembelajaran berbasisi masalah dimana inti dari pembelajaran
berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang
dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk penyelidikan. Peran guru dalam PBL adalah mengajukan
masalah otentik, memfasilitasi penyelidikan siswa, dan mendukung pembelajaran siswa. Pembelajaran
PBL disusun berdasarkan situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana dan
mengundang persaingan solusi. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
menyampaikan informasi dalam jumlah besar kepada siswa. Sebaliknya, pembelajaran berbasis masalah
dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, pemecahan masalah, dan
intelektual mereka, mempelajari peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui situasi nyata atau
simulasi, dan menjadi pembelajar yang mandiri dan mandiri (Arends, 2012).
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah mengutamakan proses belajar dimana tugas guru harus
memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran
berdasarkan masalah penggunaannya di dalam tingkat berpikir lebih tinggi, dalam situasi berorientasi
pada masalah, termasuk bagaimana belajar (Haudi, 2021). Pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Pembelajaran berbasis masalah mengatur pengajaran berdasarkan pertanyaan dan masalah yang
penting secara sosial dan bermakna secara pribadi bagi siswa. Mereka mengatasi situasi kehidupan nyata
yang menghindari jawaban sederhana dan di mana terdapat solusi yang bersaing.
2. Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa untuk melaksanakan penyelidikan yang mencari
solusi nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,
3. Pembelajaran berbasis masalah ditandai dengan siswa bekerja sama satu sama lain, paling sering
berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk keterlibatan
berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan peluang untuk penyelidikan dan dialog
bersama, dan untuk pengembangan keterampilan sosial (Arends, 2012). Sintaks dalam penerapan Problem
pemecahan masalah.
5. Membantu siswa
membentuk kelompok
mengajukan dugaan
sementara berdasarkan
masalah).
memberikan penghargaan
menyimpulkan materi.
11. Project Based Learning (PJBL)
Project Based Learning adalah model pembelajaran yang menekankan pada keberpusatan siswa dalam
suatu proyek. Dimana dengan hal ini memungkinkan siswa untuk bekerja secara mandiri untuk
membangun pembelajarannya sendiri dan akan mencapai puncaknya dalam suatu hasil yang realistis,
seperti karya yang dihasilkan siswa sendiri. Model pembelajaran Project Based Learning adalah suatu model
pembelajaran yang mengaitkan pelajaran dengan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang
dibuktikan dengan proyek yang diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Model pembelajaran ini juga
dapat mengaktifkan proses pembelajaran dikelas karena pembelajaran berpusat pada siswa, siswa akan
lebih aktif dalam mencari informasi dan merangkai jadwal proyek untuk diselesaikan. Guru berfungsi
sebagai fasilitator pada model pembelajaran ini. Siswa dituntut lebih aktif untuk merancang sebuah
Project Based Learning Model yang selanjutnya disebut PjBL adalah suatu model pembelajaran yang
dalam pembelajarannya melibatkan siswa dalam suatu proyek pembelajaran tertentu secara mandiri
dalam periode tertentu yang berujung pada tugas berbentuk produk atau presentasi. Model pembelajaran
berbasis proyek ini digunakan karena memiliki keuntungan tertentu dalam proses pembelajaran yang
salah satu keuntungannya yaitu dapat melatih keterampilan siswa termasuk keterampilan berpikir,
keterampilan memecahkan masalah dan kreativitas sehingga efektif untuk memanajemen diri siswa dan
membangun rasa percaya diri siswa. Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis proyek adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa untuk dapat memahami
suatu konsep dengan melakukan investigasi mendalam tentang suatu masalah dan menemukan solusi
Project Based Learning Model Guru bertindak sebagai fasilitator yang menugaskan siswa untuk
melakukan eksplorasi, penilaian dan interpretasi untuk menghasilkan produk hasil pembelajaran. Dimana
dalam hal ini siswa dibiarkan belajar secara mandiri alam periode tertentu. Pengumpulan dan
langkah awal dalam memperoleh informasi atau data. Model PjBL merupakan model pembelajaran lama
yang terus mengalami perubahan. PjBL sering digunakan dalam proses pembelajaran karena dengan
model pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk menyelesaikan masalah dan bekerja sama secara
kolaboratif. Model PJBL ini menuntun siswa guna memiliki potensi untuk pengalaman belajar yang
kepada pelajar untuk lebih bisa berkolaborasi, gotong royong, dan empati dengan sesama. Tujuan Project
3. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah proyek yang kompleks dengan hasil
produk nyata.
4. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola bahan atau alat untuk
5. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PjBL yang bersifat kelompok.
Model pembelajaran project based learning mempunyai beberapa karakteristik yang membedakan dengan
1. Terpusat, kerja proyek dalam model pembelajaran ini merupakan pusat dari kegiatan pembelajaran
2. Dikendalikan pertanyaan, kerja proyek berfokus pada pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk
3. Investigasi konstruktif, penentuan jenis proyek harus bisa mendorong siswa untuk mengkonstruk
4. Otonomi, siswa dalam proses pembelajaran bebas menentukan pilihannya sendiri dengan suvervisi
5. Nyata, pembelajaran harus bersifat nyata atau ada dalam kehidupan sehari-harinya.
Tahap 1: Penentuan Proyek Penyampaian topik dalam teori oleh pendidik kemudian disusul dengan
kegiatan pengajuan pertanyaan oleh siswa mengenai bagaimana memecahkan masalah. Selain mengajukan
pertanyaan siswa juga harus mencari langkah yang sesuai dengan dalam pemecahan masalahnya.
terhadap siswa sesuai dengan prosedur pembuatan proyek. Pada kd menerapkan komunikasi efektif
kehumasan menunjukkan ketidaktuntasan pada ranah kognitif. Kemudian siswa melakukan pemecahan
antara pendidik dan siswa dalam penyelesaian proyek tersebut. Setelah melakukan batas waktu maka
Tahap 4: Penyelesaian Proyek dengan Fasilitas dan Monitoring Guru Pemantauan yang dilakukan oleh
pendidik mengenai keaktifan siswa ketika menyelesaikan proyek serta realisasi yang dilakukan dalam
penyelesaian pemecahan masalah. Siswa melakukan realisasi sesuai dengan jadwal proyek yang telah
ditetapkan.
Tahap 5: Penyusunan Laporan dan Presentasi/Publikasi Hasil Proyek Pendidik melakukan discuss dalam
pemantauan realisasi yang dilakukan pada peserta didik. Pembahasan yang dilakukan dijadikan laporan
Tahap 6: Evaluasi Proyek dan Proyek Hasil Proyek Pendidik melakukan pengarahan pada proses
pemaparan proyek tersebut, kemudian melakukan refleksi serta menyimpulkan secara garis besar apa
yang telah diperoleh melalui melalui lembar pengamatan dari pendidik (Anggraini dan Wulandari, 2021).
langkah- langkah Model Problem Based Learning tercantum pada tabel 2.7 sebagai berikut:
DIDIK
masalah.
yang dibutuhkan.
Menyusun Jadwal Pembuatan Guru dan peserta didik Peserta didik menyusun
pengumpulan). bersama.
kesulitan. guru.
3. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang
kompleks
4. Dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif dalam bekerja,
7. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang
8. Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan
9. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik
1. PBL tidak bisa digunakan untuk setiap topik pelajaran, sampai batas tertentu, guru berperan aktif
menyampaikan materi.
2. PBL lebih tepat digunakan untuk proses pembelajaran yang membutuhkan ketrampilan
3. Membutuhkan banyak waktu juga biaya untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk
6. Pada kelas dengan tingkat keanekaragaman peserta didik yang tinggi, sulit untuk
7. Jika peserta didik tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
8. Perlu ditunjang oleh buku referensi yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan
Alkaromi, A. (2022). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan
Kerjasama dan Prestasi Belajar Siswa. Diadik: Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan, 12(1), 75-84.
Anggraini, P. D., dan Wulandari, S. S. (2021). Analisis Penggunaan Model Pembelajaran Project Based
Learning dalam Peningkatan Keaktifan Siswa. Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP), 9(2),
292-299.
Darmawan, D., dan Dinn, W. (2018). Model Pembelajaran di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Dewi, M. R. (2022). Kelebihan dan kekurangan project-based learning untuk Penguatan Profil Pelajar
Erikko, D., Qurbaniah, M., dan Kurniati, T. (2018). Komparasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Dengan Inkuiri Bebas Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Hukum Kekekalan
Massa Kelas X MIPA SMA Negeri 1 Pontianak. Ar-Razi Jurnal Ilmiah, 6(1), 20-29.
Hanida, Neviyarni., dan Farida, F. (2019). Peningkatan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Bahan Ajar
Tematik Terpadu Berbasis Model Discovery Learning di Kelas IV Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 3(2),
120-126.
Khasinah, S. (2021). Discovery Learning: Definisi, Sintaksis, Keunggulan dan Kelemahan. Jurnal Media Kajian
Mukaramah, M., Kustina, R., dan Rismawati. (2020). Menganalisis Kelebihan dan Kekurangan Model
Discovery Learning Berbasis Audiovisual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jurnal Ilmiah
Marsa, P. B., Asrul, A., dan Gusnedi, G. (2015). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Modified Inquiry
Berbantukan Lembar Kerja Siswa Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa di Kelas VIII SMPN 2 Pariaman.
Mudalara, I. P. (2012). Pengaruh model pembelajaran inkuiri bebas terhadap hasil belajar kimia siswa kelas
XI IPA SMA Negeri 1 Gianyar ditinjau dari sikap ilmiah. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Ipa
Indonesia, 2(2).
Nababan,D., Bakara,A., dan Sihite,C,E,H. (2023). Penerapan Strategi Pembelajaran Discovery Learning
Dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Peserta Didik. Jurnal Pendidikan Sosial dan Humaniora, 2(2),
766-773.
Nurdyansyah., dan Fahyuni, E. F. (2016). Inovasi Model Pembelajaran. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
Pranoto,E. (2021). Model Discovery Learning dan Problematika Hasil Belajar. Jurnal Pusat Pengembangan
Prihatin,Y. (2019). Model Pembelajaran Inovatif: Teori Dan Aplikasi Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia.
Sanjaya Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Rawamangun-Jakarta:
Subagyo., Suyono., dan Tukiran. (2014). Penerapan Modified Iquiry Models Untuk Mencegah Miskonsepsi
Siswa Pada Konsep Kesetimbangan Kimia. Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya,
3(2), 361-366.
Sya’diyah, H. 2018. Bermain Peran (Role Playing) Dalam Pembelajaran Maharah Al Kalam di PKPBA UIN
Syamsu, F. N., Rahmawati, I., & Suyitno, S. (2019). Keefektifan model pembelajaran stad terhadap hasil
belajar matematika materi bangun ruang. International Journal of Elementary Education, 3(3),
344-350.
BAB 3
PROGRAM SEMESTER DAN PROGRAM TAHUNAN DALAM
PEMBELAJARAN IPA
A. PENGERTIAN PROGRAM
Program merupakan pernyataan yang berisi kesimpulan dari beberapa harapan atau tujuan yang
saling bergantung dan saling terkait, untuk mencapai suatu sasaran yang sama. Program sering dikaitkan
dengan perencanaan, persiapan, dan desain atau rancanagan. Perencanaan adalah menyusun langkah‐
langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan tersebut
dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan membuat
perencanaan. Namun, yang lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilakasanakan
dengan mudah dan tepat sasaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa perencanaan yang dirumuskan
hendaklah terfokus pada tujuan yang hendak dicapai (Simanjuntak dkk., 2020). Pembelajaran IPA
dilaksanakan dengan beracuan pada program tahunan dan program semester. Penyusunan prota dan
promes harus mengacu pada kalender pendidikan tiap satuan pendidikan yang diterbitkan oleh Dinas
Pendidikan untuk menentukan banyaknya minggu efektif dalam setiap bulan. Kalender pendidikan
umumnya memuat hari-hari libur, jadwal ulangan tengah semester ganjil, jadwal ulangan semester ganjil
dan genap, jadwal ujian sekolah (tulis) dan UTS genap, jadwal ujian praktik dan perkiran ujian nasional.
Setelah mengkaji kalender pendidikan penyusun prota dan promes juga harus mengkaji struktur
kurikulum untuk menentukan jumlah jam mata pelajaran per minggu. Selain itu penyusun program juga
harus mempelajari kompetensi dasar dan silabus untuk memperkirakan jumlah jam pelajaran yang
diperlukan untuk pembelajaran masing-masing KD (Astuti, 2018).
C. PROGRAM TAHUNAN
Program tahunan merupakan rencana penetapan alokasi waktu satu tahun untuk mencapai
tujuan (SK dan KD) yang telah ditetapkan. Penetapan alokasi waktu diperlukan agar seluruh kompetensi
dasar yang ada dalam kurikulum seluruhnya dapat dicapai oleh siswa (Ritonga, 2023). Prota disusun
sendiri oleh guru yang menjelaskan alokasi waktu yang digunakan untuk mencapai KI dan KD dalam satu
tahun berdasarkan kalender pendidikan dari pemerintah yang sudah diolah dan disesuaikan program
sekolah setelah itu baru dituangkan kedalam kalender pendidikan sekolah (Setiyoningsih, 2017). Dalam
menyusun Program Tahunan, komponen yang harus ada meliputi identitas (kelas, muatan pelajaran,
tahun pelajaran) dan format isi yang terdiri dari BAB materi, sub BAB materi, dan alokasi waktu (Bestary
dkk., 2018).
1. Sebagai pedoman dalam menyusun program semester, program suatu pelajaran dan juga sebagai
persiapan dalam mengajar agar lebih rapi dan terorganisir secara lebih matang.
2. Sebagai acuan dalam rangka optimalisasi, efisiensi dan efektivitas penggunaan waktu belajar
efektif yang ada.
Program tahunan memuat penjabaran alokasi waktu tiap-tiap standar kompetensi/kompetensi inti dan
kompetensi dasar untuk tiap semester dan tiap kelas selama satu tahun pelajaran. Program tahunan
selanjutnya dijabarkan secara rinci pada program semester. Langkah‐langkah yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan program tahunan adalah sebagai berikut:
1. Menelaah jumlah KD atau tema dan sub tema pada suatu kelas.
2. Menelaah kalender pendidikan, dan ciri khas sekolah/madrasah berdasarkan kebutuhan tingkat
satuan pendidikan.
3. Menandai hari‐hari libur, permulaan tahun pelajaran, minggu belajar efektif (MBE), belajar,
waktu pembelajaran efektif (perminggu) dalam satu tahun. Hari‐hari libur meliputi jeda tengah
semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum
termasuk hari‐hari besar nasional, hari libur khusus.
4. Menghitung jumlah minggu efektif setiap bulan dan semester dalam satu tahun dan
memasukkan dalam format matrik yang tersedia.
5. Mendistribusikan alokasi waktu yang disediakan untuk suatu mata pelajaran, pada setiap KD
dan topik bahasannya pada minggu efektif, sesuai ruang lingkup cakupan materi, tingkat
kesulitan dan pentingnya materi tersebut, serta mempertimbangkan waktu untuk ulangan serta
review materi (Simanjuntak dkk., 2020).
1. Daftar standar kompetensi sebagai konsensus nasional, yang dikembangkan dalam buku garis‐
garis besar program pengajaran (GBPP) setiap mata pelajaran yang akan dikembangkan.
2. Skope dan sekuensi setiap kompetensi. Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan materi
pembelajaran. Materi pembelajaran tersebut disusun dalam pokok‐ pokok bahasan dan sub pokok
bahasan, yang mengandung ide‐ide pokok sesuai dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran.
Pokok‐pokok bahasan dan subsub pokok bahasan tersebut harus jelas skope dan sekeuensinya.
Skope adalah ruang lingkup dan batasan‐batasan keluasan setiap pokok dan sub pokok bahasan,
sedangkan sekuensi adalah urutan logis dari setiap pokok dan sub pokok bahasan.
a. Sekuens kronologis. Untuk menyusunan bahan ajar yang mengandung urutan waktu, dapat
digunakan kronologis. Peristiwa‐peristiwa sejarah, perkembangan historis suatu instusi,
penemuan‐penemuan ilmiah dan sebagainya dapat disusun berdasarkan sekuens
kronologis.
b. Sekuens kausal. Sekuens kausal berhubungan dengan kronologis. Peserta didik dihadapkan
pada peristiwa‐peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu daripada sesuatu
peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu para peserta didik akan
menemukan akibatnya.
c. Sekuens struktural. Bagian‐bagian bahan ajar sesuatu bidang studi telah mempunyai
strukturnya. Dalam fisika tidak mungkin mengajarkan alat‐alat optik, tanpa terlebih dahulu
diajarkan pemantulan dan pembiasan cahaya. Masalah cahaya, pemantulan‐pembiasan, dan
alat‐alat optik tersusun secara struktural.
d. Sekuens logis dan psikologis. Bahan ajar juga dapat disusun berdasarkan urutan logis.
Menurut sekuens logis bahan ajar dimulai dari bagian kepada keseluruhan, dari yang
sederhana kepada yang kompleks, tetapi menurut sekuens psikologis sebaliknya dari
keseluruhan kepada bagian, dari yang kompleks kepada sederhana.
e. Sekuens spiral. Bahan ajar dipusatkan pada topik atau pokok bahasan tertentu. Dari topik
atau pokok bahasan tersebut bahan diperluas dan diperdalam. Topik atau pokok bahan
ajaran tersebut adalah sesuatu yang populer dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan
diperdalam dengan bahan yang lebih kompleks.
f. Sekuens berdasarkan hierakhi belajar. Model ini dikembangkan dengan prosedur tujuan
khusus utama dianalisis, dan dicari suatu hierakhi urutan bahan ajaran untuk mencapai
tujuan‐tujuan tersebut. Hierakhi tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula‐
mula harus dikuasai peserta didik, berturut‐turut sampai pokok‐pokok bahasan tertentu.
3. Kalender pendidikan, yaitu penyusun kalender pendidikan selama satu tahun.
4. Pelajaran mengacu pada efisien, efektifitas, dan hak‐hak peserta didik. Dalam kalender
pembelajaran, termasuk waktu libur, dan lain‐ lain. Dengan demikian, dalam menyusun
program tahunan perlu memperhatikan kalender pendidikan.
1. Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun
pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
2. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun
pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
3. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam
pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatanlokal, ditambah jumlah jam untuk
pengembangan diri.
4. Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatanpembelajaran
terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah
semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum
termasuk hari‐hari besar nasional, dan hari libur khusus (Jaya, 2019).
KELAS/PROGRAM : ......................................................
JUMLAH
JUMLAH
.......,..........................
Mengetahui:
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
(....................................................) ( ................................................................. )
* Kompetensi Inti
** Jumlah Pertemuan dan Jumlah Jam Pelajaran (JP)
*** Jumlah Menit (Jumlah JP x Menit setiap JP)
E. PROGRAM SEMESTER
Program semester adalah rancangan kegiatan belajar mengajar secara garis besar yang dibuat
dalam jangka waktu satu semester dengan memperhatikan program tahunan dan alokasi waktu tiap
minggu. Dengan rancangan promes yang harus dicapai selama satu semester, selama periode ini
diharapkan para siswa menguasai pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai satu kesatuan utuh
(Nafiah dkk., 2022). Pada umumnya program semester adalah program pembelajaran yang berisikan
identitas (satuan pendidikan, mata pelajaran, kelas/semester, tahun pelajaran) dan format isian yang
terdiri dari BAB materi, sub BAB materi, pembelajaran ke alokasi waktu, dan bulan yang terinci per
minggu, dan keterangan yang diisi pelaksanaan pembelajaran berlangsung (Bestary dkk., 2018; Fadlillah,
2018).
Dalam program pendidikan semester dipakai satuan waktu terkecil, yaitu satuan semester untuk
menyatakan lamanya satu program pendidikan. Masing‐masing program semester sifatnya lengkap dan
merupakan satu kebulatan dan berdiri sendiri. Isi dari program semester adalah tentang bulan, pokok
bahasan yang hendak disampaikan, waktu yang direncanakan, dan keterangan‐ keterangan. Program
semester diarahkan untuk menjawab minggu keberapa ataukapan pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dasar itu dilakukan. Pada umumnya program semester ini berisi tentang bulan, pokok
bahasan yang hendak disampaikan, waktu yang direncanakan, dan keterangan‐ keterangan.
Fungsi program pemester dalam kegiatan pendidikan/ pembelajaran, diantaranya sebagai berikut:
1. Memasukkan kompetensi dasar, topik dan sub topik bahasan dalam format program semester.
2. Menentukan jumlah jam pada setiap kolom minggu dan jumlah tatap muka per minggu
untuk mata pelajaran.
3. Mengalokasikan waktu sesuai kebutuhan bahasan topik dan sub topik pada kolom minggu dan
bulan.
4. Membuat catatan atau keterangan untuk bagian‐bagian yang membutuhkan penjelasan
(Simanjuntak, dkk. 2020).
Contoh format program semester:
9
MATA PELAJARAN: ………………………………….. KELAS: ……… SEMESTER: II ; TAHUN PELAJARAN: ........................
Mengetahui
(....................................................) (. ............................................................... )
10
F. KESIMPULAN
Program merupakan pernyataan yang berisi kesimpulan dari beberapa harapan atau tujuan yang
saling bergantung dan saling terkait, untuk mencapai suatu sasaran yang sama. Program sering dikaitkan
dengan perencanaan, persiapan, dan desain atau rancanagan. Perencanaan adalah menyusun langkah‐
langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan tersebut
dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan membuat
perencanaan. Program semester adalah rancangan kegiatan belajar mengajar secara garis besar yang
dibuat dalam jangka waktu satu semester dengan memperhatikan program tahunan dan alokasi waktu
tiap minggu. Dengan rancangan promes yang harus dicapai selama satu semester, selama periode ini
diharapkan para siswa menguasai pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai satu kesatuan utuh.
Program tahunan adalah rancangan kegiatan belajar mengajar secara garis besar dengan penentuan
alokasi waktu selama satu tahun untuk mencapai kompetensi- kompetensi dasar yang ada dalam
kurikulum.
11
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, D. S. (2018). Analisa Kesulitan Penyusunan Program Tahunan Dan Program Semester Bagi Calon
Guru Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. In Prosiding SNPS (Seminar Nasional
Pendidikan Sains), 58-62.
Bestary, R., Moroki, E. S. G., Yunadi, Y. Y., Priyono, S., dan Iswoyo, S. (2018). Manajemen Implementasi
Kurikulum 2013. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Fadlillah, M. (2018). Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Kurikulum 2013 di TK IT Qurrota A`yun Babadan
Ponorogo. Jurnal Pendidikan: Early Childhood, 2(1), 1-12.
Nafiah, Kurjum, H. M., dan Muslimin. (2022). Perencanaan Pembelajaran. Surabaya: Penerbit Pena
Cendekia.
Ritonga, M. S. (2023). Analisis Kemampuan Guru PAI dalam Merancang Program Tahunan dan Program
Semester. All Fields of Science Journal Liaison Academia and Sosiety, 3(1), 334-341.
Simanjuntak, M. P., Sinaga, L., Hardinata, A., dan Simatupang, H. (2020). Pengembangan Program Dalam
Pembelajaran. Jakarta Utara: Pustaka Media Guru.
12
BAB 4
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
PROJECT BASED LEARNING (PJBL) DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN IPA
dalam suatu proyek. Dimana dengan hal ini memungkinkan siswa untuk bekerja secara mandiri
untuk membangun pembelajarannya sendiri dan akan mencapai puncaknya dalam suatu hasil yang
realistis, seperti karya yang dihasilkan siswa sendiri. Model pembelajaran project based learning
adalah suatu model pembelajaran yang mengaitkan pelajaran dengan masalah-masalah dalam
kehidupan sehari-hari yang dibuktikan dengan proyek yang diselesaikan dalam jangka waktu
tertentu. Model pembelajaran ini juga dapat mengaktifkan proses pembelajaran dikelas karena
pembelajaran berpusat pada siswa, siswa akan lebih aktif dalam mencari informasi dan merangkai
jadwal proyek untuk diselesaikan. Guru berfungsi sebagai fasilitator pada model pembelajaran ini.
Siswa dituntut lebih aktif untuk merancang sebuah proyek yang telah ditentukan oleh kelompok kerja
Project Based Learning Model yang selanjutnya disebut PjBL adalah suatu model pembelajaran yang
dalam pembelajarannya melibatkan siswa dalam suatu proyek pembelajaran tertentu secara mandiri
dalam periode tertentu yang berujung pada tugas berbentuk produk atau presentasi. Model
pembelajaran berbasis proyek ini digunakan karena memiliki keuntungan tertentu dalam proses
pembelajaran yang salah satu keuntungannya yaitu dapat melatih keterampilan siswa termasuk
keterampilan berpikir, keterampilan memecahkan masalah dan kreativitas sehingga efektif untuk
memanajemen diri siswa dan membangun rasa percaya diri siswa. Berdasarkan teori tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada
aktifitas siswa untuk dapat memahami suatu konsep dengan melakukan investigasi mendalam
Dalam Project Based Learning Model Guru bertindak sebagai fasilitator yang menugaskan siswa
untuk melakukan eksplorasi, penilaian dan interpretasi untuk menghasilkan produk hasil
pembelajaran. Dimana dalam hal ini siswa dibiarkan belajar secara mandiri alam periode tertentu.
permasalahan sebagai langkah awal dalam memperoleh informasi atau data. Model PjBL merupakan
1
model pembelajaran lama yang terus mengalami perubahan. PjBL sering digunakan dalam proses
pembelajaran karena dengan model pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk menyelesaikan
masalah dan bekerja sama secara kolaboratif. Model PJBL ini menuntun siswa guna memiliki potensi
Setiap model pembelajaran pasti memiliki tujuan dalam penerapannya. Project Based Learning ini
diprakarsai oleh hasil implikasi dari Surat Edaran Mendikbud No.4 Tahun 2020. Model Pembelajaran
Project Based Learning memiliki tujuan utama untuk memberikan pelatihan kepada pelajar untuk
lebih bisa berkolaborasi, gotong royong, dan empati dengan sesame (martati, 2022).
3. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah proyek yang kompleks
4. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola bahan atau
5. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PjBL yang bersifat kelompok.
ketika diambil secara garis besar tujuan dari penerapan metode ini yaitu untuk mengasah serta
memberikan kebiasaan kepada siswa dalam melakukan kegiatan berpikir kritis untk menyelesaikan
permasalahan yang diterima. Selain itu metode ini juga dapat dilakukan sebagai upaya untuk
Project Based Learning Model dirancang untuk digunakan dalam permasalahan kompleks sehingga
dalam pelaksanaannya diperlukan pengamatan dan eksplorasi yang cukup yang merupakan
pembelajaran yang inovatif dan lebih menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan
yang kompleks.
Menurut kurniawan dkk, (2019) Model pembelajaran project based learning mempunyai beberapa
2
1. terpusat, kerja proyek dalam model pembelajaran ini merupakan pusat dari kegiatan
2. dikendalikan pertanyaan, kerja proyek berfokus pada pertanyaan yang dapat mendorong
3. investigasi konstruktif, penentuan jenis proyek harus bisa mendorong siswa untuk
4. otonomi, siswa dalam proses pembelajaran bebas menentukan pilihannya sendiri dengan
5. nyata, pembelajaran harus bersifat nyata atau ada dalam kehidupan sehari-harinya.
LEARNING
Tahap 1: Penentuan Proyek Penyampaian topik dalam teori oleh pendidik kemudian disusul dengan
kegiatan pengajuan pertanyaan oleh siswa mengenai bagaimana memecahkan masalah. Selain
mengajukan pertanyaan siswa juga harus mencari langkah yang sesuai dengan dalam pemecahan
masalahnya.
terhadap siswa sesuai dengan prosedur pembuatan proyek. Pada kd menerapkan komunikasi efektif
pemecahan masalah melalui kegiatan diskusi bahkan terjun langsung dalam lapangan.
Tahap 3: Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Proyek Melakukan penetapan langkah- langkah serta
jadwal antara pendidik dan siswa dalam penyelesaian proyek tersebut. Setelah melakukan batas
waktu maka siswa dapat melakukan penyusunan langkah serta jadwal dalam realisasinya.
Tahap 4: Penyelesaian Proyek dengan Fasilitas dan Monitoring Guru Pemantauan yang dilakukan
oleh pendidik mengenai keaktifan siswa ketika menyelesaikan proyek serta realisasi yang dilakukan
dalam penyelesaian pemecahan masalah. Siswa melakukan realisasi sesuai dengan jadwal proyek
Tahap 5: Penyusunan Laporan dan Presentasi/Publikasi Hasil Proyek Pendidik melakukan discuss
dalam pemantauan realisasi yang dilakukan pada peserta didik. Pembahasan yang dilakukan
Tahap 6: Evaluasi Proyek dan Proyek Hasil Proyek Pendidik melakukan pengarahan pada proses
pemaparan proyek tersebut, kemudian melakukan refleksi serta menyimpulkan secara garis besar apa
3
yang telah diperoleh melalui melalui lembar pengamatan dari pendidik (Anggraini dan Wulandari,
2021).
Tabel langkah- langkah kerja/kegiatan dalam model pembelajaran problem based learning :
Mendesain Perencanaan Produk Guru memastikan setiap peserta Peserta didik berdiskusi
Menyusun Jadwal Pembuatan Guru dan peserta didik membuat Peserta didik menyusun jadwal
Memonitor Keaktifan dan Guru memantau keaktifan peserta Peserta didik melakukan
Evaluasi Pengalaman Belajar Guru membimbing proses Setiap peserta didik memaparkan
4
pemaparan proyek, menanggapi laporan, peserta didik yang lain
BASED LEARNING
3. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang
kompleks
komunikasi
7. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan
8. Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan
9. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik
BASED LEARNING
1. PBL tidak bisa digunakan untuk setiap topik pelajaran, sampai batas tertentu, guru berperan
2. PBL lebih tepat digunakan untuk proses pembelajaran yang membutuhkan ketrampilan
5
3. Membutuhkan banyak waktu juga biaya untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan
produk
6. Pada kelas dengan tingkat keanekaragaman peserta didik yang tinggi, sulit untuk
7. Jika peserta didik tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
8. Perlu ditunjang oleh buku referensi yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan
IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-
gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.. Sejalan dengan
peryataan diatas, pembelajaran IPA tidak dapat diajarkan semata dengan model ceramah.
Pembelajaran IPA sebaiknya pembelajaran dengan student centered, dimana siswa terlibat aktif dalam
percobaan ilmiah. Hal ini sejalan dengan model pembelajaran Project Based Learning (PJBL) dimana
model pembelajaran ini berpusat pada peserta didik, guru sebagai fasilitator dan motivator dan
dengan melibatkan kerja proyek berdasarkan permasalahan sebagai langkah awalnya. Kemudian
beraktivitas secara nyata dan merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan
kegiatan investigasi, dengan hasil akhir dari kerja proyek. Kerja proyek adalah suatu produk yang
berupa laporan tertulis atau lisan, presentasi atau rekomendasi (Afirianti, 2020).
Berikut ini adalah contoh penerapan project based learning dalam pembelajaran IPA pada materi
6
topik (PPT) dari materi materi (PPT) yang
“Rangkaian Lampu di
kegiatan 1.
7
kelompok memilih dan
mengetahui prosedur
pembuatan
proyek/produk yang
akan dihasilkan.
memperhatikan batas
waktuyang telah
ditentukan bersama.
tahapan,
5. Peserta didik
mendiskusikan masalah
penyelesaian proyek
dengan guru.
8
prototipe proyek, kelayakan proyek yang
proyek.
KESIMPULAN
Model pembelajaran project based learning sangat cocok diterapkan pada saat pembelajaran di kelas
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Karena model pembelajaran project based
learning mempusatkan pembuatan proyek sebagai kegiatan utama pembelajaran, hal ini akan
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif karena siswa akan lebih bebas untuk berkreasi untuk
membuat atau merancang suatu proyek. Pengalaman belajar yang didapat siswa merupakan kondisi
yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif. Terdapat enam sintaks, yaitu: membuka
pelajaran dengan menanya, merencanakan proyek, menyusun jadwal aktivitas, mengawasi jalannya
9
proyek, penilaian terhadap produk yang dihasilkan, evaluasi. Model pembelajaran tersebut dapat
mendorong siswa untuk lebih bisa berkolaborasi, gotong royong, dan empati dengan sesama.
Model pembelajaran Project base learning lemah dalam proses pembelajaran pemecahan masalah
tertentu, ada mahasiswa yang aktif dan tidak aktif, perlu ditunjang oleh buku referensi yang dapat
dijadikan pemahaman dalam kegiatan pembelajaran, juga dibutuhkan biaya yang besar dalam
pembuatan produk. Keunggulannya pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan dapat bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan, jugga dapat mendorong melakukan evaluasi diri baik terhadap hasil belajar
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, P. D., & Wulandari, S. S. (2021). Analisis penggunaan model pembelajaran project
based learning dalam peningkatan keaktifan siswa. Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran
(JPAP), 9(2), 292-299.
Arifianti, U. (2020). Project Based Learning dalam Pembelajaran IPA. In Social, Humanities,
and Educational Studies (SHES): Conference Series (Vol. 3, No. 3, pp. 2079-2082).
Dewi, M. R. (2022). Kelebihan dan kekurangan project-based learning untuk penguatan profil
pelajar pancasila kurikulum merdeka. Inovasi Kurikulum, 19(2), 213-226.
Kurniawan, S., Suryaningsih, Y., & Gaffar, A. A. (2019, October). Penerapan Model
Pembelajaran Project Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. In
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan (Vol. 1, pp. 622-629).
Martati, B. (2022). Penerapan Project Based Learning Dalam Pembelajaran Di Sekolah Dasar.
10
Proceeding Umsurabaya, 1(1).
11
BAB 5
A. E-LEARNING
E-Learning adalah pembelajaran yang memanfaatkan paket informasi berbasis teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan peserta didik yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja. E-Learning
adalah proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara sistematis
dengan mengintegrasikan semua komponen, termasuk interaksi lintas ruang dan waktu, dengan kualitas
yang terjamin.
E-Learning adalah proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang
dilaksanakan secara terencana dan sistematis dengan mengintegrasikan semua komponen peserta didik,
guru dan sumber daya lain yang dapat di akses kapan saja dan dimana saja dengan kualitas yang terjamin
dan unggul. Pembelajaran dengan e-Learning dilaksanakan melalui media aplikasi online yang disebut
Learning Management System (LMS) yang pada prinsipnya merupakan kelas yang berwujud maya (virtual
Menurut Dara, dkk. (2021), menjelaskan terdapat beberapa karakteristik dalam pembelajaran e-learning,
1) Interactivity (interaktivitas): tersedianya jalur komunikasi yang lebih banyak, baik secara langsung
(synchronous), seperti chatting atau messenger atau tidak langsung (asynchronous) seperti forum, mailing
2) Independency (kemandirian): fleksibilitas dalam aspek penyediaan waktu, tempat, pengajar dan bahan
ajar. Hal ini menyebabkan pembelajaran menjadi lebih terpusat kepada siswa (student-centered learning)
pendistribusian dijaringan internet dengan akses yang lebih luas dari pada pendistribusian sumber
4) Enrichment (pengayaan): kegiatan pembelajaran, presentasi materi kuliah dan materi penelitian sebagai
Keempat karakteristik diatas merupakan hal yang membedakan E-learning dari kegiatan pembelajaran
secara konvensional. Dalam E-learning, daya tangkap siswa pada materi pembelajaran tidak lagi tergantung
pada instruktur/guru, karena siswa mengonstruksi sendiri ilmu pengetahuannya melalui bahan-bahan ajar
yang disampaikan melalui interface situs web. Dalam E-learning pula, sumber ilmu pengetahuan tersebar
dimana-mana serta dapat diakses dengan mudah oleh setiap orang. Hal ini dikarenakan sifat media internet
Menurut Hartanto (2016), menjelaskan bahwa terdapat banyak manfaat dalam penerapan pembelajaran
e-learning. E-learning dapat membawa suasana baru dalam ragam pengembangan pembelajaran.
Pemanfaatan e-learning dengan baik dapat meningkatkan hasil pembelajaran dengan maksimal. Beberapa
1) Fleksibilitas tempat dan waktu, jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan siswa untuk
hadir di kelas pada jam-jam tertentu, maka e-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu
2) Independent learning, e-learning memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk memegang kendali atas
kesuksesan belajar masing-masing. Artinya pembelajar diberi kebebasan untuk menentukan kapan akan
mulai, kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih
dulu. Jika ia mengalami kesulitan, ia bisa mengulang-ulang lagi sampai ia merasa mampu memahami.
Pembelajar juga bisa menghubungi instruktur, narasumber melalui email atau ikut dialog interaktif
pada waktu-waktu tertentu. Banyak orang yang merasa cara belajar independen seperti ini lebih efektif
daripada cara belajar lainnya yang memaksakannya untuk belajar dengan urutan yang telah ditetapkan.
3) Biaya, banyak biaya yang bisa dihemat dari cara pembelajaran dengan e-learning. Secara finansial, biaya
yang bisa dihemat, antara lain biaya transportasi ke tempat belajar dan akomodasi selama belajar, biaya
4) Fleksibilitas kecepatan pembelajaran, e-learning dapat disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-
masing siswa. Apabila siswa belum mengerti dan memahami modul tertentu, maka ia dapat
5) Standarisasi pengajaran, pembelajaran e-learning selalu memiliki kualitas sama setiap kali diakses dan
6) Efektifitas pengajaran, penyampaian pelajaran e-learning dapat berupa simulasi dan kasus-kasus,
7) Kecepatan distribusi, e-learning dapat dengan cepat menjangkau ke seluruh penjuru, tim desain hanya
perlu mempersiapkan bahan pelajaran secepatnya dan menginstal hasilnya di server pusat e-learning.
9) Otomatisasi proses administrasi, e-learning menggunakan suatu Learning Management System (LMS)
yang berfungsi sebagai platform pelajaran-pelajaran e-learning. LMS berfungsi pula menyimpan data-
Pendekatan pembelajaran dalam e-Learning secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yaitu
a) Asynchronous
Asynchronous merupakan aktivitas yang menggunakan teknologi dalam bentuk blogs, wikis, email dan
discussion boards. Dalam bentuk ini peserta didik dapat mengembangkan ide atau saling bertukar ide
atau informasi tanpa keterkaitan antara siswa satu dengan lainnya pada waktu yang sama, sebagai
contoh penggunaan e-mail dimana pesan dapat dikirim atau diterima tanpa keduanya harus berada
b) Synchronous
Synchronous merupakan aktivitas yang menggunakan teknologi informasi yang mengharuskan peserta
didik menggunakan waktu yang bersamaan. Face to face discussion merupakan salah satu contoh bentuk
berkomunikasi atau berhubungan antara satu dengan yang lain seperti sesi online atau virtual classroom.
Salah satu contoh penerapan pembelajaran e-learning adalah Learning Management System (LMS). LMS
berkembang pada tahun 2000, kemudian menjadi aplikasi e-learning berbasis web. LMS berbasis web ini
akhirnya digabungkan dengan situs-situs informasi majalah dan surat kabar. Adapun isi LMS ini adalah
perpaduan multimedia, video streaming dan penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format data (Al-
Ihwanah, 2016).
Implementasi e-learning dalam dunia pendidikan memberikan sejumlah manfaat, yaitu sebagai berikut:
Peserta didik dapat memperoleh fleksibilitas belajar secara lebih optimal serta dapat melakukan
1) Pendidik akan lebih mudah melakukan update bahan-bahan pembelajaran sesuai dengan tuntutan
zaman.
2) Pendidik juga akan memiliki waktu luang yang lebih banyak sehingga bisa dimanfaatkan untuk
4) Pendidik lebih mudah dalam melakukan kontrol terhadap peserta didik yang telah mengumpulkan
5) Pendidik dapat memeriksa jawaban peserta didik dan dapat menginformasikan hasilnya.
c) Manfaat bagi Instansi (sekolah atau perguruan tinggi)
1) Tersedianya bahan ajar atau materi pembelajaran yang telah divalidasi sesuai dengan bidangnya
2) Ada pengembangan materi pembelajaran sesuai pokok-pokok materi dan tujuan pembelajarannya
pembelajaran.
4) Memotivasi sikap kerja sama antara pendidik dengan pendidik dan antara pendidik dengan peserta
Selain manfaat tersebut, e-learning juga memiliki sejumlah kelemahan. Adapun kelemahan e-learning
a) E-learning terkadang dapat membuat interaksi antara pendidik dan peserta didik menjadi berkurang.
Hal ini dapat memicu keterlambatan pembentukan nilai (value) dalam proses pembelajaran.
b) Cenderung menimbulkan aspek bisnis atau komersial dan mengesampingkan aspek aspek akademik
B. BLENDED LEARNING
memungkinkan siswa belajar (paling tidak sebagian) melalui konten dan petunjuk yang disampaikan secara
daring (online) dengan kendali mandiri terhadap waktu, tempat, urutan, maupun kecepatan belajar.
Menurut Widiara (2018), menyatakan bahwa blended learning merupakan strategi belajar mengajar yang
bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara memadukan pembelajaran berbasis kelas/tatap
muka dengan pembelajaran berbasis teknologi dan informasi yang dilakukan secara daring (online).
Terdapat lima kunci untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan blended learning, yaitu sebagai
berikut:
1) Live Event
Pembelajaran langsung atau tatap muka (instructor-led instruction) secara sinkronous dalam waktu dan
tempat yang sama (classroom) ataupun waktu sama tapi tempat berbeda (virtual classroom). Bagi beberapa
orang tertentu, pola pembelajaran langsung seperti ini masih menjadi pola utama. Namun demikian,
pola pembelajaran langsung inipun perlu didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan sesuai
kebutuhan. Pola ini juga bisa saja mengkombinasikan teori behavorisme, kognitivisme dan
2) Self-Paced Learning
Yaitu mengombinasikan dengan pembelajaran mandiri (self-paced learning) yang memungkinkan peserta
belajar kapan saja, dimana saja dengan menggunakan berbagai konten (bahan belajar) yang dirancang
khusus untuk belajar mandiri baik yang bersifat text-based maupun multimedia-based (video, animasi,
simulasi, gambar, audio, atau kombinasi kesemuanya). Bahan belajar tersebut, dalam konteks saat ini
dapat disampaikan secara online (melalui web maupun melalui mobile device dalam bentuk: streaming
audio, streaming video, dan e-book) maupun offline (dalam bentuk CD dan cetak).
3) Collaboration
Mengombinasikan baik pendidik maupun peserta didik yang kedua-duanya bisa lintas
kolaborasi, baik kolaborasi antar teman sejawat ataupun kolaborasi antar peserta didik dan pendidik
melalui tool-tool komunikasi yang memungkinkan seperti chatroom, forum diskusi, email,
website/webblog, dan mobile phone. Tentu saja kolaborasi diarahkan untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan dan keterampilan melalui proses sosial atau interaksi sosial dengan orang lain, bisa untuk
4) Assessment
Dalam blended learning, perancang harus mampu meramu kombinasi jenis penilaian baik yang bersifat
tes maupun non-tes, atau tes yang lebih bersifat otentik (authentic assesment/portofolio). Disamping itu,
juga perlu mempertimbangkan ramuan antara bentuk-bentuk assessment online dan assessment offline.
Sehingga memberikan kemudahan fleksibilitas peserta belajar mengikuti atau melakukan penelitian
tersebut.
Jika kita ingin mengkombinasikan antara pembelajaran tatap muka dalam kelas dan tatap muka virtual,
perhatikan sumber daya untuk mendukung hal tersebut siap atau tidak, ada atau tidak. Bahan belajar
yang disiapkan dalam bentuk digital, apakah bahan belajar tersebut dapat diakses oleh peserta didik
secara offline (dalam bentuk CD, MP3, dan DVD) maupun secara online. Jika pembelajaran dibantu
dengan suatu Learning/Content Management System (LCMS), pastikan juga bahwa aplikasi sistem ini telah
Menurut Dewi, dkk. (2018), menjelaskan bahwa terdapat beberapa karakteristik dari blended learning
tentang materi keguruan baik substansi materi pelajaran maupun ilmu pendidikan secara online.
2) Blended learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional, kajian terdapat buku teks, CD-ROM dan pelatihan berbasis
3) Blended learning tidak berarti menggantikan model pembelajaran konvensional di dalam kelas, tetapi
teknologi pendidikan.
4) Kapasitas pendidik amat bervariasi bergantung pada bentuk isi dan penyampaiannya. Makin baik
keselarasan antara konten dan alat penyampaian dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas
siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
5) Memanfaatkan jasa teknologi elektronik. Pendidik dan siswa, sesama siswa atau pendidik dan sesama
pendidik dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal
yang protokoler.
7) Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat
diakses oleh pendidik dan siswa tanpa terkendala waktu dan tempat.
8) Memanfaatkan jadwal pelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan
Ada 6 tahapan dalam mengimplementasikan blended learning dalam proses pembelajaran agar hasilnya
a. Menetapkan macam dan materi bahan ajar. Pendidik harus paham betul bahan ajar yang seperti apa
yang relevan diterapkan yang sebagian dilakukan secara face to face dan secara online atau web based
Learning.
b. Tetapkan rancangan dari blended learning yang digunakan. Rancangan pembelajaran harus benar-
benar dirancang dengan baik dan serius. Hal ini bertujuan agar rancangan pembelajaran yang dibuat
benar-benar relevan dan memudahkan sistem pembelajaran face to face atau online. Hal-hal yang perlu
(2) Bahan ajar mana yang bersifat wajib dan mana yang sifatnya memperkaya pengetahuan,
(4) Faktor pendukung yang diperlukan, misalnya software, apakah diperlukan kerja kelompok atau
individu saja.
d) Tetapkan format online learning. Apakah bahan ajar tersedia dalam format PDF, video, juga perlu adanya
pemberitahuan hosting apa yang dipakai oleh guru, apakah Yahoo, Google, Facebook, dan lainnya.
e) Melakukan uji terhadap rancangan yang dibuat. Uji ini dilakukan agar mengetahui apakah sistem
pembelajaran ini sudah berjalan dengan baik atau belum. Mulai dari efektivitas dan efisiensi sangat
diperhatikan, apakah justru mempersulit siswa dan guru atau bahkan benar-benar mempermudah
pembelajaran.
f) menyelenggarakan blended learning dengan baik. Sebelumnya sudah ada sosialisasi dari guru mengenai
sistem ini. Mulai dari pengenalan tugas masing-masing komponen pendidikan, cara akses terhadap
effectiveness/value.
C. HYBRID LEARNING
Hybrid learning adalah metode pembelajaran campuran, antara pembelajaran tatap muka dengan
pembelajaran dalam jaringan. Model pembelajaran Hybrid learning merupakan suatu model pembelajaran
yang didalamnya terdapat penggabungan pembelajaran secara tatap muka dikelas dan ditambah dengan
pembelajaran dengan menggunakan komputer secara offline dan online. Hybrid learning adalah model
pembelajaran yang mengintegrasikan inovasi dan kemajuan teknologi melalui sistem online learning dengan
interaksi dan partisipasi dari model pembelajaran tradisional model pembelajaran hibrid ini, sekolah
mendesain kelas pembelajaran tatap muka secara terbatas dengan pembelajaran online secara langsung
dengan bantuan zoom, peserta didik yang ada di sekolah belajar secara langsung dan peserta didik yang
Menurut Hariadi dkk., (2018), Menjelaskan bahwa model Hybrid Learning adalah pembelajaran untuk
menyediakan isi model pembelajaran dalam berbagai media (termasuk, namun tidak terbatas pada
tradisional, berbasis web, berbasis komputer, dan video teletraining) untuk mengikuti dengan kebutuhan
belajar saat ini. Penerapan Hybrid Learning ini dapat meningkatkan hasil belajar literasi dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, namun masih perlu penyempurnaan dengan mengintegrasikan aplikasi yang dapat
menyiapkan mahasiswa bersaing di era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan Internet of Things (IoTs)
dan Big Data. Untuk melengkapi kelemahan pada implementasi model Hybrid Learning maka sangat perlu
dikembangkan model pembelajaran inovatif yang dapat meningkat kemampuan literasi data dan
keterampilan berpikir kritis peserta didik. Fakta di atas menjadi masalah serius dalam dunia pendidikan di
Indonesia.
Pembelajaran model hybrid merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang bersifat metodologi
dikembangkan oleh Guillermo dan kawan – kawan pada tahun 1999 di Universitas Tecnica Federico Santa
Maria Valpariso Chili. Pembelajaran ini menggabungkan beberapa metode pembelajaran. Pembelajaran
Sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran hybrid adalah gabungan dari beberapa
metode yang berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep (Abdullah dan Luhriyani, 2017).
2) Tujuan Pembelajaran Hybrid Learning
Menurut Hariadi (2018), menjelaskan bahwa terdapat beberapa tujuan dari pembelajaran hybrid learning,
1) Memberikan kemudahan kepada pengajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas
2) Memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk lebih kreatif dalam kegiatan pembelajaran dengan
3) Memberi kesempatan kepada peserta didik belajar baik secara mandiri, maupun secara kelompok.
4) Memberi kemudahan pengajar dalam memberikan materi pelajaran karena semua bahan ajar sudah siap
5) Memberi kemudahan kepada pengajar dalam memberikan tugas kinerja kepada peserta didik, karena
semua LK disiapkan.
6) Memberikan penilaian yang objektif kepada peserta didik karena setiap tugas yang diberikan dapat
dilihat nilainya.
Menurut Hariadi (2018), menjelaskan bahwa model pembelajaran Hybrid learning memiliki keunggulan,
1) Hybrid learning memiliki penyampaian informasi, komunikasi, tentang substansi materi pelajaran
2) Hybrid learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional
(model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan latihan berbasis komputer)
3) Hybrid learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi
pendidikan.
4) Kapasitas serta kemampuan pengajar amat bervariasi bergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaiannya di dalam pembelajaran yang dapat memberi hasil yang lebih baik.
6) Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat
diakses oleh pengajar dan peserta didik kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan
memerlukannya.
7) Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan
E-Learning, sebagai bentuk pembelajaran sepenuhnya berbasis online, memungkinkan siswa untuk
mengakses materi pembelajaran kapan saja dan di mana saja dengan bantuan perangkat elektronik seperti
komputer, tablet, atau ponsel pintar. Teknologi ini memanfaatkan berbagai media, seperti video, audio, dan
teks interaktif, untuk menyampaikan materi dengan cara yang lebih menarik dan menggerakkan partisipasi
aktif siswa.
pembelajaran online. Pendekatan ini memungkinkan kombinasi antara interaksi sosial dan bimbingan
langsung dari guru dengan fleksibilitas dan aksesibilitas E-Learning. Melalui Blended Learning, siswa dapat
mengalami pembelajaran yang lebih personal dan disesuaikan dengan kecepatan mereka sendiri.
Hybrid Learning merupakan penggabungan antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran
online dalam satu kurikulum. Siswa memiliki kesempatan untuk memilih apakah mereka ingin menghadiri
kelas fisik atau memanfaatkan sumber daya pembelajaran online. Pendekatan ini memungkinkan siswa
untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih beragam dan menyesuaikan dengan preferensi dan
Dalam konteks pembelajaran IPA, penggunaan E-Learning, Blended Learning, dan Hybrid Learning
menawarkan manfaat yang signifikan. Materi-materi kompleks dapat disajikan dengan cara yang lebih
menarik dan interaktif, sementara siswa memiliki fleksibilitas untuk menjelajahi konten secara mendalam
sesuai dengan minat dan kemampuan mereka sendiri. Dengan memanfaatkan teknologi dan strategi
pembelajaran inovatif ini, diharapkan dapat meningkatkan minat, pemahaman, dan prestasi siswa dalam
bidang IPA.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah dan Luhriyani, S. (2017). Model Pembelajaran Hybrid E- Learning. Makassar: Badan Penerbit
Universitas Negeri Makassar.
Al-Ihwanah, A. I. (2016). Implementasi E-Learning Dalam Kegiatan Pembelajaran Pgmi lain Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi. Cakrawala: Jurnal Studi Islam, 11(1), 76-91.
Dara, S. D., Oktrifianty, E., & Magdalena, I. (2021). Efektivitas E-Learning sebagai Media Pembelajaran
IPA pada Siswa Kelas IV SDN Karang Tengah 2. Jurnal EDISI, 3(3), 460-471.
Dewi, K. C., Ciptayani, P. I., Surjono, H. D., & Priyanto, P. (2019). Blended Learning: Konsep dan
Implementasi pada Pendidikan Tinggi Vokasi. Bali: Swasta Nulus.
Hariadi, B., Jatmiko, B., Sunarto, D., Prahani, B, K., Sagirani, T. (2018). Buku Model Scientific Hybrid
Learning (Shl) Menggunakan Aplikasi Brilian. Surabaya: Ristekdikti Press.
Hartanto, W. (2016). Penggunaan e-learning sebagai Media Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Ekonomi:
Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu Ekonomi dan Ilmu Sosial, 10(1), 1-15.
Hidayat. (2022). Pengembangan Hybrid Learning Model Pada Pembelajaran IPA di Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif. Jurnal Guru Dikmen dan Diksus. 5(2), 267-284.
Widagdo, W., Karmawati, I.A., Jauhari, A., Siregar, R.B.P., Supartini, Y., Krisanty, P., Sudiarto., Amelia,
R., Fauzi, M.M., Palestin, B., Haryani, W., Astuti, A.B., Winarko., Sutomo, O., Khair, A., Mas'odah,
S., Pramono, J.S., Firdaus, R., Soep., Ikob, R., Gasma, A., Tarjuman., Fikri, E., Ekomulyo,
G.P., Husni, A., Kadarusno, A.H., & Lestari, S. (2018). Pedoman Penyelenggaraan Pembelajaran Dengan
E-Learning Pada Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan. Jakarta: Pusat Pendidikan SDM
Kesehatan.
Widiara, I. K. (2018). Blended Learning Sebagai Alternatif Pembelajaran Di Era Digital. Purwadita: Jurnal
Agama dan Budaya, 2(2), 50-56.
BAB 6
A. Pengantar
Perubahan kurikulum berbasis keunggulan lokal tersebut bukan berarti kurikulum yang menolak
keberadaan kemajuan Iptek yang berkembang pesat saat ini, akan tetapi kurikulum tersebut terus
mengalami perubahan secara dinamis dan akomodatif terhadap tuntutan perkembangan zaman.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, dipersyaratkan bahwa guru diharapkan mampu
mengembangkan materi pembelajaran sendiri3 yang dapat disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan
belajar peserta didik. Hal ini dipertegas malalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang
perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk
mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).4 Salah satu elemen dalam RPP adalah
sumber belajar. Menurut pengertian sumber belajar dari Association for Educational Communications
and Technology (AECT) dan Banks dinyatakan bahwa salah satu komponen sumber belajar adalah
bahan/materi ajar. 5 Bahan merupakan perangkat lunak (software) yang mengandung pesan-pesan
belajar, yang biasanya disajikan menggunakan peralatan tertentu. Contoh bahan ajar tersebut misalnya
buku teks (handbooks), modul, film, overhead transparancy (OHT) atau overhead projector (OHP),
Secara harfiah dalam bahasa Inggris istilah bahan berarti material. Begitu pula materi dalam bahasa
Inggris juga berarti material. Dengan demikian dapat diketahui bahwa bahan ajar atau materi
pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan
sikap, yang harus dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah
ditentukan. Dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 dinyatakan materi ajar memuat fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompentensi.6 Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar atau materi ajar maupun
bahan pembelajaran merupakan bagian dari sumber belajar dimana terdiri dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap atau perangkat lunak yang mengandung pesan pembelajaran yang disajikan
Bahan ajar memiliki beragam interpretasi dari para pakar pendidikan terutama pakar teknologi
pembelajaran. Di antaranya ada yang menjelaskan bahwa bahan ajar adalah bahan atau materi pelajaran
yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru atau pendidik dan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Sugiarto menjelaskan bahwa buku ajar merupakan buku yang disusun untuk
1
kepentingan proses pembelajaran baik yang bersumber dari hasil-hasil penelitian atau hasil dari sebuah
pemikiran tentang sesuatu atau kajian bidang tertentu yang kemudian dirumuskan menjadi bahan
pembelajaran Bahan ajar bersifat sistematis artinya disusun secara urut sehingga memudahkan peserta
didik belajar. Selain itu bahan ajar juga bersifat unik dan spesifik. Unik maksudnya bahan ajar hanya
digunakan untuk sasaran tertentu dan dalam proses pembelajaran tertentu, dan spesifik artinya isi
bahan ajar dirancang sedemikian rupa hanya untuk mencapai kompetensi tertentu dari sasaran tertentu.
Bahan ajar itu juga bersifat sangat unik dan spesifik. Unik, artinya bahan ajar tersebut hanya dapat
digunakan untuk audiens tertentu dalam suatu proses pembelajaran tertentu. Sebagai contoh, bahan
ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) kelas V (lima) SD/MI hanya akan cocok digunakan pada anak
sekolah dasar (SD) atau Madarasah Ibtidaiyah (MI) kelas V saja dan bukan peruntukan untuk kelas
dibawah maupun di atasnya, demikian juga dengan bahan ajar lainnya. Spesifik artinya isi bahan ajar
tersebut dirancang sedemikian rupa hanya untuk mencapai tujuan tertentu dari audiens
tertentu(Supardi, 2020).
Bahan ajar memiliki beragam jenis, ada yang cetak maupun noncetak. Bahan ajar cetak yang sering
dijumpai antara lain berupa handout, buku, modul, brosur, dan lembar kerja siswa. Handout adalah
“segala sesuatu” yang diberikan kepada peserta didik ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi,
handout dibuat dengan tujuan untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasi atau materi
pembelajaran sebagai pegangan bagi peserta didik. Kemudian, ada juga yang mengartikan handout
sebagai bahan tertulis yang disiapkan untuk memperkaya pengetahuan peserta didik. Guru dapat
membuat handout dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan kompetensi dasar yang akan
dicapai oleh siswa. Saat ini handout dapat diperoleh melalui download internet atau menyadur dari
Secara umum, buku dibedakan menjadi empat jenis (Prastowo, 2011:79) yaitu sebagai berikut. 1. Buku
sumber, yaitu buku yang dapat dijadikan rujukan, referensi, dan sumber untuk kajian ilmu tertentu,
2. Buku bacaan, yaitu buku yang hanya berfungsi untuk bahan bacaan saja, misalnya cerita, legenda,
3. Buku pegangan, yaitu buku yang bisa dijadikan pegangan guru atau pengajar dalam melaksanakan
proses pengajaran.
4. Buku bahan ajar, yaitu buku yang disusun untuk proses pembelajaran dan berisi bahan-bahan atau
2
Modul merupakan bahan ajar yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa
atau dengan bimbingan guru, oleh karena itu, modul harus berisi tentang petunjuk belajar, kompetensi
yang akan dicapai, isi materi pelajaran, informasi pendukung, latihan soal, petunjuk kerja. Dengan
pemberian modul, siswa dapat belajar mandiri tanpa harus dibantu oleh guru. Siswa yang memiliki
kecepatan belajar yang rendah dapat berkali-kali mempelajari setiap kegiatan belajar tanpa terbatas oleh
waktu, sedangkan siswa yang kecepatan belajarnya tinggi akan lebih cepat mempelajari suatu
kompetensi dasar. Pada intinya, modul sangat mewadahi kecepatan belajar siswa yang berbeda-beda.
Lembar kerja siswa (LKS) adalah materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa, sehingga siswa
diharapkan dapat materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS, siswa akan mendapatkan materi,
ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu, siswa juga dapat menemukan arahan
yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan dan pada saat yang bersamaan siswa
diberikan materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut (Prastowo, 2011:204). Sedangkan
bahan ajar noncetak meliputi bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, peringan hitam, dan
compact disc audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disc dan film.
Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer assisted
instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web
Secara garis besar, fungsi bahan ajar bagi guru adalah untuk mengarahkan semua aktivitasnya dalam
proses pembelajaran sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada
siswa. Sedangkan bagi siswa akan menjadi pedoman dalam proses pembelajaran dan merupakan
substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari. Bahan ajar juga berfungsi sebagai alat evaluasi
pencapaian hasil pembelajaran. Bahan ajar yang baik sekurang-kurangnya mencakup petunjuk belajar,
kompetensi yang akan dicapai, isi pelajaran, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja,
Ketika sebuah bahan ajar telah dibuat dengan kaidah yang tepat, guru akan dengan mudah
mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, didalamnya akan ada beberapa
kompetansi yang harus diajarkan/dilatihkan kepada siswa. Selain itu, dari segi siswa, dengan adanya
bahan ajar akan lebih tahu kompetensi apa saja yang harus dikuasai selama program pembelajaran
sedang berlangsung. Siswa jadi memiliki gambaran skenario pembelajaran lewat bahan ajar.
Karakteristik siswa yang berbeda berbagai latar belakangnya akan sangat terbantu dengan adanya
kehadiran bahan ajar, karena dapat dipelajari sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sekaligus
sebagai alat evaluasi penguasaan hasil belajar karena setiap kegiatan belajar dalam bahan ajar akan
selalu dilengkapi dengan sebuah evaluasi guna mengukur penguasaan kompetensi pertujuan
3
pembelajaran. Ketika siswa telah memperoleh nilai yang baik untuk satu kegiatan belajar maka dapat
pembelajaran (dalam hal ini, siswa bersifat pasif dan belajar sesuai kecepatan siswa dalam
belajar).
b) Sebagai alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses peserta didik dalam
memperoleh informasi.
a) Sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses belajar kelompok, dengan cara memberikan
informasi tentang latar belakang materi, informasi tentang peran orang-orang yang terlibat
dalam belajar kelompok, serta petunjuk tentang proses pembelajaran kelompok sendiri.
b) Sebagai bahan pendukung bahan ajar utama, dan apabila dirancang sedemikian rupa, maka
Sesuai dengan pedoman penulisan modul yang di keluarkan oleh Direktorat Guruan Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Dapertemen Pendidikan Nasional
Tahun 2003, bahan ajar memiliki beberapa karakteristik, yaitu self intructional, self contained, stand alone,
Pertama, self instructional yaitu bahan ajar dapat membuat siswa maupun membelajarkan diri sendiri
dengan bahan ajar yang di kembangkan. Untuk memenuhi karakter self instuctional, maka di dalam
bahan ajar harus terdapat tujuan yang di rumuskan dengan jelas, baik tujuan akhir maupun tujuan
antara. Selain itu, dengan bahan ajar akan memudahkan siswa belajar secara tuntas dengan
memberiakan materi pembelajaran yang di kemas ke dalam unit-unit atau kegiatan yang lebih spesifik.
Kedua, self cintained yaitu seluruh materi pelajaran dari satu unit kompetensi atau subkompetensi yang
Ketiga, stand alone (berdiri sendiri) yaitu bahan ajar yang di kembangkan tidak tergantung pada bahan
ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain (Widodo & Jasmadi, 2008:50)
Keempat, adaptive yaitu bahan ajar hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
4
Kelima, user friendly yaitu setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan
bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakaian dalam merespons dan mengakses
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bahan ajar yang mampu membuat siswa untuk
belajar mandiri dan memperoleh ketuntasan dalam proses pembelajaran sebagai berikut.
2. Memberikan kemungkinan bagi siswa untuk memberikan umpan balik atau mengukur
3. Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan
lingkungan siswa.
4. Bahan yang digunakan cukup sederhana karena siswa hanya berhadapan dengan bahan
Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan
sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu
3. Informasi pendukung.
4. Latihan-latihan.
6. Evaluasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa asas adalah dasar atau hukum dasar. Secara
umum, asas adalah prinsip dasar yang menjadi acuan berpikir seseorang dalam mengambil
keputusan-keputusan yang penting di dalam hidupnya. Sedangkan pengembangan berasal dari kata
dasar “kembang” yang berarti bertambah sempurna. Kemudian mendapat imbuhan “pe” dan “an”
sehingga menjadi “pengembangan yang berarti proses mengembangkan. Jadi, pengembangan ini
maksudnya adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan agar lebih
Pengembangan bahan ajar adalah prinsip dasar yang dilakukan secara bertahap dalam menciptakan
bahan-bahan atau alat yang digunakan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran agar tujuan
yang diinginkan lebih sempurna dari sebelumnya. Dalam kegiatan mengembangkan bahan ajar, guru
5
atau pendidik haruslah memperhatikan landasan atau asas-asas penyusunannya. Hal ini penting
dilakukan agar bahan ajar yang dihasilkan dapat menjadi bahan rujukan yang sesuai dengan situasi
Asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara. Perbedaan
filsafat negara menimbulkan implikasi yang berbeda di dalam merumuskan tujuan pendidikan,
menentukan bahan ajar, dan tata cara belajar serta menentukan cara-cara mengevaluasi hasil belajar
b. Asas Psikologi
Peserta didik atau siswa merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Karena siswa
adalah sasaran pencapaian tujuan pembelajaran. Para ahli pada umumnya sepakat bahwa motivasi
siswa merupakan faktor penting dalam mencapai keberhasilan proses pembelajaran, semakin tinggi
motivasi yang dimiliki oleh seorang siswa maka semakin tinggi pula keberhasilannya dalam
mencapai keberhasilan, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, dalam mengembangkan bahan ajar
untuk belajar. Hal-hal psiologis yang harus diperhatikan dalam pengembangan bahan ajar adalah
sebagai berikut :
1) Bahan ajar atau buku ajar hendaknya sesuai dengan kemampuan intektual siswa.
pembelajaran
6) Adanya penyesuaian antara buku pegangan siswa, pegangan guru dan yang lainnya
11) Bahan ajar mampu menjadi peran penting dalam pembentukan karakter dan norma
c. Asas Kebahasaan
Dari sisi kebahasaan, bahan ajar perlu didasari kepada beberapa hal :
6
3) Memanfaatkan hasil kajian kebahasaan yang ditemukan pakar bahasa
Menurut Mulyasa (2006:46-47), ada beberapa keunggulan dari bahan ajar. Diantaranya adalah sebagai
berikut.
a) Berfokus pada kemampuan individual siswa, karena pada hakikatnya siswa memiliki kemampuan
untuk bekerja sendiri dan lebih bertanggung jawab atas tindakan- tindakannya.
b) Adanya kontrol terhadap hasil belajar mengenai penggunaan standar kompetensi dalam setiap
c) Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara pencapaiannya, sehingga siswa
dapat mengetahui keterkaitan antara pembelajaran dan hasil yang akan diperoleh.
a) Penyusunan bahan ajar yang baik membutuhkan keahlian tertentu. Sukses atau gagalnya bahan ajar
tergantung pada penyusunannya. Bahan ajar mungkin saja memuat tujuan dan alat ukur berarti, akan
tetapi pengalaman belajar yang termuat di dalamnya tidak tertulis dengan baik atau tidak lengkap.
Bahan ajar yang demikian kemungkinan besar akan di tolak oleh siswa, atau lebih parah lagi siswa harus
berkonsultasi dengan fasilitator. Hal ini tentu saja menyimpang dari karakteristik utama sistem belajar.
b) Sulit menentukan pros penjadwalan dan kelulusan, serta membutuhkan manajemen pendidikan yang
sangat berbeda dari pembelajaran konvensional, karena setiap siswa menyelesaikan bahan ajar dalam
c) Dukungan pembelajaran berupa sumber belajar, pada umumnya cukup mahal, karena setiap siswa
harus mencarinya sendiri. Berbeda dengan pembelajaran konvensional, sumber belajar seperti alat
7
H. Aspek – Aspek Penulisan Bahan Ajar
Secara umum dapat dikemukakan pada bagian ini bahwa dalam penulisan bahan ajar paling tidak ada lima
aspek penting yang harus diperhatikan oleh penulis bahan ajar, di antaranya sebagai berikut;
a. Aspek isi
Diketahui bahwa bahan ajar mengandung 3 (tiga) isi yang substansinya meliputi tiga jenis, yaitu:
1) pengetahuan yang terdiri dari konsep, fakta, prosedur, dan prinsip, 2) keterampilan, dan 3) sikap atau
(1) Pengetahuan: Isi dari bahan ajar yang pertama yaitu pengetahuan. Pengetahuan itu dapat meliputi
konsep, fakta, prosedur, dan prinsip. Konsep dalam bahan ajar adalah segala hal yang wujudnya berupa
pengertian - pengertian yang dapat muncul sebagai hasil dari pemikiran yang meliputi pengertian, definisi,
ciri khusus, inti atau isi, hakikat, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, Hukum ialah peraturan yang wajib
ditaati atau dipatuhi, pelaku dari pelanggaran hukum tersebut akan dikenai sanksi perdata atau pidana.
Fakta dalam bahan ajar yakni segala hal yang berwujud kebenaran dan kenyataan, meliputi nama-nama
objek, lambang, peristiwa sejarah, nama orang, nama tempat, nama bagian atau komponen suatu benda, dan
sebagainya. Sebagai cantoh dari fakta adalah; Gunung Rinjani berada di Pulau Lombok Nusa Tenggara
Barat, Ibu kota negara Indonesia yaitu Jakarta, dalam satu pekan ada tujuh hari, Indonesia merdeka pada
tanggal 17 Agustus tahun 1945. Prosedur yaitu langkah-langkah yang sistematis atau urut dalam
mengerjakan suatu aktivitas tertentu dan kronologi dari suatu sistem. Sebagai contoh seperti langkah-
langkah dalam mengoprasikan LCD Proyektor yakni; (1) Hubungkan proyektor dengan listrik mengunakan
kabel power, apabila lampu indikator power menyala orange, berarti proyektor siap dipakai, (2) Buka tutup
lensa, (3) Tekan tombol power sekitar 2 detik (di panel proyektor atau remote), tunggu sampai indikator
berwarna hijau dan display tampil penuh selama 10 - 30 detik, (4) Nyalakan semua peralatan yang menjadi
input (CPU, Notebook, video player, laptop, dll), dan (5) tekan source (input) untuk memilih input yang
akan didisplaykan atau automaticsource dalam kondisi "On", silahkan menunggu 5-10 detik untuk
pencarian input terdekat. Prinsip yaitu hal-hal pokok, utama, dan mempunyai posisi yang paling penting,
meliputi rumus, dalil, postulat, teori, serta hubungan antar konsep yang menggambarkan dampak sebab
akibat. Contoh dari prinsip yaitu berupa air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah.
Maka dari itu, jika kita membuat selokan pembuangan air harus menurun dan tidak boleh datar(Benny,
2019).
(2) Keterampilan: Isi dari bahan ajar yang harus ada kedua yaitu keterampilan. Keterampilan adalah materi
atau bahan yang ada hubungannya dengan kemampuan mengembangkan ide, memilih bahan,
8
Aspek ini merupakan pemilihan metode pembelajaran yang tepat dilihat dari segi pengembangan materi isi
bahan ajar. Metode pembelajaran terkait dengan metode belajar dalam arti bahwa dalam memilih metode
pembelajaran, penyusunan buku teks pelajaran perlu mengetahui teori belajar yang sesuai:
a) Penyusunan bahan ajar menyajikan bahan atau contoh nyata/konkrit kemudian mengarah ke yang
abstrak.
b) Memberikan kesempatan kepada siswa dalam melakukan pengamatan, praktek serta diskusi terhadap
c) Memberikan kesempatan kepada siswa berperan serta dalam proses pembelajaran secara aktif, kreatif,
d) Mempertimbangkan penggunaan media dan sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran yang relevan
Metode pengembangan bahan ajar perlu mengacu pada enam komponen utama yakni;
a) Tujuan pembelajaran
d) Lingkungan belajar
f) Alokasi waktu
c. Aspek bahasa
Dalam mengembangkan bahan ajar, penggunaan bahasa menjadi salah satu faktor yang penting.
Penggunaan bahasa, yang meliputi pemilihan ragam bahasa, pemilihan kata, penggunaan kalimat efektif,
dan penyusunan paragraf yang bermakna, sangat berpengaruh terhadap manfaat bahan ajar. Walaupun isi
bahan ajar yang disusun sudah cermat, menggunakan format yang konsisten, serta dikemas dengan
menarik, namun jika bahasa yang digunakan tidak dimengerti oleh peserta didik, maka bahan ajar tersebut
Ragam Bahasa mengacu pada ragam bahasa baku atau formal dan ragam bahasa nonformal atau
komunikatif. Ragam bahasa baku banyak digunakan dalam laporan penelitian, karya ilmiah, surat-surat
resmi, buku teks, siaran pers, dan lain-lain. Bahasa baku dapat dimengerti dengan baik oleh pembacanya,
karena sama sekali tidak dipengaruhi oleh dialek bahasa sehari-hari maupun dialek bahasa daerah. Namun
demikian, tulisan yang menggunakan ragam bahasa baku terkesan sangat kaku, formal dan cenderung
9
membosankan. Oleh karena itu, ragam bahasa baku jarang digunakan dalam pengembangan bahan
ajar(Supardi, 2020).
Pengembangan bahan ajar memiliki peran penting dalam dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai acuan
yang digunakan oleh peserta didik maupun oleh pendidik. Bagi peserta didik bahan ajar menjadi acuan
yang diserap isinya sehingga dapat menjadi pengetahuan dan bagi pendidik bahan ajar ini menjadi acuan
Pengembangan bahan ajar oleh pendidik membutuhkan kreativitas untuk membuat sesuatu yang lain, unik,
juga membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan sekitarnya agar bahan ajar yang dikembangkan sesuai
dengan ketersediaan bahan/materi di sekitarnya. Di samping itu pendidik juga harus memiliki pengetahuan
tentang beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan bahan ajar seperti kecermatan
kelengkapan komponen bahan ajar. Kualitas bahan ajar sangat tergantung pada ketepatan dalam
a. Kecermatan Isi Kecermatan isi adalah validitas/kesahihan isi atau kebenaran ini secara keilmuan,
dan keselarasan isi. Atau kebenaran isi berdasarkan sistem nilai yang dianut oleh suatu
komunitas atau masyarakat atau bangsa. Validitas isi menunjukkan bahwa isi bahan ajar tidak
dikembangkan secara asal-asalan. Isi bahan ajar dikembangkan berdasarkan konsep dan teori
yang berlaku dalam bidang ilmu serta sesuai dengan kemutakhiran perkembangan bidangf ilmu
dan hasil penelitian empiris yang dilakukan dalam bidang ilmu tersebut. Dengan demikian isi
bahan ajar dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, benar dari segi keilmuan.
Validitas isi sangat penting untuk diperhatikan sehingga bahan ajar tidak menyebarkan
menjaga validitas isi dalam pengembangan bahan ajar diharus selalu menggunakan buku acuan
atau bahan pustaka yang berisi hasilhasil penelitian empiris, teori dan konsep yang berlaku
dalam suatu bidang ilmu, serta perkembangan mutakhir suatu bidang ilmu. Teori dan konsep
yang berlaku dalam suatu bidang ilmu dapat diperoleh di berbagai sumber di antaranya hasil
riset, jurnal hasil penelitian, ensiklopedi, handbooks, ataupun buku teks bidang ilmu(Muttaqin,
2017).
Keselerasan isi berarti kesesuaian isi bahan ajar dengan sistem nilai dan falsafah hidup yang
berlaku dalam negara dan masyarakat. Ada sistem nilai masyarakat yang perlu diakomodasikan
10
dalam bahan ajar. Bahkan bahan ajar menjadi sarana untuk penyampaian sistem nilai tersebut
b. Ketepatan Cakupan
Kecermatan isi berfokus pada kebenaran isi secara keilmuan dan sistem nilai yang berlaku di
masyarakat. Maka ketepatan cakupan berhubungan dengan isi bahan ajar dari sisi keluasan dan
kedalaman isi atau materi serta keutuhan konsep berdasarkan bidang ilmu.
Keluasan dan kedalaman isi bahan ajar sangat berhubungan dengan keutuhan konsep
berdasarkan bidang ilmu. Dalam hal ini seberapa banyak atau luas suatu topik akan disajikan
kepada peserta didik? Seberapa dalam suatu topik akan dibahas? Bagaimana keutuhan konsep
yang disajikan? Banyak pertimbangan yang perlu dilakukan untuk menjawab pertanyaan -
pertanyaan tersebut antara lain, yang paling utama adalah tujuan pembelajaran. Setiap pendidik
pasti mempunyai tujuan pembelajaran dari materi yang diajarkannya. Kemudian berlandaskan
pada tujuan tersebut dapat menentukan seberapa luas, dalam, dan utuh topik yang akan
disajikan kepada peserta didiknya yang selanjutnya baru dikembangkan bahan ajar terkait
dengan materi pokok dan komponennya berdasarkan pada materi yang telah ditentukan
tersebut. Tentunya, tujuan pembelajaran untuk topik tertentu di sekolah menengah pertama
(SMP/MTs.) akan berbeda dengan tujuan pembelajaran topik yang sama di sekolah menengah
atas (SMA/MA/SMK). Dalam hal ini keluasan maupun kedalamannya akan berbeda sehingga
Bahan ajar, menggunakan media apapun, harus memiliki tingkat ketercernaan yang tinggi oleh
para pembacanya. Artinya bahan ajar dapat dipahami dan isinya dapat dimengerti oleh peserta
dengan mudah.
Muslich menyatakan bahwa keterbacaan adalah tingkat kemudahan suatu tulisan untuk dipahami
kesesuaian keterbacaan ialah bacaan yang dapat dipahami oleh pembaca. Bacaan yang tidak bisa
atau sulit dipahami pembaca merupakan bacaan yang tidak memenuhi kesesuaian keterbacan.
Bacaan yang terlalu mudah dipahami pembaca juga merupakan bacaan yang tidak memenuhi
kesesuaian keterbacan.
Tampubolon menyatakan bahwa keterbacaan ialah sesuai atau tidaknya suatu bacaan bagi
pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesukarannya. Dikatakan sesuai jika bacaannya tidak
terlalu sukar dan tidak terlalu mudah atau sedang. Dikatakan tidak sesuai jika bacaannya sukar
atau mudah. Jika bacaan terlalu sukar, pembaca terpaksa membaca dengan lambat, bahkan
berulangulang untuk memahami bacaan yang dibaca. Ia akan tidak sabar, malas, bahkan frustasi
11
sehingga tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Sebaliknya, bacaan yang terlalu
mudah akan membuat pembaca bosan atau meremehkan karena tidak ada(Supardi, 2020).
memandang keterbacaan dari unsur bentuk dan isi, sedangkan Muslich dari unsur isi. Bacaan
merupakan wujud dari bahasa yang berbentuk tulis yang mempunyai dua unsur, yaitu bentuk
dan isi. Unsur bentuk berupa struktur bahasa yang digunakan dalam bacaan, sedangkan unsur isi
berupa makna atau maksud yang terkandung dalam struktur bahasa. Persamaan keduanya
adalah keterbacaan merupakan kajian mengenai tingkat kesesuaian bacaan dan pembaca(Asrul et
al., 2014).
Faktor yang dipertimbangkan dalam mengukur keterbacaan antara lain struktur bahasa (kata,
frasa, klausa, kalimat, dan wacana), jenis isi bacaan, tipografi, dan minat pembaca. Cara yang
umumnya dipakai untuk mengukur keterbacaan adalah dari segi struktur bahasa dan jenis isi
bacaan. Struktur bahasa dengan formula keterbacaan, sedangkan jenis isi bacaan dengan tes klos
keterbacaan sebuah teks. Menurut kaidah ini, secara umum keterbacaan dapat diketahui dari
jawaban atas tiga pertanyaan yang diajukan. Ketiga pertanyaan tersebut adalah apakah kata-kata
dalam bacaan mudah atau sukar, apakah kalimatkalimat dalam bacaan sederhana atau kompleks,
apakah isi bacaan menarik hati pembaca atau tidak. Jika jawaban pembaca sukar, kompleks, dan
tidak, secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat keterbacaan bacaan tinggi karena bacaan sulit
dibaca. Jika jawabannya mudah, sederhana, dan ya, secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat
Isi bahan ajar dalam bentuk/media apapun harus memiliki tingkat ketercernaan yang tinggi.
Dalam hal ini, artinya bahan ajar dapat dipahami dan isinya dapat dimengerti oleh peserta didik
dengan mudah. Ada 6 hal yang mendukung tingkat ketercernaan bahan ajar sebagai berikut: 1)
Pemaparan yang logis 2) Penyajian materi yang sistematis 3) Contoh dan ilustrasi yang
memudahkan pemahaman 4) Alat bantu yang memudahkan untuk mempelajari bahan ajar 5)
Format yang tertib dan konsisten 6) Adanya penjelasan tentang relevansi anar toik dan manfaat
bahan ajar. Untuk lebih jelasnya terkait dengan dukungan ketercernaan bahan ajar di atas, berikut
12
Daftar Pustaka
2019, B. (2019). Pengertian dan Prinsip-prinsip Pengembangan Bahan Ajar. Pengembangan Bahan Ajar,
1–45.
Asrul, Ananda, R., & Rosinta. (2014). Evaluasi Pembajalaran. In Ciptapustaka Media.
https://books.google.co.id/books?id=orQPEAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=BAHAN+AJA
R&hl=jv&sa=X&ved=2ahUKEwie783e8azwAhWWaCsKHZ51AikQ6AEwAXoECAAQAg#v=one
page&q=BAHAN AJAR&f=false
Yuberti, D. (2018). Teori Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar dalam Pendidikan. In Psikologi
13
BAB 7
KONSEP PENILAIAN
Fayza Dwi Ega Leonida , Laila Sapni, dan Mita Ramadhani
A. Pengertian
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik. Pengumpulan informasi tersebut ditempuh melalui berbagai teknik penilaian,
menggunakan berbagai instrumen, dan berasal dari berbagai sumber. Penilaian harus dilakukan secara
efektif. Oleh karena itu, meskipun informasi dikumpulkan sebanyak-banyaknya dengan berbagai upaya,
kumpulan informasi tersebut tidak hanya lengkap dalam memberikan gambaran, tetapi juga harus akurat
untuk menghasilkan keputusan.
Pengumpulan informasi pencapaian hasil belajar peserta didik memerlukan metode dan instrumen
penilaian, serta prosedur analisis sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Kurikulum 2013
merupakan kurikulum berbasis kompetensi dengan KD sebagai kompetensi minimal yang harus dicapai
oleh peserta didik.
Penilaian Harian (PH) adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi hasil belajar peserta
didik yang digunakan untuk menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat
penguasaan kompetensi dan memperbaiki proses pembelajaran (assessment as dan for learning), dan
mengetahui tingkat penguasaan kompetensi serta menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi
(assessment of learning).
Penilaian Tengah Semester (PTS) adalah penilaian yang dilaksanakan pada minggu ke-8 atau ke-9
dalam satu semester. Adapun materi PTS meliputi semua KD yang sudah dipelajari sampai dengan
minggu ke-7 atau ke-8
Penilaian Akhir Semester (PAS) adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir semester gasal
dengan materi semua KD pada
semester tersebut.
Penilaian Akhir Tahun (PAT) adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir semester genap dengan
materi semua KD pada semester genap.
Ujian Sekolah (US) adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik terhadap
Standar Kompetensi Lulusan untuk mata pelajaran yang tidak diujikan dalam Ujian Sekolah Berstandar
Nasional (USBN) dan dilakukan satuan pendidikan. Ujian Sekolah Berstandar Nasional adalah kegiatan
pengukuran capaian kompetensi peserta didik yang dilakukan satuan pendidikan untuk mata pelajaran
1
tertentu dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi
belajar. Naskah USBN disiapkan oleh pemerintah bersama Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Untuk mengetahui ketercapaian KD, pendidik harus merumuskan sejumlah indikator sebagai acuan
penilaian. Pendidik atau sekolah juga harus menentukan kriteria untuk memutuskan apakah seorang
peserta didik sudah mencapai KKM atau belum. Penilaian tidak hanya difokuskan pada hasil belajar
tetapi juga pada proses belajar. Peserta didik dilibatkan dalam proses penilaian terhadap dirinya sendiri
dan penilaian antarteman sebagai sarana untuk berlatih melakukan penilaian. Di bawah ini diuraikan
secara singkat berbagai pendekatan penilaian, prinsip penilaian, serta penilaian dalam Kurikulum 2013.
B. Fungsi Penilaian
Penilaian selama ini cenderung dilakukan untuk mengukur hasil belajar peserta didik. Dalam konteks
ini, penilaian diposisikan seolah-olah sebagai kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran.
Pemanfaatan penilaian bukan sekadar untuk mengetahui pencapaian hasil belajar, justru yang lebih
penting adalah bagaimana penilaian mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam proses
belajar. Penilaian seharusnya dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu assessment of learning
(penilaian akhir pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk pembelajaran), dan assessment
as learning (penilaian sebagai pembelajaran)
Assessment for learning dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan biasanya digunakan
sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Pada assessment for learning pendidik
memberikan umpan balik terhadap proses belajar peserta didik, memantau kemajuan, dan menentukan
kemajuan belajarnya. Assessment for learning juga dapat dimanfaatkan oleh pendidik untuk
meningkatkan performa peserta didik. Penugasan, presentasi, proyek, termasuk kuis merupakan contoh-
contoh bentuk assessment for learning (penilaian untuk proses belajar).
Assessment as learning mempunyai fungsi yang mirip dengan assessment for learning, yaitu
berfungsi formatif dan dilaksanakan selamaproses pembelajaran berlangsung maupun berdasarkan hasil
penilaian. Perbedaannya, assessment as learning melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan
penilaian tersebut. Peserta didik diberi pengalaman untuk belajar menjadi penilai bagi dirinya sendiri.
Penilaian diri (self assessment) dan penilaian antarteman merupakan contoh assessment as learning.
Dalam assessment as learning peserta didik sebaiknya dilibatkan dalam merumuskan prosedur penilaian,
kriteria, maupun rubrik/pedoman penilaian sehingga mereka mengetahui dengan pasti apa yang harus
dilakukan agar memperoleh capaian belajar yang maksimal.
2
Selama ini assessment of learning paling dominan dilakukan oleh pendidik dibandingkan assessment
for learning dan assessment as learning. Penilaian pencapaian hasil belajar seharusnya lebih
mengutamakan assessment as learning dan assessment for learning dibandingkan assessment of learning,
sebagaimana ditunjukkan gambar di bawah ini
c. Prinsip penilaian
Penilaian harus memberikan hasil yang dapat diterima oleh semua pihak, baik yang dinilai, yang
menilai, maupun pihak lain yang akan menggunakan hasil penilaian tersebut. Hasil penilaian akan akurat
bila instrumen yang digunakan untuk menilai, proses penilaian, analisis hasil penilaian, dan objektivitas
penilai dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu dirumuskan prinsipprinsip penilaian yang dapat
menjaga agar orientasi penilaian tetap pada framework atau rel yang telah ditetapkan.
3
5. Terbuka
Prosedur penilaian dan kriteria penilaian harus jelas dan dapat diketahui oleh siapapun. Pihak yang
dinilai (peserta didik) dan pengguna hasil penilaian berhak tahu proses dan acuan yang digunakan dalam
penilaian, sehingga hasil penilaian dapat diterima oleh siapa pun
6. Menyeluruh dan Berkesinambungan
Penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. Instrumen penilaian
yang digunakan, secara konstruk harus merepresentasikan aspek yang dinilai secara utuh. Penilaian
dilakukan dengan berbagai teknik dan instrumen, diselenggarakan sepanjang proses pembelajaran, dan
menggunakan pendekatan assessment as learning, for learning, dan of learning secara proporsional.
7. Sistematis
Penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. Penilaian
sebaiknya diawali dengan pemetaan. Dilakukan identifikasi dan analisis KD, dan indikator ketercapaian
KD. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis tersebut dipetakan teknik penilaian, bentuk instrumen, dan
waktu penilaian yang sesuai.
8. Beracuan Kriteria
Penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi menggunakan acuan kriteria. Penentuan seorang peserta
didik telah kompeten atau belum bukan dibandingkan terhadap capaian teman-teman atau kelompoknya,
melainkan dibandingkan terhadap kriteria minimal yang ditetapkan. Peserta didik yang sudah mencapai
kriteria minimal disebut tuntas, dapat melanjutkan pembelajaran untuk mencapai kompetensi berikutnya,
sedangkan peserta didik yang belum mencapai kriteria minimal wajib menempuh remedial.
9. Akuntabel
Penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Akuntabilitas
penilaian dapat dipenuhi bila penilaian dilakukan secara sahih, objektif, adil, dan terbuka, sebagaimana
telah diuraikan di atas. Bahkan perlu dipikirkan konsep meaningful assessment. Selain dipertanggung
jawabkan teknik, prosedur, dan hasilnya, penilaian juga harus dipertanggungjawabkan kebermaknaannya
bagi peserta didik dan proses belajarnya.
4
PENILAIAN OLEH PENDIDIK
A. Penilaian sikap
1. Pengertian penilaian sikap
Penilaian sikap merupakan kegiatan untuk mengetahui perilaku spiritual dan sosial peserta didik
yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar kelas sebagai hasil
pendidikan. Penilaian sikap ditujukan untuk mengetahui capaian/perkembangan sikap peserta didik dan
memfasilitasi tumbuhnya perilaku peserta didik sesuai butir-butir nilai sikap dari KI-1, KI-2, dan nilai-
nilai lain yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri (self
assessment), penilaian “teman sejawat” (peer assessment), dan jurnal. Sikap bermula dari perasaan (suka
atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu. Sikap juga
sebagai ekspresi dari nilai‐nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Penilaian sikap yang
dapat dilakukan oleh para guru dengan menilai perilaku sehingga penilaian sikap dilakukan dengan cara
observasi perilaku.
Menurut Kunandar, penilaian kompetensi sikap adalah penilaian yang dilakukan guru untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi sikap dari peserta didik yang meliputi aspek menerima atau
memperhatikan (receiving atau attending), merespon atau menanggapi (responding), menilai atau
menghargai (valuing), mengorganisasi atau mengelola (organization), menilai atau menghargai
(characterization).
2. Teknik Penilaian
Penilaian sikap dilakukan dengan teknik observasi atau teknik lainnya yang relevan, Teknik
penilaian observasi dapat menggunakan instrumen berupa lembar observasi, atau buku jurnal (yang
selanjutnya disebut jurnal). Teknik penilaian lain yang dapat digunakan adalah penilaian diri dan
penilaian antarteman. Penilaian diri dan penilaian antarteman dapat dilakukan dalam rangka pembinaan
dan pembentukan karakter peserta didik, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai salah satu data
konfirmasi dari hasil penilaian sikap oleh pendidik. Skema penilaian sikap dapat dilihat pada Gambar 3.1
berikut.
5
Gambar 3.1. Skema Penilaian Sikap
a. Observasi
Penerapan teknik observasi dapat dilakukan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi
merupakan instrumen yang dapat digunakan oleh pendidik untuk memudahkan dalam membuat laporan
hasil pengamatan terhadap perilaku peserta didik yang berkaitan dengan sikap spiritual dan sikap sosial.
Sikap yang diamati adalah sikap yang tercantum dalam indikator pencapaian kompetensi pada KD untuk
mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti (PABP) dan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Pada mata pelajaran selain PABP dan PPKn, sikap yang diamati tercantum
pada KI-1 dan KI-2.
Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati sikap dapat berupa lembar observasi tertutup dan
lembar observasi terbuka.
6
3. Tidak mengganggu teman yang bergama lain.
4. Berdoa sesuai agamanya.
5. Berani mengakui kesalahan sendiri.
6. Menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu
7. Berani menerima risiko atas tindakan yang dilakukan.
8. Mengembalikan barang yang dipinjam.
9. Meminta maaf jika melakukan kesalahan.
10. Melakukan praktikum sesuai dengan langkah yang
ditetapkan.
11. Datang ke sekolah tepat waktu
Keterangan: Pernyataan dapat diubah atau ditambah sesuai dengan butirbutir sikap yang dinilai.
Jurnal biasanya digunakan untuk mencatat perilaku peserta didik yang “ekstrem.” Jurnal tidak
hanya didasarkan pada apa yang dilihat langsung oleh pendidik, wali kelas, dan guru BK, tetapi juga
informasi lain yang relevan dan valid yang diterima dari berbagai sumber.
Perilaku yang dicatat di jurnal adalah perilaku peserta didik yang muncul secara alami selama
satu semester. Perilaku peserta didik yang dicatat di dalam jurnal pada dasarnya adalah perilaku yang
sangat baik dan/atau kurang baik yang berkaitan dengan butir sikap yang terdapat dalam aspek sikap
spiritual dan sikap sosial. Setiap catatan memuat deskripsi perilaku yang dilengkapi dengan waktu
teramatinya perilaku tersebut, serta perlu dicantumkan tanda tangan peserta didik.
Apabila seorang peserta didik pernah memiliki catatan sikap yang kurang baik, dan jika pada
kesempatan lain peserta didik tersebut telah menunjukkan perkembangan sikap (menuju atau konsisten)
baik pada aspek atau indikator sikap yang dimaksud, maka di dalam jurnal harus ditulis bahwa sikap
peserta didik tersebut telah (menuju atau konsisten) baik atau bahkan sangat baik. Dengan demikian,
yang dicatat dalam jurnal tidak terbatas pada sikap kurang baik dan sangat baik, tetapi juga setiap
perkembangan menuju sikap yang diharapkan. Berdasarkan jurnal tersebut pendidik membuat deskripsi
penilaian sikap peserta didik dalam kurun waktu satu semester.
7
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian (mengikuti
perkembangan) sikap dengan teknik observasi:
1. Jurnal penilaian (perkembangan) sikap ditulis oleh wali kelas, guru mata pelajaran, dan guru BK selama
periode satu semester.
2. Bagi wali kelas, 1 (satu) jurnal digunakan untuk satu kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
3. Bagi guru mata pelajaran, 1 (satu) jurnal digunakan untuk setiap kelas yang diajarnya.
4. Bagi guru BK, 1 (satu) jurnal digunakan untuk setiap kelas di bawah bimbingannya.
5. Perkembangan sikap spiritual dan sikap sosial peserta didik dapat dicatat dalam 1 (satu) jurnal atau
dalam 2 (dua) jurnal yang terpisah.
6. Peserta didik yang dicatat dalam jurnal pada dasarnya adalah mereka yang menunjukkan perilaku yang
sangat baik atau kurang baik secara alami (peserta didik yang menunjukkan sikap baik tidak harus dicatat
dalam jurnal).
7. Perilaku sangat baik atau kurang baik yang dicatat dalam jurnal tersebut tidak terbatas pada butir-butir
nilai sikap (perilaku) yang hendak ditanamkan melalui pembelajaran yang saat itu sedang berlangsung
sebagaimana dirancang dalam RPP, tetapi juga butir-butir nilai sikap lainnya yang ditumbuhkan dalam
semester itu selama sikap tersebut ditunjukkan oleh peserta didik melalui perilakunya secara alami.
8. Wali kelas, guru mata pelajaran, dan guru BK mencatat (perkembangan) sikap peserta didik segera setelah
mereka menyaksikan dan/atau memperoleh informasi terpercaya mengenai perilaku peserta didik sangat
baik/ kurang baik yang ditunjukkan peserta didik secara alami.
9. Apabila peserta didik tertentu PERNAH menunjukkan sikap kurang baik, ketika yang bersangkutan telah
(mulai) menunjukkan sikap yang baik (sesuai harapan), sikap yang (mulai) baik tersebut harus dicatat
dalamjurnal.
10. Pada akhir semester guru mata pelajaran dan guru BK meringkas perkembangan sikap spiritual dan sikap
sosial setiap peserta didik dan menyerahkan ringkasan tersebut kepada wali kelas untuk diolah lebih
lanjut.
Tabel 3.3. dan Tabel 3.4. berturut-turut menyajikan contoh jurnal penilaian (perkembangan) sikap
spiritual dan sikap sosial oleh wali kelas dan guru BK.
Tabel 3.3. Contoh Jurnal Perkembangan Sikap Spiritual oleh Wali Kelas dan Guru BK
No. Waktu Nama Peserta Catatan Perilaku Butir TTD Tindak
Didik Sikap Lanjut
1. 15/11/23 Hilman Sianturi Mengganggu Ketaqwaan Pembinaan
teman yang
sedang berdoa
sebelum makan
siang di kantin.
2.
3.
4.
5.
6.
Keterangan :
Butir sikap: - ketaqwaan dan toleransi beragama
8
Tabel 3.4. Contoh Jurnal Perkembangan Sikap Sosial oleh Wali Kelas & Guru BK
Nama Sekolah : SMP Jaya Bangsaku
Kelas/Semester : VII/Semester I
Tahun pelajaran : 2016/2017
No. Waktu Nama Peserta Catatan Perilaku Butir TTD Tindak
Didik Sikap Lanjut
1. 15/11/23 Ryant Valiant Berbohong ketika Kejujuran Pembinaan
ditanya alasan
tidak masuk
sekolah di ruang
guru.
2.
3.
4.
5.
6.
Keterangan :
Butir Sikap :
- Kepedulian
- Kejujuran
- Tanggung jawab
- Kedisiplinan
- Tanggung jawab
- Kebersihan
- Kepedulian
-
Apabila catatan perkembangan sikap spiritual dan sikap sosial dijadikan satu, perlu ditambahkan satu
kolom KETERANGAN di sebelah kanan kolom butir sikap untuk menuliskan apakah perilaku tersebut
sikap SPIRITUAL atau sikap SOSIAL. Lihat Tabel 3.5 untuk contoh.
Tabel 3.5. Contoh Jurnal Sikap Spiritual dan Sosial oleh Wali Kelas dan Guru BK
9
sekolah.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 3.6. Contoh Jurnal Sikap Spiritual dan Sosial oleh Pendidik
No. Waktu Nama Peserta Catatan Perilaku Butir TTD Tindak Lanjut
Didik Sikap
1. 15/11/23 Haliza Harahap Meninggalkan Tanggung Diberi
laboratorium Jawab pembinaan
tanpa dan dipanggil
membersihkan untuk
meja, alat, dan membersihkan
bahan yang meja, alat, dan
sudah dipakai bahan yang
sudah dipakai
2.
3.
4.
5.
6.
b. Penilaian Diri
Penilaian diri dalam penilaian sikap merupakan teknik penilaian terhadap diri sendiri (peserta didik)
dengan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan sikapnya dalam berperilaku. Hasil penilaian diri
peserta didik dapat digunakan sebagai data konfirmasi perkembangan sikap peserta didik. Selain itu
penilaian diri peserta didik juga dapat digunakan untuk menumbuhkan nilai-nilai kejujuran dan
meningkatkan kemampuan refleksi atau mawas diri. Instrumen penilaian diri dapat berupa lembar
penilaian diri yang berisi BUTIR-BUTIR PERNYATAAN SIKAP POSITIF YANG DIHARAPKAN dengan
kolom YA dan TIDAK atau dengan Likert Scale. Satu lembar penilaian diri dapat digunakan untuk
penilaian sikap spiritual dan sikap sosial sekaligus. Tabel 3.7 dan Tabel 3.8 menyajikan contoh lembar
penilaian diri tersebut.
Tabel 3.7. Contoh Lembar Penilaian Diri Peserta didik dengan Dua Jawaban
10
Nama : .............................................................................................................
Kelas : .............................................................................................................
Semester : .............................................................................................................
Petunjuk: Berilah tanda centang (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
Keterangan: Pernyataan dapat diubah atau ditambah sesuai dengan butirbutir sikap yang dinilai.
Tabel 3.8. Contoh Lembar Penilaian Diri Peserta didik dengan Empat Jawaban
Nama : .............................................................................................................
Kelas : .............................................................................................................
Semester : .............................................................................................................
Petunjuk: Berilah tanda centang (√) pada kolom 1 (tidak pernah), 2 (kadangkadang), 3 (sering), atau 4
(selalu) sesuai keadaan kalian yang sebenarnya.
No. Pernyataan 1 2 3 4
1. Saya berdoa sebelum melakukan aktivitas.
2. Saya beribadah tepat waktu.
3. Saya tidak mengganggu teman saya yang beragama
lain berdoa sesuai agamanya.
4. Saya berani mengakui kesalahan saya.
11
5. Saya menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu.
6. Saya berani menerima resiko atas tindakan yang saya
lakukan.
7. Saya mengembalikan barang yang saya pinjam.
8. Saya meminta maaf jika saya melakukan kesalahan.
9. Saya melakukan praktikum sesuai dengan langkah
yang ditetapkan.
10. Saya datang ke sekolah tepat waktu.
Hasil penilaian diri perlu ditindak lanjuti oleh pendidik dengan melakukan fasilitasi terhadap peserta
didik yang belum menunjukkan sikap yang diharapkan.
c. Penilaian Antarteman
Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian yang dilakukan oleh seorang peserta didik
(penilai) terhadap peserta didik yang lain terkait dengan sikap/perilaku peserta didik yang dinilai.
Sebagaimana penilaian diri, hasil penilaian antarteman dapat digunakan sebagai data konfirmasi. Selain
itu penilaian antarteman juga dapat digunakan untuk menumbuhkan beberapa nilai seperti kejujuran,
tenggang rasa, dan saling menghargai.
Instrumen penilaian diri dapat berupa lembar penilaian diri yang berisi BUTIR-BUTIR
PERNYATAAN SIKAP POSITIF YANG DIHARAPKAN dengan kolom YA dan TIDAK atau dengan
Likert Scale. Satu lembar penilaian diri dapat digunakan untuk penilaian sikap spiritual dan sikap sosial
sekaligus. Tabel 3.9 dan Tabel 3.10 menyajikan contoh lembar penilaian antarteman tersebut.
12
7. Teman saya melaporkan data atau informasi apa adanya.
……
Jumlah
Keterangan: Pernyataan dapat diubah atau ditambah sesuai dengan butirbutir sikap yang dinilai.
No. Pernyataan 1 2 3 4
1. Teman saya berdoa sebelum melakukan
aktivitas.
2. Teman saya beribadah tepat waktu.
Jumlah
Hasil penilaian antarteman perlu ditindak lanjuti oleh pendidik dengan memberikan bantuan fasilitasi
terhadap peserta didik yang belum menunjukkan sikap yang diharapkan.
3. Perencanaan Penilaian
a. Mata pelajaran selain Pendidikan Agama Budi Pekerti dan PPKn
Penilaian sikap pada mata pelajaran selain Pendidikan Agama Budi Pekerti (PABP) dan PPKn tetap harus
melalui perencanaan. Perencanaan diawali dengan mengidentifikasi sikap yang ada pada KI-1 dan KI-2
serta sikap yang diharapkan oleh sekolah yang tercantum dalam KTSP. Sikap yang dinilai oleh guru mata
pelajaran selain PABP dan PPKn adalah sikap spiritual dan sikap sosial yang muncul secara alami selama
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas.
Berikut ini contoh sikap spiritual yang dapat digunakan dan dinilai pada semua mata pelajaran:
a) berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan;
13
b) menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya;
c) memberi salam pada saat awal dan akhir kegiatan;
d) bersyukur atas nikmat dan karunia tuhan yang maha esa;
e) mensyukuri kemampuan manusia dalam mengendalikan diri;
f ) bersyukur ketika berhasil mengerjakan sesuatu;
g) berserah diri (tawakal) kepada tuhan setelah berikhtiar atau berusaha;
h) memelihara hubungan baik sesama umat ciptaan tuhan yang maha esa;
i) bersyukur kepada tuhan yang maha esa sebagai bangsa indonesia;
j) menghormati orang lain yang menjalankan ibadah sesuai agamanya.
Berikut adalah contoh indikator sikap sosial untuk semua mata pelajaran:
a) Jujur, yaitu perilaku dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, danpekerjaan, misalnya:
tidak menyontek dalam mengerjakan ujian/ulangan;
tidak menjadi plagiat (mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber);
mengungkapkan perasaan apa adanya;
menyerahkan barang yang ditemukan kepada yang berwenang;
membuat laporan berdasarkan data atau informasi apa adanya;
mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki.
b) Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan, misalnya:
datang tepat waktu;
patuh pada tata tertib atau aturan bersama/sekolah;
mengerjakan/mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan, mengikuti kaidah
berbahasa tulis yang baik dan benar.
c) Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara
dan Tuhan Yang Maha Esa, misalnya:
melaksanakan tugas individu dengan baik;
menerima resiko dari tindakan yang dilakukan;
tidak menyalahkan/menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat;
mengembalikan barang yang dipinjam;
mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan;
menepati janji;
tidak menyalahkan orang lain untuk kesalahan karena tindakan dirinya sendiri;
melaksanakan apa yang pernah dikatakan tanpa disuruh/ diminta.
d) Santun, yaitu sikap baik dalam pergaulan baik dalam berbahasa maupun bertingkah laku. Norma
kesantunan bersifat relatif, artinya yang dianggap baik/santun pada tempat dan waktu tertentu bisa
berbeda pada tempat dan waktu yang lain, misalnya:
menghormati orang yang lebih tua;
tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur;
tidak meludah di sembarang tempat;
tidak menyela pembicaraan pada waktu yang tidak tepat;
mengucapkan terima kasih setelah menerima bantuan orang lain;
bersikap 3S (salam, senyum, sapa);
meminta ijin ketika akan memasuki ruangan orang lain atau menggu-nakan barang milik orang
lain;
memperlakukan orang lain seperti diri sendiri ingin diperlakukan
14
e) Percaya diri, yaitu suatu keyakinan atas kemampuannya sendiriuntukmelakukan kegiatan atau tindakan,
misalnya:
berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu;
mampu membuat keputusan dengan cepat;
tidak mudah putus asa;
tidak canggung dalam bertindak;
berani presentasi di depan kelas;
berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan.
f) Peduli, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan memperbaiki penyimpangan dan
kerusakan (manusia, alam, dan tatanan), misalnya:
membantu orang yang memerlukan
tidak melakukan aktivitas yang mengganggu dan merugikan orang lain
melakukan aktivitas sosial untuk membantu orang-orang yang memerlukan
memelihara lingkungan sekolah
membuang sampah pada tempatnya
mematikan kran air yang mengucurkan air
mematikan lampu yang tidak digunakan
tidak merusak tanaman di lingkungan sekolah
Indikator untuk setiap butir sikap dapat dikembangkan sesuai keperluan satuan pendidikan. Indikator-
indikator tersebut dapat berlaku untuk semua mata pelajaran. Guru mata pelajaran selain PABP dan PPKn
dapat memilih teknik penilaian observasi, tetapi juga dapat memilih teknik penilaian diri maupun
penilaian antarteman.
Penggunaan penilaian diri dan penilaian antarteman dapat digunakan minimal satu kali dalam satu
semester. Penentuan teknik penilaian sikap harus diikuti dengan penentuan instrumen penilaian.
Pendidik dapat memilih jurnal sebagai instrumen penilaian atau instrumen lain yang relevan.
4. Pelaksanaan Penilaian
Penilaian sikap dilakukan oleh guru mata pelajaran (selama proses pembelajaran pada jam
pelajaran) dan/atau di luar jam pembelajaran, guru bimbingan konseling (BK), dan wali kelas (selama
peserta didik di luar jam pelajaran). Penilaian sikap spiritual dan sosial dilakukan secara terus-menerus
selama satu semester.
Penilaian sikap spiritual dan sosial di dalam kelas maupun diluar jam pembelajaran dilakukan
oleh guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK. Guru mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas
mengikuti perkembangan sikap spiritual dan sosial, serta mencatat perilaku peserta didik yang sangat
baik atau kurang baik dalam jurnal segera setelah perilaku tersebut teramati atau menerima laporan
tentang perilaku peserta didik.
Sebagaimana disebutkan pada uraian terdahulu, apabila seorang peserta didik pernah memiliki
catatan sikap yang kurang baik, jika pada kesempatan lain peserta didik tersebut telah menunjukkan
perkembangan sikap (menuju atau konsisten) baik pada aspek atau indikator sikap yang dimaksud, maka
di dalam jurnal harus ditulis bahwa sikap peserta didik tersebut telah (menuju atau konsisten) baik atau
bahkan sangat baik. Dengan demikian, untuk peserta didik yang punya catatan kurang baik, yang dicatat
dalam jurnal tidak terbatas pada sikap kurang baik dan sangat baik saja, tetapi juga setiap perkembangan
sikap menuju sikap yang diharapkan.
Sikap dan perilaku peserta didik yang teramati oleh pendidik ini dan tercacat dalam jurnal, akan lebih
15
baik jika dikomunikasikan kepada peserta didik yang bersangkutan dan kepadanya diminta untuk paraf
di jurnal, sebagai bentuk “pengakuan” sekaligus merupakan upaya agar peserta didik yang bersangkutan
segera menyadari sikap dan perilakunya serta berusaha untuk menjadi lebih baik.
Berikut adalah rambu-rambu rumusan predikat dan deskripsi perkembangan sikap selama satu semester:
a. Deskripsi sikap menggunakan kalimat yang bersifat memotivasi dengan pilihan kata/frasa yang bernada
positif. Hindari frasa yang bermakna kon-tras, misalnya: ... tetapi masih perlu peningkatan dalam atau ...
namun masih perlu bimbingan dalam hal ...
b. Deskripsi sikap menyebutkan perkembangan sikap/perilaku peserta didik yang sangat baik dan/atau baik
dan yang mulai/ sedang berkembang.
c. Deskripsi sikap spiritual “dijiwai” oleh deskripsi pada mata pelajaran PABP, sedangkan deskripsi mata
pelajaran lainnya menjadi penguat.
d. Deskripsi sikap sosial “dijiwai” oleh deskripsi pada mata pelajaran PPKn, sedangkan deskripsi mata
pelajaran lainnya menjadi penguat.
e. Predikat dalam penilaian sikap bersifat kualitatif, yakni: Sangat Baik, Baik, Cukup, dan Kurang.
f. Predikat tersebut ditentukan berdasarkan judgement isi deskripsi oleh pendidik.
g. Apabila peserta didik memiliki kecenderungan sikap sangat baik pada sebagian besar mata pelajaran,
maka dapat diasumsikan predikat peserta didik tersebut SANGAT BAIK.
h. Apabila peserta didik tidak ada catatan apapun dalam jurnal, sikap peserta didik tersebut dapat
diasumsikan BAIK.
i. Dengan ketentuan bahwa sikap dikembangkan selama satu semester, deskripsi nilai/perkembangan sikap
peserta didik didasarkan pada sikap peserta didik pada masa akhir semester. Oleh karena itu, sebelum
deskripsi sikap akhir semester dirumuskan, guru mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas harus
memeriksa jurnal secara keseluruhan hingga akhir. semester untuk melihat apakah telah ada catatan yang
menunjukkan bahwa sikap peserta didik tersebut telah menjadi sangat baik, baik, atau mulai berkembang.
j. Apabila peserta didik memiliki catatan sikap KURANG baik dalam jurnal dan peserta didik tersebut
belum menunjukkan adanya perkembangan positif, deskripsi sikap peserta didik tersebut dirapatkan
dalam rapat dewan guru pada akhir semester. Rapat dewan guru menentukan kesepakatan tentang
predikat dan deskripsi sikap KURANG yang harus dituliskan, dan juga kesepakatan tindak lanjut
pembinaan peserta didik tersebut. Tindak lanjut pembinaan sikap KURANG pada peserta didik sangat
bergantung pada kondisi sekolah, guru dan keterlibatan orang tua/wali murid.
Berikut adalah contoh rumusan deskripsi capaian sikap spiritual dan sosial.
Sikap Spiritual:
16
Predikat Deskripsi
Sangat baik Selalu bersyukur, selalu berdoa sebelum melakukan kegiatan,
dan toleran pada pemeluk agama yang berbeda; ketaatan
beribadah sudah berkembang.
Sikap sosial:
Predikat Deskripsi
Baik Santun, peduli, dan percaya diri; kejujuran, kedisiplinan, dan
tanggungjawab meningkat.
Sikap sosial:
Predikat Deskripsi
Cukup Santun, cukup peduli, percaya diri, kejujuran meningkat,
kedisiplinan mulai berkembang, dan tanggungjawab mulai
meningkat.
Penilaian Perilaku sikap spiritual dan sosial yang teramati dan tercatat dalam jurnal guru, wali
kelas maupun guru BK harus menjadi dasar untuk tindak lanjut oleh pihak sekolah. Bila perilaku sikap
yang kurang termasuk dalam sikap spiritual maupun sikap sosial, tindak lanjut berupa pembinaan
terhadap peserta didik dapat dilakukan oleh semua pendidik di sekolah.
Hasil penilaian sikap sebaiknya segera ditindak lanjuti, baik saat pembelajaran maupun setelah
pembelajaran. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi bentuk penguatan bagi peserta didik yang telah
menunjukkan sikap baik, dan dapat memotivasi peserta didik untuk memperbaiki sikap yang kurang
baik. Guru BK secara terprogram dapat mengembangkan layanan konseling dan pendampingan pada
peserta didik yang memiliki kekurangan pada perilaku sikap spiritual maupun sikap sosial. Pembinaan
terhadap perilaku sikap yang tergolong kurang, sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah perilaku
diamati.
17
PENILAIAN PENGETAHUAN
18
a. Mengingat (C1)
Mengingat merupakan menentukan pengetahuan yang relevan dari ingatan dalam jangka waktu
yang panjang. Kategori mengingat ini merupakan kategori terendah dalam tingkatannya, karena tidak
membutuhkan terlalu banyak energi untuk berpikir. Adapun Kata Kerja Operasional (KKO) pada
tingkatan mengingat (C1) sebagai berikut :
b. Memahami (C2)
Memahami merupakan mengkonstruksikan makna dari suatu proses pembe;ajaran yang didasarkan
pada pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan pengetahuan yang diketahui dengan informasi
terbaru, atau mengintegrasikan pengetahuan baru ke dalam skema yang ada dalam pemikiran siswa yang
di dalamnya termasuk komunikasi lisan, tertulis, dan materi yang disampaikan. Adapun Kata Kerja
Operasional (KKO) yang digunakan dalam tingkatan memahami (C2) sebagai berikut :
c. Menerapkan (C3)
Menerapkan atau mengaplikasikan merupakan melakukan prosedur untuk memecahkan masalah
atau hanya sekedar melakukan latihan yang erat hubungannya dengan pengetahuan procedural, dimana
terdiri dari dua macam proses kognitif, yaitu mengeksekusi tugas yang biasa dan mengimplementasi
tugas yang tidak biasa. Adapun Kata Kerja Operasional (KKO) yang digunakan dalam tingkatan
menerapkan (C3) sebagai berikut :
19
membuat grafik Melengkapi
menggunakan.. Menguji
Misalnya : prosedur, konsep, Membuktikan
prinsip Menentukan
d. Menganalisis (C4)
Menganalisis merupakan keterampilan dalam mengolah suatu data untuk memahami dan
menentukan suatu hubungan. Kategori menganalisis meliputi menguraikan suatu permasalahan ke dalam
unsur-unsur penyusunnya dan menentukan bagaimana keterkaitan antara unsur-unsur penyusun
tersebut dengan struktur inti atau besarnya. Menganalisis merupakan proses berpikir yang setingkat lebih
tinggi dari penerapan atau aplikasi. Menganalisis ini juga dapat diartikan sebagai menentukan bagian-
bagian dari suatu masalah dan penyelesaiannya serta menunjukkan hubungan antara setiap bagin-bagian
tersebut. Adapun Kata Kerja Operasional (KKO) yang digunakan dalam tingkatan menganalisis (C4)
sebagai berikut :
Tingkatan Kognitif Kata Kerja Operasional
Menganalisis (C4) Membandingkan
Mengenali permasalahan… Menyelidiki
Misalnya : struktur, menelaah
hubungan
e. Mengevaluasi (C5)
Mengevaluasi merupakan mengambil keputusan berdasarkan kriteria atau standar. Kriteria yang
sering digunakan diantaranya yaitu kualitas, konsistensi, efektifitas, dan efisiensi. Mengevaluasi dapat
berbentuk kuantitatif, serta termasuk kognitif dalam kategori memeriksa atau mengkritisi. Adapun Kata
Kerja Operasional (KKO) yang digunakan dalam tingkatan mengevaluasi (C5) sebagai berikut :
Tingkatan Kognitif Kata Kerja Operasional
Menilai berdasarkan.. Mengkritik
Misalnya : karangan, mutu, Menilai
hasil karya Menafsirkan
f. Mengkreasi (C6)
Mengkreasi merupakan memadukan suatu bagian untuk membentuk satu kesatuan yang utuh dan
fungsional, yaitu : reorganisasi unsur ke dalam sebuah pola atau struktur yang baru. Merumuskan,
merencanakan, dan memproduksi juga termasuk ke dalam mengkreasi. Adapun Kata Kerja Operasional
(KKO) yang digunakan dalam tingkatan mengkreasi (C6) sebagai berikut :
20
C. Teknik dan Instrumen Penilaian Pengetahuan (Kognitif)
Terdapat beberapa Teknik dan instrumen dalam penilaian pengetahuan yang dapat dilakukan
oleh seorang guru, diantaranya yaitu : tes secara tertulis, tes lisan dan penugasan dengan lembar kerja.
a. Tes Tertulis
Tes tertulis merupakan tes yang terdiri dari serangkaian soal, pertanyaan, atau tugas secara tertulis
dan jawaban yang diberikan secara tertulis juga. Dalam menjawab tes tertulis ini, tidak selalu dijawab
dengan menulis jawaban, tapi bisa juga dengan bentuk lain seperti menggambar, memberi tanda dan
mewarnai. Tes tertulis dapat mengukur kemampuan siswa dalam jumlah yang besar dalam tempat dan
waktu yang terpisah. Secara umum, tes tertulis dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Tes Objektif
Tes objektif merupakan tes tertulis yang menuntut siswa untuk memilih jawaban yang telah
disediakan atau memberikan jawaban singkat, pemeriksaannya dilakukan dengan objektif kepada semua
siswa. Beberapa contoh tes objektif yaitu : pilihan ganda, menjodohkan, benar salah, dam isian singkat.
a. Pilihan Ganda
Pilihan ganda merupakan bentuk tes yang objektif, dimana disajikan soal dan beberapa pilihan jawaban
dengan satu jawaban yang benar. Tes pilihan ganda dapat dinilai dengan mudah, cepat, dan memiliki
objektifitas yang tinggi untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam Menyusun tes pilihan ganda, diantaranya yaitu : kesesuaian antara soal dan jawaban,
kejelasan dalam penyusunan dari tiap kalimat, Bahasa yang digunakan mudah dipahami, dan setiap soal
mengandung satu masalah.
b. Pilihan Benar Salah
Pilihan benar salah merupakan suatu bentuk tes tertulis dimana soalnya berupa pernyataan yang
mengandung dua kemungkinan yaitu benar atau salah. Bentuk soal benar salah ini banyak digunakan
untuk mengukur kemampuan dalam mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana.
Cara menyelesaikan soal ini cukup dengan memberi tanda jawaban yang dianggap benar.
c. Tes Menjodohkan
Tes menjodohkan merupakan bentuk tes yang terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang
keduanya dikumpulkan dalam dua kolom yang berbeda, yaitu kolom pertanyaan di sebelah kiri dan
kolom jawaban di sebelah kanan. Menjodohkan ini dapat berupa peristiwa dengan orang, peristiwa
dengan hari, peristiwa dengan tempat, istilah dengan definisi, atau alat dengan penggunaan. Tes
menjodohkan ini digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi
informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan kemampuan menghubungkan antara dua hal.
d. Isian Singkat
Tes isian singkat disebut juga dengan tes menyempurnakan atau melengkapi. Tes isian singkat ini terdiri
dari kalimat-kalimat yang bagiannya dihilangkan. Bagian yang dihilangkan ini adalah pengertian yang
harus diisi oleh peserta didik. Ada juga yang tidak berbentuk kalimat pendek, tetapi berupa kalimat
berangkai yang memuat banyak isian.
21
2. Tes Subjektif
Tes subjektif atau yang biasa disebut tes uraian merupakan tes yang pertanyaannya membutuhkan
jawaban peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan, dan menjawab dengan kata-katanya
sendiri dalam bentuk, gaya, dan teknik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tes ini dapat
digunakan untuk menilai peserta didik dalam mengemukakan pendapat, berpikir kritis, dan kreatif dalam
menyelesaikan suatu masalah. Bentuk-bentuk dari tes subjektif adalah sebagai berikut :
a. Uraian bebas
Uraian bebas atau terbuka adalah butir soal yang ditanyakan hanya menyangkut masalah utama
utama yang dibicarakan, tanpa memberikan arahan tertentu dalam menjawabnya. Dengan demikian,
peserta didik dapat mengembangkan pikirannya sendiri dalam menjawab pertanyaan.
b. Uraian terbatas
Uraian terbatas atau tertutup adalah butir soal yang ditanyakan sudah mengarah ke dalam masalah
tertentu, sehingga peserta didik harus menjawab sesuai dengan tuntutan yang diberikan oleh soal, dan
dijawab secara terstruktur.
3. Tes lisan
Tes lisan merupakan tes yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab kepada siswa secara
langsung, baik secara perorangan, berpasangan, ataupun berkelompok. Aspek-aspek yang dapat dinilai
dari tes lisan ini yaitu : proses berpikir peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah, dan
penguasaan Bahasa dan materi pembelajaran.
4. Penugasan dengan lembar kerja
Instrumen penugasan berupa proyek yang dikerjakan secara individu ataupun berkelompok,
yang disesuaikan dengan karakteristik tugas. Penilaian ini bertujuan untuk pendalaman materi
kompetensi pengetahuan yang yang telah dipelajari dan dikuasai.
22
PENILAIAN KETERAMPILAN
2. Teknik Penilaian
Teknik penilaian keterampilan dapat digambarkan pada skema berikut.
Berikut ini adalah uraian singkat mengenai teknik-teknik penilaian keterampilan tersebut.
a. Penilaian Praktik
Penilaian praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu
aktivitas sesuai dengan tuntutan kompetensi. Dengan demikian, aspek yang dinilai dalam penilaian
praktik adalah kualitas proses mengerjakan/melakukan suatu tugas.
Penilaian praktik bertujuan untuk dapat menilai kemampuan siswa dalam mendemonstrasikan
keterampilannya dalam melakukan suatu kegiatan. Penilaian praktik lebih otentik daripada penilaian
paper and pencil karena bentuk-bentuk tugasnya lebih mencerminkan kemampuan yang diperlukan
dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Contoh penilaian praktik adalah membaca karya sastra, membacakan pidato (reading aloud dalam
mata pelajaran bahasa Inggris), menggunakan peralatan laboratorium sesuai keperluan, memainkan alat
musik, bermain bola, bermain tenis, berenang, menyanyi, menari, dan sebagainya.
23
b. Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap keterampilan peserta didik dalam mengaplikasikan
pengetahuan yang dimiliki ke dalam wujud produk dalam waktu tertentu sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan baik dari segi proses maupun hasil akhir.
Penilaian produk dilakukan terhadap kualitas suatu produk yang DihasilkanPenilaian produk
bertujuan untuk
1) menilai keterampilan siswa dalam membuat produk tertentu sehubungan dengan pencapaian
tujuan pembelajaran
2) menilai penguasaan keterampilan sebagai syarat untuk mempelajari keterampilan berikutnya; dan
3) menilai kemampuan siswa dalam bereksplorasi dan mengembangkan gagasan dalam mendesain
dan menunjukkan inovasi dan kreasi
Contoh aktivitas untuk penilaian produk antara lain membuat kerajinan, membuat karya sastra,
membuat laporan percobaan, menciptakan tarian, membuat lukisan, mengaransemen musik, membuat
naskah drama, dan sebagainya.
c. Penilaian Proyek
Penilaian proyek adalah suatu kegiatan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
mengaplikasikan pengetahuannya melalui penyelesaian suatu instrumen proyek dalam periode/waktu
tertentu. Penilaian proyek dapat dilakukan untuk mengukur satu atau beberapa KD dalam satu atau
beberapa mata pelajaran.
Penilaian proyek meliputi rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengumpulan data,
pengorganisasian data, pengolahan dan penyajian data, serta pelaporan. Penilaian proyek bertujuan
untuk mengembangkan dan memonitor keterampilan siswa dalam merencanakan, melaksanakan
perencanaan yang disusun dan melaporkan hasil proyek. Dalam konteks ini siswa dapat menunjukkan
pengalaman dan pengetahuan mereka tentang suatu topik, memformulasikan pertanyaan dan
menyelidiki topik tersebut melalui bacaan, wisata dan wawancara. Untuk manilai laporan hasil proyek
dapat dilakukan dengan presentasi hasil melalui visual display atau laporan tertulis.
Contoh penilaian proyek adalah melakukan investigasi terhadap jenis keanekaragaman hayati
Indonesia, membuat makanan dan minuman dari buah segar, membuat video percakapan, mencipta
rangkaian gerak senam berirama, dan sebagainya.
d. Penilaian Portofolio
Portofolio adalah penilaian berkelanjutan berdasarkan kumpulan informasi yang bersifat
reflektif-integratif yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode
tertentu.
Tujuan utama dilakukannya portofolio adalah untuk menentukan hasil karya dan proses
bagaimana hasil karya tersebut diperoleh sebagai salah satu bukti yang dapat menunjukkan pencapaian
belajar siswa, yaitu mencapai kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan. Selain berfungsi
sebagai tempat penyimpanan hasil pekerjaan siswa, portofolio juga berfungsi untuk mengetahui
perkembangan kompetensi siswa.
Terdapat beberapa tipe portofolio yaitu portofolio dokumentasi, portofolio proses, dan portofolio
pameran. Pendidik dapat memilih tipe portofolio sesuai dengan karakteristik kompetensi dasar dan/atau
konteks mata pelajaran.
Pada akhir suatu periode, hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh pendidik bersama
peserta didik. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, pendidik dan peserta didik dapat menilai
perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian portofolio
24
dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya.Portofolio peserta
didik disimpan dalam suatu folder dan diberi tanggal pembuatan sehingga perkembangan kualitasnya
dapat dilihat dari waktu ke waktu. Portofolio dapat digunakan sebagai salah satu bahan penilaian.
Hasil penilaian portofolio bersama dengan penilaian lainnya dipertimbangkan untuk pengisian
rapor/laporan penilaian kompetensi peserta didik. Portofolio merupakan bagian dari penilaian autentik,
yang secara langsung dapat merepresentasikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.
Penilaian portofolio dilakukan untuk menilai karya-karya peserta didik secara bertahap dan pada
akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dipilih bersama oleh guru dan peserta didik.
Karya-karya terbaik menurut pendidik dan peserta didik disimpan dalam folder dokumen portofolio.
Pendidik dan peserta didik harus mempunyai alasan yang sama mengapa karya-karya tersebut disimpan
di dalam dokumen portofolio. Setiap karya pada dokumen portofolio harus memiliki makna atau
kegunaan bagi peserta didik, pendidik, dan orang tua peserta didik. Selain itu, diperlukan komentar dan
refleksi dari pendidik, dan orangtua peserta didik.
Karya peserta didik yang dapat disimpan sebagai dokumen portofolio antara lain: karangan,
puisi, gambar/lukisan,surat penghargaan/piagam, foto-foto prestasi, dan sejenisnya. Dokumen portofolio
dapat menumbuhkan rasa bangga bagi peserta didik sehingga dapat mendorong untuk mencapai hasil
belajar yang lebih baik. Pendidik dapat memanfaatkan portofolio untuk mendorong peserta didik
mencapai sukses dan membangun kebanggaan diri. Secara tidak langsung, hal ini berdampak pada
peningkatan upaya peserta didik untuk mencapai tujuan individualnya. Di samping itu pendidik merasa
lebih mantap dalam mengambil keputusan penilaian karena didukung oleh bukti-bukti autentik yang
telah dicapai dan dikumpulkan peserta didik.
Agar penilaian portofolio menjadi efektif, pendidik dan peserta didik perlu menentukan ruang
lingkup penggunaan portofolio antara lain sebagai berikut:
Setiap peserta didik memiliki dokumen portofolio sendiri yang memuat hasil belajar pada setiap
mata pelajaran atau setiap kompetensi.
Menentukan jenis hasil kerja/karya yang perlu dikumpulkan/disimpan.
Pendidik memberi catatan (umpan balik) berisi komentar dan masukan untuk ditindaklanjuti
peserta didik.
Peserta didik harus membaca catatan pendidik dengan kesadaran sendiri dan menindaklanjuti
masukan pendidik untuk memperbaiki hasil karyanya.
Catatan pendidik dan perbaikan hasil kerja yang dilakukan peserta didik diberi tanggal, sehingga
dapat dilihat perkembangan kemajuan belajar peserta didik
e. Teknik lain
Untuk mengukur keterampilan dalam ranah berpikir abstrak (membaca, menulis, menyimak, dan
menghitung) dapat digunakan teknik lain seperti tes tertulis. Dalam mata pelajaran matematika atau IPA,
misalnya siswa menyelesaikan masalah yang terkait dengan konsep-konsep dalam kedua mata pelajaran
tersebut. Dalam mata pelajaran rumpun bahasa, siswa menyusun berbagai jenis teks.
3. Perencanaan Penilaian
Perencanaan penilaian meliputi penyusunan kisi-kisi, penyusunan instrumen, dan penyusunan
rubrik penilaian. Penyusunan kisi-kisi meliputi menentukan kompetensi yang penting untuk dinilai,
dalam hal ini adalah KD dari KI 4 dan menyusun indikator
berdasarkan kompetensi yang akan dinilai.
Instrumen yang disusun mengarah kepada pencapaian indikator hasil belajar, dapat dikerjakan
oleh siswa, sesuai dengan taraf perkembangan siswa, memuat materi yang sesuai dengan cakupan
kurikulum, bersifat adil (tidak bias gender dan latar belakang sosial ekonomi); danmenetapkan batas
25
waktu penyelesaian. Hal lain yang perlu disiapkan adalah rubrik penilaian.
Rubrik penilaian hendaknya memuat seperangkat indikator untuk menilai kompetensi tertentu,
1. memiliki indikator yang diurutkan berdasarkan
2. urutan langkah kerjapada instrumen atau sistematika pada hasil kerja siswa,
3. dapat mengukur kemampuan yang diukur (valid),
4. dapat digunakan untuk menilai kemampuan siswa,
5. dapat memetakan kemampuan siswa, dan
6. disertai dengan penskoran yang jelas
Berikut adalah contoh instrumen penilaian praktik untuk mata pelajaran IPA
26
Contoh instrumen penilaian produk untuk Mata Pelajaran Prakarya dengan Aspek Pengolahan
4. Pelaksanaan penilaian
Pelaksanaan penilaian adalah eksekusi dari perencanaan penilaian yang telah dilakukan. Adapun
teknis pelaksanaan penilaian praktik, produk, dan projek meliputi:
a. pemberian tugas secara rinci;
b. penjelasan aspek dan rubrik penilaian;
c. pelaksanaan penilaian sebelum, selama, dan setelah siswa melakukan pembelajaran; dan
d. pendokumentasian hasil penilain.
27
Penilaian keterampilan dalam satu semester dapat digambarkan dengan skema berikut
Penilaian dalam satu semester yang dilakukan sebagaimana disajikan pada Gambar 3.4 di atas
dapat menghasilkan skor seperti dituangkan dalam Tabel 3.27.
Catatan:
1. Penilaian KD 4.2 pada materi yang sama dilakukan 2 (dua) kali dengan teknik yang sama, yaitu praktik.
Oleh karena itu skor akhir KD 4.2 adalah skor optimum.
2. KD 4.3 dan KD 4.4 dinilai bersama-sama melalui penilaian proyek. Nilai yang diperoleh untuk kedua KD
yang secara bersama-sama dinilai dengan proyek tersebut adalah sama (dalam contoh di atas 87).
3. Selain dinilai dengan proyek, KD 4.4 dinilai dengan produk. Dengan demikian KD 4.4 dinilai 2 (dua) kali,
yaitu dengan produk dan proyek. Dengan asumsi bobot pada penilaian produk dan proyek sama, maka
skor akhir KD 4.4 adalah rata-rata dari skor yang diperoleh melalui kedua teknik yang berbeda tersebut.
4. Nilai akhir semester adalah rata-rata skor akhir keseluruhan KD keterampilan yang dibulatkan ke
bilangan bulat terdekat.
Portofolio (yang dalam contoh ini) dikumpulkan dari penilaian dengan teknik produk dan
proyek digunakan sebagai sebagian data perumusan deskripsi pencapaian keterampilan. Di samping nilai
dalam bentuk angka dan predikat, dalam rapor dituliskan deskripsi capaian keterampilan untuk setiap
mata pelajaran.
Berikut adalah rambu-rambu rumusan deskripsi capaian keterampilan.
1) Deskripsi keterampilan menggunakan kalimat yang bersifat memotivasi dengan pilihan kata/frasa yang
bernada positif. Menghindari frasa yang bermakna kontras. Misalnya: ... tetapi masih perlu peningkatan
28
dalam ... atau ... namun masih perlu peningkatan dalam hal ....
2) Deskripsi berisi beberapa keterampilan yang sangat baik dan/atau baik dikuasai oleh siswa dan yang
penguasaannya mulai meningkat.
3) Deskripsi capaian keterampilan didasarkan pada bukti-bukti karya siswa yang didokumentasikan dalam
portofolio keterampilan. Apabila KD tertentu tidak memiliki karya yang imasukkan ke dalam portofolio,
deskripsi KD tersebut didasarkan pada skor angka yang dicapai. Portofolio tidak dinilai (lagi) dalam
bentuk angka.
29
DAFTAR PUSTAKA
Anderson L., dan Krathwohl D.R. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi
Taksonomi Pendidikan Bloom. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Prosedur
Operasional Standar Ujian Sekolah Berstandar Nasionapada Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun Pelajaran
2016/2017. Jakarta: Kemdikbud.
Flavell, J.H. 1976. Metacognition and Cognitive Monitoring: A New Area of Cognitive – developmentally. American
Psychology, 34.906-911.
Kemendikbud. 2014. Pendidikan kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah. Jakarta: Kemendikbud.
Kemendikbud. 2015. Pedoman Penilaian Kelas oleh Pendidik. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan, Badan
Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kurniawan, A.A.A., Febrianti,T., Hardinata, I., Ichsan, D., Desy, R., Risan, D.M.M., Sari, J.W., Sitopu, R.S., Dewi, D.,
Sianipar, L.A., Fitriyah, Z., Zulkarnain, N.M., Jalal, H,. Hasriani, Dan Hasyim, F. (2022). Evaluasi
Pembelajaran. Sumatera Barat: Pt. Global Eksekutif Teknologi
Nurmawati. (2020). Teknik Penilaian Sikap. Medan : CV. Pusdikra Mitra Jaya.
Sole, B. F dan Anggraini, D. M. (2017). Pengembangan Instumen Penilaian Sikap Ilmiah Sains Siswa Sekolah Dasar
(SD) Berbasis Pendidikan Karakter. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA), 3(2). 99-105.
Pranomo, S. (2014). Panduan Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar. Jogjakarta: Diva Press.
30
BAB 8
KURIKULUM
Di dalam sistem pendidikan aspek terpentingnya ialah kurikulum. Kurikulum berperan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan pendidikan yang berupa aturan, tujuan, isi, dan bahan pelajaran juga metode
yang digunakan dalam proses pembelajaran. Di Indonesia sendiri kurikulum terus mengalami perubahan,
hal inilah yang kita sebut sebagai perkembangan kurikulum. Mulai dari tahun 1947, 1952, 1964, 1975, 1984,
1994, 2004, 2006, dan 2013. Perubahan kurikulum yang terjadi merupakan suatu bentuk penyesuaian
sistem pendidikan dengan perubahan yang terus terjadi baik perubahan dibidang politik, ekonomi, sosial,
dan juga teknologi. Pembangunan negara baru membutuhkan aspek pendidikan yang maju. Didalam
kurikulum bagi bangsa Indonesia antara lain karena kurikulum memiliki dua alasan penting. Pertama,
kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena itu kurikulum mutlak harus ada.
Kedua, kurikulum pada hakikatnya merupakan ilmu tentang proses mencerdaskan anak bangsa agar ia
bermakna bagi kehidupannya, baik sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat maupun
sebagai warga negara bangsanya. Kurikulum memiliki berbagai dimensi untuk menyusun konsep
kurikulum itu sendiri. kurikulum terdiri dari enak dimensi, antara lain:
Ide atau konsep akan selalu berkembang kearah perubahan disesuaikan dengan perkembangan
jaman dengan segala aspek didalamnya. Seperti perkembangan teknologi, kemajuan ilmu pengetahuan,
serta minat dari peseta didik itu sendiri. Akan selalu muncul ide-ide baru didalam kurikulum yang akan
menentukan rancangan pembelajaran agar selalu berjalan seiringan dengan kemajuan jaman. Kreatifitas,
efesiensi, dan efektifitas menjadikan ide-ide kurikulum baru yang sesuai dengan ideologi suatu negara.
Mengandung visi dan misi untuk memajukan berbagai sumber daya yang dimiliki negara.
Ide yang telah dirumuskan kemudian dituliskan dan dibentuk sebagai suatu rencana
pembelajaran kedepan bagi kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam lembaga pendidikan.
Aspek yang dibahas antara lain tujuan, cara, dan struktur kurikulum seperti kegiatan belajar, organisasi,
berfungsi sebagai pedoman atau panduan untuk kegiatan dilapangan. Lapangan disini berarti ranah
pendidikan dan prakteknya didalam lingkungan sekolah. Kegiatan pembelajaran disekolah merupakan
Hasil belajar yang diperoleh merupakan nilai evaluasi untuk kurikulum itu sendiri. Untuk
mengetahui sejauh mana kurikulum mampu memberikan pengaruh baik pada jalannya pembelajaran.
Kurikulum mengandung konsep, prinsip, proses, asumsi, dan teori yang kemudian dapat
dianalisis. Aspek inilah yang membuat kurikulum dapat dikatakan sebagai suatu ilmu. Penganalisisan
Dimulai dari ide, kemudian dirancang secara tertulis dan menjadi suatu kegiatan dan
menghasilkan nilai dalam proses pembelajaran sebagai bentuk evaluasi dan menjadikannya sebagai
suatu disiplin ilmu akrena dapat dianalisis. Semuanya merupakan aspek yang saling berkaitan yang
membuat kurikulum sebagai sistem yang harus berjalan secara beriringan dan harmonis.Sejak Indonesia
merdeka pada tahun 1945, segala aspek yang menunjang sistem-sistem pemerintahan terusmenerus
diperbaiki. Pembangunan dilakukan secara serentak dan bersifat progresif. Termasuk diantaranya
adalah memperbaiki sistem pendidikan yang telah ada untuk disempurnakan lagi bagi keberlangsungan
praktek pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan tanggung jawab negara terhadap rakyatnya
sebagaimana telah dicantumkan didalam Pembukaan UUD 1945 yang bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Artinya adalah pemerintah harus memberikan peluang sebesar-besarnya bagi rakyat
untuk mendapatkan pendidikan karena pendidikan adalah hak setiap warrga negara. Jika dilihat dari
sejarahnya, sejak jaman penjajahan Belanda dan Jepang, pendidikan yang sudah terbentuk dan
dijalankan adalah pendidikan yang berdasarkan kepada motif kolonialisme. Walaupun memberikan
kesempatan yang sangat terbatas bagi kaum pribumi, namun Belanda dan Jepang tetap memberikan
peran dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. Belanda dengan pelaksanaan politik etiknya dalam
aspek pendidikan membentuk sekolah rakyat 3 Tahun (Volks School) dengan pendidikan dasar cukup
untuk mampu 3R (Baca, Tulis, dan Hitung). Sayangnya, Belanda tetap saja licik dalam melaksanakan
politik etiknya karena mereka menganggap bahwa akan berbahaya jika pribumi mampu mendapatkan
pendidikan dan menjadi cerdas maka itu akan membuat kesadaran dalam diri mereka dan akan
membuat dirombaknya sistem pendidikan yang telah dibuat oleh Belanda. Jepang menerapkan asas
menjunjung tingga rasa pengabdian terhadap negara dan juga kepada pimpinan yang dalam hal ini
adalah Kaisar Jepang. Dalam pemerintahan Jepang, semua penggunaan kata yang berasal dari bahasa
negara-negara barat dihapuskan dan diganti oleh penggunaan bahasa yang lebih “Indonesia” sehingga
semasa penjajahan Jepang, Pendidikannya bersifat lebih terbuka untuk pribumi. Hingga akhirnya pada
tanggal 17 Agustus 1945 telah diproklamirkan kemerdekaan yang sesungguhnya untuk bangsa Indonesia
yang berarti tidak adanya pihak asing yang mengatur bangsanya. Kemerdekaan ini menjadi momen
penting bagi Indonesia dalam aspek pendidikan untuk mulai kehidupan bangsa yang baru. Maka
pergerakan perubahan dimulai bulan Desember 1945 pada saat BP-KNIP mengusulkan kepada
Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan untuk sekelas mungkin mengadakan perubahan
pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar Negara Republik Indonesia yang baru lahir itu.2
Dalam surat BP-KNPI tersebut diberikan beberapa pedoman dalam penyusunan kurikulum,
diantaranya:
1. Agar disusun jenis-jenis persekolahan dan rencana pembelajaran yang sesuai dengan dasar negara
Republik Indonesia
2. Disusun satu macam sekolah untuk semua rakyat tanpa membeda-bedakan sehingga sesuai dengan
keadilan sosial
4. Pengajaran agama diperhatikan tanpa mengurangi hak bagi warga negara yang mempunyai
5. Wajib belajar 6 tahun agar dilaksanakan secara berangsur-angsur dalam waktu 10 tahun
Dengan keluarnya surat tersebut maka pendidikan Indonesia mulai dibenahi dengan asas yang
berlandaskan Pancasila. Namun setelahnya terdapat perbedaan pendapat antara beberapa golongan
kelompok pendidikan yang kemudian membuat kebijakan yang sudah ada dirubah dan dikembangkan
lagi agar sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia, yang pada akhirnya menghasilkan kurikulum
Perkembangan pendidikan Indonesia sangat terhambat akibat penjajahan yang sangat lama,
untuk memperbaiki hal tersebut maka setelah merdeka Indonesia membuat perencanaan pendidikan yang
bebas dari pengaruh politis kolonial Belanda yaitu Rentjana Pembelajaran 1947.Rentjana Pembelajaran
1947 dibuat berdasarkan asas-asas Pancasila sehingga bebas dari kepentingan politis kolonial
Belanda.Tetapi Rentjana Pembelajaran 1947 baru bisa diterapkan pada tahun 1950 karena situasi di
Indonesia saat itu masih belum stabil untuk menjalankan sistem pendidikan yang layak. Pendidikan
selayaknya ditetapkan sesuai dengan kebutuhan pada masa itu, akan tetapi pendidikan belum sepenuhnya
bebas dari kepentingan-kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Seperti halnya pada masa penjajahan
Belanda dimana sistem pendidikan yang saat itu digunakan sangat kental dengan kolonialisme dan sikap
deskriminatif. Pada masa penjajahan Belanda, pendidikan dapat dikategorikan ke dalam dua jenis,
pendidikan bagi kaum kolonialis dan pendidikan bagi kaum yang dijajah atau kaum pribumi.3 Salah satu
contoh sikap deskriminatif yang kental dalam pendidikan pada masu itu bisa dilihat dari kebijakan elit
a. Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi golongan penduduk
bumiputera, untuk itu bahasa Belanda diharapkan dapat menjadi bahasa pengantar di sekolah-
sekolah.
b. Pemberian pendidikan rendah bagi golongan bumiputera disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Tidak hanya dari segi kebijakan, dari bentuk pendidikan pada masa itu juga sangat erat
dengan sikap deskriminatif. Seperti didirikannya sekolah dasar kelas satu dan sekolah dasar kelas dua
dimana sekolah dasar kelas satu diperuntukkan kepada anak-anak para tokoh dan orang-orang terhormat
bumiputera sedangkan sekolah dasar kelas dua diperuntukkan bagi anak-anak bumiputera pada
umumnya. Yang membedakan sekolah dasar kelas satu dan dua salah satunya adalah kurikulum yang
diterapkan di kedua sekolah tersebut, dimana kurikulum sekolah dasar kelas satu menggunakan
kurikulum yang lebih kompleks dan cenderung lebih baik dibandingkan dengan kurikulum yang
diterapkan di sekolah dasar kelas dua. Selain kurikulum sekolah dasar kelas satu dan kelas dua, terdapat
pula kurikulum kelas desa, kurikulum Inlandse School (HIS), Kurikulum Algemene Middelbare School (AMS)
dan Kurikulum Sekolah Pendidikan Guru (Kweekschool). Kemudian dalam masa penjajahan Jepang,
Indonesia mengalami kemajuan dalam hal pendidikan dimana pada saat itu Jepang memperbolehkan
menghapuskan sistem pendidikan pasca kolonialisme belanda yang deskriminatif dan penuh dengan
kepentingan politis.Dengan hal tersebut Jepang mendapatkan keuntungan yaitu pertama, mereka tidak
perlu meneruskan sistem pendidikan masa kolonial Belanda yang rumit serta memerlukan kontrol yang
Jepang dalam rangka mengambil simpati masyarakat pribumi saat itu.5 Sistem pendidikan yang berjalan
pada masa penjajahan Jepang kurang lebih sama dengan sistem pendidikan yang berjalan saat ini jika
dilihat dari tingkatan sekolahnya dimana pendidikan dasar/sekolah rakyat selama 6 tahun, pendidikan
lanjutan/sekolah menengah pertama selama 3 tahun dan sekolah menengah tinggi selama 3 tahun,
pendidikan pada masa penjajahan Jepang dimana dihapuskannya sistem pendidikan kolonial belanda
yang dahulu hanya sampai sekolah dasar, diubahnya sekolah desa menjadi sekolah pertama yang
implikasinya pada susunan tingkat sekolah yang semakin baik, dan ditetapkannya bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar bagi semua jenis sekolah. Akan tetapi pada masa ini pendidikan belum bisa
lepas dari kepentingan-kepentingan tertentu, pada masa sini pendidikan disisipkan misi oleh Jepang
untuk mendapatkan tenaga kerja paksa yang bisa dilihat dari pemberian latihan fisik, kemiliteran, dan
indoktrinasi. Selain itu kualitas pendidikan pada masa ini cenderung menurun dibandingkan masa
kolonial belanda karena rendahnya kualitas guru dan siswa pada masa itu. Lalu pada masa kemerdekaan,
sistem pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan perkembangan bangsa
kedepannya. Akan tetapi pada masa ini pun tidak berjalan dengan mudah karena penjajah pada masa ini
masih berusaha merebut kembali Indonesia yang saat itu telah merdeka. Pada masa ini pendidikan yang
berjalan didasari dengan asas pancasila yang bertujuan untuk mendidik warga yang siap untuk
menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk Indonesia serta penanaman semangat patriotisme. Berikut
adalah usaha yang dilakukan Indonesia terkait pendidikan dalam masa kemerdekaan:
1. Dalam panitia persiapan kemerdekaan pada zaman Jepang, didalamnya telah terdapat sub panitia
pendidikan dan pengajaran yang bertugas merumuskan rencana dan cita-cita serta usaha-usaha
2. Setelah proklamasi kemerdekaan, di dalam UUD 1945 dicantumkan pula pasal tentang pendidikan,
yakni pasal 31 yang diuraikan lebih lanjut dalam UndangUndang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP)
3. Tahun 1946, Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan membentuk Panitia Penyelidik
Pendidikan Pengajaran yang bertugas meninjau kembali dasar-dasar, isi, susunan dan seluruh usaha
5. Tahun 1948,Menteri PP dan K Ali Sastroamidjojo membentuk panitia pembentukan rencana UUPP
6. Tahun 1949 kongres pendidikan di Yogyakarta dengan tugas merumuskan dasar-dasar pendidikan
dan lain-lain.
7. Tahun 1950 rencana UUPP diterima oleh BPKNIP dengan suara terbanyak. Setelah disahkan oleh
Acting Presiden dan Menteri PP dan K maka RUU itu diresmikan menjadi Undang-undang No 4
Tahun 1950 dengan nama undangundang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.
1945-1965 Periode perjuang melepaskan diri secara penuh dari jerat kolonial.
1947-1964 Masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum sederhana
radikal
Rentjana Pembelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Bentuknya memuat dua hal
pokok yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya serta garis-garis besar pengajaran (GBP).
Konteks sosial dari Rentjana Pembelajaran 1947 meliputi sifat-sifat kemanusiaan dan
kewarganegaraan sebagai dasar pengajaran dan pendidikan di negara Indonesia, penanganan buta huruf
melalui pendidikan, dan partispiasi masyarakat terhadap pendidikan pada saat Rentjana Pembelajaran
1947 ini berlaku. Sifat kemanusiaan dan kewarganegaraan merupakan salah satu dasar pendidikan
Rentjana Pembelajaran 1947, hal tersebut dikaitkan dengan pancasila yang juga merupakan dasar-dasar
pendidikan yang dianut oleh Indonesia. Contoh sifat kemanusiaan dan kewarganegaraan yang terkait
dengan pancasila seperti cinta kepada tuhan YME, cinta kepada alam, cinta pada keluarga, nasionalisme,
Dalam penangan buta huruf di Indonesia, saat itu tingkat buta huruf di Indonesia sangat tinggi
karena efek dari pengaruh kolonialisasi khususnya dalam pendidikan. Rentjana Pembelajaran 1947 mulai
diterapkan tahun 1950 karena masih terdapat banyak masalah salah satunya seperti tingginya angka buta
huruf. Berikut adalah data persentase penduduk Indonesia yang mengalami buta huruf menurut sensus
tahun 1930 :
Tabel 1.2 Data Sensus Penduduk Buta Huruf di Indonesia Tahun 1947
Belanda)
Melihat tingginya angka buta aksara, pemerintah mulai mencanangkan program pendidikan
untuk memberantas masalah yang dialami oleh masyarakat Indonesia tersebut. Berdasarkan pasal 30
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 menyatakan bahwa tiap warga negara Indonesia berhak
memperoleh pendidikan dan tidak ada pembatasan kecuali pengawasan. Pemerintah membangun sekolah
dasar dengan harapan pendidikan dasar terbuka untuk setiap orang tanpa memandang kedudukan.
Kebijakan pemerintah ini di sambut baik oleh masyarakat Indonesia. Pada tahun 1945 sejak awal
kemerdekaan pun pemberantasan buta huruf sudah mulai dilaksanakan yang dikenal dengan kursus ABC.
Saat itu pemerintah menangani melalui bagian pendidikan masyarakat, kementerian pendidikan,
pengajaran dan kebudayaan. Namun pada tahun 1949, Bagian Pendidikan Masyarakat berubah menjadi
jawatan pendidikan masyarakat. Kemudian selanjutnya pada tahun 1951 direncanakan sebuah program
Program ini bertujuan agar masyarakat Indonesia yang mengalami buta huruf dapat terselesaikan
dalam jangka waktu 10 tahun. Pada tahun 1960, sekitar 40 persen masih terdapat orang dewasa yang buta
huruf. Presiden memberikan komando untuk menuntaskan buta huruf sampai tahun 1964, dan pada
akhirnya pada 31 Desember 1964 penduduk Indonesia usia 13-45 tahun dinyatakan telah terbebas dari
buta huruf. Namun, karena tidak ada pembinaan lanjutan dan langkanya bahan bacaan, di samping
banyak aksarawan baru menjadi buta huruf kembali, juga ditambah anak usia SD (usia 6-12 tahun) yang
tidak sekolah, dan putus SD kelas I, II, III yang diasumsikan rawan buta huruf, maka buta aksara kembali
muncul. Tahun 1966-1970 Dikembangan PBH fungsional. Pemberantasan buta huruf saat itu dibagi dalam
tiga tahapan yaitu PBH permulaan, PBH lanjutan I dan PBH lanjutan II. Dalam PBH permulaan sebagai
bahan belajarnya digunakan buku kecil (36 hal) “Petani Belajar Membaca” yang diselesaikan sekitar 20-30
hari. Partisipasi masyarakat di dalam pendidikan khususnya pada Rentjana Pembelajaran 1947. Partisipasi
dalam pendidikan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi dimana hal
tersebut pun masih berjalan hingga sekarang. Indonesia sering kali berganti kurikulum mulai dari
Rentjana Pembelajaran 1947 hingga Kurikulum 2013, hal ini dilakukan karena kurikulum dianggap tidak
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Kekurangan Rentjana Pembelajaran 1947 adalah
tidak adanya orientasi kongitif serta psikomotorik karena didominasi ranah afektif.
Konteks Politik Rentjana Pembelajaran 1947
Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 secara langsung berdampak pada sistem
pendidikan dimana seluruh bentuk sistem pendidikan yang berkaitan dengan penjajah dihapuskan dan
diganti dengan sistem pendidikan yang berasaskan pancasila sebagai dasar Negara. Buruknya pendidikan
pada masa sebelum kemerdekaan pun membuat pemerintah beberapa kali melakukan pergantian menteri
pendidikan, akan tetapi faktor buruknya pendidikan Indonesia pada satu itu bukan hanya dari segi
pengajar dan siswanya saja melainkan karena Indonesia pada masa itu berfokus pada merebut
kemerdekaan dari penjajah. Pada masa itu pendidikan Indonesia membawa semangat karakter dan
kebangsaan dimana anak-anak disekolahkan tanpa membayar sepeserpun dan guru diberi pendidikan
guru yang layak. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya Indonesia untuk mengejar ketertinggalan terhadap
Rentjana Pembelajaran 1947 sehingga membuat Rentjana Pembelajaran 1947 baru bisa dilaksanakan pada
tahun 1950. Buruknya kondisi perekonomian di Indonesia pada masa itu pun tidak luput dari pengaruh
penjajah yang pada saat itu berusaha mempertahankan statusquo nya di Indonesia.
Kurikulum yang dipakai di Indonesia pasca kemerdekaan dipengaruhi oleh tatanan sosial politik
Indonesia saat itu. Negara-negara penjajah yang mendiami wilayah Indonesia ikut juga mempengaruhi
sistem pendidikan Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada dua sistem pendidikan dan
pengajaran yang berkembang, yaitu sistem pendidikan Islam (pesantren dan sistem pendidikan belanda.
Susunan Rentjana Pembelajaran 1947 sangat sederhana, lebih mengutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Buku-buku pelajaran yang
digunakan adalah buku-buku hasil terjemahan dari bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia yang
sudah dirintis sejak jaman Jepang (Somarsono Moestoko, 1986:17). Adapun sistem pendidikan yang
Selain meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga dapat menampung hasrat
yang besar dari mereka yang hendak bersekolah. Mengingat kurikulum SR diatur sesuai dengan putusan
Menteri PKK tanggal 19 nopember 1946 NO 1153/Bhg A yang menetapkan daftar pelajaran SR dimana
tekanannya adalah pelajaran bahasa berhitung. Hal ini dapat telihat bahawa dari 38 jam pelajaran
seminggu, 8 jam adalah untuk bahasa Indonesia, 4 jam untuk bahasa daerah dan 17 jam berhitung untuk
kelas IV< V dan VI. Tercatat sejumlah 24.775 buah SR pada akhir tahun 1949 pada akhir tahun 1949 di
seluruh Indonesia.
b. Pendidikan Guru:
a. Sekolah Guru B (SGB) Pelajaran yang diberikan bersifat umum untuk di kelas I,II,III sedangkan
pendidikan keuruan baru diberikan di kelas IV. Untuk kelas IV ini juga dapat diterima tamatan
sekolah SMP, SPG dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang membawahinya sejumlah guru dan
diantaranya merupakan tenaga tidak tetap karena memang sangat kekurangan guru tetap.
c. Sekolah Guru A (SGA) pendidikan tiga tahun sesudah SMP. Dapat pula diterima pelajar-pelajar
dari lulusan kelas III SGB. Mata pelajaran yang diberikan di SGA sama jenisnya dengan mata
pelajaran yang diberikan di SGB hanya penyelenggaraannya lebih luas dan mendalam.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) seperti halnya pada zaman jepang, SMP mempergunakan rencana
pelajaran yang sama pula, tetapi dengan keluarnya surat keputusan menteri PPK thun 1946 maka
diadakannya pembagian A dan B mulai kelas II sehingga terdapat kelas II A,IIB, IIIA dan IIIB. Dibagian A
diberikan juga sedikit ilmu alam dan ilmu pasti.Tetapi lebih banayak diberikan pelajaran bahasa Sekolah
Menengah Tinggi (SMT) (1) memenuhi kebutuhan nasional, (2) bahasa pengantarnya adalah bahasa
Indonesia, (3) mutunya setingkat dengan SMT menjelang kemerdekaan. Ujian akhir dapat diselenggarakan
oleh masing-masing sekolah selama belum ada ujian negara, tetapi setelah tahun 1947 barulah berlaku
d. Pendidikan Kejuruan
Yang dimaksud dengan pendidikan kejuruan adalah Pendidikan ekonomi dan pendidikan kewanitaan:
1. Pendidikan ekonomi: pada awal kemerdekaan pemerintah baru dapat membuka sekolah dagang
yang lama, pendidikannya tiga tahun sesudah Sekolah Rakyat. Sekolah dagang ini bertujuan
Kepandaian Putri (SKP) dan pada tahun 1947 sekolah guru kepandaian putri (SGKP) yang lama
e. Pendidikan Teknik
Kursus Kerajinan Negeri (KKN): sekolah/kursus ini waktu belajarnya satu tahun lamanya dan
merupakan pendidikan teknik terendah berdasarkan SR enam tahun. KKN terdiri atas jurusan-jurusan:
dengan pengetahuan teori. Lama pendidikan ini dua tahun sesudah SR dan terdiri atas jurusam-jurusan:
kayu, batu, keramik, perabot rumah, anyaman, besi ,listrik, mobil, cetak, tenun kulit, motor, ukur tanah
dan cor.
Sekolah Teknik (ST): bertujuan mendidik tenaga-tenaga pengawasan bangunan. Lama pendidikan dua
tahun stelah STP atau SMP bagian B dan meliputi jurusanjurusan: bangunan gedung, bangunan air dan
Sekolah Teknik menengah (STM): bertujuan mendidik tenaga ahli teknik dan pejabat-pejabat teknik
menengah. Lama pendidikan empat tahun setelah SMP bagian B atau ST dan terdiri atas jurusn-jurusan:
bangunnan gedung, bangunan sipil, bangunan kapal, bangunan mesin, bangunan mesin, bangunan listrik,
Pendidikan guru untuk sekolah-sekolah teknik: bertujuan untuk memenuhi keperluan guru-guru
• Ijazah A Teknik (KGSTP) guna mengajar dengan wewenang penuh pada STP dalam jurusan:
• Ijazah B I Teknik (KGST) untuk mengajar dengan wewenang penuh pada ST/STM kelas I dalam
• Ijazah B II Teknik guna mengajar dengan wewenang penuh pada STM dalam jurusan bangunan sipil,
Pendidikan ini membuka peluang bagi warga negara tanpa syarat untuk meneruskan studi pendidikan
nya. Lembaga ini pun berkembang sangat baik namun dengan ada nya perjuangan membela negara waktu
Perkembangan pendidikan tinggi sesudah proklamasi mengalami berbagai tantangan, tetapi tidak
juga dapat dipisahkan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan merupakan salah satu
kekuatan dari seluruh kekuatan rakyat Indonesia. Sejak awal kemerdekaan di Jakarta, berdiri sekolah
tinggi kedokteran sebagai kelanjutan Ika Daigaku zaman Jepang. Pada bulan November 1946 dibuka pula
sekolah tinggi hukum serta filsafat dan sastra. Setelah aksi agresi militer I kedua lembaga pendidikan
tinggi terakhir in di tutup oleh Belanda sehingga secara resmi sudah tidak ada lagi, dengan demikian
pendidikan tinggi waktu itu terpecah menjadi dua yaitu pendidikan tinggi republik dan pendidikan
tingkat tinggi pendudukan Belanda. Namun perkuliahan masih dilanjutkan di rumah dosen sehingga
merupakan semacam kuliah privat. Sebelum agresi militer I di Malang terdapat pula lembaga pendidikan
tinggi republik.
Mr. Soewandi selaku Menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan pada saat itu, sebagai
upaya terpentingnya dalam mengembangkan pendidikan nasional yaitu mengubah sistem pendidikan dan
pengajaran dan pengajaran sehingga lebih sesuai dengan keinginan dan cita-cita bangsa Indonesia yang
baru merdeka. Pembentukan panitia penyelidikan pengajaran sebagaimana diuraikan di atas adalah dalam
rangka mengubah sistem pendidikan kolonial ke dalam pendidikan nasional. Sebagai konsekuensi
perubahan sistem, kurikulum pada semua tingkat pendidikan mengalami perubahan pula. Kurikulum
yang semula diorientasikan pada kepentingan kolonial kini diubah selaras dengan kebutuhan bangsa yang
merdeka. Salah satu hasil panitia tersebut yang menyangkut kurikulum adalah bahwa setiap rencana
pelajaran pada setiap jenjang pendidikan sekolah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Mengurangi pendidikan pikiran, karena kebutuhan terhadap semangat patriotisme dan pendidikan
2. Menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Dengan menghubungkan membuat apa
yang dipelajari biasa langsung dipraktekan karena keterbatasan sumber belajar. Yaitu buku teks dan
pembangunan dan mempersiapkan sumber daya manusia demi kebutuhan bangsa. Didasari oleh
pembentukan watak patriotisme terhadap tanah air karena ancaman penjajah selalu membayang –
bayangi dan dengan kecintaan terhadap negara membuat semangat bela negara tertanam kuat dalam
diri pelajar.
kesadaran bernegara yaitu sikap bela Negara, patriotisme dan kepekaan sosial dalam masyarakat.
Sistematika pendidikan pada masa berlakunya Kurikulum 1947 tidak dijelaskan secara rinci
implementasinya dilaksanakan pada 1950. Evaluasi terhadap pencapaian hasil pendidikan lebih diarahkan
pada ketentuan mengenai kelulusan seseorang dari suatu unit atau lembaga pendidikan tertentu. Kualitas
yang harus dikuasai oleh peserta didik tidak didasarkan pada tujuan pendidikan nasional. Setelah
Kurikulum 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952
ini diberi nama Rentjana Pembelajaran Terurai 1952, kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional, yang paling menonjol sekaligus menjadi cirri kurikulum 1952 ini bahawa setiap
rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran dengan merinci silabus setiap mata pelajaran.
setelah Indonesia merdeka. Kurikulum ini lebih dikenal dengan istilah leer plan yang dalam Bahasa
Belanda berarti rencana pelajaran. Kurikulum ini masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda
dan Jepang sehingga dapat dikatakan bahwa Rentjana Pembelajaran 1947 sebagai pengganti sistem
pendidikan kolonial Belanda. Rentjana Pembelajaran 1947 menekankan pada pembentukan karakter
manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain. Hal ini dikarenakan saat itu Indonesia masih
dalam semangat juang merebut kemerdekaan. Kisi-kisi pendidikan disini yaitu beralih dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional yang berpegang pada asas Pancasila. Rentjana Pembelajaran
1947 sering kali disebut kurikulum 1950 karena baru dilaksanakan di setiap sekolah pada tahun 1950.
Bentuk dari Rencana pelajaran ini memuat dua hal pokok saja, yakni daftar mata pelajaran dan jam
pengajarannya, serta garis besar pengajaran. Dalam penerapannya, Rentjana Pembelajaran 1947 lebih
mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materinya pelajarannya pun
dikaitkan dengan kehidupan konkret sehari-hari serta perhatian terhadap kesenian dan pendidikan
jasmani. Dalam dunia pendidikan zaman dulu menyebut setiap sekolah dengan sebutan Sekolah Rakyat.
Mata pelajaran pendidikan agama awalnya diberikan pada kelas IV, namun sejak 1951 pendidikan agama
juga diajarkan dikelas I. RentjanaPembelajaran 1947 menekankan pengajaran pada cara mengajar guru dan
cara murid mempelajarinya. Pada mata pelajaran bahasa misalnya, mengajarkan bagaimana proses
kejadian sehari-hari, bagaimana membaca buku, bercakapcakap, dan menulis. Selain itu pada mata
pelajaran Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kehidupan sehari-hari seperti siang dan malam.
Pada mata pelajaran ilmu hayat pun juga begitu, ilmu yang mencakup ilmu tumbuh-
tumbuhan, ilmu hewan, dan manusia. Metode yang digunakan dalam Rentjana Pembelajaran 1947 yaitu
menggunakan metode ceramah, dimana guru lebih banyak berperan menjelaskan materi setiap mata
pelajaran yang dipelajari. Dalam hal ini, Rentjana Pembelajaran 1947 memiliki point penting dimana setiap
isi pelajarannya itu dikaitkan dengan kehidupan konkret sehari-hari. Jika dianalisis, hal tersebut sesuai
dengan strategi pembelajaran CTL (Contextual Teaching Leaning), yaitu merupakan suatu strategi
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar dalam
kehidupan sehari-hari.
1. Untuk sekolah yang mempergunakan pengantar bahasa Daerah (Jawa, Sunda, Madura) pada kelas-
3. Untuk sekolah yang diselenggarakan sore hari karena terpaksa oleh keadaan (terbatas sampai kelas
gejolak perang revolusi, mengakibatkan buku-buku bacaan yang digunakan pada saat itu hanya berpusat
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani saja. Ada pula yang lainnya seperti memakai buku bahasa
indonesia, buku daerah, buku berhitung, buku ilmu alam, hayati, buku ilmu bumi, buku sejarah,
menggambar, seni suara, menulis, pekerjaan tangan, keputrian dll semua buku itu menyesuaikan pada
masa itu. Karena masa itu masih situasi politik yang bergejolak maka peserta didik banyak mempelajari
kebersihan dan kesehatan, didikan budi pekerti dan pendidikan agama agar peserta didik memiliki akhlak
yang mulia. Dengan demikian, susunan program pengajaran dalam Rentjana Pembelajaran 1947 terdiri
1. Bahasa Daerah (Jawa, Sunda, dan Madura) bagi murid di daerah yang bersangkutan
Sistem penilaian pada Rentjana Pembelajaran 1947 belum terdapat sistem penskoran melalui butir soal
dikarenakan pada masa itu masih mengikuti kurikulum Belanda. Sistem penilaian yang di pakai pada
tahun tersebut hanya dilihat dari materi pelajaran yang dihubungkan dengan kejadian dan kehidupan
sehari-hari.
Di dalam setiap kurikulum tidak terlepas dari peran guru didalamnya, begitu juga dengan
Rentjana Pembelajaran 1947. Rentjana Pembelajaran 1947, merupakan rencana pembelajaran yang pertama
setelah Indonesia merdeka. Rencana pembelajaran ini dibuat karena tidak ingin lagi berasaskan dengan
kurikulum kolonial Belanda. Dalam Rentjana Pembelajaran 1947 lebih menitikberatkan pada pendidikan
watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat karena baru masa pemulihan dari masa penjajahan,
sehingga peran guru dalam Rentjana Pembelajaran 1947 ini adalah untuk membangun watak, kesadaran
bernegara dan bermasyarakat. Dalam Rentjana Pembelajaran 1947 pemerintah lebih mengupayakan
metode ceramah, sehingga guru sangat berperan penting dalam menjelaskan setiap mata pelajaran yang
dipelajarinya. Dalam model pembelajaran kontekstual atau yang biasa disebut dengan Contextual Teaching
Learning (CTL) merupakan suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta
didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuan yang
diperoleh dari proses belajar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dalam model pembelajaran
CTL ini guru berperan agar materi pembelajaran tersebut berasal dari pengalaman murid itu sendiri.
Selain itu, guru dapat mendorong murid untuk dapat menemukan hubungan antara materi pelajaran
dengan kehidupan nyatanya, dan dapat mendorong murid untuk mampu mengimplementasikan dalam
kehidupan nyata. Dengan demikian, Rentjana Pembelajaran1947 menitik beratkan pada gurukarena
berada pada masa transisi sehingga guru sangat berperan aktif dalam proses pembelajaran di sekolah.
Selain itu, dalam Rentjana Pembelajaran 1947 guru jugamempunyai peran sebagi fasilitator, motivator, dan
guider12. Dimana guru harus memfasilitasi setiap siswa agar mendapat pengajaran yang baik dan sesuai.
Guru juga harus memotivasi setiap siswa agar pembelajaran yang didapat bisa dipraktikan dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, guru juga harus memandu proses pembelajaran agar berjala dengan
semestinya.
RENTJANA PEMBELAJARAN 1964
Pendahuluan
Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan, dan aspek-aspek
lainnya. Agar masyarakat itu bisa melanjutkan esistensinya, maka kepada anggota mudanya harus
diteruskan nilai-nilai pengetahuan, keterampilan, dan kelakuan lainnya yang diharapkan akan dimiliki
oleh setiap anggota. Berbicara tentang pendidikan maka kita tidak akan terlepas dengan kajian tentang
kurikulum. Hal ini dikarenakan kurikulum adalah bagian penunjang dalam proses pendidikan.
Kurikulum adalah program pendidikan yang meliputi berbagai mata pelajaran atau mata kuliah yang
harus diperlajari peserta didik dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT) yang sudah
ada sejak ada sistem persekolahan. Di indonesia sendiri kurikulum selalu diperbarui dari masa ke masa.
Rentjana Pembelajaran 1964 ini berlaku setelah kurikulum 1947. Kurikulum ini merupakan
kurikulum akhir yang dikeluarkan oleh Orde Lama. Inti pokok dari kurikulum ini adalah membentuk
manusia pancasila dan manipol/usdek yang bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat adil dan
Kurikulum yang berlaku sendiri biasanya sesuai dengan keadaan sosial, ekonomi dan politik
yang terjadi pada saat itu. Hal inilah yang mendorong pentingnya mengkaji tentang kurikulum dari
berbagai disiplin ilmu, termasuk sosiologi. Begitupun kurikulum yang berlaku pada tahun 1964. Pada
tahun 1964, direktorat pendidikan dasar prasekolah, Departemen PP dan K menerbitkan suatu buku yang
dinamakan Rentjana Pembelajaran kanak-kanak dan sekolah dasar. Pada kurikulum tingkat sekolah dasar,
sistem pendidikannya dinamakan dengan sistem panca wardana atau sistem lima aspek perkembangan,
yaitu perkembangan moral, Perkembangan Intelegensi, perkembangan emosional artistic (rasa keharuan),
perkembangan keprigelen (pertanian), dan perkembangan jasmaniah. Adapun system dari rentjana
pembelajaran taman kanak-kanak dan dasar saat itu yang menitik beratkan pada pengembangan daya
cipta, rasa, karsa, dan karya, dan moral yang kemudian dikenal dengan istilah panca wardhana. Ciri khas
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapatkan pengetahuan
akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada sistem tersebut.
Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pancasila yang sosialis Indonesia dengan sifat-
Perubahan yang sangat menonjol dalam kurikulum adalah adanya mata pelajaran civics yang
individualisme menjadi musuh dan harus dibersihkan dalam pelajaran civics karena bertentangan dengan
jiwa dan semangat manipol USDEK. Civics menjadi mata pelajaran yang mengemban pendidikan ideologi
bangsa dan ini merupakan awal dari pendidikan ideologi dalam kurikulum. Mata pelajaran ini adalah
mata pelajaran yang berisikan materi pelajaran yang sangat ditentukan oleh ideologi dan politik. Model
yang digunakan adalah berbasis separated curriculum atau rencana pembelajaran terpisah. Rencana
pembelajarannya dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, antar mata pelajaran tidak memiliki
keterkaitan. Pembelajaran bentuk rencana pembelajaran ini cenderung kurang memperhatikan aktivitas
siswa, karena yang dianggap penting adalah penyampaian sejumlah informasi sebagai bahan pelajaran
dapat diterima dan dihafal oleh siswa. Sistem pendidikan pada Kurikulum 1964 ini bersifat sentralistik.
Artinya, kegiatannya memusatkan pada seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang
berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sebenarnya banyak hal yang menarik yang sangat
penting untuk di kaji mengenai Rentjana Pembelajaran 1964. Karena kurikulum ini terbentuk dari
pengaruh semua bidang kehidupan bangsa. Tulisan ini ingin menjelaskan lebih rinci mengenai kurikulum
1964, baik itu struktur dan isinya maupun peran pemerintah dan pendidik.
Ada empat definisi mengenai politik pendidikan. Pertama, politik pendidikan adalah metode
mempengaruhi pihak lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Kedua, politik pendidikan lebih
berorientasi pada bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai. Ketiga, politik pendidikan berbicara
mengenai metode untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya anggaran pendidikan, kebijakan
pemerintah, partisipasi masyarakat, dan sebagainya. Keempat, politik pendidikan berbicara mengenai
sejauh mana pencapaian pendidikan sebagai pembentuk manusia Indonesia yang berkualitas, penyangga
ekonomi nasional, pembentuk bangsa yang berkarakter. Sebagai contoh tahun 1945-1961 dikeluarkan
Kurikulum terakhir pada masa Orde Lama adalah kurikulum 1964, perubahan kurikulum 1964
merupakan politik untuk meniadakan MANIPOL-USDEK. Selanjutnya muncul kurikulum 1975 digunakan
untuk tujuan politik pemerintah memasukkan pendidikan moral pancasila, dimana pendidikan harus
memberikan doktrin-doktrin moral pancasila dan semua elemen bangsa tidak boleh memberikan kritik
Periode 1959-1966, diwarnai oleh Manipol USDEK, pendidikan bertujuan melahirkan warga
negara sosialis Indonesia yang susila. Pendidikan nasional pada era Orde Lama yang berlangsung sejak
1945 hingga 1966, tetap berlandaskan Pancasila. Meskipun selama periode ini Indonesia menggunakan tiga
UUD. Pasca dekrit presiden 5 Juli 1959, presiden Soekarno dalam peringatan 14 tahun kemerdekaan
menyampaikan sebuah pidato yang diberi nama “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato inilah yang
kemudian dikenal sebagai Manifesto Politik (Manipol), dimana didalamnya diuraikan lima intisari yaitu:
(1) Kembali ke UUD 1945; (2) Sosialisme Indonesia; (3) Demokrasi Terpimpin; (4) Ekonomi Terpimpin; (5)
Kepribadian Indonesia. Manipol beserta dengan lima kebijaksanaan itu kemudian dikenal dengan
Manipol-USDEK (Pranarka, 1985:174). Perubahan kurikulum digunakan untuk tujuan politik misal dengan
cara memasukkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sehingga memunculkan
jiwa patriotism yang mana siap membela bangsa jika ia dijajah oleh para penjajah. Perubahan kurikulum
ini memberikan doktrin-doktrin kepada siswa tentang pentingnya sejarah perjuangan bangsa yang semua
kemasanya tidak terbuka untuk dikritisi namun lebih pada mengedepankan tujuan tertentu agar siswa
Tahun 1966-1998 Indonesia diperintah oleh Soeharto (Orde Baru). Peralihan dari Orde Baru
membawa konsekuensi perubahan politik pendidikan nasional. Hasil sidang MPRS tgl 7-12 Maret 1967
telah menghasilkan ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967 yang memutuskan untuk mencabut seluruh
kekuasaan Presiden Soekarno yang sebelumnya telah berkuasa. Menyadari akan kondisi politik
Indonesia menjadi sesuatu yang harus segera dilakukan di awal pemerintahan Orde Baru yang lebih
utama adalah pelaksanaan Pancasila. Melihat alasan yang menyatakan telah terjadi penyimpangan
terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 sebelumnya, maka diperlukan sebuah upaya untuk
merevitalisasi nilai-nilai Pancasila di babak pemerintahan yang baru, yang bisa menempatkan nilai-nilai
Pada era Orde baru, perubahan kurikulum sangat tampak ada sebuah pergesekan doktrin
politik, seiring pergantian politik pada era reformasi pada perkembangannya tidak jauh berbeda dengan
orde sebelumnya dalam politisasi pendidikan, hanya saja pada era reformasi doktrin tersebut tidak
nampak secara “blak-blakan” karena dalam praktek pemerintahan terdapat adanya kritik dari luar. Jika
kurikulum dimaknai sebagai jantung atau ruhnya pendidikan, maka perubahan kurikulum semata-mata
karena pendidikan harus merespon situasi perkembangan. Idealnya perkembangan selalu menuju
perbaikan bukan sebaliknya. Perubahan kurikulum tidak hanya mengulang lembaran lama yang sudah
usang dan sekedar mengarah pada tujuan politik pemerintah semata. Sebuah kekuasaan apabila ingin
berhasil menjalankan masa kekuasaannya dalam waktu lama harus mengendalikan pendidikan melalui
kurikulum. Dalam teori kekuasaan, pendidikan menjadi tolak ukur bagaimana perjalanan bangsa
diarahkan dan dijalankan. Kurikulum dalam konteks ini menjadi hal utama yang dapat dirangkul dengan
kuat. Menurut pendapat M. Sirozi, pendidikan yang secara terus-menerus berada dalam tekanan penguasa
merupakan bentuk kepentingan penguasa. Sementara Roger Dale berpendapat bahwa kontrol negara
dilakukan melalui empat bentuk. Pertama, sistem pendidikan dibentuk secara resmi, tapi tetap berdasar
pada kepentingan politik penguasa. Setidaknya, penguasa dapat mengendalikan bangsa atas tujuannya.
Kedua, sistem pendidikan dijalankan secara birokrat yang menekankan ketaatan dan objektivitas sehingga
bila dicermati secara lebih serius, pendidikan harus mendukung kepentingan penguasa dalam segala
aspek. Ketiga, penerapan wajib pendidikan. Keempat, reproduksi politik dan ekonomi yang berlangsung
di sekolah terjadi atas dasar konteks politik tertentu. Ketika kurikulum mampu dikuasai sedemikian rupa
oleh penguasa, akan sangat sulit untuk mengatakan bahwa pendidikan mampu dijalankan demi upaya
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Adanya berbagai jenis kurikulum yang diciptakan penguasa sejak
Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi sebenarnya merupakan rangkaian agenda yang ditujukan supaya
implikasi bertambah banjirnya anak-anak usia sekolah, yang selanjutnya menjadi suatu faktor
meningkatnya kebutuhan kesempatan belajar dan semakin luasnya pelayanan yang perlu diberikan oleh
kurikulum, baik formal maupun informal. Selain dari itu, peledakan penduduk berarti meningkatnya
jumlah tenaga kerja yang perlu mendapat penyaluran dan penempatan. Sebagian besar dari tenaga kerja
tersebut dapat digolongkan sebagai tenaga yang masih berpendidikan rendah/kurang memiliki
keterampilan yang jumlahnya lebih banyak, dan sekaligus berebutan untuk memperoleh lapangan kerja,
yang relatif terbatas jumlahnya. Jika tidak mendapat penempatan, maka berarti terjadi pengangguran yang
mengakibatkan beban bagi masyarakat. Hal ini dapat diatasi, antara lain memberikan pendidikan dan
latihan yang sesuai dengan kebutuhan/tuntutan lapangan kerja yang ada/tersedia, dan di pihak lain
memperluas kesempatan kerja. Kedua kemungkinan tersebut, dalam batas-batas tertentu sebenarnya
merupakan bagian daripada masalah kurikulum. Masalah peledakan penduduk dan berbagai
implikasinya tampaknya akan berlangsung terus kendatipun Program Keluarga Berencana digembor-
gemborkan pemerintah untuk menekan jumlah penduduk. Serta permasalahan pembangunan yang tidak
merata, dimana pembangunan berkembang pesat dijajaran tanah Jawa ketimbang daerah timur Indonesia
yang sangat memprihatinkan. Masalah ketimpangan ini memberikan implikasi yang sangat luas terhadap
sektor kesempatan kerja, dan program pendidikan yang tak serasi pada posisinya menimbulkan masalah
kemelaratan bagi sebagian masyarakat kita. Ternyata “garis kemelaratan” masyarakat kita ternyata masih
berada pada tingkat yang masih belum teratasi, dan pada persoalan ini menjadi sebuah tantangan bagi
dunia ekonomi, kependudukan dan pendidikan, yang bermuara pada pengembangan kurikulum.
Pemerintah memiliki peran dalam menyediakan pendanaan berkenaan dengan dunia pendidikan
karenanya ini merupakan salah satu tugas dari pemerintah dalam merancang anggaran negara.
1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20%
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20%
2) Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan
3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam
5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
pendidikan dalam hal menyediakan sumber pendanaan pendidikan dengan prinsip keadilan, kecukupan,
dan keberlanjutan serta pengarahannya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
pengelolaan dana pendidikan, dan pengalokasian dana pendidikan minimal sebesar 20 % dari APBN, 20 %
APBD dan hibah yang dialokasikan untuk dana penyelenggaraan pendidikan. Namun persoalannya
adalah pemerintah tidak dapat merealisasikan anggaran pendidikan secara langsung sebesar 20% namun
tahap demi tahap, disamping itu pendapatan ekonomi yang berbeda-beda setiap wilayah menyebabkan
melambatnya realisasi kebijakan pemerintah. Sebetulnya penyediaan anggaran pendidikan bukan satu-
satunya persoalan sebab tidak meratanya pendidikan atau tidak banyaknya yang mampu mengenyam
pendidikan karena persoalan biaya. Akan tetapi kenaikan biaya pendidikan juga tak dapat dilepaskan
keterkaitannya dengan semakin meningkatnya aspirasi masyarakat dalam bidang pendidikan. Kesadaran
bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah suatu human investment, dan merupakan suatu faktor yang
dianggap menentukan masa depan hidup dan kehidupan baik secara perorangan maupun secara
kelompok/keluarga, sehingga terjadi perlombaan untuk memasukkan anak ke sekolah dan melanjutkan ke
perguruan tinggi. Pendidikan juga sudah merambah pada politik ekonomi dimana pendidikan tidak lagi
mengutamakan pemerataan dan kesempaan tapi lebih kepada budaya kapitalis yang berdampak pada
materi. Hal ini pun berkaitan dengan kurikulum pendidikan yang setiap pergantian rezim mengalami
2) Konsepsi kurikulum rekonstruksi sosial yaitu konsep kurikulum yang berorientasi pada penyiapan
peserta didik agar dapat menghadapi berbagai perubahan asyarakat pada masa yang akan datang
3) Konsepsi kurikulum teknologi yaitu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan hasil
4) Konsepsi kurikulum subjek akademik yaitu konsep kurikulum yang bertujuan untuk
Jika kurikulum ditata secara demikian dengan mengutamakan peserta didik dan pembiayaan
pendidikan yang dimaksimalkan dan diupayakan pemerintah untuk menyentuh seleruh elemen
masyarakat, maka berhasilah tugas pemerintah berkenaan dengan pendidikan. Sesuai dengan Pasal 31
Undang-Undang Dasar 1945 dan amandemen tertulis yang tercantum bahwa “Setiap warga negara
Sejak tahun 1952 – 1964. Sejak saat itu pendidikan di Indonesia mulai mengalami perbaikan
serta penyempurnaan. Yang menjadi tujuan pendidikan dan pengajaran Republik Indonesia. Seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang no 4 tahun 1950 yuncto no. 12 tahun 1954 pasal 3 Bab II yang berbunyi:
“Tujuan Pendidikan dan pengajaran ialah untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.Rentjana
pembelajaran (kurikulum) 1964 melahirkan kurikulum 1964, dimana kurikulum ini merupakan perbaikan
PP dan K, pada tahun 1964 menerbitkan suatu buku pedoman kurikulum baru yang diberi nama
“Rentjana Pembelajaran Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar”. Tujuan dalam kegiatan pendidikan
pada saat itu adalah membentuk manusia Pancasila dan Manipol/Usdek yang bertanggung jawab antara
lain atas terselenggaranya masyarakat adil dan makmur, materil dan spiritual. Adapun sistem dari
Rencana
Pembelajaran Sekolah Dasar saat itu yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral yang kemudian dikenal dengan istilah Panca Wardhana. Disebut Panca
Wardhana karena 5 aspek bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Dan dari kelima Panca Wardhana itu
diuraikan menjadi beberapa bahan pelajaran, yaitu: Pokok-pokok pikiran yang terdapat pada kurikulum
(rencana pembelajaran) 1964 yang menjadi ciri khas adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar
rakyat mendapatkan pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Panca Wardhana. Dan pada tingkat pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsionalpraktis yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar
dijalankan dengan metode yang disebut dengan gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah juga
menerapkan hari sabtu sebagai hari “Krida” (berlatih). Yang dimaksud dengan hari krida ialah, pada hari
sabtu siswa diberi kebebasan untuk berlatih kegiatan di bidang kebudayaan, kesenian, olahraga, dan
permainan yang sesuai dengan minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia
pancasilais yang sosialis Indonesia dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No. II tahun1960, yaitu:
2. Pendidikan sebagai produsen tenaga kerja dalam semua bidang dan tingkatan.
dan II yang asalnya berupa skor 10-100 menjadi huruf A, B, C dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI
tetap menggunakan skor 10-100. Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum yang memisahkan
mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Panca Wardhana) seperti yang dijelaskan di atas.
Dengan adanya kebijakan pendidikan yang dirumuskan dalam Panca Wardhana terjadi perubahan
Perubahan tersebut terjadi dalam struktur kurikulum, mengikuti struktur yang disebutkan
dalam Panca Wardhana untuk Sekolah Dasar (nama baru untuk Sekolah Rakyat). Untuk Sekolah
Menengah Pertama (SMP) terjadi perubahan struktur kurikulum, yang dinamakan dengan kurikulum
SMP gaya baru dan dinyatakan berlaku mulai tahun ajaran 1962/1963 yang dimulai pada tanggal 1
Agustus (Depdikbud, 1996: 128). Berbeda dari kurikulum SD, kurikulum SMP 1962 ini terdiri atas
Kelompok Dasar, Kelompok Cipta, Kelompok Rasa/Karsa dan Krida. Kelompok Dasar adalah kelompok
mata pelajaran yang diberi tugas untuk mengembangkan manusia Manipol-USDEK dan dalam kelompok
ini terdapat mata pelajaran Civics, Bahasa Indonesia, Sejarah Kebangsaan, Ilmu Bumi Indonesia,
Pendidikan Agama, dan Pendidikan Jasmani. Sedangkan kelompok Cipta terdiri atas mata pelajaran
keilmuwan dimana terdapat antara lain mata pelajaran sejarah dunia dan ilmu bumi dunia serta ilmu
administrasi. Perubahan lain yang terjadi pada kurikulum SMP adalah dengan adanya penghapusan
pembagian/jalur studi pada kelas A dan B. Sejak saat ini SMP menjadi pendidikan umum (general
education) yang diperuntukkan bagi semua orang. Kesadaran bahwa pembagian atas kelas A dan B terlalu
muda bagi peserta didik usia ini adalah suatu pemikiran yang berkelanjutan sampai pada masa sekarang.
Selain itu, kurikulum SMP adalah persiapan bagi mereka yang akan memasuki ke dalam dunia kerja.
Dengan demikian, maka kurikulum SMP memiliki orientasi dunia kerja walaupun secara proporsional
mengumumkan program wajib belajar 9 tahun, pendidikan SMP merupaka bagian dari pendidikan dasar
tersebut. Artinya, posisi pendidikan SMP sebagai bagian dari pendidikan umum bagi seluruh bangsa
Indonesia semakin kokoh. Di Sekolah Menengah Atas (SMA) juga terjadi perubahan dalam penjurusan.
Sebelum 1961 SMA terdiri dari SMA-A, SMA-B, dan SMA-C dimana SMA-A adalah jurusan Sastra, SMA-B
adalah jurusan Ilmu Pasti dan Alam, sedangkan SMA-C adalah untuk jurusan Ekonomi. Sebuah SMA
ditentukan sebagai SMA-A, SMA-B, atau SMA-C sehingga seorang tamatan SMP memilih SMA mana yang
ingin dimasukinya ketika ia mendaftar ke sekolah tersebut. Sejak tahun 1961, pembagian tersebut baru
dilakukan setelah seseorang masuk ke SMA dan pada akhir tahun akademik kelas I yang bersangkutan
Oleh karena itu suatu gedung SMA itu tidak lagi secara khusus diperuntukkan bagi SMA-
A, SMA-B, atau SMA-C sebagaimana yang ada pada sebelumnya, akan tetapi pada satu gedung SMA
terdapat lebih dari satu jurusan. Dalam kurikulum 1961 ini pun nama jurusan A, B, dan C diganti dengan
istilah Budaya, Sosial, serta Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam. Kurikulum yang dikembangkan untuk
SMA adalah kurikulum akademik yang mempersiapkan tamatannya ke perguruan tinggi walaupun tetap
memperhatikan mereka yang akan memasuki dunia kerja. Posisi kurikulum SMA sebagai kurikulum yang
mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan studi ke pendidikan tinggi masih tetap sama dengan
yang sebelumnya. Pengaruh politik yang kental terhadap kurikulum tidak mengubah posisi tersebut. Apa
yang terjadi pada kurikulum SMP tidak terjadi terhadap kurikulum SMA. Sebagaimana halnya dengan
tingkat pendidikan SMP, untuk mereka yang berminat atau ingin memasuki dunia kerja maka pemerintah
menyediakan sekolah kejuruan seperti SMEA, SKKA, STM, SGA, dan SMOA. Sebagaimana dengan
kurikulum SMA, kurikulum kejuruan harus juga mengajarkan ideologi negara melalui mata pelajaran
Civics. Kehidupan kebangsaan di bidang politik semakin didominasi oleh ideologi Manipol-USDEK yang
Pancasila juga kemudian diperas menjadi trisakti dan kemudian diperas lagi menjadi
gotong-royong. Nasakom (Nasional, Agama dan Komunisme) menjadi jargon baru bersama-sama dengan
revolusi yang tak pernah selesai. Pendidikan semakin dianggap penting untuk menanamkan jiwa
revolusioner dan Nasakom. Kurikulum harus berubah untuk lebih menghasilkan generasi revolusioner
yang berjiwa Nasakom. Pada tahun 1964 terjadi perubahan kurikulum. Pendidikan ideologi yang
difokuskan pada Manipol-USDEK, Nasakom dan semangat revolusi. Mata pelajaran Kewarganegaraan
yang meliputi materi sejarah, ilmu bumi, dan kewargaan negara (nama baru civics) menjadi penting untuk
mengembangkan pendidikan ideologi dan dimasukkan dalam struktur kurikulum dengan nama
Perkembangan Moral.
Mulai saat ini pengaruh politik terhadap pendidikan dalam bentuk pendidikan ideologi
berlanjut terus sampai masa pemerintahan Orde Baru berakhir (1998). Mata pelajaran Civics yang
kemudian mengalami perubahan label beberapa kali tetap mengemban tugas sebagai pendidikan ideologi.
Pendidikan tidak lagi untuk memanusiakan manusia, pembentukan karakter, pewarisan kecemerlangan
masa lalu, pendidikan disiplin ilmu, persiapan tenaga kerja tetapi juga menjadi alat politik untuk
keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan program pembelajaran di suatu satuan pendidikan tertentu.
Pada masa ini ujian akhir yang bersifat nasional menjadi semakin penting untuk memberikan keyakinan
kepada para pengambil kebijakan bahwa para lulusan telah menjadi insan yang memiliki ideologi yang
telah ditentukan negara. Manusia terdidik adalah manusia yang memiliki ideologi negara. Mereka yang
tidak setuju dengan ideologi negara tidak memenuhi kriteria kelulusan dan bahkan dianggap sebagai
musuh bangsa. Kurikulum menjadi alat penanaman pendidikan ideologi yang sangat ampuh dan bersifat
indoktrinatif. Penanaman ideologi tidak hanya dilakukan melalui kurikulum jalur sekolah atau jalur
Konsekuensi Panca Wardhana dalam dunia pendidikan sangat jelas. Kurikulum harus
diarahkan untuk mengembangkan kualitas yang dinyatakan dalam Panca Wardhana dalam semangat
Manipol-USDEK. Tujuan pendidikan berubah dari menghasilkan manusia yang susila dan demokratis
menjadi manusia susila yang sosialis dan pelopor dalam membela Manipol-USDEK. Perubahan yang
sangat menonjol dalam kurikulum adalah adanya mata pelajaran Civics yang diarahkan untuk
musuh dan harus dibersihkan dalam pelajaran Civics karena bertentangan dengan jiwa dan semangat
Manipol-USDEK. Mata pelajaran ini adalah mata pelajaran yang berisikan materi pelajaran yang sangat
ditentukan oleh ideologi dan politik. Kurikulum SD dapat digolongkan ke dalam jenis Kurikulum Corelated
Curriculum, karena beberapa pelajaran tertentu yang erat hubungannya digolongkan dalam satu kelompok
kegiatan. Mata-mata pelajaran sudah tidak diajarkan secara terpisah-pisah lagi. Contoh: Mata pelajaran
Sejarah dan Ilmu Bumi disatukan menjadi Pendidikan Kemasyarakatan. Mata pelajaran Ilmu Alam dan
Ilmu Hayat ditentukan menjadi pengetahuan Alamiah. Dengan adanya Kurikulum SD 1964, sedikit demi
sedikit pada Sekolah Dasar mulai dibimbing ke arah perubahan dari sekolah dasar menuju sekolah kerja.
1. Fungsi bagi sekolah yang bersangkutan; terdiri dari dua macam fungsi kurikulum bagi sekolah yang
bersangkutan
sekolah.
Kurikulum dapat berfungsi sebagai pengontrol atau pemelihara keseimbangan proses pendidikan.
Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu, maka kurikulum pada tingkat di
atasnya dapat mengadakan penyesuaian. Misalnya; jika suatu bidang studi telah diberikan pada
kurikulum sekolah di tingkat bawah, harus dipertimbangkan lagi pemilihannya pada kurikulum di
tingkat atas terutama dalam hal pemilihan bahan pengajaran. Penyesuaian bahan pengajaran tersebut
dimaksudkan untuk menghindari keterulangan penyampaian yang bisa berakibat pemborosan waktu
dan lebih penting lagi adalah untuk menjaga kesinambungan bahan pengajaran itu.
Pada umumnya sekolah mempersiapkan siswa untuk terjun di masyarakat atau tugasnya untuk
bekerja dengan keterampilan profesi yang dimilikinya. Oleh karena itu, kurikulum yang ada di
sekolah harus mengetahui atau mencerminkan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat. Untuk
itu diperlukan kerja sama antara pihak sekolah dengan pihak luar dalam hal pembenahan kurikulum
yang diharapkan.
Kurikulum resmi sebenarnya merupakan sesuatu yang diidentifikasikan atau dicitacitakan, karena itu
kurikulum memiliki fungsi sebagaimana yang diungkapkan oleh Alexander Inglish, sebagai berikut:
Komponen-Komponen dalam Rencana Pembelajaran (Kurikulum), memiliki lima komponen utama, yaitu:
1. Tujuan
2. Materi
3. Strategi pembelajaran
5. Evaluasi
Dari setiap Rencana Pembelajaran pasti terdapat suatu model pembelajaran didalamnya untuk
dapat mencapai suatu tujuan pembelajaran. Yang dimaksud dengan Model pembelajaran sendiri dapat
diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Jadi,sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode
pembelajaran. Model Pembelajaran itu sendiri dalam Permendikbud nomor 103 tahun 2014, diartikan
sebagai: “Kerangka konseptual dan operasional pembelajaran yang memiliki nama, cirri, urutan logis,
sistematis, pengaturan, serta kultur tersendiri.” Model pembelajaran yang efektif akan sangat membantu
dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran akan lebih mudah tercapai. Selain itu, model
pembelajaran juga dapat memberikan informasi yang berguna bagi siswa di dalam proses pembelajaran.
Namun pada saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, mulai dari yang
sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam
penerapannya.
Model pengembangan rencana pembelajaran pada tahun 1960 merupakan model
pengembangan rencana pelajaran ini berbasis separated curriculume atau rencana pelajaran terpisah.
Rencana pembelajaran ini dipahami sebagai rencana pembelajaran dari mata pelajaran yang terpisah satu
sama lainnya. Rencana pembelajaran dari mata pelajaran terpisah berarti rencana pelajarannya dalam
bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran
lainnya. Pembelajaran bentuk rencana pembelajaran ini cenderung kurang memperhatikan aktivitas siswa,
karena yang dianggap penting adalah penyampaian sejumlah informasi sebagai bahan pelajaran dapat
diterima dan dihafal oleh siswa. Maka dari itu, model pembelajaran pada tahun tersebut bisa disebut
dengan Model Fragmented. Pada model fragmented antar pelajaran tidak memiliki hubungan atau
dikaitkan satu sama lain. Setiap mata pelajaran diajarkan oleh guru yang berbeda dan mungkin pula ruang
yang berbeda. Setiap mata pelajaran tampak sebagai suatu kesatuan dalam bidang studi itu sendiri,
memiliki ranahnya masing-masing, dan tidak ada usaha untuk menyatukannya. Dalam standar
kurikulum, wilayah-wilayah subjek (bidang kajian) diajarkan secara terpisah dengan tidak ada upaya
untuk menghubungkan atau mengintegrasikan bidang kajian tersebut. Setiap bidang kajian dipandang
sebagai entitas murni, berdiri sendiri, dan memiliki standar konten terpisah dan berbeda. Meskipun
terdapat tumpang tindih antara fisika dan kimia, hubungan antara keduanya secara implisit, tidak eksplisit
Pengorganisasian rencana pelajaran ini telah dilaksanakan sejak lama hingga sekarang
masih dipertahankan mulai dari SD sampai PT. Setiap mata pelajaran disusun secara terpisah satu sama
lain dengan waktu yang dibatasi dan dipegang oleh guru baik oleh bidang studi maupun guru kelas. Di
dalam Model Fragmanted mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan yang diperoleh dalam
pelaksanaan rencana pelajaran model fragmented adalah esensi dari masingmasing ilmu dapat
disampaikan secara murni. Selain itu, guru dapat menyiapkan bahan ajar sesuai dengan bidang
keahliannya. Oleh karenanya, guru mudah menentukan ruang lingkup bahasan yang diprioritaskan dalam
setiap pengajaran. Selain kelebihan di atas, rencana pelajaran model fragmented atau separated juga
1. Guru/instruktur dapat mempersiapkan diri sebagai ahli di bidang tertentu dan memiliki kebebasan
menggali ke dalam mata pelajaran mereka dengan baik, luas, dan mendalam.
2. Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis dan sistematis. Tiap mata pelajaran mengandung
sistematik tertentu.
4. Model Fragmanted juga bertujuan menjaga agar suatu mata pelajaran terjaga keaslian dan
kekurangan-kekurangan di dalamnya. Kekurangan yang sangat menonjol dalam model fragmented tidak
adanya penjelasan dalam keterkaitan konsep antar mata pelajaran karena masing-masing mata pelajaran
seolah-olah terpisah satu sama lain. Selain itu, menyisakan beban kepada peserta didik untuk
mengerahkan sumber dayanya sendiri dalam hal membuat koneksi dan mengintegrasikan konsep serupa.
Selain memiliki kelebihan kurikulum model fragmented memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan
1. Model fragmented memberikan mata pelajaran yang terpisah (tidak berhubungan satu sama lain).
Hal ini bertentangan dengan situasi kehidupan nyata yang saling berhubungan satu sama lain.
2. Model fragmented menyampaikan pengalaman umat manusia yang lampau dalam bentuk yang
penguasaan pengetahuan dengan jalan ulangan dan hafalan, serta kurang mengajak peserta didik
4. Model fragmented cenderung menjadi statis dan ketinggalan zaman. Bahan pelajaran dalam
kurikulum ini terutama didasarkan pada pengetahuan yang tercantum dalam buku. Adakalanya
5. Adanya ketumpang tindihan konsep, keterampilan, dan sikap yang tidak jelas bagi pelajar.
Selanjutnya, dalam rencana pembelajaran pada tahun 1960, bisa dikatakan sebagai pendekatan
ekspositori. Yang dimaksud dengan pendekatan ekspositori adalah pendekatan pembelajaran yang
memandang atau mempersepsikan bahwa proses pembelajaran akan lebih efektif dan memberikan hasil
yang optimal, jika guru diposisikan sebagai fokus kegiatan pembelajaran (teacher centered approaches),
dimana aktivitas kegiatan pembelajaran berada pada guru. Disebut demikian, karena dalam rencana
pembelajaran pada tahun tersebut peran guru berdasarkan konsep pendekatan pembelajaran ini hanya
mengekspos materi pelajaran kepada siswa. Aktivitas kegiatan pembelajaran berlangsung sepihak, yaitu
berada pada guru, sementara siswa hanya diposisikan sebagai penerima materi pelajaran saja, tanpa
melakukan aktivitas dan kreativitas. Strategi pembelajaran ekspositori adalah salah satu starategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru
kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.
Selain itu, pendekatan ekspositori yang dimana konsep pembelajarannya itu menekankan pada proses
penyajian atau penyampaian materi pelajaran secara langsung dari guru kepada siswa, hal tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa dengan penyajian materi pembelajaran secara langsung, proses
pembelajaran menjadi lebih cepat, proses pembelajaran sepenuhnya berada di bawah kontrol guru, dan
diharapkan siswa dapat menerima serta menguasai materi pelajaran secara optimal.Pendekatan
pembelajaran ekspositori juga memiliki beberapa karakteristik utama yang dapat membedakannya
pendekatan pembelajaran yang lain. Pertama, aktivitas proses pembelajaran bertumpu pada guru, karena
guru menyajikan secara langsung materi pelajaran kepada siswa secara verbal. Kedua, siswa diposisikan
sebagai penerima materi pelajaran yang pasif, dimana aktivitasnya sebatas melihat, mendengar, mencatat,
dan menghafal materi pelajaran yang disajikan oleh guru. Ketiga, tujuan utama pembelajaran adalah
sebatas penguasaan materi pelajaran, jadi pada pendekatan ekspositori tidak ada pengembangan
psikomotorik pada siswa. Keempat, materi pelajaran yang disajikan merupakan materi pelajaran yang
sudah siap saji, sehingga siswa tidak perlu melakukan kegiatan eksplorasi ataupun elaborasi materi
pelajaran. Kelima, pendekatan pembelajaran ekspositori lebih cenderung hanya pada pembentukkan
monoton dan kurang efektif. Karena dalam pendekatan ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh
guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan – akan sudah jadi. Oleh
karena itu pendekatan ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan
istilah “chalk and talk”. Proses belajar mengajar yang menggunakan metode ekspositori tidak menekankan
penonjolan aktivitas fisik siswa tetapi yang diutamakan adalah aktivitas mental siswa.
Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru
sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya
secara optimal. Di dalam kelas guru malaksanakan dua kegiatan pokok yaitu kegiatan mengajar dan
kegiatan mengelola kelas. Di kelas juga segala aspek pendidikan pengajaran bertemu dan berproses. Guru
dengan segala kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang dan sifat-sifat individualnya,
kurikulum dengan segala komponennya, dan materi serta sumber pelajaran dengan segala pokok
bahasanya bertemu dan berpadu dan berinteraksi di kelas. Guru harus memiliki, memahami dan terampil
dalam menggunakan macammacam pendekatan dalam manajemen kelas, meskipun tidak semua
pendekatan yang dipahami dan dimilikinya dipergunakan bersamaan atau sekaligus. Dalam hal ini, guru
dituntut untuk terampil memilih atau bahkan memadukan pendekatan yang menyakinkan untuk
menangani kasus manajemen kelas yang tepat dengan masalah yang dihadapi. Sebagai aktor, guru harus
mampu membuat para siswa bisa menikmati penampilannya serta memahami pesan yang disampaikan,
diperlukan persiapan, baik pikiran, perasaan maupun latihan fisik. Sebagai emansipator, guru telah
melaksanakan fungsinya ketika peserta didik yang telah menilai dirinya sebagai pribadi yang tak
berharga, merasa dicampakkan orang lain atau selalu diuji dengan berbagai kesulitan sehingga hampir
putus asa, dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri. Ketika peserta didik hampir putus asa,
diperlukan ketelatenan, keuletan dan seni memotivasi agar timbul kembali kesadaran, dan bangkit
kembali harapannya. Dan sebagai evaluator, guru harus mampu melakukan suatu penilaian atau evaluasi
bagi peserta didik karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses
kurikulum dapat di bedakan yang bersifat sentralisasi, desentralisasi dan sentral desentral. Pembagian
kategori ini tentu saja akan memberikan pengaruh signifikan terhadap pengembangan kurikulum. Tujuan
utama pengembangan kurikulum adalah untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
memberikan standar penguasaan yang sama bagi seluruh wilayah. Di sini, guru sebagai salah satu oknum
yang menerapkan kurikulum dalam pelaksanaan pendidikan yang telah dirancang oleh pemerintah
haruslah mampu untuk menyampaikan kurikulum dan perubahannya kepada peserta didik dan juga
dituntut untuk mampu ikut serta dalam perubahan kurikulum tersebut. Pada tahun 1960 pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan
perkembangan anak.
Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah
menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih
kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964
adalah alat untuk membentuk manusia pancasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada
ketetapan MPRS No II tahun 1960. Hal yang perlu dipahami adalah sampai dengan tahun 1960-an tujuan
pendidikan nasional seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 Undang-Undang
No. 12 Tahun 1954, dan pada era Demokrasi Terpimpin dalam penetapan Presiden. Dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1954 tujuan pendidikan nasional adalah “membentuk manusia Indonesia yang
susila dan cakap serta bertanggung jawab”. Sistem pendidikan pada kurikulum 1964 ini bersifat
sentralistik. Artinya, sentralistik ini adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer
atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi.Sentralisasi banyak digunakan pada
pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Pada kurikulum 1964 terlihat bahwa
sistem pendidikannya ini diatur oleh pemerintah yaitu dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954
sebagai tujuan pendidikan nasional. Perubahan kurikulum 1964 yang disempurnakan dari kurikulum
sebelumnya yang bertujuan untuk memperbaiki sistem kurikulum Indonesia sendiri, diberi nama dengan
Pada kurikulum ini, konsep pembelajarannya bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep
pembelajarannya mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan
persoalan (problem solving). Kurikulum 1964 juga ditekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan,
sehingga yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program Panca Wardhana
yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, keprigelan (keterampilan) dan jasmani. Konsekuensi
Panca Wardhana dalam dunia pendidikan sangat jelas. Pada kurikulum ini, perubahan yang sangat
menonjol adalah adanya mata pelajaran Civics yang diarahkan untuk pembentukan warga negara yang
bercirikan Manipol USDEK. Civics menjadi mata pelajaran yang mengemban pendidikan ideologi bangsa
dan ini merupakan awal dari pendidikan ideologi dalam kurikulum. Mata pelajaran ini adalah mata
pelajaran yang berisikan materi pelajaran yang sangat ditentukan oleh ideologi dan politik. Pada saat itu
pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan
dengan perkembangan anak. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini
adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
Peran guru dalam proses kegiatan pembelajaran yaitu dengan menggunakan pendekatan
ekspositori yang memandang atau mempersepsikan bahwa proses pembelajaran akan lebih efektif dan
memberiakan hasil yang optimal jika guru sebagai focus kegiatan pembelajaran. jadi pembelajaran
berpusat pada guru karena di sini guru yang lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas.
Guru akan menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat, memilih dan menyusun bahan pelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan, dan menyusun alat evaluasi yang memudahkan guru dalam implementasinya.
Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan
oleh orangorang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan
sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing
pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan
Pendahuluan
Pendidikan di Indonesia diatur berdasarkan undang - undang dasar 1945 salah satunya
pada pasal 31 ayat 1 isinya setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan undang – undang
dasar 1945 pasal 31 ayat 3 yang isi mengenai pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang– undang. Pendidikan sebagai
proses yang terus berkembang dalam masyarakat. Awalnya proses pendidikan dilakukan dalam ruang
lingkup kecil yaitu peran keluarga. Keluarga memberikan pemahaman pendidikan sampai sudah dewasa.
Dalam masyarakat pendidikan meneruskan pengetahuan yang dimiliki bagi kehidupan bangsa yang
sudah diperoleh dalam keluarga. Masa ke masa masyarakat terus berkembang dan menuju kearah yang
lebih baik. Perkembangan zaman banyaknya hal baru seperti ilmu pengetahuan, semuanya tidak diajarkan
dalam pendidikan dalam keluarga. Kemudian adanya lembaga pendidikan disebut sebagai sekolah
digunakan sebagai tempat mendapatkan ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Tidak hanya ilmu
pengetahuan, pendidikan juga sebagai mengembangkan potensi dalam diri yang nantinya dapat berguna
bagi masyarakat dan bangsa. Sekolah menjadi pencetak generasi masa kini dan masa yang akan datang
Sekolah lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat suatu sistem yang mengatur dan
menetapkan sesuatu yang diperlukan pendidikan. Keberhasilan sekolah dalam mencapai sasaran
melahirkan generasi berguna bagi bangsa maka, perlunya mengetahui tujuan dari pendidikan.
pendidikan di Indonesia yang selalu berkembang agar setiap daerah di Indonesia mempunyai kesetaraan
masyarakat yang berkualitas bagi bangsa dan negara. Kurikulum merupakan unsur terpenting dalam
proses pendidikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kurikulum ialah perangkat mata
pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan. Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan
mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Pentingnya kurikulum, tanpa adanya kurikulum akan sulit mecapai tujuan pembelajaran
dan sasaran pendidikan yang dinginkan. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah hidup
bangsa, kearah mana dan bagaimana bentuk kehidupan itu kelak akan ditentukan oleh kurikulum yang
digunakan oleh bangsa tersebut sekarang. Menurut Muhaimin (2003: 182) pengertian kurikulum dalam
arti yang sempit merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pengertian
ini mengeris bawahi adanya 4 (empat) komponen pokok dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi atau bahan,
organisasi dan strategi. Sedangkan pengertian kurikulum secara luas, kurikulum merupakan segala
kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta didik guna mencapai
tujuan pendidikan (institusional, kurikuler, dan intruksional). Kurikulum sebagai bentuk rencana
pembelajaran, harus sejalan antara tujuan pendidikan, isi, proses penyampaian dan
sedangkan perkembangan pendidikan pada dasarnya berkenaan dengan perkembangan bangsa, negara
dan perkembangan nasional yang secara menyeluruh.17 Perubahan zaman membuat kurikulum
mengikuti perubahan menuju kearah yang lebih baik dan menjawab tuntutan kebutuhan– kebutuhan yang
diperlukan oleh masyarakat. Perubahan kurikulum membawa pengaruh peserta didik ke perubahan–
perubahan yang dinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri
siswa. Perubahan kurikulum menyangkut berbagai faktor, baik orang-orang yang terlibat dalam
pendidikan dan faktor-faktor penunjang dalam pelaksanaan pendidikan. Perubahan kurikulum juga akan
mengakibatkan perubahan dalam operasionalisasi kurikulum tersebut, baik rang yang terlibat dalam
Menurut Soetopo dan Soemanto, pengertian perubahan kurikulum agak sukar untuk
dirumuskan dalam suatu definisi. Suatu kurikulum disebut mengalami perubahan apabila terdapat
adanya perbedaan dalam satu atau lebih komponen kurikulum antara dua periode tertentu, yang
disebabkan oleh adanya usaha yang disengaja. Nilai sosial, kebutuhan dan tuntutan masyarakat
cenderung atau selalu mengalami perubahan antara lain akibat dari kemajuan ilmu pengatahuan dan
teknologi. Kurikulum harus dapat mengantisipasi perubahan tersebut, sebab pendidikan adalah cara yang
dianggap paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Kurikulum dapat paling tidak sedikit) meramalkan hasil pendidikan atau pengajaran yang diharapkan
karena ia menunjukkan apa yang harus dipelajari dan kegiatan apa yang harus dialami oleh peserta didik.
Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan sebab tidak ada satu kurikulum yang sesuai dengan
sepanjang masa, kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang senantiasa
cenderung berubah. Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian pada komponen tertentu, tetapi dapat
pula bersifat keseluruhan yang menyangkut semua komponen kurikulum. Pembaharuan kurikulum
biasanya dimulai dari perubahan konsepsional yang fundamental yang diikuti oleh perubahan struktural.
Indonesia pernah mengalami sejarah kelam pada tahun 1965 dimana terjadi suatu gerakan pemberontakan
yang dilakukan Partai Komunis Indonesia. Pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia
atau PKI pada tanggal 30 September 1965, atau lebih dikenal sebagai G30SPKI memberikan dampak yang
luar biasa bagi Indonesia pada saat itu. Adanya G30SPKI menimbulkan kecemasan sertakondisi kehidupan
Adanya pemberontakan G30SPKI dan peralihan Orde Lama menjadi Orde Baru tak anya
memberikan dampak pada aspek ekonomi dan politik juga. Tapi juga memberikan dampak pada sistem
pendidikan di Indonesia. Pasca pemberontakan G30SPKI dan peralihan Orde Lama menjadi Orde Baru,
sistem pendidikan diIndonesia mengalami penataan ulang. Hal itu dilakukan demi menunjang upaya
pembangunan yang akan dilakukan pada rezim Soeharto pada saat itu. Penataan kembali sistem
pendidikan di Indonesia bersifat makro dan mengarah pada sistem pendidikan secara nasional dan lebih
fundamental. Sebagai dampak dari peristiwa G30SPKI, pada tahun 1966 sampai 1971 terdapat gejala
penurunan jumlah sekolah yang disebabkan oleh penutupan sekolah-sekolah yang bernaung di bawah PKI
dan organisasi di bawahnya. Oleh sebab itu, untuk meluruskan tujuan pendidikan nasional yang
sebenarnya, pemerintah mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XXVII tahun 1966 bahwa keputusan Presiden
No 145 Tahun 1965 mengenai tujuan pendidikan nasional yang mengarahkan untuk menciptakan warga
negara yang Sosialis tidak lagi berlaku.26 Dalam ketetaan MPRS No. XXVII, Tujuan Nasional Pendidikan
tercantum dalam Bab I, pasal 3 yang menetapkan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia
Untuk mewujudukan tujuan utama dari sistem pendidikan nasional maka dibentuklah suatu
kurikulum yang disebut sebagai kurikulum 1968. Kurikulum 1968 merupakan suatu bentuk pembaharuan
dari Kurikulum 1964 dimana terdapat perubahan struktur kurikulum pendidikan Panchawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila. Tujuan utama dari sistem pendidikan pada saat itu adalah untuk
membentuk manusia yang memiliki jiwa Pancasila. Hal itu dilakukan untuk mengubah mental masyarakat
yang sudah banyak mendapat indoktrinasi Manipol-Usdek pada masa Orde Lama . Selain itu, tujuan dari
kurikulum 1968 adalah bahwa pendidikan ditekankan untuk embentuk manusia Pancasila sejati, kuat dan
sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti dan keyakinan
beragama.
Sementara itu, isi pendidikan di arahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Intinya, kurikulum 1968 ingin melepaskan
jeratan paham sosialis yang sudah merasuk ke dalam jiwa masyarakat Indoenesia dan merubahnya
Kurikulum Sekolah Dasar 1968 masih menggunakan dua macam struktur program yaitu
struktur program pengantar bahasa daerah sampai kelas III, dan program untuk sekolah yang
menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia mulai dari kelas I. Susunan program pengajaran
1. Program pengajaran tiap bidang studi diawali dengan tujuan – tujuan kurikuler bidang studi yang
bersangkutan, didaktik – metodik bidang studi termasuk kriteria pemilihan bahan – bahan yang
akan diajarkan
jumlah berkisar atau kemampuan yang akan dicapai oleh kelas tertentu dan kegiatan – kegiatan
Adapun isi pendidikan atau struktur program kurikulum SMA 1968 terdiri dari tiga
kelompok, yaitu kelompok pembinaan jiwa pancasila, kelompok pembinaan pengetahuan dasar, dan
kelompok pembinaan kecakapan khusus. Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila adalah kelompok rata
pelajaran yang menitikberatkan pada pembinaan mental budi pekerti Pancasila dan memperkuat
keyakinan beragama. Kelompok pembinaan pengetahuan dasar adalah kelompok mata pelajaran yang
menitikberatkan pada penguasaan dasar-dasar ilmu pengetahuan beserta segi kegiatan mata pelajaran
masing-masing. Sedangkan kelompok pembinaan kecakapan khusus adalah untuk membina ketrampilan-
ketrampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak, antara lain berupa mata pelajaran pendidikan
kesejahteraan keluarga dan prakarya pilihan. Dalam Kurikulum SMA 1964 struktur program mata
pelajaran (struktur program kurikulum) terbagi dalam empat kelompok atau program, yaitu Kelompok
Dasar, Khusus, Penyerta, dan Krida & Prakarya. Sedangkan pada Kurikulum SMA 1968 kelompok mata
pelajaran terdiri dari tiga kelompok, yaitu kelompok pembinaan jiwa pancasila, pembinaan pengetahuan
Perbedaan tersebut bukan hanya pada nama kelompok, tetapi juga pada komposisi mata
pelajaran yang masuk ke dalam tiap-tiap kelompok. Dan ada perbedaan yangada pada Kurikulum SMA
pada tahun 1968 yang bilamana dibandingkan dengan Kurikulum SMA pada tahun 1964 yang antara lain
terdapat pembedanya pada struktur jurusan. Dalam Kurikulum SMA tahun 1964 itu terdapat empat
jurusan seperti (Budaya, Sosial, Ilmu Pasti, dan Ilmu Pengetahuan Alam), sedangkan dalam Kurikulum
SMA tahun 1968 lebih disederhanakan lagi menjadi dua jurusan atau kelompok seperti (Ilmu Pasti dan
Ilmu Pengetahuan Alam). Dengan penyederhanaan jurusan atau kelompok tersebut dari empat menjadi
dua, dianggap telah mempunyai banyak keuntungan, adapun keuntungan yang di dapatkan yaitu seperti
dapat menghemat ruang dan waktu, menghemat energi, menghemat biaya, menghemat frustasi murid
tersebut.
menentukan arah, tujuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum merupakan inti (core) dari
sebuah sekolah, karena kurikulumlah yang mereka tawarkan kepada publiknya, dengan dukungan SDM
guru berkualitas serta sarana sumber belajar lainnya yang memadai. Perubahan Kurikulum tersebut tentu
disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu
tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita.32 Dalam Kurikulum harus
mencerminkan jiwa mukadimah UUD 45 dan isi UUD 45. Dengan demikian kurikulum harus menjadi
pelaksanaan UUD 1945 dibidang dan melalui pendidikan. Kurikulum harus di integrasikan dalam Nation
dan Character Building, khususnya sebagai alat pembinaan manusia Pancasila dan tenaga pembangunan.
Kurikulum harus memberikan kemungkinan perkembangan maksimal daripada cipta, rasa, karsa, dan
karya anak yang sedang menjadi manusia yang bermental moral budi pekerti luhur dan kuat keyakinan
agamanya yang tinggi kecerdasan dan tampil dalam pembangunan dan yang memiliki fisik yang sehat
dan kuat. Kurikulum juga harus mempersiapkan setiap anak didik untuk dapat berdiri sendiri dalam
masyarakat sebagai manusia pancasila. Kurikulum harus memadukan teori dan praktek. Segala
pengetahuan yang diajarkan disekolah hendaknya dihubungkan dengan kehidupan konkrit di dalam
masyarakat dan kerja produktif sesuai dengan lingkungan sekolah yang bersangkutan. Isi kurikulum
harus diselaraskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Kurikulum harus
disusun sedemikian rupa, sehingga memungkinkan adanya integrasi antara lembaga-lembaga pendidikan
dan lembagalembaga masyarakat lainnya. Kurikulum harus disusun sedemikian rupa, hingga
pendidikan lainnya seperti pramuka dan organisasi pendidikan lainnya. Kurikulum harus merupakan
rangkaian yang harmonis yang memungkinkan adanya kontinuitas antara lembaga-lembaga pendidikan
yang satu dan yang lainnya. Dan kurikulum haruslah fleksibel untuk dapat disesuaikan dengan kondisi –
kondisi setempat.
Pengertian model dalam kamus lengkap bahasa Indonesia yaitu contoh, pola acuan ragam
dan tiruan yang tepat untuk ditiru. Model pembelajaran bisa dikatakan sebagai model yang digunakan
oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang didalamnya sendiri memuat kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa dengan memperhatikan lingkungan dan sarana prasarana di
Pendekatan pembelajaran merupakan sudut pandang, atau gagasan yang menjadi dasar atau
titik tolak penerapan strategi, model, dan metode pembelajaran dalam proses pembelajaran yang
dilakukan.34 Berdasarkan pada karakteristik dalam aktivitas yang dilakukan masing-masing pendekatan
dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu pendekatan ekspositori dan pendekatan inquiri. Dalam konteks ini
yang dimaksud dengan pendekatan ekspositori yaitu pendekatan pembelajaran yang mempresepsikan
atau memandang proses pembelajaran akan lebih efektif dan memberikan hasil yang optimal jika guru
tersebut diposisikan sebagai fokus kegiatan pembelajaran (teacher centered approaches), dalam pendekatan
ini penyusunan strategi yang digunakan lebih kearah strategi pembelajaran langsung (directi instruction).
Peran guru dalam pendekatan pembelajaran ini hanya mengekspos materi pembelajaran kepada siswa
sehingga dalam aktivitas pembelajarannya hanya berlangsung sepihak. Pendekatan ini juga hanya
menekankan pada proses penyajian atau penyampaian materi secara langsung antara guru dan siswa.
Karakteristik dari pendekatan ini yaitu aktivitas proses pembelajaran bertumpuh pada guru;
siswa sebagai penerima materi yang pasif; bertujuan hanya sebatas siswa menguasai materi yang
diberikan; materi pembelajaran merupakan materi yang siap saji, dan hanya cenderung pembentukan
kemampuan kognitif.
pembelajaran akan lebih efektif jika proses pembelajaran berpusat pada siswa (student centered approaches),
dalam pendekatan ini lebih menurunkan strategi pembelajaran tidak langsung (indirect instruction) karena
dalam penyampaian materi yang diberikan tidak secara langsung disampaikan guru kepada siswa,
melainkan guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengeksploitasi dan mengelaborasikannya
sendiri. Pengeksploitasian dan pengeleborasian dilakukan dalam kegiatan pembelajaran yang di motivasi
dan di fasilitator (memberikan bimbingan, dan menyediakan sumber-sumber belajar serta media
pembelajaran) oleh guru sebagai agen pembelajaran. Karakteristik dari pendekatan inquiri yaitu proses
pembelajaran mengutamankan aktivitas siswa karena siswa diposisikan sebagai subjek belajar; bertujuan
untuk mengembangkan sikap, tanggung jawab, disiplin, mandiri, dan kemampuan berpikir sistematis dan
logis; aktivitas yang ada diarahkan pada upaya siswa dalam mencari, menemukan dan memahami.
Kurikulum 1968 sendiri merupakan pembaruan dari Rencana Pembelajaran 1964 yang
merupakan bagian dari produk orde lama. Jika pada Rencana Pembelajaran 1964 bertujuan untuk
menciptakan masyarakat sosialis Indonesia dihapuskan maka dalam Kurikulum 1968 menekankan pada
pendekatan manusia pancasila sejati. Yaitu dengan melakukan program-program pembinaan yang
tertuang dalam pengelompokan mata pembelajaran (kelompok pembinaan jiwa Pancasila, Pembinaan
pengetahuan dasar, dan pembinaan kecakapan khusus). Kurikulum 1968 bersifat correlated subject, yaitu
materi pembelajaran pada tingkat bawah memiliki korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan bermuatan
pembelajaran pokok yang bersifat teoritis. Selain itu pembelajaran pada masa kurikulum 1968 tidak
memberikan kaitan dengan permasalahan faktual yang terjadi di lapangan, dan hanya menitik beratkan
pada materi apa saja yang sesuai atau tepat diberikan kepada siswa dalam setiap jenjang pendidikan.
2. Jumlah mata pelajaran untuk SD 10 bidang studi, SMP 18 bidang studi (bahasa Indonesia
dibedakan bahasa Indonesia I dan II, SMA jurusan A 18 bidang studi, SMA jurusan B 20 bidang
Dalam kurikulum 1968 dapat dilihat penggunaan model pendekatan pembelajaran yang
ekspositori, karena dalam ketentuannya kurikulum 1968 memiliki sifat muatan materi yang teoritis, dan
tidak adanya kaitan dengan permasalahan faktual di lapangan. Selain itu dalam kurikulum 1968 menitik
beratkan pada materi apa saja yang diberikan pada siswa dalam setiap jenjang pendidikan. Dengan
memiliki sifat muatan materi yang teoritis, maka dalam aktivitasnya guru berperan sebagai pusat
pembelajaran dan proses pembelajaran hanya ditujukan kepada penguasaan materi yang bersifat kognitif
saja.
Guru mempunyai peran penting dalam mengambil keputusan, apa yang akan diajarkan,
bagaimana cara mengajarkannya dan memilki pengaruh besar terhadap keberhasilan pembelajaran
disekolah. Guru juga dituntut menciptakan hasil belajar yang diinginkan dan selalu dituntut untuk
pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan masyarakat. Kurikulum sebagai alat pedoman bagi guru
dalam melaksanakan program pembelajaran dalam rangka untuk mencapai tujuan pendidikan di mana
guru itu mengajar. Guru sebagai pekerja profesional dituntut untuk mampu merancang, melaksanakan
dan mengevaluasi hasil usahanya sendiri dengan sebaik-baiknya. Dalam perkembangan peserta didik
seperti minat, bakat, kemampuan, dan potensi – potensi yang dimiliki guru ikut membantu dalam
pengembangan kurikulum dapat dibedakan, yaitu yang besifat sentralisasi, desentralisasi, dan sentral
desentral.
Tugas guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi adalah untuk
menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat, memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan, bakat, minat, dan tahap perkembangan anak, memiliki metode dan media
pembelajaran yang bervariasi, serta menyusun program dan alat evaluasi yang tepat. Walaupun
kurikulum sudah tersusun rapi, tetapi guru masih mempunyai tugas untuk mengadakan penyempurnaan
dan penyesuaian-penyesuaian. Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah atau kelompok sekolah
tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau
lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas karakteristik,
kurikulum yang dikelola secara desentralisasi danjuga yang sentral-desentral, peranan guru dalam
pengembangan kurikulum ini jauhlebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi.
programtahunan, program semester, catur wulan maupun ke dalam satuan pelajaran, tetapijuga di dalam
menyusun kurikulum secara keseluruhan untuk sekolahnya. Guru-gurujuga ikut andil dalam
merumuskan setiap komponen dan unsur dari kurikulum itusendiri sehingga mereka mempunyai
perasaan turut memiliki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan kemampuan dan
pengetahuannya dalampengembangan kurikulum.39 Penguasaan kurikulum menjadi suatu hal yang
Pendekatan pembelajaran yang memandang atau mempersepsikanbahwa proses pembelajaran akan lebih
efektif dan memberikan hasil yang optimal,jika guru diposisikan sebagai fokus kegiatan pembelajaran
(teacher centerapproach) dimana aktifitas kegiatan pembelajaran berada pada guru.40 Posisi
gurudijadikan sebagai subjek belajar, sementara siswa menjadi objek belajar. Pada masaorde baru,
penanaman nilai pancasila begitu digencarkan oleh pemerintah. Hal inilah yang mendorong pemerintah
untuk mengeluarkan sebuah kebijakan terkait dengan penanaman nilai-nilai pancasila yaitu Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Kebijakan tersebut disosialisasikan pada seluruh komponen
bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD) sampai dengan
Sekolah menengah Atas (SMA), perguruan tinggi hingga wilayah kerja. Dalam hal ini, guru juga memiliki
peran serta dalam menanamkan nilai-nilai pancasila kepada siswa di sekolah. Guru dapat dikatakan
sebagai agen pemerintah dalam mensosialisasikan nilai-nilai pancasila kepada siswa di lingkungan
sekolah.
KURIKULUM 1973
Pada tahun 1973 Pemerintah mengadakan Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) di
seluruh IKIP Negeri di Indonesia, sebagai sekolah laboratorium. Dengan adanya PPSP, seluruh kebijakan
di bidang pendidikan didesiminasikan secara nasional, terlebih dulu diterapkan atau dirintis secara
terbatas (pilot project) di sekolah-sekolah laboratorium, kemudian dikembangkan kurikulum PPSP 1973.
Rasionalnya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan, proses belajar-mengajar perlu menerapkan
sistem belajar tuntas dan maju berkelanjutan melalui sistem belajar tuntas dan maju berkelanjutan melalui
sistem modul. Hasil dari rintisan ini sangat menggembirakan, namun oleh pengambil kebijakan pada
waktu itu, dianggap terlalu mahal biayanya, sehingga tidak layak untuk didesiminasikan secara rasional.
Menurut Aziz etal., 2022 Kurikulum 1973 merupakan kurikulum yang digunakan setelah
a. Berdasar pada tujuan yang ditentukan. Tujuan tersebut perlu dimiliki oleh peserta didik atau
yang disebut dengan istilah hirarki tujuan pendidikan, telah di rencanakan pemerintah yang
mempunyai peran dan arti yakni meningkatkan atau menunjang pada terwujudnya cita-cita dan
Pada tanggal 17 Januari tahun 1975, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
nomor 008‐D/U/1975, Pemerintah menetapkan kurikulum baru untuk SMP dan dinamakan Kurikulum
1975, sesuai dengan tahun penetapan berlakunya kurikulum tersebut. Dapat dikatakan bahwa Kurikulum
1975 memberikan landasan baru bagi kebijakan pengembangan kurikulum di Indonesia. Kurikulum 1975
merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan teori, model, dan desain
kurikulum modern. Pikiran teoretik tentang peserta didik, proses pembelajaran, penilaian hasil belajar
dijadikan dasar‐asar utama dalam pemikiran pengembangan kurikulum. Model pembelajaran yang
dikenal dengan nama Perencanaan Sistem Instruksional menjadi model baru dalam dunia pendidikan
Indonesia.
Dalam kurikulum tahun 1975 dinyatakan bahwa IPS adalah paduan sejumlah mata pelajaran Ilmu
sosial. Untuk IPS pada jenjang pendidikan dasar disebutkan bahwa materi pelajaran IPS ditunjang
Geografi dan Kependudukan, Sejarah dan Ekonomi Koperasi, sedangkan untuk menengah IPS mencakup
Geografi dan Kependudukan, Sejarah, Antropologi Budaya, Ekonomi dan Koperasi, Tata Buku, dan
Hitung Dagang. Jadi, orientasi pendidikan intinya mata pelajaran IPS masuk ke Kurikulum 1975 masuk ke
dalam SD/MI SMP/MTS, namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi menyampaikan nilai‐
nilai berdasarkan filsafat pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian, mata pelajaran IPS pun berfungsi
dan mendukung tercapainya tujuan PMP Kurikulum 1975 adalah kurikulum pertama di Indonesia yang
dikembangkan berdasarkan proses dan prosedur yang didasarkan pada teori pengembangan kurikulum.
Upaya memasukkan materi ilmu‐ilmu sosial dan humaniora ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia
disajikan mata pelajaran dan bidang studi atau jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada
kurikulum 1975. Kurikulum tahun 1975 merupakan perwujudan dari perubahan sosial pada pelaksanaan
UUD 1945 secara mnurni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Prinsip‐prinsip kurikulum 1975 adalah sebagai
1. Berorientasi pada tujuan. Pemerintah merumuskan tujuan‐tujuan yang harus dikuasai oleh siswa
2. Menganut pendekatan integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI).
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respons (rangsang‐ jawab)
dan latihan (Drill). Pembelajaran lebih banyak menggunaan teori Behaviorisme, yakni memandang
keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh lingkungan dengan stimulus dari luar, dalam hal ini
1983 yang menyatakan perlunya perbaikan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah di Lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum 1984 sering pula disebut sebagai “kurikulum 1975
yang disempurnakan”. Melalui penyusunan kurikulum 1975 yang disempurnakan ini masalah masalah
materi kurikulum yang tumpang tindih, pengulangan, dan terlalu padat dibenahi pada masing-masing
bidang studi. Disamping itu, kurikulum ini memperkenalkan bidang studi baru pada semua jenis dan
jenjang pendidikan, yaitu Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) yang pada dasarnya materi PSPB
tersebut tumpang tindih dengan mata pelajaran lain seperti PMP dan IPS. Menurut Hidayat etal., 2017:69
menyatakan bahwa materi bidang studi yang tumpang tindih yang terdapat pada kurikulum 1975 dan
kemudian dilakukan perbaikan di dalam kurikulum 1984 dapat digambarkan dalam bentuk skema seperti
di bawah ini :
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
atau Student Active Learning (SAL). Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari
oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat
terbatas di sekolah harus benar‐benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu
belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar‐benar fungsional dan efektif, oleh karena itu, sebelum
memilih atau menentukan bahan ajar. Yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus
belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar‐benar
b. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA
adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat
secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman
belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
c. Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang
digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.
d. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Untuk menunjang pengertian
alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
e. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran
berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus
Sistem penilaian dalam kurikulum 1975 dilakukan setiap akhir pelajaran atau pada akhir
satuan pembelajaran. Hal ini yang membedakan antara sistem penilaian pada kurikulum 1975 dan
kurikulum sebelumnya. Sistem penilaian kurikulum ini dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran
yang digunkaan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan sendirinya guru-guru dituntut
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sebagai
imbasnya, banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari
muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing‐masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain‐lain. Berbagai
kepentingan kelompok kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Akhirnya,Kurikulum 1994 menjadi kurikulum yang super padat dan hasilnya juga
kurang bagus.
Kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no.2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran,
yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan (Iramsan dan Manurung,
2019). Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup
banyak. Tujuan pengajaran kurikulum ini yaitu lebih berorientasi pada materi pelajaran dan
Terdapat karakterisitik menonjol dari kurikulum 1994 menurut Imron (2018:21), diantaranya
sebagai berikut:
e. PMP (Pendidikan Moral Pancasila) diubah menjadi PPKn (Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan).
KURIKULUM 2004
PENDAHULUAN
berbagai perubahan dalam bidang pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan diperlukan
kurikulum yang sesuai dalam keadaan masyarakat saat itu untuk memperbaiki kurikulum 1994 muncul
undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah
dan wawasan demokrasi dalam penyelengaraan pendidikan.Hal ini juga diikuti dengan perubahan
Pendididikan Nasional juga menuntut adanya perubahan pengaturan dan pemgembangan dan
implementasi kurikulum di lapangan selajutnya tuntutan globalisasi dalam bidang pendidikan juga perlu
dipertimbangkan agar hasil pendidikan nasional dapat bersaing dengan hasil pendidikan negara-negara
maju. Alasan diberlakukannya salah satunya Dr. H. Ch. Soeprapto bahwa lahirnya Kurikulum 2004 pada
dasarnya telah ditopang dengan sejumlah argumentasi kuat, baik dikaitkan dengan faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal misalnya dapat dikaitkan dengan adanya beberapa pendapat tentang
b. Kurang memberi peluang bagi guru dan siswa untuk lebih kreatif dan inovatif karena bersifat
instruktif dalam bingkai sentralisasi (monolitic design) dan kurang memberikan peluang
c. Kurang menyentuh pendidikan anak seutuhnya, karena lebih berorientasi pada aspek
d. Bersifat kurang luwes karena Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang terpusat dan seragam.
e. Pembelajaran masih bersifat klasikal dan belum memberikan makna yang dialogis dan menyenangkan
bagi anak.
Sementara yang berkenaan dengan faktor eksternal bahwa pengaruh perubahan global,
sangatlah common-sense, hanya saja akan lebih mantap jika didukung oleh sejumlah penelitian yang
handal, sehingga perbaikan yang dilakukan lebih terarah dan benar-benar memenuhi kebutuhan
lapangan. Demikian juga halnya bahwa perubahan kurikulum tidak hanya ditekankan pada upaya
menyesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan jaman dan dunia, melainkan juga perlu
dikaitkan dengan pemenuhan keunikan individuyang memang jauh lebih penting dalam menciptakan
proses pendidikan yang efektif. Kurikulum 2004 diharapkan dapat memberikan jawaban untuk memenuhi
keragaman individu, yang sebelumnya kurikulum 1994 nuansanya lebih bersifat generik seragam. Dengan
kata lain bahwa kurikulum dikembangkan perlu disesuaikan dengan minat peserta didik, di samping
perubahan sosial yang ada. Munculnya kurikulum 2004 tidak lepas juga didasari oleh kondisi politik,
Kondisi Politik
Perubahan sistem politik di Indonesia yang berjalan sangat cepat sejak reformasi 1998 tidak
sepenuhnya berada di dalam kontrol kaum pergerakan, untuk tidak dikatakan telah jatuh ke tangan
kelompok ideologis lain. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kekuatan liberal yang memasukkan ide-
ide liberalisasi politik sekaligus liberalisasi ekonomi, lebih dominan.Jika pun terjadi sirkulasi
kepemimpinan elit politik di negeri ini dan Dimana pada saat itu pula sistem perpolitikan di Indonesia
mengarah kepada sistem demokrasi terlihat dengan terselenggaranya pemilihan umum secara langsung
untuk pertama kalinya dalam sejarah indonesia dan mengalami konsep pemerintahan yanga tadinya
menerapkan konsep sentralisasi dimana semua urusan pemerintahan menjadi tanggung jawab pemerintah
pusat namun disaaat itu berubah menjadi konsep desentralisasi terwujud dengan adanya otonomi daerah.
Kondisi Ekonomi
Kondisi perekonomian yang memburuk pasca reformasi menyebabkan sistem pendidikan tidak
berjalan dengan baik dan pada saat itu pula indoesia mulai bangkit dari krisis yang terjadi di tahun 1997
yang menyebabkan melemahnya mata uang rupiah sejak berlangsungnya krisis moneter pertengahan
1997, ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan. Indonesia mengalami kondisi yang cukup terpuruk
dengan terjadinya inflasi. Terlihat dari nilai rupiah yang masih bertahan di kisaran Rp 8.000 – Rp 9.000 per
dollar AS. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat makin menurun. Banyak
investor asing yang lari keluar negeri dengan alasan tidak ada jaminan keamanan di Indonesia dan
Indonesia dinilai bukan lagi tempat investasi yang menarik. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi menjadi
sangat terbatas dan pendapatan perkapita cenderung memburuk sejak tahun 1997.
Kondisi Politik
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006. Perubahan
tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi,
dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana
pembelajaran perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan
UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merupakan suatu tonggak baru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia modern. Bangsa Indonesia
modern yang keberadaannya dapat ditandai oleh semangat kebersamaan yang awalnya dicanangkan
dalam Sumpah Pemuda tahun 1928 menjadi suatu kenyataan politik, sosial, budaya, ekonomi, geografis
dan historis ketika Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam
kurun waktu yang relatif singkat bangsa yang relatif muda ini mengalami berbagai dinamika: pergolakan
dan ancaman terhadap keutuhan bangsa terus berlangsung bahkan setelah pengakuan kedaulatan oleh
Belanda.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong
para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan
itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1999. Alasan mengapa perlu adanya suplemen kurikulum 1999
adalah terkait dengan Permasalahan konten yang terjadi sebagai akibat review kurikulum yang berkenaan
dengan fakta dan penafsiran sejarah. Pokok-pokok bahasan yang berkenaan dengan sejarah politik
Indonesia masa kini dan menimbulkan keresahan dalam masyarakat serta dianggap penuh bias untuk
SLTP : Serangan Umum 1 Maret, G.30.S/PKI, Orde Baru, dan Integrasi Timor Timur;
SLTA : Serangan Umum 1 Maret, G.30.S/PKI, Orde Baru, dan Integrasi Timor Timur.
Peran Guru dalam Kurikulum 2004
Di dalam setiap kurikulum tidak terlepas dari peran guru di dalamnya, begitu juga dengan
kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pembelajaran berbasis kompetensi
merupakan program pembelajaran yang dirancang untuk menggali potensi dan pengalaman belajar siswa
agar mampu memenuhi pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Pada kurikulum 2004, merupakan
kurikulum yang muncul setelah adanya beberapa revisi dari yang sebelumsebelumnya. Sekolah dan guru
berperan dalam mengembangkan kurikulum yang berlaku menjadi silabus yang bisa digunakan sebagai
acuan dalam alur kegiatan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu silabus harus terbentuk secara sistematis
untuk mencapai target pencapaian kompetensi. Keberhasilan pelaksanaan KBK dan sistem pembinaan
professional di daerah-daerah ditentukan oleh peran para guru, kepala sekolah, penilik, dan para pembina
lainnya, orang tua siswa serta masyarakat. Peran para pelaksana pendidikan di lapangan sangat penting
dalam merencanakan dan melaksakan program seperti: pembahasan masalah-masalah yang dihadapi;
pengembangan dan penyebaran gagasan-gagasan baru serta pengembangan bahan-bahan pengajaran dan
alat bantu belajar mengajar serta pemanfaatan sumber-sumber yang berlangsung di tingkat sekolah, KKG
(Kelompok Kerja Guru), PKG (Pusat Kegiatan Guru), dan wadah-wadah pembinaan lainnya.
Dalam KBK ini guru juga berperan untuk membimbing agar belajar siswa dapat dikaitkan dengan
kegiatan aktif siswa. Maksudnya adalah bahwa dalam pembelajaran guru tidak hanya menyampaian
materi yang ada di bahan ajar saja, tapi juga melakukan inovasi kepada siswa agar menuntut siswa untuk
secara aktif mengeksplorasi materi pelajaran. Adapun upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk menunjang
tujuan ini adalah memberi peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan sendiri
pengetahuan dibawah bimbingan guru. Dalam artian bahwa guru berfungsi sebagai fasilitator yang
menemani dan membimbing siswa dalam pembelajaran. Guru juga harus bisa memberikan wadah bagi
siswa untuk mengembangkan keterampilan dasar mata pelajaran bagi siswa yang bersangkutan.
Contohnya adalah dengan mewadahi siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengamati
kejadian di sekitar mereka guna memperdalam ilmu yang telah didapat di sekolah. Guru juga harus
memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa seperti bakat, kemampuan, minat, latar
belakang keluarga, sosialekonomi dan budaya, serta masalah khusus yang dialami siswa yang
bersangkutan. Agar siswa belajar secara aktif, guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna,
sedemikian rupa, sehingga siswa mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Motivasi yang seperti ini
akan dapat tercipta kalau guru dapat meyakinkan siswa akan kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan
nyata siswa. Demikian juga, guru harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pelajaran selalu
tampak menarik, tidak membosankan. Guru harus memiliki sensitifitas yang tinggi untuk segera
mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan siswa. Jika hal ini terjadi, guru harus
segera mencari metodologi pembelajaran baru yang lebih tepat guna.Adapun peran guru yang dituntut
dalam KBK adalah yang pertama melakukan apersepsi pada awal pembelajaran. Yaitu menggali
pengetahuan/ingatan siswa pada materi pembelajaran yang dianggap sudah disampaikan kepada siswa.
Kegiatan yang dilakukan adalah dengan metode tanya jawab dari guru kepada siswa. Kegiatan
selanjutnya adalah melakukan explorasi, yaitu tahap memperoleh atau mencari informasi baru. Pada tahap
ini guru mulai masuk kepada materi pelajaran yang baru disampaikan kepada siswa di kelas. Selanjutnya
adalah melakukan konsolidasi pembelajaran, yaitu proses dimana siswa diarahkan untuk aktif dalam
menafsirkan dan memahami materi pelajaran baru. Pada bagian ini guru harus bisa memancing siswa
untuk memperdalam materi pelajaran yang baru disampaikan. Setelah ini tahapan yang selanjutnya
adalah pembentukan sikap dan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan apa yang sudah
guru sampaikan dalam materi pelajaran. Dan yang terakhir yang dapat guru lakukan dalam proses
pembelajaran di kelas berdasarkan KBK yaitu melakukan penilaian formatif sebagai alat untuk mengukur
Penutup
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia
pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai
menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid
dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTEK tanpa meninggalkan kerja sama
dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak
sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam
kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
Pendahuluan
Pemerintah Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam
pengelolaan yang bersifat desentralistik. Dari pemberlakuan UU no.32 thn.2004 tersebut pendidikan pun
bersifat desentralistik, dengan diberikannya wewenang kepada sekolah untuk menyusun kurikulum.
Sekolah diberikan wewenang untuk mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan pendidikan,
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Prinsip pengembangan yang dilakukan pada KTSP
yaitu mengacu pada Standar Isi (SI) dan Strandar Kompetensi (SKL). Kurikulum yang dikembangkan
harus berdasarkan pada prinsip bahwa peserta didik memiliki potensi sentral untuk mengembangkan
kompetensi agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam KTSP ini juga
memperhatikan keragaman peserta didik yang dengan tidak membedakan agama, suku, ras, adat, status
sosial, ekonomi dan gender. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi, pengembangan
yang dilakukan oleh KTSP yaitu dengan tanggap terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sehingga
peserta didik dapat mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan tersebut. Pendidikan yang
disajikan pun relevan dengan kebutuhan kehidupan sehingga dapat berguna bagi kehidupan sehari-hari.
dan yang terpenting yaitu dalam KTSP ini memperhatikan keseimbangan antara kepentingan nasional dan
kepentingan daerah.
Konteks Sosial, Politik, dan Ekonomi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
disarankan untuk dijadikan rujukan oleh para pengembang kurikulum di tingkat satuan pendidikan. KTSP
merupakan kurikulum berorientasi pada pencapaian kompetensi, oleh sebab itu kurikulum ini merupakan
penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) ini lahir dari semangat otonomi daerah, di mana urusan pendidikan tidak
semuanya tanggungjawab pusat, akan tetapi sebagian menjadi tanggungjawab daerah, oleh sebab itu
dilihat dari pola atau model pengembangannya KTSP merupakan salah satu model kurikulum yang
bersifat desentralistik. Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari persoalan dana dan biaya. Dengan
anggaran yang memadai diharapkan bisa berkorelasi dengan mutu pendidikan, serta tidak terlalu banyak
membebani masyarakat. Dari sini, lahir kebijakan BOS Pendidikan, Program Bidikmisi dan berbagai
bantuan pendanaan dan finansial lainnya, baik yang ditujukan kepada orang-perorang maupun institusi
pendidikan.Dengan lahirnya PP No. 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen,
Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor, maka kepastian hukum
tentang pemberian tunjangan profesi bagi guru menjadi jelas, yang pada waktu itu sempat beredar isu
bahwa pemberian tunjangan profesi akan dihentikan. SBY berusaha memantapkan politik luar negeri
Indonesia dengan cara meningkatkan kerjasama internasional dan meningkatkan kualitas diplomasi
Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Baru-baru ini Indonesia berani
mengambil sikap sebagai satu-satunya negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB yang bersikap
abstain ketika semua negara lainnya memberikan dukungan untuk memberi sanksi pada Iran. SBY telah
berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing dengan menjalin berbagai kerjasama
dengan banyak negara pada masa pemerintahannya, antara lain dengan Jepang. Perubahan-perubahan
global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar negeri Indonesia di masa pemerintahan SBY
diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua karang’. Hal
tersebut dapat dilihat dengan berbagai insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak yanKonteks
KTSP 2006
Tujuan utama reformasi pemerintahan daerah menurut UU ini adalah untuk mempercepat
kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat;
meningkatkan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi pemerintahan, keadilan,
hubungan antar susunan pemerintah dan antar pemerintah daerah, potensi daerah dan globalisasi.
Menurut Bhenyamin Hoessein UU Nomor 32 Tahun 2004 berusaha mempertemukan semangat lokal
democracy model dengan efficiency model. Presiden SBY berhasil meredam berbagai konflik di Ambon,
Sampit dan juga di Aceh. Meski konflik di beberapa daerah telah diredam, namun kembali muncul
berbagai konflik lagi seperti di Makassar. Bahkan baru-baru ini terjadi tawuran antarSMA di Jakarta yang
membawa korban para pejuang jurnalistik. Namun, pada masa pemerintahan ini kehidupan masyarakat
mulai menuju kepada kehidupan individualis yang mengutamakan kepentingan individu. Hal ini dapat
dilihat dengan kurangnya sosialisasi antarwarga di perkotaan. Arus urbanisasi juga semakin marak,
Politik di zaman pemerintahan SBY dapat terlihat dalam hal otonomi daerah dan desentralisasi
yang sudah digadang-gadang sejak awal pemerintahan era reformasi. Tujuan utama reformasi
pemerintahan daerah lewat kebijakan desentralisasi tahun 1999 adalah disatu pihak membebaskan
pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga lebih
mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis dan memahami
berbagai kecenderungan global yang sangat dinamis. Di lain pihak, dengan desentralisasi kewenangan
pemerintah kepada daerah, kemampuan prakarsa dan kreativitas daerah akan terpacu, sehingga
kapabilitas daerah dalam mengatasi berbagai masalah domestik akan semakin kuat. Agar pemerintah
dari semangat otonomi daerah, di mana urusan pendidikan tidak semuanya tanggung jawab pusat, akan
tetapi menjadi tanggung jawab daerah. Oleh sebab itu, dari pola atau model pengembangannya KTSP
Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang
sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi
dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009. Stabilitas makro ekonomi dapat terjaga
dengan baik dengan kurs rupiah yang cenderung menguat, sehingga inflasi dapat terus ditekan dan suku
bunga perbankan diturunkan.142 Hal ini mengartikan bahwa sudah adanya perkembangan perekonomian
di Indonesia. Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan
pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara. Perkembangan
yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia
mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan
makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun
Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki
pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Hubungannya dengan KTSP adalah adanya desentralisasi pendidikan dalam kurikulum yaitu kurikulum
ditentukan oleh otonomi daerah masing - masing bukan lagi dari pusat. Sehingga dana pendidikan dari
pemerintah pun langsung disalurkan ke APBD daerah masing - masing sehingga pemakaian dana akan
semakin optimal karena kebutuhan dana pendidikan berbeda disetiap daerah. Kurikulum 2006 (KTSP)
merupakan kurikulum produk Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang lahir di era reformasi
dalam kebijakannya di bidang pendidikan. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum 2004
(KBK) yang nyatanya prematur, sebab KBK hanya berjalan 2 tahun saja (2004-2006) dan gagap
Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki era globalisasi yang penuh dengan
tantangan dan ketidakpastian, diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata di
Pendidikan (KTSP) sebagai tindak lanjut dari pembaruan Kurikulum Berbasis Kompetensi.Kurikulum ini
diberlakukan mulai tahun 2006/2007. Dalam kurikulum ini pemerintah hanya sebagai pengembang
kompetensi standar isi dan kelulusan, selanjutnya sekolah bebas menyusun kurikulum sesuai dengan
keadaan sekolah dan siswa didik. Dalam KTSP. pendekatan belajar berbasis materi, jam belajar dan
struktur program. . KTSP ini merupakan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk
mengembangkan berbagai ranah pendidikan (kognitif, afektif dan psikomotorik). KTSP merupakan
strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif dan berprestasi.
KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum yang memberikan otonomi luas pada setiap
satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan belajarmengajar di sekolah. ya
sesuai prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pemberdayaan sekolah dan
satuan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap
tanggap pemerintah terhadap masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efisiensi dan
pemerataan pendidikan.Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah,
Dalam KTSP, lahirlah suatu fase penting yang menjadi pro dan kontra serta menjadi momok
menakutkan bagi peserta didik, yaitu diberlakukannya Ujian Nasional (UN) sebagai standar kelulusan
siswa untuk naik di jenjang berikutnya.Ujian Nasional ini merupakan produk dari kurikulum KTSP yang
masih berlaku hingga sekarang yang standarnya sudah mulai longgar. Adanya UN menandakan bahwa
kurikulum 2006 ini lebih mengarahkan siswa untuk lebih cerdas dalam aspek kognitif, karena lebih
menekankan kepada substansi pengetahuan, isi dan materi pelajaran daripada afektif dan psikomotorik.
Sebelum tahun 1970 ujian negara. Kelulusan dikontrol secara ketat pihak pemerintah, sehingga ada kesan
ujian negara tak sejalan dengan rasa keadilan. Tahun 1970 – 1982 ujian sekolah. Penentu kelulusan pihak
sekolah, yang berdampak pada jor-joran nilai. Tahun 1983 Tahun 1983 – 2002; ebtanas ebtanas sebagai
kombinasi ujian negara sebagai kombinasi ujian negara dengan ujian sekolah, dengan menggunakan
rumus NA=(P+Q+R)/3. Sistem ini tak bisa dipakai menentukan kualitas hasil belajar anak dan seperti
macan ompong. Tahun 2003 – sekarang (UN), dengan salah satu fungsinya sebagai penentu kelulusan.
Struktur KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi, yang
dikembangkan dari kelompok (1) mata pelajaran agama dan akhlak mulia, ruang lingkup kelompok mata
pelajaran ini dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang maha Esa serta berakhlak mulia. (2) Kewarganegaraan dan kepribadian, ruang
lingkup kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan peserta
didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. jemukan bangsa dan sikap serta perilaku anti korupsi,
kolusi dan nepotisme. (3) Ilmu pengetahuan dan teknologi, ruang lingkup mata pelajaran ini dimaksudkan
untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan
kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatiff, dan mandiri. (4) Estetika, ruang lingkup
mata pelajaran ini dimasudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan
kemampuan mengapresiasikan keindahan dan harmoni. (5) Jasmani, olahraga dan kesehatan, mata
pelajaran ini dimasudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan kesadaran
hidup sehat.
Adapun muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang cakupan dan kedalamannya
merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dengan memisahkan antropologi dan
sosiologi Pada satuan pendidikan SMA, dan materi muatan lokal dihidupkan kembali yang pada awalnya
di Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) hanya sampai SMP pada Kurikulum ini di lanjutkan hingga
pada satuan pendidikan SMA dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum. Struktur
kurikulum SD/MI ada 8 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Pada struktur kurikulum
SMP/MTs memiliki 10 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Pada struktur Kurikulum
satuan pendidikan SMA/MA untuk kelas X memiliki 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan
diri. Namun ketika memasuki kelas XI dan XII terdapat penjurusan program IPA, IPS, dan bahasa dan
untuk Madrasa Aliyah (MA) terdapat program keagamaan. Semua penjurusan itu dapat dipilih sesuai
dengan minat siswa, namun tetap memperhatikan nilai akhir, terutama pada program IPA yang
Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang digunakan pada kurikulum 2006 (KTSP), KTSP adalah kurikulum yang
berorientasi pada pengembangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam
KTSP yang menekankan pada aktivits siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran
melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan misalnya melalui CTL
(Contextual Teaching and Learning). Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
merupakan suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan nya dengan dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari
proses belajar dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
mampu memposisikan peserta didik sebagai subjek belajar, sehingga peserta didik berperan aktif dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran contextual teaching and learning CTL (Contextual Teaching and
Learning) dapat melatih peserta didik belajar melalui kegiatan kelompok, berdiskusi dan lain-lainnya,
untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik, untuk mengetahui kemampuan awal yang telah
dimiliki peserta didik serta untuk mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran dimulai.
direalisasikan.
3. Post Test Pada umumnya pembelajaran diakhiri dengan post tes. Fungsi post tes antara lain untuk
mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara
individu maupun kelompok, untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai
peserta didik serta kompetensi dan tujuan-tujan yang belum dikuasainya, untuk mengetahui peserta
didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan yang perlu melakukan pengayaan serta untuk
mengetahui tingkat kesulitan belajar yang dihadapi siswa, sebagai bahan acuan untuk melakukan
perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang dilaksanakan baik
1. Penilaian kelas, dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir.Penilaian kelas
dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiaknosa
2. Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan
remedial).
KTSP 2006 menuntut agar tenaga pendidikan memiliki kemandirian dalam implementasi
kurikulum di sekolah-sekolah. Jika kita melihat dari implementasi guru sendiri disekolah dalam
pengajaran di kelas guru lebih bertindak sebagai pelaksana teknis. Hal ini memberikan peluang bagi guru
untuk dapat mengoptimalkan efektivitas pembelajaran dikelas dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan melalui kompetensi guru serta optimalisasi guru dalam proses belajar mengajar. Terdapat
empat kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, profesional. Pertama, kompetensi pedagogik. Guru dalam KTSP 2006 dituntut untuk
memiliki kemandirian, ini dijadikan pedoman dalam implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan
untuk mencapai prestasi dalam implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Implementasi KTSP
Penutup
Sekolah, kurikulum, dan masyarakat merupakan tiga komponen penting dan tidak dapat
dipisahkan. Sekolah merupakan institusi penting dalam pendidikan, sementara itu kurikulum merupakan
jalan keberlangsungan institusi sekolah. KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebuah
kurikulum oprasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan oleh masingmasing satuan pendidikan
di Indonesia. diserakan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendir. KTSP terdiri
dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan, silabus. Pengembangan implementasi KTSP pada prinsipnya dilakukan
pada setiap satuan pendidikan (sekolah). Pengembangan KTSP harus mengacu pada standar isi dan
satandar kompetensi lulusan dengan berpedoman kepada panduan penyusunan kurikulum yang disusun
Pendahuluan
Indonesia sudah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum, kurikulum pertama Indonesia
adalah Rencana Pelajaran 1947 ini dirubah menjadi Rencana Pelajaran 1950. Selanjutnya diganti dengan
Rencana Pelajaran 1958. Rencana pelajaran ini kemudian direvisi menjadi Rencana Pelajaran 1964. Setelah
itu rencana pelajaran ini diganti menjadi Kurikulum 1968. Kemudian, kurikulum ini diubah lagi menjadi
Kurikulum 1975. Selanjutnya, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dan terakhir Kurikulum 2013. Kurikulum
memang harus dikembangkan dan berubah. Perubahan kurikulum selalu mengarah pada perbaikan
sistem pendidikan. Perubahan tersebut dilakukan karena dianggap belum sesuai dengan harapan yang
diinginkan sehingga perlu adanya revitalisasi kurikulum. Perkembangan kurikulum ini mendidik generasi
yang akan hidup di zaman yang berbeda dengan sebelumnya, dan seiring berjalanya kurikulum ini supaya
bisa mendewasakan generasi selanjutnya melalui pendidikan yang tidak usang. Dalam suatu sistem
pendidikan, kurikulum itu sifatnya dinamis serta harus selalu dilakukan perubahan dan pengembangan
agar dapat mengikuti perkembangan dan tantangan zaman. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak
generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk
mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau
siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi
pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan
kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu
diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka
akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi
berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, dan memasuki masa depan yang lebih baik.
Kurikulum 2013 merupakan hasil penyempurnaan dan pembedahan dari semua aspek kurikulum
yang ada. Maka dari kekurangan kurikulum 2004 dan 2006 dirapikan, digabungkan dan ditambahkan ke
dalam kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 tidak berfokus pada kompetensi akademis saja, tetapi
mencangkup pula aspek karakter bangsa dan keterampilan siswa. Pengembangan Kurikulum 2013 sudah
sesuai dengan prinsip pengembangan kurikulum, meliputi prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas,
efektifitas serta efisiensi. Kurikulum 2013 diharapkan mampu memperbaiki akhlak serta mencetak Sumber
Daya Manusia (SDM) yang mampu berkompetisi dan berkompetensi mengikuti arus perkembangan
globalisasi guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. Upaya perbaikan tersebut akan berlangsung
dengan baik apabila calon pendidik juga memahami maksud perubahan kurikulum KTSP menjadi
kurikulum 2013. Pemahaman implementasi kurikulum 2013 adalah bagian dari pemenuhan kompetensi
Pengembangan Kurikulum 2013 tidak lepas dari perubahan politik. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tentang Standar Nasional Pendidikan melibatkan banyak pihak, mulai dari Wakil Presiden, para birokrat
Kementrian Pendidikan, dan Kebudayaan serta kementrian lain yang terkait, akademisi, budayawan,
agamawan, ilmuan, pengembangan kurikulum dan guru. Dengan demikian banyak yang menaruh
harapan dengan kehadiran kurikulum 2013 memang selayaknya ada sebagai tuntutan zaman dan
perubahan – perubahan yang memang perlu dilakukan. Kurikulum 2013 sebagai kebijakan menempatkan
pada proses formulasi, melibatkan masyarakat untuk melakukan uji publik, dimana pemerintah tidak
langsung begitu saja menerapkan kebijakan baru, tetapi sebelum dilaksanakan melibatkan seluruh
komponen yang relevan turut serta memberi masukan dan penyempurnaan. Dalam pengembangannya
Kurikulum 2013 mengalami beberapa fase penting, seperti perencanaan pembuatan Kurikulum 2013 di
tahun 2012 yang menggantikan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum 2006 atau KTSP. Dan jika dilihat
dari segi politik adanya pergantian Menteri Pendidikan, Pergantian Kabinet dari Kabinet yang dipimpin
oleh SBY menjadi Kabinet yang dipimpin Jokowi. Tak hanya itu dalam perjalanannya Kurikulum 2013
mengalami pembekuan dikarenakan banyaknya sekolah ataupun pendidik yang belum siap untuk
menerapkan Kurikulum 2013 dalam pembelajarannya. Setelah beberapa bulan pembekuan, Kurikulum
2013 ini diterapkan kembali tetapi hanya di sekolah-sekolah yang sudah siap dari segala aspek, seperti dari
aspek pendidik maupun peserta didiknya. Sehingga dalam penerapannya Kurikulum 2013 banyak
mengalami ketidakstabilan. Fase-fase perkembangan tersebut dapat dilihat dalam diagram garis dibawah
ini.
Dalam Kurikulum 2013 generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif, ulet, jujur, dan
mandiri, sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.
Pergantian Kurikulum 2013 disebabkan bukan hanya karena semangat zaman yang berubah, melainkan
kepemimpinan politik yang kemudian acuannya adalah kepentingan ekonomi global. Perubahan
kurikulum dilakukan untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah agar peserta didik mampu
bersaing di masa depan. Implementasi kurikulum 2013 ini merupakan persiapan sumber daya manusia
indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Dalam Kurikulum 2013 orientasi
kurikulum tidak lagi membebani peserta didik dengan konten namun pada aspek kemampuan esensial
yang diperlukan semua warga negara untuk berperan serta dalam membangun negara pada masa
mendatang dan untuk bersaing pada negara lain yang mamasuki Indonesia dengan adanya pasar bebas.
Struktur dan Isi Kurikulum
pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, dostribusi konten/mata pelajaran dalam
semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa.
Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar
dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Lebih lanjut, struktur kurikulum
menggambarkan posisi belajar seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata
pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk
1. Kelompok mata pelajaran wajib yaitu kelompok A dan kelompok B. Kelompok A adalah mata
pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek kognitif dan afektif sedangkan
kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
2. Kelompok Mata Pelajaran Peminatan terdiri atas 3 (tiga) kelompok yaitu Peminatan Matematika dan
3. Mata Pelajaran Pilihan Lintas Minat yaitu mata pelajaran yang dapat diambil oleh peserta didik di luar
Kelompok Mata Pelajaran Peminatan yang dipilihnya tetapi masih dalam Kelompok Peminatan
lainnya. Misalnya bagi peserta didik yang memilih Kelompok Peminatan Bahasa dapat memilih mata
pelajaran dari Kelompok Peminatan Sosial dan/atau Kelompok Peminatan Matematika dan Sains.
4. Mata Pelajaran Pendalaman dimaksudkan untuk mempelajari salah satu mata pelajaran dalam
5. Mata Pelajaran Pilihan Lintas Minat dan Mata Pelajaran Pendalaman bersifat opsional, dapat dipilih
Wajib Kelompok Mata Pelajaran Wajib merupakan bagian dari kurikulum pendidikan menengah
yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang bangsa, bahasa, sikap sebagai bangsa, dan
kemampuan penting untuk mengembangkan logika dan kehidupan pribadi peserta didik, masyarakat dan
bangsa, pengenalan lingkungan fisik dan alam, kebugaran jasmani, serta seni budaya daerah dan nasional.
Dalam kurikulum dijelaskan tentang model pembelajaran, dalam kurikulum 2013 model
kurikulum harus berbasis kompetensi artinya seperangkat pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar yang harus yang harus dicapai siswa, prosedur penilaian, kegiatan belajar dan pembelajaran, serta
pemberdayaan sumber daya pendidikan. KBK berorientasi pada pencapaian hasil yang dirumuskan dalam
bentuk kompetensi. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 103
tahun 2014 menteri pendidikan dan kebudayaan menyarankan tentang Pembelajaran pada pendidikan
dasar dan menengah disebutkan bahwa pada implementasi Kurikulum 2013 sangat disarankan
menggunakan pendekatan saintifik dengan model-model pembelajaran Inquiry Based Learning, Discovery
Proses Pembelajaran
dirumuskan komponen yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran, mulai dari
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam implementasi kurikulum 2013 format RPP
mengalami dua kali perubahan, format pertama berlandaskan pada Permendikbud RI No.87A Tahun 2013
sedangkan format terbaru berlandaskan pada Permendikbud No. 57 Tahun 2014. Pada Permendikbud No.
57 Tahun 2014 ada beberapa bagian yang dihapus yaitu tujuan pembelajaran, model, dan metode
pembelajaran. Selain itu penulisan kompetensi dasar dan indikator kembali ditulis terpisah.
Perubahanperubahan ini sesungguhnya untuk mempermudah dan memperbaiki apa yang ada dan
diharapkan dengan perubahan ini dapat membuat proses pembelajaran berlangsung dengan lebih efisien
dan diharapkan dapat mewujudan standar kelulusan yang baik juga. Dalam kurikulum 2013 guru
berperan sebagai fasilitator dan murid-murid yang mengembangkan kemampuannya sendiri dan
diarahkan oleh guru. Dalam kurikulum 2013 juga ada rasional penambahan jam pelajaran hal ini
dimaksudkan agar siswa lebih aktif dan diharapkan dapat membuat output siswa lebih cerdas hal ini
dikerenakan Indonesia memiliki jam pelajaran relatif lebih singkat dibandingkan pembelajaran di Firlandia
Orientasi kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetisi
sikap (attitide), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge).Ruang Lingkup Standar Kompetensi
Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah
menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara Standar Kompetensi Lulusan dan lulusan dari
masing-masing satuan pendidikan dan kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikan tertentu perlu
dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan dalam setiap periode. Hasil yang
diperoleh dari monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan Standar
fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses
pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai falititator, ada beberapa hal yang harus dipahami
guru, pertama, guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-
masing media tersebut. Kedua, guru perlu mempunyai ketrampilan dalam merancang suatu media.
Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang guru
profesional agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Ketiga, guru dituntut untuk mampu
mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan sebagai sumber belajar, termasuk
memanfaatkan teknologi informasi. Keempat, sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai
kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan
berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan
Guru dalam Pelaksanaan Pendidikan Karakter,pertama, guru sebagai pendidik atau educator
mengajarkan sikap disiplin dengan cara datang tepat waktu, mengucapkan salam untuk menanamkan
sikap religius, santun dan peduli, mengajak siswa berdo’a, mengajarkan sikap religius dan peduli dengan
cara mendo’akan peserta didik yang tidak hadir. Kedua, guru sebagai administrator dan manager
mengajarkan sikap disiplin dan rajin dengan cara mengecek kehadiran siswa lewat absen. Ketiga, sebagai
manager memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu, menegur peserta didik yang datang
terlambat dengan bahasa yang santun, dan menjelaskan tujuan dan kompetensi yang hendak dicapai dan
menyampaikan cakupan materi beserta menjelaskannya. Keempat, guru sebagai pelatih menanampakan
sikap berfikir kritis dengan cara mengajukan pertanyaan yang mengaitkan materi sebelumnya dengan
materi yang akan diajarkan. Tugas utama guru ialah mengajar dan mendidik siswa di lingkungan sekolah
Penutup
Struktur kurikulum merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar
dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Dari kurikulum sebelumnya yaitu KTSP,
ternyata memiliki perbedaan dengan kurikulum 2013. Salah satunya yaitu, jika KTSP guru bukan satu-
satunya sumber belajar tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, sedangkan
kurikulum 2013 guru hanya mengarahkan lalu pembelajaran berpusat pada siswa dengan
Dalam gambaran penerapan kurikulum merdeka, bentuk struktur kurikulum Merdeka terdiri
dari atas kegiatan intrakurikuler, projek penguatan profil pelajar Pancasila, dan ekstrakurikuler.
Dimana, alokasi jam pelajaran pada struktur kurikulum dituliskan secara total dalam satu tahun dan
dilengkapi dengan saran alokasi jam pelajaran jika disampaikan secara reguler atau mingguan.Secara
umum, sebagaimana dikutip laman Kemendikbudristek, tidak ada perubahan pada total jam
pelajaran. Kegiatan pembelajaran, yaitu pembelajaranintrakurikuler dan projek penguatan profil pelajar
Pancasila.
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana
konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan
menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga
pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Projek untuk
menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang
ditetapkan oleh pemerintah. Projek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran
Penerapan kurikulum Merdeka Belajar yaitu pentingnya perumusan kurikulum yang maksimal
karena melibatkan mitra untuk mencapai hasil pembelajaran di satuan Pendidikan (SMP). Dengan
menerapkan kurikulum merdekaakan lebih relevan dan interaktif dimana pembelajaran berbasis proyek
akan memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk secara aktif menggali isu-isu yang factual.
Sekolah diberi kebebasan untuk memilih tiga pilihan dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka .
Pertama, menerapkan sebagian serta prinsip kurikulum merdeka dengan tidak mengganti kurikulum
sekolah yang digunakan. Kedua, menggunakan kurikulum merdeka dengan memakai sarana
pembelajaran yang sudah disiapkan. Ketiga, menggunakan kurikulum merdeka dengan mengembangkan
sendiri perangkat ajar. Keunggulan dari adanya kurikulum merdeka pertama, lebih sederhana dan
mendalam. Karena fokus pada materi yang penting dan pengembangan kompetensi peserta didik pada
fase perkembangannya.
Keberadaan sarana dan prasarana juga sangat menunjang terhadap keberhasilan implementasi
penerapan kurikulummerdeka di sekolah penggerak. Sarana dan prasarana yang lengkap sangat
ketersediaan alat – alat IT. Sekolah penggerak mendapatkan bantuan dana untuk melengkapi ketersediaan
sarana prasarana yang menunjang pembelajaran selama mengikuti program sekolah penggerak. Untuk
buku-buku dalam kurikulum merdeka sudah disiapkan oleh kemendikbud guru tinggal
mengembangkannya.
Komponen Kurikulum diibaratkan sebagai anggota tubuh yang ditidak dapat dipisahkan serta akan
selalu berkaitan. Komponen dasar kurikulum adalah tujuan yang menjadi sasaran utama perlu atau
tidaknya sebuah proses pendidikan. Fungsinya menjadi acuan bagi komponen yang lain. Menurut Standar
Nasional Pendidikan, tujuan kurikulum dinamakan Standar Kompetensi Lulus. Komponen kurikulum
selanjutnya adalah isi atau materi yang berfungsi untuk mewujudkan tujuan kurikulum. Pada standar
Komponen selanjutnya yang termasuk komponen kurikulum merdeka adalah proses atau pengalaman
yang mana ini merupakan tindakan untuk mencapai tujuan. Proses atau pengalaman memunculkan
konsep software dan hardware. Pada standar nasional pendidikan, proses atau pengalaman diatur dengan
standar proses. Komponen selanjutnya adalah evaluasi, sederhananya evaluasi berfungsi untuk mengukur
Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mrngembangkan suatu
kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau
sekolah. Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong pengguna
untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Manfaat model adalah
model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan
pengetahuan hasil observasi dan penelitian,) model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat
kompleks, dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.
pendidikan yang dianut dan model konsep yang digunakan. Terdapat banyak model pengembangan
kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli. Salah satunya model tyler yang merupakan model paling
dikenal bagi perkembangan kurikulum dengan perhatian khusus pada fase perencanaan, dalam bukunya
basic principles of curriculum and instruction. The Tyler Rationale, suatu proses pemilihan tujuan
pendidikan, dikenal luas dan dipraktekkan dalam lingkungan kurikulum. Selanjutnya adalah model
pengembangan Taba,model pengembangan kurikulum Taba ini bukan hanya untu mengembangkan
kebutuhan dari peserta didik semata, melainkan juga mempertimbangkan bahwa sekolah sebagai
organisasi pengalaman belajar. Selain itu hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum
menurut Taba adalah tujuan yang hendak dicapai karena nantinya akan berkaitan dengan proses dan
Simatupang.H., M.P.Simantutak, L.Sinaga, dan A.Hardinata. Telaah Kurikulum SMP di Indonesia. Surabaya :
Hasan,B. (2017). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Yogyakarta : Pustaka Nurja
Imron, M. (2018). Pengembangan Kurikulum 1994. INTAJUNA: Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, Produk
Iramdan., dan L.Manurung. (2019). Sejarah kurikulum Indonesia. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 5(2):88-
95.
Mudlofir, A. (2012). Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Bahan Ajar Dalam
1. PENDAHULUAN
Beberapa materi dalam mata pelajaran IPA umumnya menggunakan istilah-istilah ilmiah yang jarang
diketahui oleh siswa sehingga sulit dipahami oleh siswa. Permasalahan ini berdampak pada penurunan nilai
siswa. Penggunaan bahasa yang susah dihafal serta keterbatasan dari alokasi waktu membuat siswa kesulitan
memahaminya. Bahasa dan istilah tersebut seharusnya sudah dikenalkan pada siswa sejak SMP dengan
menggunakan bahasa maupun suatu istilah yang mudah dipahami oleh siswa. Salah satu contoh nya adalah
penamaan bahasa latin dari suatu hewan seperti (Dendrobium sp.) yang biasa digunakan untuk menunjukkan
nama jenis anggrek ber spesies dendro. Selain itu kesulitan memahami dari diri sendiri dan lingkungan yang
kurang mendukung kondisi siswa, juga merupakan salah satu faktor yang menjadi kendala kesulitan belajar
istilah tersebut. Selain itu permasalahan tersebut juga berdampak besar kepada siswa yang menjadikan mereka
Saat ini siswa juga mengalami penurunan keaktifan dalam kegiatan pembelajaran. Hal itu disebabkan oleh
metode pembelajaran yang hanya menggunakan guru dalam urusan keaktifan dalam kegiatan pembelajaran.
Metode pembelajaran ini membuat siswa hanya mendengarkan penjelasan guru didepan dan memicu ketidak
aktifan siswa dalam proses pembelajaran. Padahal, kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila siswa ikut
berperan dalam berpendapat mengenai materi yang dibahas dalam proses pembelajaran. Selain faktor keaktifan
guru juga dituntut untuk memahami siswa dalam membimbing dan menjadikan siswa sebagai subjek bukan
Terdapat empat keterampilan pada pembelajaran IPA abad 21 dimana guru dituntut harus mampu
menyampaikan serta mengimplementasikannya. Empat keterampilan tersebut terdiri dari kreatifitas, kolaborasi,
komunikasi dan berpikir secara kritis. Sesuai dengan pembelajaran tersebut, siswa ditekankan pada
keterampilan yang tidak hanya mengandalkan keterampilan soft skill tetapi juga hard skill. Selain skill, siswa
juga dituntut untuk memiliki peran diera globalisasi. Pembelajaran pada abad 21 tersebut juga menjadikan guru
serta siswa untuk memiliki kecakapan dalam hal bersosialisasi dimana komunikasi berperan besar pada abad ini.
Pemikiran kritis juga diperlukan untuk melakukan problem solving yang dimana siswa dituntut untuk bisa
memecahkan suatu masalah dan membuat mereka bisa menghadapi permasalahan global maupun masalah
yang akan mendatang. Kolaborasi juga berdampak pada siswa ataupun masa depan yang dapat menguntungkan
siswa seperti pertukaran pelajar di dalam maupun luar negri. Kemudian ditunjang dengan kreativitas untuk
menemukan keunikan pada suatu karya sehingga pengembangan karya tersebut menjadi lebih menarik dan
tidak sekedar karya biasa. Sehingga kemampuan tersebut harus dimiliki oleh siswa sedangkan guru menjadi
pendamping untuk pengarah serta membuat motivasi kepada siswa untuk semangat dalam belajar (Pratama,
2021).
Pada dasarnya kemampuan berpikir kritis siswa sangatlah rendah karena adanya distorsi atau kesalahan
dalam pengonsepan suatu ilmu (Yulianti dkk., 2021). Hal ini menjadikan guru untuk melakukan pembelajaran
secara terbimbing dengan pendekatan inkuiri kepada siswa menggunakan aplikasi PhET. Aplikasi ini sempat
menjadi salah satu penunjang praktikum mahasiswa seperti magnet pada saat pembelajaran daring pada tahun
2020 akibat covid-19. Aplikasi ini memiliki grafis yang cukup baik dan dapat digunakan sebagai penunjang
2. Pembahasan LKPD
hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia Hakikat dari pembelajaran IPA ada empat yaitu
produk, proses, sikap dan teknologi. Sehingga dalam proses belajar IPA, tidak mungkin peserta didik hanya
memperoleh pengetahuan saja (produk) melainkan peserta didik harus terlibat aktif dalam pembelajaran seperti
menemukan sesuatu pengetahuan, membuktikan pengetahuan tersebut melalui suatu praktikum atau percobaan
dan menyimpulkannya. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan literatur review (study
literatur) tentang pentingnya mengembangkan Lembar Kerja Peserta Didik berorientasi lingkungan dalam mata
pelajaran IPA dikarenakan kebanyakan guru enggan atau tidak membuat Lembar Kerja Peserta Didik. Guru
hanya memanfaatkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang ada dalam buku (text book). Padahal Lembar
Kerja Peserta Didik (LKPD) sangat penting bagi guru agar membuat peserta didik lebih aktif dalam proses
pembelajaran, meningkatkan kemampuan berpikir secara kritis dan kreatif serta mampu bekerja secara
kolaborasi sesuai dengan tuntutan abad 21. Selain itu Lembar Kerja Peserta Didik yang berorientasi lingkungan
sekitar sekolah sangat diperlukan dalam proses belajar agar peserta didik lebih mudah dalam memahami materi
pembelajaran. Oleh sebab perlu adanya kemauan dan kreativitas dari guru untuk mengembangkan Lembar
Lembar Kerja Peserta Didik adalah bahan ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga peserta didik
diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. LKPD berupa lembaran yang bertujuan
untuk memacu dan membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar dalam rangka menguasai pemahaman,
keterampilan, dan atau sikap (Diniaty dan Atun, 2015). LKPD juga merupakan media pembelajaran karena dapat
digunakan secara bersamaan dengan sumber belajar atau media pembelajaran yang lainnya. Menurut Rofiah
(2014) LKPD merupakan panduan bagi peserta didik untuk mengerjakan pekerjaan tertentu yang dapat
meningkatkan dan memperkuat hasil belajar. Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Lembar Kerja Pesera Didik adalah suatu perangkat pembelajaran baik itu media pembelajaran ataupun sumber
belajar yang di dalamnya berisi suatu panduan atau materi ajar yang dapat digunakan secara mandiri oleh
peserta didik untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan dan sikap peserta didik.
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis komputer adalah alat pembelajaran atau instrumen yang
digunakan dalam proses pembelajaran, tetapi diakses atau diisi melalui perangkat komputer atau perangkat
digital lainnya. Ini berbeda dari lembar kerja tradisional yang dicetak dan diisi dengan tangan.
Ciri-ciri LKPD berbasis komputer melibatkan penggunaan teknologi, seperti platform pembelajaran daring,
aplikasi pembelajaran, atau perangkat lunak khusus. LKPD ini dapat mencakup berbagai jenis tugas, latihan,
Keuntungan dari LKPD berbasis komputer termasuk interaktivitas yang lebih besar, kemungkinan
personalisasi pembelajaran, dan fleksibilitas akses. Peserta didik dapat bekerja pada tugas-tugas ini secara
Namun, implementasi LKPD berbasis komputer juga harus mempertimbangkan tantangan seperti
aksesibilitas teknologi, keamanan data, dan pelatihan bagi guru dan peserta didik. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran melalui integrasi teknologi dengan metode pembelajaran yang sudah
ada.
a. Sebagai bahan ajar yang bisa memiliki peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik.
b. Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan.
c. Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih.
belajar mengajar memberikan manfaat, antara lain memudahkan guru dalam mengelola proses belajar mengajar,
misalnya dalam mengubah kondisi belajar yang semula berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat
pada peserta didik (student centered). Pada proses pembelajaran yang berpusat pada guru akan terjadi interaksi
satu arah dimana guru menerangkan, mendikte, dan memerintahkan, sedangkan peserta didik hanya akan
mendengar, mencatat dan mematuhi semua perintah guru. Pada proses pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan guru, dan antar peserta didik karena dalam pola
ini peserta didik memperoleh informasi dari berbagai sumber, misalnya dari perpustakaan, luar sekolah atau
pengamatannya sendiri. Manfaat LKPD lainnya adalah dapat membantu guru dalam mengarahkan peserta didik
untuk dapat menemukan konsepkonsep melalui aktivitasnya sendiri atau dalam kelompok kerja. Selain itu,
LKPD juga dapat digunakan untuk mengembangkan ketrampilan proses, mengembangkan sikap ilmiah serta
membangkitkan minat peserta didik terhadap alam sekitarnya. Pada akhirnya LKPD juga memudahkan guru
b. Menyajian tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan.
b. LKPD yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan.
pemahaman siswa dan penguatan konsep, tapi juga mengembangkan kemampuan mereka dalam investigasi
ilmiah dan penyelidikan. Selain itu, simulasi komputer juga mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis
serta berpikir kreatif siswa. Pembelajaran menggunakan simulasi komputer dapat membantu siswa untuk
memahami fenomena yang sulit diamati di dunia nyata. Akibatnya, siswa dapat belajar tentang suatu
permasalahan yang relevan melalui proses pendidikan yang melibatkan eksplorasi dan suatu eksperimen
percobaan, dan dengan demikian memperoleh pemahaman serta informasi yang lebih mendalam. Hal ini juga
didukung oleh Simanjuntak dan Ramadhani (2018) yang menyatakan bahwa dengan pembelajaran dengan
menggunakan LKPD berbasis masalah berbantuan simulasi membuat siswa lebih aktif, bersifat lebih ingin tahu,
lebih kreatif dan dan kristis sehingga menumbuhkan pemahaman lebih mendalam yang mempengaruhi hasil
belajarnya.
Physics Education Technology (PhET) merupakan simulasi yang dikembangkan oleh University of Colorado
dan menyediakan simulasi pembelajaran untuk fisika, biologi, dan kimia, baik untuk pembelajaran kelompok
maupun pembelajaran individu. Media PhET berbentuk simulasi interaktif tentang fenomena-fenomena fisika
yang didasarkan pada riset dan mendukung pendekatan interaktif dan konstruktivis dalam pembelajaran.
Melalui fitur interaktifnya, PhET memberikan umpan balik kepada pengguna dan menyampaikan pesan-pesan
serta informasi yang relevan dalam konteks pembelajaran fisika (Saputra, 2020).
Penggunaan simulasi PhET diharapkan menjadi sarana efektif bagi peserta didik dalam memperoleh
pemahaman materi secara visual, sehingga konsep-konsep yang diajarkan menjadi lebih nyata dan mudah
dipahami (Hidayat, 2019). Berbagai penelitian sebelumnya telah menguji penggunaan media simulasi PhET
sebagai alat pembelajaran, dan hasilnya menunjukkan keberhasilan yang signifikan (Nurhayati, 2014). Rizki
(2023) juga menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa penggunaan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis
PhET Simulation terbukti valid dan sesuai digunakan dalam pembelajaran. Selain itu, LKPD ini mendapatkan
respon yang sangat positif dari peserta didik dan mampu meningkatkan hasil belajar kognitif mereka dalam
kelas eksperimen.
Pada dasarnya dampak yang dikembangkan dari pemikiran kritis yang dituntut oleh kurikulum 2013 adalah
untuk memaksimalkan potensi dimana siswa bisa menjadi paham akan suatu pembelajaran, tidak hanya terletak
pada suatu dasar teori tetapi juga aspek-aspek yang detail dan mendalam. Selain itu siswa juga dapat memiliki
kemampuan analisis yang tinggi dan juga dapat menciptakan rasa ingin tahu akan ilmu secara lebih mendalam
(Vincinzo & Astriani, 2022). Guru juga dituntut untuk membimbing siswa supaya dapat meluruskan suatu
konsep pembelajaran yang akan disampaikan. Hal itu karena, arahan dari guru adalah kunci utama yang harus
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ilma dan Lutfi (2020) dilakukan praktikum oleh peserta didik
yang diarahkan dalam mempraktekkan PhET dan melakukan eksperimen dengan media aplikasi PhET pada
materi struktur atom dan sistem periodik. Penelitian tersebut mendapatkan hasil berupa aspek peserta didik
yang telah diamati, diantaranya aktivitas yang relevan dan aktivitas yang tidak relevan. Hasil penelitian tersebut
mengatakan bahwa aktivitas yang relevan memiliki persentase tinggi dengan nilai sebesar 92,59%. Adapun
aktivitas yang tidak relevan memperoleh persentase yang rendah yaitu hanya sebesar 7,41%. Persentase kedua
aspek peserta didik yang telah diamati tersebut menunjukkan bahwa jumlah peserta didik yang relevan lebih
tinggi dibanding peserta didik yang tidak relevan. Peserta didik yang relevan adalah peserta didik yang
digolongkan sebagai peserta yang aktif selama proses pembelajaran. Hal itu menunjukkan bahwa antusias
peserta didik dalam proses pembelajaran menggunakan aplikasi PhET sangat tinggi, didukung dengan fakta
bahwa anak dapat menyimpulkan materi diakhir proses pembelajaran secara tepat dan benar. Pemahaman siswa
akan materi menggunakan aplikasi PhET juga didukung dengan penyampaian pendidik yang baik dan runtut
sehingga peserta didik dapat membantu pemahaman peserta didik pada materi. Penelitian tersebut
menempatkan aplikasi PhET sebagai media pembelajaran visual bagi peserta didik dibantu dengan lembar kerja
penggunaan teknologi elektronik untuk menyusun dan melibatkan peserta didik dalam aktivitas pembelajaran.
Ini dapat mencakup penggunaan platform digital, aplikasi, atau alat pembelajaran online yang memungkinkan
2. Akses Fleksibel : Peserta didik dapat mengakses LKPD berbasis komputer dari mana saja dan kapan saja dengan
3. Umpan Balik Cepat : Guru dapat memberikan umpan balik langsung melalui platform digital, memungkinkan
4. Personalisasi Pembelajaran : Mempungkinkan adopsi model pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan
5. Pemantauan Progres: Memudahkan pemantauan progres peserta didik dan membantu guru dalam
1. Ketergantungan pada Teknologi : Keberhasilan implementasi bergantung pada ketersediaan dan kehandalan
2. Kesenjangan Akses : Peserta didik yang tidak memiliki akses ke perangkat komputer atau koneksi internet
3. Ketidakamanan Data : Risiko terkait keamanan data, seperti potensi pencurian data atau pelanggaran privasi,
4. Kurangnya Interaksi Manusia : Terlalu banyak fokus pada teknologi dapat mengurangi interaksi manusia yang
5. Pelatihan Guru: Diperlukan pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk guru agar dapat memaksimalkan
Penting untuk merancang dan menerapkan LKPD berbasis komputer dengan mempertimbangkan kebutuhan
dan kondisi di lingkungan pendidikan, serta memastikan adopsi yang berkelanjutan dan inklusif.
KESIMPULAN
Lembar kerja peserta didik berbasis komputer dapat memberikan keuntungan dalam hal efisiensi,
aksesibilitas, dan pelacakan kemajuan. Ini memungkinkan pengajar untuk secara lebih cepat menilai dan
memberikan umpan balik kepada siswa, sementara juga memberikan fleksibilitas dalam penyampaian materi
pembelajaran. Namun, penting untuk memastikan bahwa penggunaan teknologi tersebut tidak mengorbankan
interaksi sosial dan pengembangan keterampilan interpersonal siswa. Serta penerapan lembar kerja peserta didik
berbasis komputer memiliki potensi besar dalam meningkatkan efisiensi pembelajaran, pemantauan kemajuan,
dan umpan balik. Ini juga dapat meningkatkan aksesibilitas terhadap materi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Deri, dan Diana O. (2015). Pengembangan Lembar Kerja Siswa Pembelajaran Learning Cycle 5E Materi Pengelolaan
Lingkungan di SMP 11 Semarang. Semarang: Fakultas MIPA.
Diniaty A., dan Atun S. (2015). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (Lkpd) Industri Ke Kecil Kimia
Berorientasi Kewirausahaan Untuk Smk. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA. 1 (1). 41-50.
Hidayat, R., Hakim, L., dan Lia, L. (2019). Pengaruh Model Guided Discovery Learning Be Berbantuan Media
Simulasi PhET Terhadap Pemahaman Konsep Fisika Peserta didik. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika. 7 (2).
97-102.
Ilma, K., dan Lutfi, A. (2020). Penerapan PhET Sebagai Media Pembelajaran Struktur Atom Dan Sistem
Periodik Di Smk Nahdlatul Ulama Sugio Lamongan. UNESA Journal of Chemical Education. 9 (3). 309–
316.
Nurhayati, F. S. (2014). Penerapan Metode Demonatrasi Berbantu Media Animasi Software PhET Terhadap Hasil
Belajar Siswa Dalam Materi Listrik Dinamis Kelas X Madrasah Aliyah Negeri Pontianak. Jurnal Pendidikan
Fisika Dan Aplikasinya. 3 (2). 1-7.
Pratama, A. P. (2021). Pengaruh Pembelajaran Daring Terhadap Motivasi Belajar Siswa. Mahaguru: jurnal
pendidikan guru sekolah dasar. 2 (1). 88–95.
Pratowo A., dan Lestari E. (2018). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik Berbasis Eksperimen IPA Kelas
V SD. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Lampung : URIL PRESS.
Rizki, M. P., Sakdiah, H., dan Ginting, F. W. G. (2023). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Berbasis
Guided Discovery Learning Menggunakan Simulasi Physics Education Technology (PhET) Pada Materi Listrik
Dinamis Kelas XII. Relativitas: Jurnal Riset Inovasi Pembelajaran Fisika. 6 (1). 31-40.
Rofiah N. H. (2014). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Berbasis KIT Untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Dasar IPA di SD/MI. Jurnal Al-Bidayah. (6) 2. 123- 131.
Saputra, R. S. D. (2020). Pengaruh Penggunaan Media Simulasi PhET Terhadap Hasil Belajar Fisika. J. Pijar MIPA.
15 (2). 110-115.
Simanjuntak, M.P. dan Ramadhani, D. (2018). Pengaruh Model Problem Based Learning Be Berbantuan Simulasi
Komputer dalam Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kreatif Siswa. Jurnal Inovasi Pembelajaran Fisika
(INPAFI). 6 (3). 1-8.
Vincinzo, V. R. P., dan Astriani, D. (2022). Pemanfaatan Media E-Learning Edlink Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Sistem Pencernaan Manusia. Pensa. E-Jurnal Pendidikan
Sains. 10 (2). 2-7.