Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Model Pembelajaran Role Playing (model bermain peran)
a Pengertian
Role playing atau bermain peran menurut Zaini, dkk (2008:98) adalah
suatu aktivitas pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-
tujuan pendidikan yang spesifik. Prinsip bermain peran adalah untuk memerankan
peran-peran yang ada didunia nyata ke dalam pertunjukkan peran di dalam kelas,
yang kemudian dijadikan bahan refleksi siswa yang lain memberikan penilaian
terhadap pemeran. Sementara itu Role Playing menurut Huda (2013:209) adalah
suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi
dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan
siswa dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda mati. Berdasarkan
pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa Role playing adalah pembelajaran
yang disusun dengan melibatkan siswa untuk memerankan diri sebagai tokoh agar
tujuan pembelajaran tercapai.
Model pembelajaran Role Playing ini pada umunya dilakukan lebih dari
satu orang, tergantung pada apa yang diperankan. Model ini menuntut adanya
interaksi dalam pembelajaran. Menurut Van Ments dalam Zaini dkk (2008:100)
hasil dari interaksi pembuat peran dengan skenario, individu-individu, atau teman
lain dalam kelas, atau kedua-duanya belajar sesuatu tentang seseorang, problem
dan/atau situasi yang spesifik dari bidang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
model role playing merupakan model pembelajaran termasuk rumpun sosial yang
menekankan individu dengan orang lain atau masyarakat.
b Langkah-langkah model pembelajaran Role Playing
Menurut Huda (2013:209-210) langkah-langkah model pembelajaran role
playing sebagai berikut :
1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
2. Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu
beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar.

5
6

3. Guru membentuk kelompok siswa yang masing-masing beranggotakan 5


orang.
4. Guru memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
5. Guru memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario
yang sudah dipersiapkan.
6. Masing-masing siswa berada dikelompoknya sambil mengamati skenario yang
sedang diperagakan.
7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja
untuk membahas atau member penilaian atas penampilan masing-masing
kelompok.
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
9. Guru memberikan kesimpulan dan evaluasi secara umum.

Langkah-langkah model pembelajaran role playing secara garis besar yaitu


pertama guru menyiapkan skenario pembelajaran, kedua guru menunjuk beberapa
siswa untuk mempelajari skenario tersebut, ketiga guru membentuk kelompok
siswa, keempat guru menyampaikan kompetensi, kelima guru menunjuk siswa
untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya, keenam kelompok siswa
membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, ketujuh presentasi hasil kelompok,
dan yang kedelapan guru memberikan bimbingan dalam penarikan kesimpulan
dan refleksi.
c Kelebihan dan kelemahan model Role Playing
Role playing memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan role playing
yaitu (Huda, 2010:210-211) :
1. Dapat memberi kesan pembelajaran yang kuat dan tahan lama dalam ingatan
siswa.
2. Bisa menjadi pengalaman belajar menyenangkan yang sulit dilupakan.
3. Membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusiastis.
4. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta
menumbuhkan rasa kebersamaan.
7

5. Memungkinkan siswa untuk terjun langsung memerankan sesuatu yang akan


dibahas dalam proses belajar.
Selain kelebihan, role playing juga memiliki kelemahan. Kelemahan role
playing yaitu:
1. Banyaknya waktu yang dibutuhkan.
2. Kesulitan menugaskan peran tertentu kepada siswa jika tidak dilatih dengan
baik.
3. Ketidakmungkinan menerapkan rencana pembelajaran jika suasan kelas tidak
kondusif.
4. Membutuhkan persiapan yang benar-benar matang yang akan menghabiskan
waktu dan tenaga.
5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui strategi ini.
2.1.2 Keaktifan
PAKEM merupakan strategi pembelajaran untuk mengembangkan
pemahaman siswa yang menekanan belajar sambil bekerja. Aktif adalah
komponen dari PAKEM. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka yang
mendominasi aktifitas pembelajaran dan bukan guru yang mendominasi. Menurut
Asmani (2011:60) aktif merupakan proses didalam pembelajaran dimana guru
harus menciptakan suasana sedemikian rupa, sehingga siswa aktif bertanya,
mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Jika pada kegiatan pembelajaran
tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif, maka
pembelajaran bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif siswa sangat
penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif. Menurut Glasgow
dalam Asmani (2011:66) berpendapat bahwa siswa aktif adalah siswa yang
bekerja keras untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam proses
belajarnya sendiri, ketika pembelajaran siswa mengambil peran yang dinamis
dalam mengetahui, memutuskan, dan melakukan sesuatu.
Siswa yang aktif akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
dan akan terbentuk lingkungan belajar aktif. Pembelajaran Aktif adalah suatu
pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif (Zaini dkk,
2008:xiv). Ketika siswa belajar dengan aktif, secara tidak langsung mereka secara
8

aktif menggunakan otak. Unsur yang terdapat dalam pendekatan ini dengan
mengganti peran guru yang semula selalu di depan kelas dan mempresentasikan
materi pelajaran. Guru hanya sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.
Selain itu suasana belajar juga berperan penting untuk terciptanya pembelajaran
yang aktif. Menurut Asmani (2011:77) suasana belajar yaitu suasana yang dapat
membuat siswa melakukan pengalaman, interaksi, komunikasi, dan refleksi.
1. Pengalaman
Anak akan belajar banyak melalui berbuat dan pengalaman dengan cara
mengaktifkan lebih banyak indra daripada hanya melalui mendengarkan saja.
2. Interaksi
Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila terjadi dalam suatu
interaksi dengan orang lain.
3. Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan perasaan baik lisan maupun tertulis merupakan
kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengungkapkan dirinya untuk mencapai
kepuasan. Pengungkapan pikiran baik dalam rangka mengemukakan gagasan
sendiri maupun menilai gagasan orang lain, akan memantapkan pemahaman
seseorang tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari.
4. Refleksi
Bila seseorang mengungkapkan gagasannya kepada orang lain dan mendapat
tanggapan, maka orang itu akan merenungkan kembali (refleksi) gagasannya
tersebut. Kemudian melakukan perbaikan sehingga memiliki gagasan yang lebih
baik lagi. Refleksi dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi dari komunikasi.
Umpan balik dari guru atau siswa lain terhadap hasil kerja seorang siswa, berupa
pertanyaan yang menantang, membuat siswa berpikir dan terpacu untuk
melakukan refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari.
Suasana belajar yang menciptakan siswa aktif dapat dilihat dari berbagai
aspek yaitu pengalaman siswa dalam pembelajaran, interaksi siswa dengan siswa
lain maupun siswa dengan guru, komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran,
dan refleksi yang didapat baik dari siswa lain maupun dari guru.
9

Menurut Asmani (2011:92) siswa dikatakan aktif apabila memenuhi


kriteria berikut ini:
1. Membangun konsep bertanya
2. Bertanya
3. Bekerja, terlibat, dan berpartisipasi
4. Menemukan dan memecahkan masalah
5. Mengemukakan gagasan
6. Mempertanyakan gagasan
Menilai keaktifan siswa dapat dilakukan dengan cara observasi langsung
pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian keaktifan yang
dimaksud dalam penelitian ini yaitu tingkah laku siswa pada saat pembelajaran
atau keikusertaan siswa dalam pembelajaran.
2.1.3 Hasil Belajar
Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu
dilakukan evaluasi, tujuannya untuk mengetahui hasil yang diperoleh siswa
setelah proses belajar mengajar. Menurut Sudjana (2011:22) hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Hasil belajar memiliki peran penting dalam proses pembelajaran.
Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru
tentang kemajuan siswa melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi
tersebut, guru dapat menyusun kegiatan siswa lebih lanjut baik untuk individu
maupun seluruh siswa.
Menurut Winkel dalam Purwanto (2010:45), mengemukakan bahwa “hasil
belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan
tingkah lakunya”. Penekanan dari pendapat Winkel dalam Purwanto ini yaitu hasil
belajar adalah perubahan sikap dan tingkah laku. Pendapat Benyamin Bloom
dalam Sudjana (2011:22) membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yakni ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan
hasil belajar merupakan hasil dari proses kegiatan belajar siswa dalam mengikuti
pembelajaran untuk mencapai kompetensi aspek kognitif yang dinyatakan dalam
10

bentuk nilai, aspek afektif menunjukkan sikap siswa dalam proses pembelajaran,
dan aspek psikomotoris yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan
bertindak siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
tujuan pendidikan. Alat yang digunakan untuk mengukur hasil belajar dapat
melalui tes. Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),
dalam bentuk bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk tes perbuatan (tes
tindakan) (Sudjana, 2011:35). Terdapat dua jenis tes yaitu tes uraian terdiri dari
uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian berstruktur. Terdapat juga tes objektif
terdiri dari pilihan benar salah, tes pilihan berganda, menjodohkan, dan isian
pendek. Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes formatif pada
pertemuan kedua tiap siklusnya. Bentuk tes terdiri dari tes pilihan ganda dan
uraian.
Hasil belajar tidak hanya dinilai oleh tes, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-
alat nontes. Menurut Sudjana 2011:67 alat-alat nontes yang sering digunakan
adalah kuesioner dan wawancara, skala, observasi, studi kasus, dan sosiometri.
Penelitian ini juga menggunakan nontes dalam menilai hasil belajar yang berupa
observasi. Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan
untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan
yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi
buatan (Sudjana, 2011:84).
Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrument butir-
butir soal apaila cara pengukurannya menggunakan tes, apabila pengukurannya
dengan cara mengamati atau mengobservasi akan menggunakan instrument
lembar pengamatan.
Instrumen sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian
tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki siswa harus valid, artinya
instrumen ini adalah instrumen yang dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Maka perlu digunakan kisi-kisi untuk ketercapaian tujuan pembelajaran. Membuat
11

kisi-kisi yang berisi tentang perincian SK/KD dan Indikator. Jenis instrumen yang
akan digunakan mengukur setiap indikator yang bersangkutan. Indiator dalam
kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Kisi-
kisi merupakan format soal yang menggambarkan disttribusi item untuk berbagai
topic atau pkok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indicator, dan jenjang
kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan sebagai pedoman
menulis soal menjadi perangkat tes. Format kisi-kisi soal berisi antara lain
Identitas sekolah, Kompetensi Dasar, Indikator, proses berfikir, tingkat kesukaran,
dan bentuk instrumen.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan hasil belajar yang dimaksud
dalam penelitian adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes formatif.
2.1.4 Mata Pelajaran IPS
2.1.4.1 Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang
ilmu-imu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, dan hukum.
Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar fenomena sosial yang
mewujudkan satu interdisipliner dari cabang-cabang ilmu sosial. Alasan
mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar adalah sebagai berikut:
a Agar siswa dapat mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan
yang telah dimiliki menjadi lebih bermakna.
b Agar siswa dapat lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial
secara rasional dan bertanggung jawab.
c Agar siswa dapat mempertinggi toleransi dan persaudaraan di lingkungan
sendiri dan antarmanusia.
Jadi IPS adalah ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep
pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial yang keduanya diolah berdasarkan prinsip
pendidikan.
2.1.4.2 Tujuan IPS
Menurut BSNP (2006:175) mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut:
12

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan


lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
2.1.4.3 Ruang Lingkup IPS
Mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1. Manusia, tempat, dan lingkungan
2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan
3. Sistem sosial dan budaya
4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
2.1.4.4 Arah Pengembangan Pelajaran IPS
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran
dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.

2.1.5 Hubungan IPS dan Model Pembelajaran Role Playing


Pembelajaran merupakan usaha guru menciptakan kondisi yang
memudahkan siswa untuk belajar sehingga menguasai kompetensi secara optimal.
Dalam pembelajaran IPS guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang
meyenangkan dalam mengajarkan IPS pada siswanya. Dalam pembelajaran guru
berperan sebagai pembimbing daripada pemberi informasi saja.
Role playing merupakan model pembelajaran sebagai bagian simulasi
yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa yang
aktual, atau kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Cara ini
merupakan upaya yang efektif untuk meningkatkan tanggung jawab saat
melakonkan peran. Bentuk tanggung jawab siswa dalam melakonkan peran adalah
13

dengan menjadi tokoh yang dia lakonkan dengan sungguh-sungguh. Dengan


keseriusan siswa saat melakonkan peran, maka akan membuat siswa menguasai
materi tersebut. Oleh karena itu tanggung jawab siswa merupakan hal penting
untuk tercapainya tujuan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keaktifan
dan hasil belajar siswa.
Maka dapat disimpulkan bahwa model role playing dapat meningkatkan
hasil belajar dan keaktifan siswa pada mata pelajaran IPS, karena didalamnya
memberikan kesempatan pada siswa untuk mendalami materi melalui peran yang
dilakonkannya.
2.2 Kajian Yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian orang lain yang relevan
dijadikan titik tolak penelitian kita dalam mencoba melakukan pengulangan,
merevisi, memodifikasi dan sebagainya. Berdasarkan skripsi Penelitian Tindakan
Kelas yang telah dilaksanakan oleh Nila Selfia Hidayah S1 Program Studi Guru
Sekolah Dasar dengan judul “Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa
Mata Pelajaran IPS Pokok Bahasan Jenis Pekerjaan Dengan Menggunakan
Metode Bermain Peran Pada siswa Kelas III SDN Kemuning Lor 02 Panti
Jember Tahun Pelajaran 2011/2012”. Pada penelitian ini, aktivitas belajar siswa
meningkat dari pra siklus yang hanya 53.3% atau 14 siswa dari 27 siswa yang
aktif menjadi 80,7% atau 22 siswa pada siklus I, kemudian meningkat menjadi
97% atau 26 siswa aktif pada siklus II. Hasil ketuntasan belajar juga mengalami
peningkatan dari 81% atau 22 siswa pada siklus I menjadi 92% atau 25 siswa pada
siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Role
Playing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas III SDN
Kemuning Lor 02 Panti Jember.
Skripsi yang dilakukan oleh Rahayu Sinanglingtyas tentang “Penerapan
Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa
Kelas V Dalam Pembelajaran PKn Pokok Bahasan Bentuk-Bentuk Keputusan
Bersama Di SDN Tukum 01 Lumajang”. Penerapan Role Playing meningkatkan
aktivitas belajar siswa dari 46 siswa pada pra siklus 52% atau 24 siswa yang aktif
menjadi 78,80% atau 36 siswa pada siklus I, kemudian meningkatkan menjadi
14

85,65% atau 39 siswa pada siklus II. Peningkatan pada hasil belajar juga menjadi
baik yang dibuktikan dengan ketuntasan pada pra siklus 56% atau 26 siswa
meningkat menjadi 76% atau 35 siswa pada siklus I, kemudian meningkat
menjadi 89% atau 41 siswa pada siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa model Role Playing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa
kelas V SDN Tukum 01 Lumajang.
Berdasarkan skripsi Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh
Lusiana Indah tentang “Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas V
Dalam Pembelajaran IPS Pokok Bahasan Usaha Dan Kegiatan Ekonomi Di
Indonesia Menggunakan Metode Bermain Peran (Role Playing) Di SDN
Purwosari 03 Jember Tahun Pelajaran 2011/2012”. Penerapan Role Playing
meningkatkan aktivitas belajar siswa dari 24 siswa yang pada siklus I adalah
60,6% atau 14 siswa yang aktif menjadi 84,4% atau 20 siswa pada siklus II.
Peningkatan pada hasil belajar juga menjadi baik yang dibuktikan dengan
ketuntasan 70,8% atau 17 siswa pada siklus I meningkat menjadi 87,5% atau 21
siswa pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pembelajaran IPS
melalui Role Playing dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran.
Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan peneliti di atas, maka
dengan menggunakan model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa. Dengan analisis tersebut maka peneliti
melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Role Playing pada
pelajaran IPS untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Permasalahan dalam pembelajaran yang dihadapi guru SD karena guru
memilih model yang kurang bervariasi. Model-model pembelajaran sangat
penting dikuasai guru, karena setiap sajian pembelajaran harus jelas arahnya
sehingga materi ajar mudah dipahami peserta didik. Hal itu dapat diperlihatkan
jika guru menggunakan suatu model yang sesuai dengan sintak-sintak model
pembelajaran tersebut. Dengan menguasai model-model pembelajaran guru dapat
melakukan inovasi dalam penyajian materi pembelajaran dan dapat memotivasi
peserta didik untuk mengeksplorasi materi yang dipelajari. Guru dapat
15

mengaitkan materi yang terdapat dalam kurikulum dengan kondisi lingkungan


atau sesuai dengan dunia nyata sehingga siswa merasa pembelajaran lebih
bermakna, karena siswa menjadi aktif dalam pembelajaran dan diharapkan pula
terjadi peningkatan hasil belajar. Kerangka berpikir yang dipakai seperti yang
terpapar pada gambar 2.1 berikut :

Guru Siswa
Kondisi
awal Guru belum Keaktifan dan
menerapkan hasil belajar
model Role IPS rendah
Playing

Mengikuti
pembelajaran
Keaktifan
dengan model
Model Role Playing
Role
Playing
Siswa
Hasil Belajar memahami
pembelajaran
IPS dengan
Role Playing

Melalui model Role


Kondisi Playing, diharapkan
akhir meningkatkan
keaktifan dan hasil
belajar siswa

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir Penggunaan Model Role Playing untuk Meningkatkan
Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa
16

2.4 Hipotesis Tindakan


Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis/dugaan sementara: jika penggunaan model Role Playing
dalam pembelajaran IPS dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka diduga
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas V SD Salatiga 5.

Anda mungkin juga menyukai