Anda di halaman 1dari 10

A.

Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di gunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum dan
lain-lain. Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam
mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan
pembelajaran tercapai.[1]

Adapun Soekamto, dkk mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah “kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi paraperancang pembelajaran
dan parapengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Dengan demikian, aktivitas
peembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau
prosedur. Model pengajaran mempunyai empat cirri khusus yang tidak dimiliki strategi, metode atau
prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:

1. Rasional teoritis logis yang di susun oleh para pencipta atau pengembangnya;

2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan
di capai)

3. Tingkah laku mengajar yang di perlukan agar model tersebut dapat di laksanakan dengan
berhasil;

4. Lingkungan belajar yang di perlukan agar tujuan pembelajaraan itu dapat tercapai.

Menurut Khabibah, bahwa untuk melihat tingkat kelayakan suatu model pembelajaran untuk aspek
validitas di butuhkan ahli dan praktisi untuk memvalidasi model pembelajaran yang di kembangkan.
Sedangkan untuk aspek kepraktisan dan evektivitas di perlukan suatu peerangkat pembelajaaran untuk
melaksanaakan model pembelajaraan yang di kembangkan. Sehingga untuk melihat dua aspek itu perlu
di kembangkan suatu perangkat pembelajaran untuk suatu topic tertentu yang sesuai dengan model
pembelajaran yang di kembangkan. Selain itu dikembangkan pula instrument penelitian yang sesuai
dengan tujuan yang di inginkan.[2]

Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus di pilih model pembelajaran yang
paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model
pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya, materi pembelajaraan, tingkat
perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, shingga tujuan peembelajaran
yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Dengan demikian, merupakan hal yang sangat peenting bagi para pengajar untuk mempelajari dan
menambah wawasan tentang model peembelajaran yang telah diketahui. Karena dengan menguasai
beberapa model pembelajaran, maka seorang guru dan dosen akan merasakan adanya kemudahan di
dalam pelaksanaan pembelajaran dikelas, sehingga tujuan pembelajaran yang hendak kita capai dalam
proses pembelajaran dapat tercapai dan tuntas sesuai yang di harapkan.
B. Macam-Macam Model Pembelajaran

1. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning)

a. Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual

Pembelajar konteksual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang dapat
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.[3]

Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi
akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi
kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya.

Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan
belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat
konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba,
melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi
produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses.

Pada intinya penngembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan
melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermkna, apakah
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterangan baru yang akan dimilikinya.

2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.

3. Mangembangakan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanya-pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya


jawaban, dan lain sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan
media yang sebenarnya.

6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.

7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap
siswa.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Konsep Dasar pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari
empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.[4] Pada hakikatnya
cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Nurulhayati, mengemukakan lima unsur dasar model
cooperative learning, yaitu:

1. Ketergantungan yang positif,

2. Pertanggungjawaban individual,

3. Kemampuan bersosialisasi,

4. Tatap muka,

5. Evaluasi proses kelompok.

Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni :

1. Cooperative task atau tugas kerja sama.

2. Cooperative incentive structure, atau struktur intensif kerja sama.

b. Model-model Pembelajaran Kooperatif

1) Model Student Teams Achievement Division (STAD)

Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Dalam
STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis
kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan sisa-siswa di dalam kelompok memastikan
bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut.

Slavin memaparkan bahwa: “gagasan utama dibelakang STAD adalah memacu siswa agara saling
mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru”. STAD
merupakan suatu metode generik tentang pengaturan kelas dan bukan metode pengajaran
kooprehensif untuk subjek tertentu, guru menggunakan materi mereka sendiri untuk menambah atau
mengganti materi-materi ini.

2) Model Jigsaw

Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas.

Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik
beratkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil.[5] Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:

a) Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang.

b) Tiap orang dalam tim diberi matrri tugas yang berbeda.

c) Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru
(kelompok ahli).

d) Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan
kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai.
e) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.

f) Pembahasan.

g) Penutup.

3) Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Strategi belajar kooperatif GI dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv,
Israel.

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat dipakai guru untuk mengembangkan
kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang
untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan
berorientasi menuju pembentukan manusia sosial.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe group investigation adalah :

a) Membagi siswa ke dalam kelompok kecilyang terdiri dari ± 5 siswa.

b) Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis.

c) Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompok secara
bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.

4) Model Struktural

Menurut pendapat Spencer dan Miguel Kagan, bahwa terdapat eman komponen utama di dalam
pembelajaran kooperatif tipe pendekatan struktural diantaranya, yaitu:

a) Struktur dan Konstruktur yang berkaitan

b) Prinsip-prinsip Dasar

Empat prinsip dasar dalam model struktural, yaitu: intrraksi serentak, partisipasi sejajar,
interdependensi positif, dan akuantibilitas perseorangan.

3. Model pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan
untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala
sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah
sebagai berikut :[6]

a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar,

b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak
terstruktur,

c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective),

d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang
kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar,
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama,

f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber


informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM,

g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif,

h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemcahan masalah sama pentingnya dengan


penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan,

i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar, dan

j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

4. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembangunan suatu negara. Pendidikan
mempunyai peranan penting dalam memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Upaya
peningkatan kualitas pendidikan yang sesuai dengan perkembangan jaman dan teknologi dapat
meningkatkan martabat Indonesia di mata dunia. Peningkatan dan pembaharuan di dalam bidang
pendidikan harus terus dilakukan agar tujuan utama dari pendidikan nasional Indonesia dapat tercapai.
Peningkatan tersebut dapat dilakukan dalam bidang pembaharuan model pembelajaran maupun
pembaharuan dalam bidang teknologi media pembelajaran yang digunakan.[7]

Proses pembelajaran sampai saat ini masih memiliki banyak permasalahan. Banyak faktor yang
mempengaruhi keaktifan dan hasil belajar siswa di kelas. Ketidaktertarikan pada mata pelajaran, siswa
yang merasa cepat bosan karena metode pembelajaran yang kurang menarik, partisipasi siswa yang
kurang dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran dan tidak adanya variasi dalam penyampaian materi
pembelajaran. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut guru dapat menggunakan metode dan
model pembelajaran yang dapat dipadukan dengan media pembelajaran inovatif untuk meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa.

Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) berbantuan media moviemendorong siswa untuk
menganalisis masalah, mencari informasi, menyusun hipotesis, serta memecahkan masalah dengan
bantuan tayangan video maupun film dalam mengidentifikasi suatu permasalahan.

Kelebihan model pembelajaran PBI berbantuan media movie yang diadaptasi dari Ibrahim dan Nur yaitu
mampu meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran, mendorong kerjasama dalam menyelesaikan
masalah, mendorong siswa melakukan pengamatan dan dialog dengan orang lain, melibatkan siswa
dalam penyelidikan pilihan sendiri. Hal ini memungkinkan siswa untuk menjelaskan serta membangun
pemahamannya sendiri mengenai fenomena tersebut. Selain itu, kelebihan model pembelajaran PBI
berbantuan media movie adalah membantu siswa untuk pembelajaran mandiri. Bimbingan guru kepada
siswa secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari penyelesaian masalah mereka sendiri. Dengan begitu siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas
mereka secara mandiri dalam kehidupan kelak.

5. Model Pembelajaran Berbasis Komputer

Pemanfaatan komputer dalam bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran sebenarnya


merupakan mata rantai dari sejarah teknologi pembelajaran. Sejarah pembelajaran berbasis komputer
dimulai dari munculnya ide-ide untuk menciptakan perangkat teknologi terapan yang memungkinkan
seseorag melakukan proses belajar secara individual dengan menerapkan prinsip-prinsip didaktik-
metodik tersebut.

Mesin mengajar pada mulanya diciptakan oleh Pressey untuk melakukan tes terhadap kemampuan yang
dicapai dari hasil belajar. Cara kerja mesin tersebut adalah:

a. Bahan disusun dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda dengan empat kemungkinan jawaban,
dengan satu diantaranya dalah kemungkinan jawaban yang benar,

b. Testee membaca soal tes pada layar display dan memilih alternatif jawaban yang benar dari
satu soal,

c. Dengan menekan tombol alternatif jawaban yang benar, bila yang ditekan adalah alternatif
jawaban yang benar, maka pada layar display akan muncul soal tersebut. Tetapi bila salah, maka akan
memberikan respon dengna cara tidak memunculkan soal berikutnya.

b. Pembelajaran berdasarkan komputer sangat dipengaruhi oleh teori belajar kognitif model
pemrosesan informasi (information processing model), yang mulai berkembang pada tahun 60 sampai
70-an. Model ini memuncukan konseptualisasi dari sistem memori pada komputer.

6. Model PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan)

PAKEM merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam bertindak untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Dengan pelaksanaan pembelajaran PAKEM, diharapkan berkembangnya berbagai
macam inovasi kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang partisipasif, aktif,
kreatif dan ,menyenagkan.[8]

Dalam model PAKEM ini, guru dituntut untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat
melibatkan siswa melalui partisipatif, aktif, kreatif, dan menyenangkan yang pada akhirnya membuat
siswa dapat menciptakan membuat karya, gagasan, pendapat, ide atas hasil penemuannya dan
usahanya sendiri, bukan dari gurunya.

7. Model Pembelajaran Berbasis WEB (E-Learning)

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa semua pelajaran dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
internet dan selama proses belajar dirasakan terjadi oleh yang mengikutinya, maka kegiatan itu dapat
disebut sebagai pembelajaran berbasis web. Kemudian, yang ditawarkan oleh teknologi ini adalah
kecepatan dan tidak terbatasnya tempat dan waktu untuk mengakses informasi. Kegiatan belajar dapat
dengan mudah dilakukan oleh peserta didik kapan saja dan di mana saja dirasakan aman oleh peserta
didik tersebut. Batas ruang, jarak, dan waktu tidak lagi menjadi masalah yang rumit untuk dipecahkan.

Monitoring proses dalam pembelajaran berbasis web lebih sulit daripada di ruang kelas. Menyediakan
bahan belajar online tidak cukup. Diperlukan sebuah desain intruksional sebagai model belajar yang
mengudang sejumlah (sama banyak dengan kegiatan di ruang kelas) peserta didik untuk terlibat dalam
berbagai kegiatan belajar.
8. Model Pembelajaran Tematik

Model pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan
tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalamanbermakna kepada
siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami konsep-konsep
yang mereka pelajari mulai pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang
telah dipahaminya. Fokus perhatian dalam pelajaran tematik terletak pada proses yang ditempu siswa
saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk keterampilan yang harus
dikembangkannya.

Dalam pelaksanaannya, pendekatan pembelajaran tematik ini bertolak dari suatu tema yang dipilih dan
dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memperhatikan keterkaitannya dengan isi mata
pelajaran.

C. Pengertian Pembelajaran Inovatif

Pembelajaran inovatif merupakan suatu pemaknaan terhadap proses pembelajaran yang bersifat
komprehensif yang berkaitan dengan berbagai teori pebelajaran modern yang berlandaskan pada
inovasi pembelajaran. Seperti teori belajar konstruktifis dan teori lainnya.

Dari segi definisinya, Pembelajaran inovatif adalah suatu proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa sehingga berbeda dengan pembelajaran pada umumnya yang dilakukan oleh guru
(konvensional). Sudah barang tentu perbedaan ini mengarah pada proses dan hasil yang lebih baik ari
sebelumya. Proses pembelajaran yang selama ini dilaksanakan cenderung mengarah pada penguasaan
hafalan konsep dan teori yang bersifat abstrak. Pebelajaran yang semacam ini akan membuat anak
kurang tertarik dan termotivasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang berakibat pada rendahnya
hasil pembelajaran serta ketidak bermaknaan pengetahuan yang diperoleh oleh siswa. Di samping itu,
pengetahuan yang dipelajari siswa seolah-olah terpisah dari permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
yang dihadapi oleh siswa.[9]

Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada pembelajaran yang bepusat pada siswa. Proses
pembelajaran dirancang, disususun, dan dikondisiskan untuk siswa agar belajar. Dalam pembelajaran
yang berpusat pada siswa, pemahaman konteks siswa menjadi bagian yang sangat penting, karena dari
sinilah seluruh perancangan proses pembelajaran dimulai. Hubungan antara guru dan siswa menjadi
hubungan yang saling belajar dan saling membangun. Otonomi siswa dan subyek pendidikan menjadi
titik acuan seluruh perencanaan dan proses pembelajaran, dengan mengacu pada pembelajaran aktif
dan inovatif.

D. Karakteristik Pembelajaran Inovatif

Model pembelajaran inovatif memiliki karakteristik yang khas, di antaranya guru memiliki keinginan
untuk melakukan perubahan, pemahaman dan keterampilan untuk mencapai tujuan, memahami benar
apa faktor-faktor penunjang, menggunakan strategi atau metode melaksanakan perubahan, dan
mengevaluasi ketercapain tujuan yang ditetapkan dalam perencanaan, karakteristik tersebut meliputi :
[10]
1. Keunggulan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dapat memberikan manfaat atau keuntungan,
bagi penerimanya, yang dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya, prestise sosial, kenyamanan,
kepuasaan dan lainnya

2. Konfirmanilitas/Kompatibel (Compatibility), ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai


(value), pengalaman lalu, dan kebutuhan dari penerima.

3. Kompleksitas (complexity), ialah tingkat kesukaran atau kerumitan untuk memahami dan
menggunakan inovasi bagi penerima.

4. Trialabilitas (Trialability), ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.

5. Dapat diamati (Observability) ialah mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Suatu inovasi
yang hasilnya mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat. Adapun beberapa
kemampuan bidang yang dapat diamati, diantaranya : manajemen pendidikan, metodologi pengajaran,
media pembelajaran, sumber belajar, pelatihan guru, implementasi kurikulum,dll.

E. Model Pembelajaran untuk SD/MI

Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini
merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang.
Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan
berkembang secara optimal.

Karakteristik perkembangan anak pada kelas I, II dan III SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah
mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah
dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat menangkap bola, dapat mengendarai sepeda
roda dua dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun
memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara
lain mereka telah dapat menunjukkan kelakuannya tentang jenis kelaminnya, mulai berkopetisi dengan
teman sebaya, mempunyai sahabat, mampu berbagi dan mandiri.[11]

Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap
orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai
belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD
ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat
terhadap angka dan tulisan, meningkatkan perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab
akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

a. Cara Anak Belajar

Piaget, menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam mengintepretasikan dan
beradaptasi dengan lingkngannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki
struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil
pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut
berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam
pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek).
Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan baru menjadi
seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui
interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat
dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkunngannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin
dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan
lingkungannya.

Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai
menunjukkan perilaku balajar sebagai berikut: (1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari
satu aspek situasi ke aspek situasi lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2)
mulai berfikir secar operasional, (3) mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan
benda-benda, (4) membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah
sederhana dan mempergunakan hubungan sebab akibat, (5) memahami konsep substansi, volume zat
cair, panjang, lebar, luas dan berat.[12]

Memperhatiakan tahapan perkembanngan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah
dasar memiliki tiga ciri, yaitu:

1. Konkrit. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni
yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan
lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar
yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang
sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna dan kebenarannya
lebih dapat dipertanggungjawabkan.

2. Integratif. Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai
suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian khusus.

3. Hierarkis. Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap
mulai dari hal-hal yang sederhana ke yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu
diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi dan cakupan keluasaan serta kedalaman
materi.

F. Menentukan Model Pembelajaran Sd/Mi Yang Tepat

Menggunakan model pembelajaran kooperatif , dimana dalam hal ini siswa bekerja sama dengan
temanya yang telah dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan materi yang hendak
dibahas. Memilih model pembelajaran ini karena dapat melatih siswa untuk bekerjasama dengan
kelompoknya. Selain itu siswa juga dituntut untuk berfikir secara mandiri dengan kelomponya,agar siswa
dan kelompok nya dapat memecahkan materi yang telah diberikan guru. Dalam hal ini guru hanya
mengarahkan kepada siswa, kemudian siswa dan kelompoknyalah yang menyelesaikan materi tersebut.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap
pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan
kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil
belajar yang lebih baik. Tiap-tiap model pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan
belajar yang sedikit berbeda.

Pembelajaran inovatif adalah suatu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga
berbeda dengan pembelajaran pada umumnya yang dilakukan oleh guru (konvensional). Inovasi
pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dan harus dimiliki atau dilakukan oleh guru. Hal ini
disebabkan karena pembelajaran akan lebih hidup dan bermakna. Kemauan guru untuk mencoba
menemukan, menggali dan mencari berbagai terobosan, pendekatan, metode dan strategi
pembelajaran merupakan salah satu penunjang akan munculnya berbagai inovasi-inovasi baru.

Anda mungkin juga menyukai