Anda di halaman 1dari 91

PERSEPSI ANGGOTA GEREJA TERHADAP PENGENDALIAN

INTERNAL

(STUDI KASUS PADA GEREJA MARIA RATU ROSARI LEBANG)

SKRIPSI

Disusun oleh:

Hilaria Fortuna

12180391

FAKULTAS BISNIS PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2022

LAMAN JUDUL
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bisnis Program Studi Akuntansi

Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat

Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Akuntansi

Disusun Oleh:

Hilaria Fortuna

12180391

FAKULTAS BISNIS PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2022

2
HALAMAN PENGESAHAN

3
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

4
HALAMAN MOTTO

“No matter how hard the past, I can always begin again - I choose happiness”
-unknown

“Jadikanlah semua makhluk sebagai guru, dan jadikanlah semua tempat sebagai

sekolah. Jangan lihat siapa pembawa pesannya, tapi lihatlah apa pesannya”

-dinatrya

“You can’t force someone to give you closure. So stop torturing yourself waiting

for it. Give it to yourself. You know what happened. You don’t need their

acknowledgment or validation”

-Najwa Zebian

“Berikan saya ketenangan untuk menerima apa yang tidak bisa saya ubah,

keberanian untuk mengubah apa yang bisa saya ubah,

dan kebijaksanaan untuk tahu perbedaan antara keduanya”

-Reinhold Nieburh

“I am not the things my family did, I am not the voices in my head, I am not the

pieces of the brokenness inside, I am light.”

-India Arie

“I focus on what I can control and make peace with what I can’t”

-unknown

5
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

Tuhan Yesus dan alam semesta yang telah memberikan segala anugerah-Nya

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Kedua orang tuaku tercinta, bapak Andi dan ibu Sopianingsih.

Kedua saudaraku, Fortunatus Sandy Febrian dan Gregorius Lunsa.

Dosen pembimbing, bapak Eka Adhi Wibowo, S.E., M.Sc.

Pihak Gereja Maria Ratu Rosari Lebang.

Dan semua sahabat-sahabat saya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan kalian.

6
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

S1 Jurusan Akuntansi pada Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana

Yogyakarta. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit

bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Dr. Perminas Pangeran, SE., M.Si, selaku Dekan Fakultas Bisnis

Universitas Kristen Duta Wacana;

2. Christine Novita Dewi, S.E., M.Acc., Akt., CA., CMA., CPA, selaku ketua

program studi Akuntansi Universitas Kristen Duta Wacana;

3. Eka Adhi Wibowo, S.E., M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan skripsi ini;

4. Pihak Gereja Maria Ratu Rosari Lebang yang telah banyak membantu

dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;

5. Dosen-dosen penguji skripsi;

6. Kedua orang tua saya, bapak Andi, S.H dan ibu Sopianingsih, S.Pd, serta

kakak laki-laki saya Fortunatus Sandy Febrian, dan adik laki-laki saya

Gregorius Lunsa yang selalu memberikan bantuan dukungan material dan

moral;

7
7. Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini;

Berti, Cika, Lilis, Nadya Sipayung, April, Irene, Merri Tarigas, dan Meri

Erania.

8. Keluarga Sangmane: Hendy, Nadya, Odo’, Risto, Ikky, Sem, Retha, Bymo,

Aldiks, Kolo, Cindy dan Marko yang banyak memberikan pengalaman baru

dan pelajaran berharga kepada penulis.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat

bagi pengembangan ilmu.

Yogyakarta, 15 Juli 2022

Hilaria Fortuna

8
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI iv
HALAMAN MOTTO v
HALAMAN PERSEMBAHAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
ABSTRAK xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.5 Kontribusi Penelitian 6
1.6 Batasan Penelitian 6
BAB II LANDASAN TEORI DAN STUDI PUSTAKA 7
2.1 Landasan Teori 7
2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal 7
2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal 8
2.1.3 Pengertian Persepsi 9
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi 9
2.1.5 Religiusitas 10
2.2 Belief System dalam Gereja 11
2.3 Pengembangan Hipotesis 16
2.3.1 Gender dan Persepsi Pengendalian Internal di Gereja 16
2.3.2 Usia dan Persepsi Pengendalian Internal di Gereja 17
2.3.3 Tingkat Pendidikan & Persepsi Pengendalian Internal di Gereja 17
2.3.4 Religiusitas dan Persepsi Pengendalian Internal di Gereja 17
2.4 Model Penelitian 18

9
BAB III METODE PENELITIAN 19
3.1 Data dan Sumber 19
3.1.1 Populasi dan Sampel 19
3.2 Variabel Penelitian 20
3.2.1 Variabel Dependen 20
3.2.2 Variabel Independen 21
3.3 Definisi Variabel dan Pengukurannya 21
3.3.1 Persepsi Anggota Gereja 21
3.3.2 Gender 21
3.3.3 Usia 22
3.3.4 Tingkat Pendidikan 23
3.4 Desain Penelitian 24
3.5 Gambaran Umum Gereja Maria Ratu Rosari Lebang 26
3.6 Teknik Analisis Data Kuantitatif 28
3.6.1 Statistik Deskriptif 28
3.6.2 Uji Validitas 28
3.6.3 Uji Reliabilitas 29
3.7 Pengujian Hipotesis 29
3.7.1 Uji Mann-Whitney 29
3.7.2 Uji Korelasi Rank Spearman 30
3.8 Deskripsi Subjek Data Kualitatif 31
3.8.1 Informan 1 (FW) 31
3.8.2 Informan 2 (YA) 31
3.8.3 Informan 3 (A) 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32
4.1 Data Responden 32
4.2.1 Uji Validitas 33
4.2.2 Uji Reliabilitas 34
4.3 Analisis Data Kualitatif 39
4.3.2 Pengkodean 39
4.4 Interpretasi 44
4.5 Rangkuman 45
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 48
5.1 Kesimpulan 48

10
5.2 Keterbatasan 50
5.3 Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 52
LAMPIRAN 56

11
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Penelitian Terdahulu 14


Tabel 3.1 : Pastor Paroki di Gereja Maria Ratu Rosari Lebang 30
Tabel 3.2 : Pastor Vikaris di Gereja Maria Ratu Rosari Lebang 31
Tabel 3.3 : Umat Gereja Maria Ratu Rosari Lebang 31
Tabel 4.1 : Data Pembagian Kuesioner 36
Tabel 4.2 : Usia 36
Tabel 4.3 : Pendidikan 37
Tabel 4.4 : Gender 37
Tabel 4.5 : Hasil Uji Validitas 38
Tabel 4.6 : Hasil Uji Reliabilitas (Persepsi Pengendalian Internal) 38
Tabel 4.7 : Skala Kuesioner 39
Tabel 4.8 : Hasil Uji Mann-Whitney (X1) 39
Tabel 4.10 : Hasil Uji Korelasi Spearman (X2) 40
Tabel 4.11 : Hasil Uji Korelasi Spearman (X3) 41
Tabel 4.12 : Hasil Uji Korelasi Spearman (X4) 42
Tabel 4.13 : Pertanyaan Wawancara 44
Tabel 4.14 : Rangkuman Hasil Penelitian.................................................... 50
Tabel 4.15 : Rangkuman Temuan Penelitian.............................................. 52

12
“PERSEPSI ANGGOTA GEREJA TERHADAP PENGENDALIAN
INTERNAL
(STUDI KASUS PADA GEREJA MARIA RATU ROSARI LEBANG)”

Hilaria Fortuna
12180391
Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis
Universitas Kristen Duta Wacana
Email: hfortuna21@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami perbedaan


persepsi anggota gereja Maria Ratu Rosari Lebang terhadap pengendalian internal
ditinjau dari faktor gender, usia, tingkat pendidikan dan juga religiusitas. Penelitian
ini menggunakan metode campuran (mix method) dengan strategi eksplanatoris
sekuensial, yaitu penggabungan teknik penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan
data primer. Sampel penelitian ini adalah 134 anggota gereja paroki Maria Ratu
Rosari Lebang. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa gender tidak memiliki
hubungan dengan persepsi anggota gereja terhadap pengendalian internal. Uji
korelasi Rank-Spearman menunjukkan bahwa usia dan religiusitas berhubungan
dengan persepsi individu terhadap pengendalian internal, sedangkan tingkat
pendidikan tidak berhubungan dengan persepsi individu terhadap pengendalian
internal. Metode kualitatif yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan
menggunakan wawancara sebagai teknik pengumpulan data. Hasil wawancara
dengan informan menunjukkan bahwa perlunya peningkatan pengendalian internal
secara teknis agar pengelolaan keuangan gereja lebih optimal.

Kata kunci: Persepsi, pengendalian internal, sistem pengendalian internal gereja,


sacred and belief system, Gereja Maria Ratu Rosari Lebang.

13
“CHURCH MEMBERS PERCEPTIONS ON INTERNAL CONTROL
(CASE STUDY ON THE CHURCH OF MARIA RATU ROSARI
LEBANG)”

Hilaria Fortuna
12180391
Accounting Study Program, Faculty of Business
Duta Wacana Christian University
Email: hfortuna21@gmail.com

ABSTRACT

This research aims to analyze and understand the difference perception of


Church of Maria Ratu Rosari Lebang about internal control system reviewed from
gender, age , level education and religiosity perspective . This research uses mix
method with a sequential explanatory strategy, combining quantitative and
qualitative research techniques with primary data. This research is done to 134
members of Maria Ratu Rosari lebang church . Mann-Whitney test results show
that gender is have no correlation with perception member church to internal
control . Correlation test Spearman-Rank show that age and religiosity correlate
with perception individual to internal control , while level education have no
correlation with perception individual to internal control . Qualitative method is
analysis descriptive with use interview as technique to collecting data . Interview
results show that the internal control for Maria Ratu Rosari Lebang church need
to be improved.

Keywords : perception , internal control , church internal control system, sacred


and belief system, Maria Ratu Rosari Lebang Church

14
BAB I
PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Ditinjau dari sudut pandang akuntansi, jenis organisasi dibagi ke dalam dua

sektor, yakni akuntansi yang berhubungan dengan bisnis yang dikenal dengan

akuntansi sektor privat, dan yang berhubungan dengan organisasi pemerintahan

ataupun nirlaba. Sebagaimana yang kita ketahui jika organisasi adalah untuk

mendatangkan keuntungan, organisasi sektor public ataupun organisasi nirlaba

juga harus menyusun laporan keuangan walaupun dalam pendirian

organisasinya tidak untuk mencari keuntungan (Setiyani & Purwanugraha,

2016).

Keunikan organisasi nirlaba adalah organisasi ini dapat bertahan dan

berkembang tanpa mengandalkan laba, dan sebaliknya mengandalkan dari

sumbangan yang diterima. Karenanya, bertahannya sebuah organisasi nirlaba

dapat terjadi jika ada pengelolaan dan pertanggungjawaban dana yang baik atas

dana yang terkumpul, yakni; transparan dan akuntabel (Lovita & Albert, 2021).

Secara umum organisasi non-profit mempunyai tingkat kompleksitas yang

lebih tinggi dalam menerapkan pengendalian internal yang dimungkinkan juga

dipengaruhi oleh tujuan yang sangat kompleks (Wibowo, 2015). Hall (2015)

menjelaskan jika pada dasarnya pengendalian internal merupakan sekumpulan

kebijakan dan prosedural dalam langkah perlindungan aset ataupun kekayaan

organisasi dari berbagai bentuk tindakan penyelewengan. Ketersedian

informasi akuntansi yang akurat, dan memastikan jika seluruh manajemen

mematuhi ketentuan hukum, serta bagaimana seluruh anggota organisasi

1
mematuhi kebijakan manajemen tidak lepas dari peranan dari keefektifan

pengendalian internal. Pengendalian internal adalah suatu proses yang

dilaksanakan untuk menjadi beberapa tujuan berikut yaitu, memelihara aset,

menjaga catatan dalam detail yang cukup untuk pelaporan aset organisasi yang

tepat dan akurat. Selanjutnya atas laporan tersebut maka menyediakan

informasi yang akurat dan terpercaya, termasuk menyediakan laporan keuangan

dengan kategori yang ditentukan, mendorong dan meningkatkan efisiensi

operasional serta mendorong kepatuhan yang terkait dengan manajerial

(Romney & Steinbart, 2018).

Salah satu bentuk organisasi nirlaba adalah organisasi keagamaan yaitu

Gereja. Gereja sebagai salah satu bentuk organisasi nirlaba merupakan

kehidupan bersama religius kristiani yang berorientasi untuk menyelamatkan

Allah dalam Tuhan Yesus Kristus (Sukoco & Yoder, 2010). Gereja merupakan

lembaga keagamaan yang sakral, jadi dalam aktivitasnya memperlihatkan diri

menjadi lembaga yang suci yang mempunyai standar moral yang tinggi

melampaui organisasi dunia secara umum (Wibowo & Kristanto, 2017). Secara

umum organisasi keagamaan dipersepsikan dengan lembaga yang suci dari

berbagai persoalan finansial, mengingat uang tidak menjadi tujuan utamanya,

terlebih pengelolaan keuangan gereja dipegang oleh individu yang dinilai

menjadi pilihan Tuhan dan mendapatkan kepercayaan dari jemaat untuk

mengatur keuangan gereja (Muller, 2015).

Menurut informasi yang dipublikasikan oleh salah satu media, gereja

merupakan organisasi non profit religi yang diindikasikan terjadi

penyimpangan keuangan dengan nominal Rp 21,6 miliar, yang diperkirakan

2
pelakunya berjumlah dua oknum gereja (www.cnnindonesia.com). Pendapat

dari Kistler (2008) membuktikan jika akuntabilitas yang rendah akan tercipta

dalam menerapkan pengendalian internal gereja, dan menerapkan pengendalian

internal akan sangat bergantung dari penilaian seseorang dalam organisasi

gereja atas pengendalian internalnya.

Pendapat dari Carmona dan Ezzamel (2006) menyatakan jika minimnya

minat akademisi untuk mendalami akuntansi di organisasi keagamaan membuat

kita bingung, karena adanya keunggulan pengaruh lembaga keagamaan pada

kehidupan di masyarakat, baik dalam bidang spiritual ataupun ekonomi. Banyak

sekali akademisi yang memandang jika gereja adalah lembaga suci, jadi mereka

berasumsi jika para penyelenggara gereja merupakan individu-individu yang

sangat terpercaya.

Berdasarkan risiko yang mungkin terjadi di atas, maka penulis tertarik

mengadakan penelitian mengenai persepsi para pengurus dan umat gereja Maria

Ratu Rosari Lebang terhadap pengendalian internal dilihat dari segi gender,

usia, tingkat pendidikan dan religiusitas. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui tingkat pemahaman anggota gereja terhadap pengendalian internal

dan memberikan pemahaman kepada anggota gereja dalam mengamati persepsi

tiap anggota yang berbeda-beda. Gereja Maria Ratu Rosari Lebang adalah suatu

paroki dari gereja Katolik Roma di Keuskupan Sintang yang berpusat di

Lanjing, Desa Gemba Raya, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang.

Paroki Maria Ratu Rosari terletak kurang lebih 49 km dari kota Sintang. Maria

Ratu Rosari adalah hasil pemekaran dari Paroki Kristus Raja, Katedral Sintang

dari tahun 1980. Sebagaimana Paroki Santo Martinus, Kelam, pusat Paroki

3
Lebang pun berlokasi di Kecamatan Kelam Permai, Sintang, Kalbar.

Penggembala dari paroki ini adalah para imam dari kongregasi Serikat Maria

Montfortan.

Perbedaan sudut pandang tiap pengurus maupun umat gereja dapat

berpengaruh terhadap keputusan apakah pengendalian internal di gereja

tersebut dibutuhkan atau tidak. Mengetahui perbedaan persepsi juga bisa

dipakai dalam pertimbangan pengambilan keputusan apabila suatu saat terjadi

perselisihan di dalam gereja. Judul yang penulis ambil untuk penelitian ini yaitu

“ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA GEREJA TERHADAP

PENGENDALIAN INTERNAL”. (Studi Kasus pada Gereja Maria Ratu

Rosari Lebang).

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah gender berkorelasi dengan persepsi anggota gereja terhadap

pengendalian internal?

b. Apakah usia berkorelasi dengan persepsi anggota gereja terhadap

pengendalian internal?

c. Apakah tingkat pendidikan berkorelasi dengan persepsi anggota gereja

terhadap pengendalian internal?

d. Apakah religiusitas berkorelasi dengan persepsi anggota gereja terhadap

pengendalian internal?

4
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Untuk menguji korelasi antara gender dengan persepsi anggota gereja

terhadap pengendalian internal.

b. Untuk menguji korelasi antara usia dengan persepsi anggota gereja

terhadap pengendalian internal.

c. Untuk menguji korelasi antara religiusitas dengan persepsi anggota gereja

terhadap pengendalian internal.

d. Untuk menguji korelasi antara tingkat pendidikan dengan persepsi anggota

gereja terhadap pengendalian internal.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

a. Bagi Organisasi

Memberi masukan dan sumbangsih pemikiran serta memperbanyak

informasi yang bisa digunakan untuk menunjang upaya peningkatan

pengendalian internal yang terdapat di Gereja Maria Ratu Rosari Lebang.

b. Bagi Pembaca

Meningkatkan wawasan dari para pembacanya mengenai organisasi nirlaba

yang dalam hal ini adalah gereja.

c. Bagi Penulis

Sebagai sarana untuk mengaplikasikan berbagai teori di bidang akuntansi

serta menjadi sarana pelatihan kemampuan analisis dari penulis itu sendiri.

5
d. Bagi Ilmu Akuntansi khususnya Sektor Publik

Memperkaya wawasan mengenai sektor publik dan membuktikan tentang

pengaruh persepsi terhadap pengendalian internal pada organisasi nirlaba

khususnya organisasi keagamaan.

e. Bagi Peneliti Selanjutnya

Meningkatkan pengetahuan para pembacanya ataupun menjadi salah satu

bahan referensi ataupun bahan pertimbangan dan pembanding bagi peneliti

yang berminat mengembangkan penelitian selanjutnya dalam hal yang sama

di waktu yang akan datang.

1.5 Kontribusi Penelitian

Menjadi bahan pertimbangan bagi gereja untuk meningkatkan pengendalian

internal. Selain itu, perbedaan pandangan masing-masing anggota gereja bisa

dimanfaatkan sebagai dasar dalam mengambil sebuah keputusan.

1.6 Batasan Penelitian

Supaya dapat membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian, maka

peneliti menentukan batasan supaya fokus penelitiannya tidak kemana-kemana.

Berikut adalah batasan penelitian yang ditentukan:

a. Penelitian sebatas dilakukan di Gereja Maria Ratu Rosari Lebang dan tidak

membandingkan dengan gereja lain.

b. Masalah yang diteliti hanya terbatas pada persepsi anggota gereja terhadap

pengendalian internal.

6
BAB II

LANDASAN TEORI DAN STUDI PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN STUDI PUSTAKA


2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal


Berdasar pada Ikatan Akuntan Indonesia (2002:102), definisi

pengendalian internal adalah sebuah proses yang dilakukan oleh dewan

komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang dirancang untuk

memberi keyakinan yang cukup mengenai pemenuhan 3 kategori tujuan

yakni a) keandalan laporan keuangan, b) efektivitas dan efisiensi operasi,

dan c) ketaatan kepada hukum dan aturan yang ada. Aktivitas pengendalian

menjadi bagian yang melekat dengan aktivitas manajemen secara

menyeluruh. Hal ini senada dengan fungsinya manajemen yakni

perencanaan, implementasi dan pengendalian. Maknanya bahwa seorang

manajer selain melaksanakan perencanaan dan implementasi juga

melaksanakan pengendalian supaya pekerjaan bisa meraih sasaran seperti

yang direncanakan. Pengendalian terintegrasi pada sistem aktivitas dan

satuan kerja sehingga setiap penyelewengan yang ada bisa dilaksanakan

upaya perbaikan oleh satuan lain yang berkaitan. Supaya pekerjaan dapat

dilakukan, harus ada tata cara, pedoman bekerja/sistem dan prosedur

standar yang baku. Pedoman kerja ini merujuk pada aturan pemerintah dan

perusahaan terkait. Sehingga persoalan yang penting ialah apakah pedoman

kerja itu mempertimbangkan aspek pengendalian ataukah tidak.

Pendapat Mulyadi (2013), pengendalian internal ialah struktur

organisasi, metode dan ukuran yang dikoordinasi untuk memelihara

7
kekayaan perusahaan, memeriksa ketelitian dan keandalan data akuntansi,

menunjang efisiensi dan ditaatinya kebijakan manajemen.

Sementara Committee of Sponsoring Organization of the Tread way

Commision (COSO) (2013) mengungkapkan pengendalian internal ialah

proses, yang mendapat pengaruh dari dewan komisaris, manajemen dan

personel perusahaan, yang didesain untuk memberi jaminan yang

terpercaya untuk mewujudkan tujuan perusahaan, yang dikelompokkan

menjadi pelaporan keuangan yang terpercaya, ketaatan kepada hukum dan

peraturan yang ada, serta efisiensi dan efektivitas operasi.

2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal


Pendapat Soemarso (2009:350), pengendalian internal bertujuan

untuk memperoleh data yang tepat dan terpercaya, menjaga kekayaan/aktiva

perusahaan dan menambah efektivitas dari semua anggota perusahaan

sehingga perusahaan bisa beroperasi seperti tujuan yang ditentukan.

Jadi, pengendalian internal yang layak ialah bila meraih tujuan yang

diterangkan di bawah:

1. Keandalan pelaporan keuangan

Manajemen memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan laporan

keuangan. Ia juga memiliki kewajiban hukum dna profesional untuk

meyakinkan bahwa informasi yang disajikan selaras dengan standar

pelaporan, contohnya prinsip akuntansi yang bisa diterima umum.

2. Efisiensi dan efektivitas dari operasional

Pengendalian pada suatu organisasi sebagai alat untuk menghindari

pemborosan atau aktivitas yang tidak penting di semua aspek usaha

8
perusahaan. Hal penting dalam efektivitas dan efisiensi ialah untuk

pengamanan aktiva dan catatan akuntansi.

3. Kepatuhan terhadap hukum yang berlaku

Setiap perusahaan harus menaati hukum dan ketentuan yang ada atau

ditentukan pemerintah. Sebagian tidak berhubungan dengan akuntansi,

contoh hukum perlindungan lingkungan dan hak buruh/pekerja.

Sementara yang berhubungan langsung dengan akuntansi ialah aturan

perpajakan.

2.1.3 Pengertian Persepsi


Sarlito W. Sarwono (2009:24) mengungkapkan yakni proses

penerimaan, penerjemahan, penentuan dan pengaturan informasi indrawi.

Persepsi terjadi sewaktu individu menerima rangsangan dari dunia luar yang

diterima oleh organ bantu dan selanjutnya sampai ke otak.

Dalam persepsi terkandung sebuah proses pada diri untuk

mendalami dan memberikan evaluasi seberapa jauh seorang mengerti pihak

lain. Dalam proses ini kepekaan diri individu atas lingkungan sekelilingnya

akan diketahui. Sudut pandang akan mempengaruhi kesan yang muncul dari

proses persepsi. Listyana & Hartono (2015).

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi


Pendapat Sarlito W. Sarwono (2010:103-106) sejumlah faktor yang

memberi pengaruh pada persepsi ialah:

a. Perhatian, umumnya tidak langsung menerima semua stimulus di sekitar

kita, namun menitikberatkan perhatian pada 1 atau 2 objek saja.

9
Ketidaksamaan fokus perhatian antar pihak inilah akan memicu

ketidaksamaan persepsi.

b. Kesiapan mental individu atas stimulus yang muncul

c. Kebutuhan yakni kebutuhan yang sesaat atau menetap pada seseorang

akan berpengaruh terhadap persepsi individu terkait. Perbedaan

kebutuhan ini akan memicu persepsinya setiap orang.

d. Sistem nilai, yakni sistem nilai yang ada di masyarakat dan

mempengaruhi persepsi

e. Tipe kepribadian, yakni pola kepribadian pada seseorang akan

menciptakan persepsi yang tidak sama. Sehingga proses pembentukan

persepsi mendapat pengaruh dari individu. Persepsinya antar individu

tidak sama dengan persepsinya antar kelompok.

2.1.5 Religiusitas
Religiusitas adalah internalisasi nilai agama pada individu.

internalisasi ini berhubungan dengan kepercayaan kepada ajaran agama

yang tertanam dalam hati ataupun ucapan. Kepercayaan ini selanjutnya

dimanifestasikan dalam tindakan dan perilaku keseharian. Glock dan Stark

memandang memandang dimensi religiusitas berupa: a) keyakinan

ideologis, b) pengetahuan agama, c) pengalaman religius, d) pengetahuan

agama dan e) konsekuensi. Adapun 10 pengukuran lain ialah memakai 4

dimensi yakni associational (frekuensi terlibatnya individu dalam aktivitas

ibadah dan doa), communal (opsi dan frekuensi hubungannya antar

individu, doctrinal orthodoxy (penerimaan intelektual atas doktrin

keagamaan) dan devotionals (hubungannya individu dengan Tuhan lewat

10
meditasi). Selanjutnya pengukuran lainnya ada 4 dimensi yang meliputi

kepercayaan, pengetahuan, praktik dan pengalaman. Tingginya dimensi ini

maka religiusitas individu juga semakin tinggi. Selanjutnya dikembangkan

pengukuran religiusitas dalam 5 dimensi dengan memasukkan 1 dimensi

yakni consequence.

2.2 Belief System dalam Gereja

Persepsi mengenai penerapan pengendalian internal pada organisasi

mendapat pengaruh dari beragam faktor. Dalam hal ini, penulis menganalisis

memakai faktor belief atau pola keyakinan dalam gereja. Salah satunya yakni

menurut Both (1993) yang meyakini bahwa penyembunyian penyelewengan

keuangan dalam gereja dikarenakan suatu anggapan dari ranah gereja sebagai

organisasi sacral atau terdapat akuntabilitas gereja akan mengurangi taraf

kesakralan gereja selaku institusi religi. Konsep sakral dan sekuler dikenalkan

oleh Laughlin (1984). Ia menjelaskan konsep bersangkutan dari sudut pandang

gereja terkait sacred and profane selaku landasan bagi religious belief system,

yang berpengaruh terhadap persepsinya seseorang terkait implementasi

akuntansi di gereja.

11
Gambar 1: Sacred and Secular Belief System (Laughlin, 1984)

Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan topik pengendalian internal di gereja

antara lain:

Tabel 2.1 : Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil


dan Tahun
Penelitian
1. Wibowo & Korupsi dalam (1) Gereja adalah organisasi

Kristanto (2017) Pelayanan Gereja : keagamaan yang terus

Analisis Potensi mengalami

Penyimpangan dan perkembangan, di antara

Pengendalian Internal. patokannya adalah

tingginya dana

(persembahan) yang

dikelola.

(2) Bila dananya tinggi,

maka dibutuhkan

12
pengendalian internal

yang ketat dikarenakan

aktivitas dan

transaksinya juga makin

besar.

(1) Penguasaan mengenai

sistem dirasa penting

dalam mencegah korupsi

di institusi gereja.

2. Wibowo & Persepsi Anggota (1) Tidak terdapat perbedaan

Kristanto (2018) Gereja atas yang signifikan tentang

Pengendalian Internal persepsi pengendalian

internal di antara anggota

gereja (pendeta,

bendahara, dan jemaat).

(2) Banyaknya persembahan

tidak berhubungan

signifikan dengan

persepsi individu

(anggota gereja) atas

pengendalian internal

3. Senga & Pengendalian Internal (1) Pengendalian internal

Kristianti (2019) Organisasi Keagamaan organisasi keagamaan di

Di Kota Salatiga Kota Salatiga sudah baik.

13
(2) Banyaknya persembahan

tidak berhubungan

signifikan dengan

persepsi individu

(anggota gereja) atas

pengendalian internal

(3) Pengendalian terhadap

penerimaan merupakan

aspek yang tergolong

lemah dari pengendalian

internal organisasi

keagamaan di Kota

Salatiga yang diperiksa.

(4) Pengendalian terkait

pengeluaran sebagai

aspek kuat dari

pengendalian internal

organisasi keagamaan di

Kota Salatiga.

(5) Organisasi keagamaan

dengan tingkat

pengendalian

internal ≥ rerata

14
skor keseluruhan

organisasi

sebagai

organisasi yang

besar dipandang

dari banyaknya

pengikut

(anggota)

(6) Organisasi PHDI sebagai

organisasi kecil di Kota

Salatiga mempunyai

doktrin yakni pihak yang

menyalahgunakan dalam

organisasi akan dihukum

dari Tuhan yang tidak

sama dengan organisasi

lain yang langsung

menindak atas semua

penyelewengan pada

organisasi.

4. Lovita & Albert Mengungkap Nilai-nilai (1) Nilai-nilai ajaran gereja

(2021) Ajaran Gereja Dalam yang dijunjung tinggi

Implementasi oleh para pengurus GKP

15
Pengendalian Intern Jabar Jemaat Pommadi

(Studi pada GKP Jabar Jakarta dalam

Jemaat Pommadi implementasi

Jakarta) pengendalian intern

pengelolaan keuangan

yang selama ini

diterapkan antara lain;

Nilai keterbukaan, nilai

kebenaran, nilai kasih,

dan nilai persaudaraan.

Sumber: Hasil kajian penulis, 2022

2.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Gender dan Persepsi Pengendalian Internal di Gereja


Women’s Studies Encyclopedia mengungkapkan gender sebagai

konsep budaya yang menimbulkan perbedaan yakni terkait peran, tingkah

laku, mental dan karakteristik emosional laki-laki dan wanita yang

berkembang di masyarakat. Hofstede (1983) mengungkapkan pada umumnya

dimensi budaya yang mempengaruhi nilai kerja sebuah organisasi,

diantaranya masculinity-femininity, yang mana dimensi ini berhubungan

dengan ketidaksamaan perannya gender. Budaya yang kearah maskulin

bercirikan lebih mengutamakan harta milik, kompetensi dan kinerja.

Sementara feminism lebih mengutamakan kesetaraan, solidarita dan mutu

kehidupan kerja (Putri, 2011). Ketidaksamaan nilai dan sifat menurut gender

16
umumnya akan berpengaruh kepada lelaki dan wanita dalam memutuskan

(Hastuti, 2007).

H1 : Gender memiliki hubungan dengan persepsi individu atas pengendalian

internal.

2.3.2 Usia dan Persepsi Pengendalian Internal di Gereja


Teori Kohlberg (1976) yakni usia memiliki peran dalam perkembangan

moral kognitif. Pendapat Coombe dan Newman (1997) usia individu akan

berdampak pada persepsi. Orang yang semakin muda biasanya kurang fokus

terkait isu etis daripada teman kerja yang lebih tua (Comunale et al., 2006).

Sankaran dan Bui (2003) mengungkapkan yakni dengan peningkatan usia

individu maka akan semakin moralistic.

H2 : Usia memiliki hubungan dengan persepsi individu terhadap pengendalian

internal.

2.3.3 Tingkat Pendidikan dan Persepsi Pengendalian Internal di Gereja


Teori Kohlberg (1981) mengungkapkan yakni individu dengan taraf

pendidikan lebih tinggi bisa memahami permasalahan yang cenderung

kompleks sehingga berakibat pada taraf penalaran moralnya semakin baik.

Pendapat Fitriyya (2012) pendidikan berperan penting dalam kehidupan

individu. Hal ini dikarenakan tingginya taraf pendidikan individu maka

semakin luas pengetahuan individu dan kemampuan analisa semakin tinggi

juga.

H3 : Tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan persepsi individu

terhadap pengendalian internal.

17
2.3.4 Religiusitas dan Persepsi Pengendalian Internal di Gereja
Alam et al. (2011) menjelaskan yakni individu yang mempunyai agama

akan tertanam nilai tertentu yang bisa berpengaruh terhadap perbuatan dan

keputusannya orang bersangkutan. Sehingga Shabbir dan Rehman (2010)

menyatakan agama berperan penting dalam kehidupan individu. Agama akan

membangun keyakinan, pengetahuan dan sikapnya seseorang. Taraf

keagamaan seseorang bisa dilihat dari segi kognitif, tingkah laku dan

pengalamannya. Kognitif menitikberatkan pada sikap dan keyakinan

beragama. Tingkah laku bisa dievaluasi melalui kehadirannya seseorang di

tempat Ibadat dan doa kesehariannya. Sementara pengalaman berupa

pengalaman mistik (Caird, 1987). Selanjutnya Mookherjee (1993) juga

mengungkapkan keagamaan selaku kegiatan public dan partisipatif (berdasar

keanggotaan dan kehadirannya di lokasi ibadah) dan tingkah laku keagamaan

personal (berdasar pada frekuensi dalam berdoa, membaca kitab suci dan

intensitas ibadahnya).

H4 : Religiusitas memiliki hubungan dengan persepsi individu terhadap

pengendalian internal.

18
2.4 Model Penelitian

Gender Persepsi Pengendalian


Internal

Usia Persepsi Pengendalian


Internal

Tingkat Pendidikan Persepsi Pengendalian


Internal

Religiusitas Persepsi Pengendalian


Internal

19
BAB III

METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Data dan Sumber

3.1.1 Populasi dan Sampel


Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi (Sugiyono, 2015: 118). Penentuan sampelnya menggunakan

purposive sampling, yaitu salah satu teknik sampling non random di mana

peneliti menentukan pengambilan sampelnya menggunakan kriteria khusus.

Sampel dalam penelitian ini adalah anggota paroki Maria Ratu Rosari

Lebang, baik itu Tim Pastores, Dewan Pastoral Paroki (DPP), maupun umat

secara umum.

Menurut Sugiyono (2012:80), populasi merupakan area generalisasi

yang meliputi objek maupun subjek yang mempunyai sifat dan kualitas

tertentu yang diterapkan oleh para ilmuwan untuk didalami dan kemudian

dibuat sebuah kesimpulan. Dalam penelitian ini populasinya yaitu anggota

Paroki Maria Ratu Rosari Lebang.

3.1.2 Data Primer

Data primer adalah jenis data yang dikumpulkan secara

langsung dari objek penelitian. Dalam penelitian ini data primer diperoleh

dengan cara menyebarkan kuesioner melalui google form dan juga melakukan

wawancara pribadi dengan 3 (tiga) orang anggota gereja.

3.1.3 Data Sekunder

Merupakan data yang didapatkan melalui perantara atau pihak yang

telah mengumpulkan data tersebut sebelumnya, dengan kata lain peneliti

20
tidak langsung mengambil data sendiri ke lapangan. Data sekunder dalam

penelitian ini didapatkan dari studi penelitian terdahulu yang yang menunjang

dalam menyusun penelitian ini.

3.1.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed methods,

yakni sebuah metode penelitian gabungan antara pendekatan kuantitatif

dengan pendekatan kualitatif yang dipakai secara bersama jadi dapat

memperoleh data yang lebih menyeluruh, valid, reliabel dan objektif

(Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini, metode kuantitatif mengadopsi

kuesioner dari Musdalifah (2020) yang telah diolah oleh penulis untuk

kemudian dibagikan kepada anggota gereja Maria Ratu Rosari Lebang.

Kuesioner tersebut meliputi gender, tingkat pendidikan, usia, religiusitas dan

persepsi terhadap pengendalian internal. Penyebaran kuesioner ini dilakukan

pada bulan Juni 2022 dengan cara pengisian oleh responden melalui google

form maupun formulir yang telah dicetak. Jawaban responden diukur dengan

skala Likert 1 - 5. dilakukan secara langsung dengan model dialog personal.

Metode kedua yang dipakai yaitu pendekatan kualitatif. Data

kualitatif dikumpulkan dengan wawancara respondennya. Wawancara

dilakukan secara langsung dengan model dialog personal. Responden yang

dipilih untuk wawancara adalah responden yang mewakili ketiga kategori

sampel, yaitu Tim Pastores, Dewan Pastoral Paroki (DPP) dan umat gereja.

21
3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Variabel Dependen


Variabel ini banyak dinamakan dengan variabel kriteria, konsekuen

ataupun populer dengan sebutan variabel terikat (Sugiyono, 2012). Variabel

dependen merupakan variabel yang terpengaruh ataupun dihasilkan karena

variabel bebas. Yang dapat mempengaruhi variabel terikat yaitu variabel

bebas. Variabel terikat yang digunakan yaitu Persepsi Anggota Gereja

terhadap Pengendalian Internal.

3.2.2 Variabel Independen


Pendapat dari Sugiyono (2012), variabel independen (X) adalah

variabel yang memberikan pengaruh ataupun menjadi penyebab berubahnya

variabel terikat. Pada penelitian ini, akan menggunakan variabel adalah:

a. Gender (X1)

b. Usia (X2)

c. Tingkat Pendidikan (X3)

d. Religiusitas (X4)

3.3 Definisi Variabel dan Pengukurannya

3.3.1 Persepsi Anggota Gereja


Persepsi dalam penelitian ini adalah persepsi pada tingkat individu

dengan menggunakan konstruk yang digunakan untuk mengukur persepsi

pengendalian internal level individu yang dirancang untuk perusahaan profit

(Kistler, 2008). Konstruk tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa

penting tingkat pengendalian internal dalam organisasi yang kemudian juga

22
diterapkan pada organisasi keagamaan. Konstruk untuk mengukur persepsi

pengendalian internal sebanyak 9 item dari Kistler (2008). Kuesioner tentang

persepsi dalam penelitian ini dinilai menggunakan skala Likert 1-5, yaitu:

Kategori Nilai
Sangat Tidak Setuju 1
Tidak Setuju 2
Ragu-ragu 3
Setuju 4
Sangat Setuju 5

3.3.2 Gender
Women’s Studies Encyclopedia mengungkapkan gender sebagai

konsep budaya yang menimbulkan perbedaan yakni terkait peran, tingkah

laku, mental dan karakteristik emosional laki-laki dan wanita yang

berkembang di masyarakat. Ketidaksamaan nilai dan sifat menurut gender

umumnya akan berpengaruh kepada lelaki dan wanita dalam memutuskan

(Hastuti, 2007). Jenis kelamin merupakan sebuah konsep analisis yang

dipakai untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan

dipandang dari segi non biologis, yakni dari aspek sosial, budaya, maupun

psikis (Muthmainah, 2006). Dalam penelitian ini, aspek jenis kelamin

digunakan menjadi salah satu variabel yang akan diuji terkait hubunganya

dengan persepsi anggota Gereja Maria Ratu Rosari Lebang terhadap

pengendalian internal. Dalam penelitian ini gender dikodekan menggunakan

variabel dummy, yaitu sebagai berikut:

Gender Kode
Laki-laki 1
Perempuan 0

23
3.3.3 Usia
Usia merupakan salah satu aspek yang juga mempengaruhi tingkat

persepsi individu. Usia adalah cerminan dari tingkat kematangan pemikiran

seseorang. Menurut Coombe dan Newman (1997), usia individu akan

berdampak pada persepsi. Orang yang semakin muda biasanya kurang fokus

terkait isu etis daripada teman kerja yang lebih tua. Hal tersebut dapat terjadi

karena dengan usia yang semakin bertambah, maka moralistiknya akan

menjadi semakin baik (Bui dan Sankaran, 2003). Variabel usia digunakan

dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungannya dengan

perbedaan persepsi di lingkungan gereja Maria Ratu Rosari Lebang.

Penggolongan usia dibagi ke dalam beberapa tingkat, dan dilakukan

pengkodean pada saat pengolahan data kuesioner ke dalam aplikasi SPSS

yaitu sebagai berikut:

Usia Kode
Kurang dari 20 Tahun 1
20-29 Tahun 2
30-39 Tahun 3
40-49 4
50 Tahun ke atas 5

3.3.4 Tingkat Pendidikan


Teori Kohlberg (1981) mengungkapkan yakni individu dengan taraf

pendidikan lebih tinggi bisa memahami permasalahan yang cenderung

kompleks sehingga berakibat pada taraf penalaran moralnya semakin baik.

Pendapat Fitriyya (2012) pendidikan berperan penting dalam kehidupan

individu. Hal ini dikarenakan tingginya taraf pendidikan individu maka

semakin luas pengetahuan individu dan kemampuan analisa semakin tinggi

juga. Dengan digunakannya variabel tingkat pendidikan ini, penulis ingin

24
membuktikan apakah di Gereja Maria Ratu Rosari Lebang juga seperti

demikian. Tingkat pendidikan digolongkan ke dalam beberapa tingkat, dan

dilakukan pengkodean pada saat pengolahan data kuesioner ke dalam aplikasi

SPSS yaitu sebagai berikut::

Tingkat Pendidikan Kode


SD/SMP 1
SMA/SMK 2
Diploma 3
S1 4
>S2 5

3.3.5 Religiusitas

Religiusitas adalah sikap keberagaman yang berarti jika ada proses

penanaman ke dalam diri seseorang (Dister, 1998). Shabbir dan Rehman

(2010) menyatakan agama berperan penting dalam kehidupan individu.

Agama akan membangun keyakinan, pengetahuan dan sikapnya seseorang.

Taraf keagamaan seseorang bisa dilihat dari segi kognitif, tingkah laku dan

pengalamannya. Kognitif menitikberatkan pada sikap dan keyakinan

beragama. Tingkah laku bisa dievaluasi melalui kehadirannya seseorang di

tempat Ibadat dan doa kesehariannya. Sementara pengalaman berupa

pengalaman mistik (Caird, 1987). Grasmick et al. (1991) menjelaskan jika

agama bisa mengontrol sikap seseorang. Sehingga, seseorang yang semakin

religious, maka seseorang akan dapat menghindar dari tingkah laku yang

tidak etis. Diharapkan dengan keyakinan agama yang kuat mampu

menghindari dari tindakan yang kurang pantas. Pencegahan tersebut

dilakukan dengan rasa bersalah pada saat seseorang menjalankan tindakan

tersebut. Pada penelitian ini, tingkat religiusitas anggota gereja diukur

25
menggunakan kuesioner yang dibagikan melalui google form. Variabel

religiusitas ini diukur menggunakan skala Likert 1-5 yaitu:

Kategori Nilai
Sangat Tidak Setuju 1
Tidak Setuju 2
Ragu-ragu 3
Setuju 4
Sangat Setuju 5
Sumber: Sugiyono, 2018

3.4 Desain Penelitian

Metodologi dalam penelitian menggunakan metodologi penelitian

campuran (mixed method). Strategi yang digunakan adalah eksplanatoris

sekuensial yang merupakan penggabungan teknik penelitian kuantitatif dan

kualitatif dalam satu penelitian. Peneliti menggunakan metodologi penelitian

campuran dengan ekspektasi dapat memberikan pemahaman yang lebih

mendalam. Menurut Creswell (2012) strategi eksplanatoris sekuensial

digunakan jika peneliti lebih menekankan proses kuantitatif. Dalam tahap

proses kuantitatif data dikumpulkan menggunakan teknik survei kuesioner.

Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data kualitatif yang dilakukan adalah

dengan wawancara secara personal, dengan tujuan agar responden

memberikan jawaban yang sejujurnya atas pertanyaan yang diberikan.

Wawancara ini mengambil perwakilan dari masing-masing kategori

responden. Tujuan dilakukan wawancara adalah untuk mengetahui lebih

dalam persepsi individu terhadap pengendalian internal organisasi gereja

secara lebih mendalam, metode wawancara merupakan salah satu metode

yang dilakukan dalam penelitian kualitatif. Menurut Creswell (2012)

penelitian kualitatif berusaha untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan

26
maupun menginterpretasikan maksud dari suatu fenomena maupun

pengalaman personal dan sosial yang dialami oleh subjek penelitian,

sedangkan tujuan dari penelitian kualitatif adalah menggali dan memahami

inti sebuah masalah sosial atau fenomena yang dialami individu secara

alamiah dalam suatu konteks khusus dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah. Wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur,

yang memungkinkan peneliti dan subjek melakukan dialog (Smith, 2009).

Dialog ini diharapkan dapat memberikan deskripsi dari responden mengenai

bagaimana penerapan pengendalian internal dalam gereja berdasarkan

pengalaman responden.

Wawancara biasanya dilakukan langsung dengan cara tatap muka antara

dua belah pihak, namun karena masih dalam masa pandemi, maka wawancara

dijalankan dengan memanfaatkan teknologi yaitu: google meet dan WhatsApp

call.

Wawancara yang akan dilakukan akan meliputi pertanyaan-pertanyaan

seperti:

a. Bagaimana sistem pengendalian internal yang diterapkan dalam gereja?

b. Menurut anda, apakah pengendalian yang dilakukan sudah memadai?

c. Bagaimana sistem pelaporan keuangan yang terdapat dalam gereja?

d. Jika terjadi penyimpangan atau kecurangan dalam pelaporan keuangan,

tindakan apa yang harus dilakukan?

27
3.5 Gambaran Umum Gereja Maria Ratu Rosari Lebang

Gereja Maria Ratu Rosari Lebang merupakan sebuah paroki dari gereja

Katolik Roma di Keuskupan Sintang yang berpusat di Lanjing, Desa Gemba

Raya, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang. Paroki Maria Ratu

Rosari terletak kurang lebih 49 km dari kota Sintang. Maria Ratu Rosari

Lebang merupakan pemekaran dari Paroki Kristus Raja, Katedral Sintang sejak

tahun 1980. Sama seperti Paroki Santo Martinus, Kelam, pusat Paroki Lebang

juga terletak di Kecamatan Kelam Permai – Kabupaten Sintang, Kalimantan

Barat. Paroki ini digembalakan oleh para imam dari kongregasi Serikat Maria

Montfortan. Berikut nama-nama imam yang pernah mengabdi sebagai pastor

paroki di gereja ini:

Tabel 3.1 : Pastor Paroki di Gereja Maria Ratu Rosari Lebang


No. Nama Imam Tahun Bertugas
1. Piet Dercxk, SMM 1980 - 1985
2. K.Smith, SMM 1985 - 1990
3. Budi, Pr 1990 - 1994
4. Ignatius Widodo, SMM 1994 - 1998
5. Stefanus Seli, SMM 1998 - 2001
6. Antonius Dwi R.Arifin, SMM 2001 - 2003
7. Yohanes Sumadi, SMM 2003 - 2007
8. Yohanes Suri, SMM 2007 - 2010
9. Yakobus Ruai Bai, SMM 2010 - 2013
10. Andreas Santoso, SMM 2014 - 2016
11. Marselinus Ngebu, SMM 2017 - sekarang
Sumber : Sekretariat Paroki (2022)

Pelayanan pastoral di sebuah paroki biasanya tidak hanya 1 orang

imam (pastor). Begitu juga dengan paroki Maria Ratu Rosari Lebang. Dalam

Kitab Hukum Kanonik 1983, imam yang membantu pastor paroki secara tetap

untuk pelayanan pastoral di paroki disebut vikaris parokial. Penyebutan lain

untuk vikaris parokial adalah pastor pembantu atau pastor rekan. Paragraf

28
pertama dari kanon 545, mendeskripsikan figur yuridis vikaris pastoral

sebagai rekan kerja pastor paroki yang mengambil bagian dalam

keprihatinannya dengan musyawarah serta usaha bersama dan dibawah

otoritasnya memberikan bantuan dalam pelayanan pastoral. Pertanyaan yang

seringkali diajukan oleh umat beriman adalah menyangkut pengangkatan,

kualifikasi, hak dan kewajiban, masa jabatan, dan hubungan vikaris parokial

dengan pastor paroki. Berikut nama-nama pastor vikaris yang pernah berkarya

di paroki Maria Ratu Rosari Lebang.

Tabel 3.2 : Pastor Vikaris di Gereja Maria Ratu Rosari Lebang


No Nama Imam
1. Yan Ngumban, PR
2. Marcadius Golo, SMM
3. Fransiskus B.T, SMM
4. Emanuel B. Ngatam, SMM
5. Stefanus Musanai, SMM
6. Stefanus Leba, SMM
7. Leonardus Tardi, SMM
8. Oktavianus Klido Wekin, SMM
Sumber : Sekretariat Paroki (2022)

Berikut beberapa kring/stasi yang ada di paroki Maria Ratu Rosari

Lebang beserta dengan jumlah jiwanya:

Tabel 3.3 : Umat Gereja Maria Ratu Rosari Lebang


Jumlah
Stasi/ Kring KK Jumlah Jiwa
Kring Santa Maria Stasi Lanjing 30 119
Kring Santo Yosef Stasi Lanjing Tuai 47 192
Kring Santo Gabriel Stasi Tepian Taduh 40 145
Kring Santo Mikael Luyuk 75 277
Stasi Santo Fransiskus Asisi Sekapat Bubur 27 108
Stasi Santo Petrus Ransi Pendek 47 163
Stasi Santa Agata Terumbuk 70 201
Total 336 1205
Sumber : Sekretariat Paroki (2022)

29
Gereja Maria Ratu Rosari Lebang merayakan Ekaristi atau misa mingguan

sebanyak 1 (satu) kali di hari minggu pukul 09.00 WIB. Sedangkan misa harian

diadakan setiap hari pukul 06.00 WIB. Gereja juga rutin melakukan kegiatan

sosial, seperti posyandu balita dan lansia setiap bulannya. Pelayanan ini

diberikan secara gratis tanpa memungut biaya apapun. Gereja juga

menyediakan satu unit kendaraan kesehatan roda empat berupa ambulans,

berjaga-jaga jika ada umat yang sakit dan memerlukan kendaraan untuk untu

berobat ke rumah sakit.

Peneliti merupakan salah satu anggota dari gereja ini. Peneliti juga sering

terlibat dalam pelayanan mingguan, ataupun terlibat dalam kegiatan-kegiatan

gereja, terutama yang melibatkan OMK (Orang Muda Katolik). Peneliti juga

cukup dekat dengan pengurus gereja, sehingga saat hendak melakukan

wawancara, persetujuan dari informan dapat dikomunikasikan dengan mudah,

walaupun wawancara harus dilakukan secara daring.

3.6 Teknik Analisis Data Kuantitatif

3.6.1 Statistik Deskriptif


Statistik deskriptif adalah bertujuan untuk menggambarkan datanya,

jadi bisa dipakai dalam pengumpulan data. Statistik deskriptif

memperlihatkan sekumpulan data yang nampak dari nilai rerata (mean), nilai

tengah (median), dan modus, minimum, maksimum dan standar deviasi

(Ghozali, 2011).

30
3.6.2 Uji Validitas
Sebuah angket akan dinyatakan valid jika pertanyaan yang ada di

dalam angket tersebut dapat mengungkapkan sebuah hal yang akan diukur

(Ghozali, 2011). Data yang telah diperoleh akan diuji menggunakan SPSS

untuk menilai skor pertanyaan dengan nilai total (jumlah semua nilai dari nilai

skor). Signifikan yang digunakan yaitu 5% dengan karakter uji jika nilai

rhitung > rtabel pernyataan tersebut adalah valid.

3.6.3 Uji Reliabilitas


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui konsistensi yang ada. Uji

reliabilitas adalah metode dalam pengukuran kuesioner sebagai indikator dari

sebuah variabel. Data angket tersebut reliabel jika jawaban responden adalah

konsisten pada tiap waktu berbeda (Ghozali, 2011). Dalam pengujiannya

akan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha > 0.06 (Ghozali, 2011).

3.7 Pengujian Hipotesis

3.7.1 Uji Mann-Whitney


Hipotesis 1 dalam penelitian ini diuji menggunakan uji Mann-

Whitney. Uji Mann Whitney adalah salah satu uji non parametrik yang

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai mean kedua

kelompok sampel yang saling independen (tidak berpasangan). Uji ini

dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan persepsi terhadap

pengendalian internal yang signifikan antara anggota gereja laki-laki dan

perempuan.

Adapun ketentuan yang digunakan dalam pengujian ini yaitu:

31
1) Apabila nilai sig. < 0,05 hal tersebut berarti menerima Ha dan menolak

Ho.

2) Apabila nilai sig. > 0,05 hal tersebut berarti menolak Ha dan menerima

Ho

3.7.2 Uji Korelasi Rank Spearman


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui hipotesis 2 (dua), 3 (tiga)

dan 4 (empat), yaitu pengaruh usia (X2) terhadap persepsi pengendalian

internal (Y), pengaruh tingkat pendidikan (X3) terhadap persepsi

pengendalian internal (Y), dan religiusitas (X4) terhadap persepsi

pengendalian internal (Y). Uji korelasi spearman rank correlation digunakan

jika secara umum datanya berupa kategori ataupun ranking. Teknik statistik

ini termasuk dalam kelompok statistic non-parametrik. Korelasi peringkat

spearman atau koefisien korelasi rho-spearman digunakan jika kedua

variabelnya saling berkorelasi dan skornya bisa diurutkan sesuai dengan

peringkat ataupun ranking. Pengambilan keputusannya adalah sebagai

berikut:

1) Apabila nilai sig. > 0.05 artinya menerima Ho

2) Apabila nilai sig. < 0.05 artinya menolak Ha.

Pendapat dari Sugiyono, menjelaskan interpretasi koefisien korelasi seperti

di bawah ini :

0,00 – 0,199 = Sangat Lemah

0,20 – 0,399 = Lemah

0,40 – 0,599 = Sedang

0,60 – 0,799 = Kuat

32
0,80 – 1,00 = Sangat Kuat

3.8 Deskripsi Subjek Data Kualitatif

3.8.1 Informan 1 (FW)


FW merupakan seorang pastor vikaris yang bertugas di gereja Maria

Ratu Rosari Lebang sejak tahun 2019. Selain bertugas dalam pelayanan

gereja, beliau juga bertanggung jawab untuk mengelola keuangan komunitas

di paroki Lebang.

3.8.2 Informan 2 (YA)


YA adalah seorang umat biasa dalam gereja dan berusia paling

muda dalam wawancara ini. Informan juga pernah menjabat sebagai pengurus

Orang Muda Katolik (OMK) di paroki.

3.8.3 Informan 3 (A)


A adalah salah satu pengurus Dewan Pastoral Paroki (DPP) dengan jabatan

Sekretaris. Beliau juga merupakan responden tertua dibandingkan 2

responden lainnya.

33
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Data Responden

Tabel 4.1
Data Pembagian Kuesioner
Keterangan Jumlah
Kuesioner dibagikan 150
Kuesioner tidak kembali 16
Kuesioner kembali 134
Kuesioner tidak dapat digunakan 1
Kuesioner digunakan 133
Sumber: Data Primer diolah, 2022

Tabel 4.1 menunjukkan data pembagian dan penyebaran kuesioner

penelitian. Kuesioner yang disebarkan sejumlah 200 item, kuesioner kembali

sejumlah 134 item, kuesioner tidak memenuhi kriteria 1 item, sehingga

kuesioner yang dapat digunakan adalah sejumlah 133 item jumlah kuesioner

tidak kembali adalah 16 item.

Tabel 4.2
Usia
Keterangan Responden Persentase
<20 27 20,3%
21-30 46 34,6%
31-40 28 21,1%
41-50 24 18%
>50 8 6%
Sumber: Data Primer diolah, 2022

Tabel 4.2 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan usia.

Responden dengan usia 20 tahun kebawah sejumlah 27 orang, usia 21-30 tahun

sejumlah 46 orang, usia 31-40 tahun sejumlah 28 orang, 41-50 tahun sejumlah

24 orang, dan usia 50 tahun ke atas sejumlah 8 orang.

34
Tabel 4.3
Pendidikan
Keterangan Responden Persentase
SD – SMP 6 4,5%
SMA/SMK 69 51,9%
Diploma 28 9,8%
S1 24 31,6%
≥S2 8 23%
Sumber: Data Primer diolah, 2022

Tabel 4.3 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan tingkat

pendidikan. Responden tamatan SD dan SMP sejumlah 6 orang. Responden

tamatan SMA/SMK sejumlah 69 orang. Responden tamatan Diploma 3

sejumlah 28 orang. Responden tamatan S1 sejumlah 24 orang, dan responden

tamatan S2 ke atas sejumlah 8 orang.

Tabel 4.4
Gender

Keterangan Responden Persentase


Perempuan 72 54,1%
Laki-laki 61 45,9%
Sumber: Data Primer diolah, 2022

Tabel 4.4 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin. Responden berjenis kelamun laki-laki berjumlah 61 orang, dan

responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 72 orang.

4.2.1 Uji Validitas


Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas
Uji KMO
Validitas 0,627
Sumber: Data Primer diolah, 2022

35
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur tingkat kevalidan dari

instrumen pertanyaan dalam kuesioner. Untuk item pertanyaan religiusitas

dan persepsi individu atas pengendalian internal menunjukkan KMO yang

dapat diterima yaitu 0.627>0.05. Hal itu memperlihatkan jika instrumen

valid.

4.2.2 Uji Reliabilitas

Tabel 4.7
Hasil Uji Reliabilitas (Persepsi Pengendalian Internal)
Uji Cronbach’s Alpha
Reliabilitas 0,788
Sumber: Data Primer diolah, 2022

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kehandalan

responden terhadap kuesioner yang diberikan. Angket akan dinyatakan

reliabel atau handal apabila jawaban yang diberikan respondennya konsisten

konsisten dan stabil dari waktu ke waktu. Menurut Wiratna Sujarweni (2014),

menyatakan jika angket akan dinyatakan reliabel apabila nilainya Cronbach

alpha > 0,60.

Hasil pengujian Reliabilitas untuk item pertanyaan religiusitas dan

persepsi individu atas pengendalian internal menunjukkan Cronbach’s Alpha

pada tingkat yang dapat diterima adalah > 0.60.

Tabel 4.9
Skala Kuesioner

1. Sangat Tidak Setuju


2. Tidak Setuju
3. Netral

36
4. Setuju
5. Sangat Setuju
Sumber: Sugiyono, 2018

Hipotesis 1

Tabel 4.10
Hasil Uji Mann-Whitney (X1)
Mann-Whitney U Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-1.013 0,311
Sumber: Data Primer diolah, 2022

Hasil uji Mann-Whitney untuk laki-laki dan perempuan menunjukkan

koefisien signifikansi sebesar 0,311 > 0,05. Pengujian tersebut menunjukkan bahwa

kedua kategori sampel identik. Hal ini berarti gender dalam gereja tidak berkorelasi

dengan persepsi anggota gereja terhadap pengendalian internal. Pengujian ini

menolak Hipotesis 1.

Gender di dalam gereja tidak berkorelasi dengan persepsi anggota gereja

terhadap internal. Hal tersebut artinya tidak ada perbedaan yang signifikan tentang

persepsi terhadap pengendalian internal di antara laki-laki dan perempuan. Kedua

kategori anggota gereja tersebut memiliki interpretasi yang hampir sama mengenai

peran pengendalian internal dalam gereja dan mereka memiliki kesadaran yang

sama mengenai arti pentingnya pengendalian internal. Hal tersebut berarti jika

pengendalian internal sangat dibutuhkan gereja, akan tetapi belum dipandang

menjadi sebuah hal yang bersifat urgen bagi perkembangan gereja, asumsi

mengenai penting tidaknya pengendalian internal bisa muncul karena gereja

merupakan organisasi sosial keagamaan yang sifat dari pendiriannya adalah

37
sukarela jadi tidak pas apabila sistem pengendalian internal dalam organisasi bisnis

diimplementasikan di gereja.

Hipotesis 2
Tabel 4.10
Hasil Uji Korelasi Spearman (X2)
Spearman’s rho X2 = Usia Correlation coefficient -0,203
Sig. (2-tailed) 0,019
Y = Persepsi N 133
Sumber: Data Primer diolah, 2022

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan koefisien 0,019, < 0,05. Hal

tersebut artinya usia anggota gereja Maria Ratu Rosari Lebang memiliki hubungan

dengan persepsi individu mengenai pengendalian internal. Pengujian ini menerima

Hipotesis 2. Nilai correlation coefficient sebesar -0,203 menunjukkan bahwa

hubungan yang terjadi adalah lemah dan negatif (tidak searah). Hal tersebut berarti

jika semakin tinggi tingkat usia anggota gereja Maria Ratu Rosari Lebang, maka

beranggapan bahwa pengendalian internal yang diterapkan di Gereja masih lemah.

Hasil penelitian ini memperlihatkan kecenderungan para anggota gereja

berusia muda masih mengabaikan unsur profesionalitas dan lebih menitikberatkan

hubungan baik antar anggota gereja serta mengandalkan kepada kejujuran

pengelola keuangan saja. Disamping permasalahan hubungan baik gereja, juga

dipengaruhi oleh rasa sungkan dalam tata cara pergaulan antar sesama dan

cenderung akan memilih untuk tidak peduli dalam financial di tempat ibadah

(Sasongko, 2012).

Ling dan Catling (2012) yang menyatakan bahwa pengalaman masa lalu dan

pengetahuan individu dapat mempengaruhi persepsi seseorang atas segala sesuatu

38
hal, termasuk persepsi terhadap pengendalian internal di gereja Maria Ratu Rosari

Lebang. Dari pernyataan tersebut, dapat dikemukakan bahwa orang tua biasanya

cenderung lebih peduli dan teliti terhadap lingkungan karena banyaknya

pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh sedari muda sehingga terbentuknya

pola pikir dan kesadaran yang lebih tinggi dibanding dengan jemaat usia muda,

selain itu, orang tua biasanya memiliki waktu lebih untuk memikirkan fenomena di

sekitarnya, sehingga menganggap bahwa pengendalian internal sangat diperlukan

agar pelayanan gereja dapat berjalan efektif, efisien, dan transformatif.

Hipotesis 3
Tabel 4.11
Hasil Uji Korelasi Spearman (X3)
Spearman’s rho X3 = Tingkat Correlation coefficient -0,114
Pendidikan Sig. (2-tailed) 0,191
Y = Persepsi N 133
Sumber: Data Primer diolah, 2022

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan koefisien sebesar 0,191, lebih

besar daripada 0,05. Hal tersebut artinya tingkat pendidikan anggota gereja Maria

Ratu Rosari Lebang tidak memiliki hubungan dengan persepsi individu mengenai

pengendalian internal. Pengujian ini menolak Hipotesis 3.

Tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan dengan persepsi individu

terhadap pengendalian internal. Artinya, antara anggota gereja yang pendidikannya

menengah ataupun lebih tinggi, mempunyai pemahaman yang hampir sama tentang

peranan pengendalian internal dalam gereja dan mereka mempunyai kesadaran

yang sama tentang arti penting pengendalian internal.

39
Teori Kohlberg (1981) mengungkapkan yakni individu dengan taraf

pendidikan lebih tinggi bisa memahami permasalahan yang cenderung kompleks

sehingga berakibat pada taraf penalaran moralnya semakin baik. Teori tersebut

tidak berlaku di penelitian ini, karena tidak ditemukannya perbedaan persepsi antara

jemaat yang berpendidikan menengah dengan jemaat yang berpendidikan lebih

tinggi di gereja Maria Ratu Rosari Lebang ini.

Hipotesis 4
Tabel 4.12
Hasil Uji Korelasi Spearman (X4)
Spearman’s rho X3 = Religiusitas Correlation coefficient 0,269
Sig. (2-tailed) 0,002
Y = Persepsi N 133
Sumber: Data Primer diolah, 2022

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan koefisien 0,002, lebih kecil

daripada 0,05. Hal tersebut artinya religiusitas anggota gereja Maria Ratu Rosari

Lebang memiliki hubungan dengan persepsi individu mengenai pengendalian

internal. Pengujian ini menerima Hipotesis 4. Nilai correlation coefficient sebesar

0,269 memperlihatkan jika korelasi yang terjadi adalah lemah dan searah. Hasil

pengujian ini dapat diartikan bahwa semakin religius seorang individu, semakin

beranggapan bahwa penerapan pengendalian internal di gereja sudah memadai.

Religiusitas anggota gereja memiliki hubungan dengan persepsi individu

terhadap pengendalian internal. Ditinjau dari segi budaya, di Indonesia masih kental

dengan budaya “sungkan” membicarakan pengelolaan keuangan gereja. Rasa

sungkan tersebut muncul karena alasan lebih condong pada spiritualitas dan

kesakralan gereja sebagai institusi yang suci, sehingga menganggap bahwa

40
pengendalian internal yang berlaku di dalam gereja saat ini sudah diterapkan

dengan baik dan sejalan dengan hukum Tuhan. Anggota gereja masih memiliki

kepercayaan yang tinggi terhadap pejabat gereja sehingga tidak terlalu

mempermasalahkan apakah penerapan sistem akuntansi yang dilakukan sudah

memadai atau belum. Kepercayaan yang tinggi bahwa keuangan gereja tidak akan

disalahgunakan menimbulkan berpotensi blind trust (kepercayaan buta). Anggota

gereja memiliki keyakinan akan kesakralan sesuai dengan pemahaman jika pejabat

gereja pasti takut untuk menyalahgunakan wewenang dan menguasai aset gereja

yang pada dasarnya adalah milik Tuhan. Temuan ini mendukung hasil penelitian

Cornell et al (2013) membuktikan jika secara umum para jemaat gereja sangat

percaya dengan pemimpin dalam hal pengelolaan keuangan yang transparan.

Walaupun laporan keuangan gereja jarang sekali dipublikasikan dan tidak seragam

di antara gereja, kekurangan dana tampaknya tidak merubah keyakinan jemaat.

Mereka tetap percaya jika persembahan digunakan oleh gereja dengan tepat.

4.3 Analisis Data Kualitatif

Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan data kualitatif guna menguji,

memperluas, memperdalam hasil penelitian kuantitatif.

4.3.2 Pengkodean
Langkah awal dalam pengkodean adalah dengan merumuskan

pertanyaan-pertanyaan dan tujuan dari pertanyaan tersebut. Setelah

merumuskan pertanyaan dan tujuan, kemudian melakukan pembandingan

jawaban dari masing-masing responden untuk menentukan tema utama.

Pertanyaan dan tujuan dari wawancara akan disajikan dalam tabel di bawah ini:

41
Tabel 4.13 : Pertanyaan Wawancara
Pertanyaan Tujuan Pertanyaan
Bagaimana sistem pengendalian Mengetahui sistem pengendalian
internal
internal yang diterapkan dalam
gereja?
Menurut anda, apakah pengendalian Mengetahui pendapat individu
tentang pengendalian internal yang
yang dilakukan sudah memadai?
dilakukan.
Bagaimana sistem pelaporan Mengetahui sistem pelaporan
keuangan
keuangan yang terdapat dalam
gereja?
Jika terjadi penyimpangan atau Mengetahui tindak lanjut yang
dilakukan apabila ada
kecurangan dalam pelaporan
penyimpangan yang terjadi.
keuangan, tindakan apa yang harus
dilakukan?
Sumber: Sary, 2020

Pertanyaan: Bagaimana sistem pengendalian internal yang diterapkan di


dalam gereja?

1. Informan FW
“…Pastor beserta DPP berperan untuk menjalankan agenda tahunan.”

2. Informan YA
“...Tapi, inti dari berbagai kegiatannya berpusat ke pastor paroki, tetap pastor
yang banyak berperan.”

3. Informan A

“Untuk fungsi di paroki Lebang memang masih dominan ditangani oleh pastor,
baik pastor paroki maupun pastor vikaris. Terlebih berkaitan dengan keuangan,
kolekte, iuran KK, termasuk iuran pembangunan.”

42
Analisis

Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menemukan informasi bahwa yang

melakukan fungsi di paroki Lebang masih didominasi oleh pastor, terutama fungsi

keuangan. Seperti yang disampaikan oleh informan FW dan A. Berdasarkan kondisi

tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pengendalian internal di paroki ini masih

tergolong lemah, karena belum terwujudnya struktur organisasi yang memadai serta

pembagian tanggung jawab yang adil dan tidak didominasi oleh salah satu

pemangku kepentingan saja.

Peneliti juga menemukan bahwa persepsi informan terhadap pengendalian

internal di gereja sama, jika dilihat dari segi gender. Tidak terdapat perbedaan yang

berarti dari pernyataan informan FW, YA dan A mengenai kondisi pengendalian

internal di gereja secara umum. Penemuan ini sejalan dengan data kuantitatif

hipotesis ke-1, yaitu gender tidak berhubungan dengan persepsi individu terhadap

pengendalian internal. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan mengenai persepsi

individu terhadap pengendalian internal.

Pertanyaan: Menurut anda, apakah pengendalian yang dilakukan sudah


memadai?

1. Informan FW
“Menurut pendapat saya, saat ini mungkin cukup, namun akan lebih baik jika
dibentuk semacam “tim keuangan” yang bertugas khusus untuk menangani uang
gereja, karena selama ini hal-hal yang berkaitan dengan penerimaan dan
pengeluaran keuangan gereja masih dipercayakan kepada pastor untuk
menanganinya. Kalau dibentuk tim keuangan harapannya pastor bisa lebih fokus
ke pelayanan saja.” [FW, 33 Tahun].

2. Informan YA

43
“Cukup nggak cukup, karena kegiatan di paroki Lebang biasanya nggak
menggunakan dana yang terlalu besar, jadi kalau ada penyimpangan pasti bisa
ditelusuri.” [YA, 26 Tahun].

3. Informan A
“….Kalau memang dana sudah memungkinkan, harus ada minimal satu orang
yang membantu di bagian keuangan sehingga pastor tidak perlu disibukkan
dengan urusan keuangan.” [A, 53 Tahun].

Analisis
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti dapat menyimpulkan bahwa usia

berhubungan dengan persepsi anggota gereja terhadap pengendalian internal. Dua

informan dengan usia tertua yaitu FW (33 tahun) dan A (53 tahun) berasumsi

bahwa akan lebih baik jika kedepannya gereja membentuk tim pengelola keuangan

paroki agar rumah tangga gereja dapat berjalan dengan lebih optimal. Sedangkan

informan termuda, YA (26 tahun) menyatakan bahwa sistem pengendalian internal

yang dijalankan sekarang ini sudah baik, Informan YA juga yakin jika ada

penyimpangan keuangan pasti dapat ditelusuri. Penemuan ini sejalan dengan

penelitian kuantitatif hipotesis ke-2, yaitu usia berhubungan negatif dengan

persepsi individu terhadap pengendalian internal. Semakin tua usia anggota gereja,

maka semakin menganggap bahwa pengendalian internal yang sedang dijalankan

saat ini masih kurang memadai dan perlu ditingkatkan.

Dari wawancara ini juga ditemukan informasi bahwa kendala belum

dibentuknya tim keuangan paroki dipengaruhi oleh faktor keuangan. Informan A

berpendapat bahwa kondisi keuangan gereja masih menjadi salah satu faktor yang

menentukan pengambilan keputusan akan dibentuk atau tidak dibentuknya tim

pengelola keuangan gereja Maria Ratu Rosari Lebang.

44
Pertanyaan: Bagaimana sistem pelaporan keuangan yang terdapat dalam
gereja?

1. Informan YA
“Keuangan di gereja Maria Ratu Rosari ini dibagi menjadi beberapa bagian.
Ada uang komunitas yang dipercayakan urusannya ke pastor vikaris, kemudian
ada uang paroki (umum) yang dipegang langsung aksesnya oleh pastor
paroki.” [YA, Jemaat]

2. Informan A

“….Umat percaya saja bahwa pastor menangani keuangan dengan benar dan
tidak ada upaya menyelewengkan dana paroki. Sehingga walaupun
penyampaiannya hanya 2 kali setahun di pleno DPP, umat tidak pernah
mempermasalahkan.” [A, Sekretaris DPP]

Analisis

Dari wawancara yang telah dilakukan, peneliti menemukan penyebab

pengendalian internal masih belum diterapkan secara optimal, yaitu berkaitan

dengan faktor religiusitas. Umat masih memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa

pastor sebagai wakil Tuhan tidak akan melakukan upaya penyalahgunaan keuangan

paroki, sehingga walaupun keuangan paroki dilaporkan ke umat hanya 2 (dua) kali

dalam setahun, umat tidak pernah mempermasalahkan. Informasi dari wawancara

ini sejalan dengan hipotesis ke-3 yang diajukan oleh peneliti, yaitu religiusitas

berhubungan dengan persepsi anggota gereja terhadap pengendalian internal.

Semakin religius umat, semakin menganggap bahwa sistem yang sedang diterapkan

di gereja saat ini sudah memadai.

Pertanyaan: Jika terjadi penyimpangan atau kecurangan dalam pelaporan


keuangan, tindakan apa yang harus dilakukan?

3. Informan FW

45
“Langkah pertama pasti akan dilakukan pendekatan secara pribadi terhadap
oknum tersebut, dan kemungkinan besar akan diberhentikan dari jabatannya
karena pasti umat sudah tidak memiliki kepercayaan lagi.” [FW, Pastor
Vikaris]

4. Informan YA
“Ditelusuri dulu, pasti ada motif tertentu di balik penyalahgunaan tersebut.
Lalu, bagaimanapun harus tetap disanksi, setidaknya dengan mengganti rugi
agar ada efek jera. Karena uang tersebut bukan uang pribadi." [YA, Jemaat]

5. Informan A
“Kembali ke moralitas saja. Selama ini belum pernah terdengar
penyalahgunaan keuangan. Kalau terbukti ada penyimpangan, yang pasti ya
harus diminta pertanggungjawaban.” [A, Sekretaris DPP]

Analisis

Selanjutnya, dari wawancara ini peneliti mendapatkan informasi mengenai

tindak lanjut yang akan dilakukan ketika terjadi kecurangan. Informan pada

umumnya menjelaskan bahwa masalah penyimpangan keuangan diselesaikan

secara cukup tegas namun tetap secara kekeluargaan. Langkah tindak lanjut yang

diambil oleh gereja adalah tindakan persuasif berupa pendekatan secara pribadi dan

meminta yang bersangkutan untuk mengganti uang yang telah disalahgunakan.

Kemudian, jika permasalahan yang terjadi dianggap cukup fatal maka gereja akan

mengambil tindakan berupa pemberhentian dari jabatan, hal ini kaitannya dengan

umat yang tidak memiliki kepercayaan lagi. Dari pernyataan tersebut peneliti

menyimpulkan bahwa faktor kepercayaan antar umat di paroki lebang masih sangat

dijaga dan diutamakan, sehingga jika ada yang hal atau orang yang merusak

kepercayaan yang sudah dibangun, akan ditindak dan dilepas dari tanggung

jawabnya.

46
4.4 Interpretasi

Prosedur pengendalian internal sudah diterapkan di dalam gereja, tetapi

belum optimal, sehingga prosedur tersebut belum dapat mencegah terjadinya

penyimpangan keuangan. Berdasarkan data wawancara, diperoleh informasi

bahwa pembagian tugas belum merata karena struktur organisasi yang

dibentuk belum memadai. Pastor masih harus turun tangan mengurus keuangan

gereja karena belum terwujudnya pembentukan pengurus keuangan paroki.

Namun, anggota gereja masih memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa pastor

tidak akan menyalahgunakan keuangan gereja. Salah satu yang menjadi

penentu belum dibentuknya tim pengelola keuangan gereja adalah faktor biaya

yang dianggap belum mencukupi jika harus dialokasikan ke gaji pengelola

keuangan.

Berdasarkan data dari wawancara yang diperoleh terdapat salah satu

unsur dalam pengendalian internal yang dijalankan di gereja ini yaitu: reward

and punishment (McNeal, 2006). Jika terbukti ada oknum gereja yang

melakukan penyalahgunaan keuangan, tindak lanjut yang diambil cukup tegas

yaitu adalah dilakukannya pemberhentian jabatan dan kewajiban untuk

mengganti rugi sebagai bentuk punishment. Dengan diambilnya tindakan

punishment ini, diharapkan akan adanya efek jera kepada pelaku

penyalahgunaan keuangan. Penelitian mengenai Reward and punishment oleh

McNeal (2006) merupakan penelitian yang diterapkan pada organisasi profit.

Reward dan Punishment adalah dua bentuk metode dalam memotivasi petugas

layanan publik untuk melakukan memberikan pelayanan prima dan

meningkatkan prestasinya. Bagi organisasi gereja, metode reward cenderung

47
tidak relevan untuk diterapkan, mengingat bahwa para anggota gereja baik itu

umat maupun pengurus, merupakan orang-orang yang melakukan pelayanan

dengan berorientasi kepada Tuhan, sehingga reward (upah) yang diperoleh dari

pengabdian ini merupakan kehendak Tuhan dan bukan kehendak manusia.

4.5 Rangkuman

Hasil penelitian terangkum dalam tabel berikut:

Tabel 4.14
Rangkuman Hasil Penelitian
Variabel Kuantitatif Kualitatif Kesimpulan
Usia Semakin tua usia Semakin tua usia Usia berhubungan
responden, semakin informan, semakin dengan persepsi
beranggapan bahwa beranggapan bahwa jemaat terhadap
pengendalian pengendalian pengendalian
internal kurang internal perlu internal
cukup. ditingkatkan dengan
dibentuknya tim
keuangan untuk
mengurus keuangan
gereja
Religiusitas Semakin religius Semakin tua Religiusitas
responden, semakin informan, semakin berhubungan
beranggapan bahwa beranggapan bahwa dengan persepsi
pengendalian perlu dibentuk tim individu terhadap
internal sudah pengelola keuangan pengendalian
memadai. di paroki agar pastor internal.
dapat fokus ke
pelayanan saja.

48
Gender Gender tidak Tidak terdapat Gender tidak
berhubungan dengan perbedaan yang berhubungan
persepsi individu berarti antara dengan persepsi
terhadap informan laki-laki individu terhadap
pengendalian dan perempuan pengendalian
internal mengenai internal
pengendalian
internal di gereja.
Keuangan Kondisi keuangan Kondisi keuangan
gereja gereja berhubungan gereja
dengan keputusan berhubungan
akan dibentuknya dengan persepsi
tim pengelola individu terhadap
keuangan, karena pengendalian
harus mengeluarkan internal
beban gaji
Kepercayaan Faktor kepercayaan Kepercayaan
antar masih berhubungan
diutamakan, dengan persepsi
sehingga jika ada individu terhadap
yang hal atau orang pengendalian
yang merusak internal
kepercayaan yang
sudah dibangun,
akan ditindak dan
dilepas dari tanggung
jawabnya.

Tabel 4.15
Rangkuman Temuan Penelitian

49
Fokus Penelitian Rumusan Tema Rincian Tema
Temuan Penelitian Penelitian
Penerapan lingkungan - Struktur Pembagian kewenangan
pengendalian dalam organisasi dalam dan tanggung jawab
gereja gereja

Faktor-faktor yang - Faktor internal - Sistem


mempengaruhi pemerintahan
pengendalian internal gereja
gereja
Faktor-faktor yang - Faktor Eksternal - Sistem hukum
mempengaruhi dan regulasi
pengendalian internal
gereja

50
BAB V

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

a. Analisis data kuantitatif menunjukkan hasil bahwa gender dan tingkat

pendidikan anggota gereja tidak berkorelasi dengan persepsi anggota gereja

terhadap pengendalian internal dalam gereja. Hal ini berarti tidak terdapat

perbedaan persepsi mengenai pengendalian internal di antara anggota

gereja, baik itu laki-laki maupun perempuan, serta baik itu yang

berpendidikan menengah ataupun berpendidikan tinggi. Anggota gereja

mempersepsikan jika pengendalian internal diperlukan oleh organisasi

gereja, akan tetapi belum dipandang menjadi sebuah hal yang bersifat urgen

bagi perkembangan gereja, asumsi mengenai penting tidaknya pengendalian

internal bisa muncul karena gereja merupakan organisasi sosial keagamaan

yang sifat dari pendiriannya adalah sukarela jadi tidak pas apabila sistem

pengendalian internal dalam organisasi bisnis diimplementasikan di gereja

a. Usia memiliki hubungan negatif dengan persepsi atas pengendalian internal.

Hal tersebut berarti jika semakin tua usia anggota gereja Maria Ratu Rosari

Lebang, maka beranggapan bahwa pengendalian internal yang diterapkan di

Gereja masih kurang optimal. Pola pikir anggota gereja yang berusia tua

dianggap lebih kritis dalam mengamati, sehingga beranggapan bahwa

pengendalian internal perlu diterapkan karena dewasa ini banyak kasus

fraud dalam gereja yang terungkap, maka belief system dan penerapan

51
pengendalian internal harus berjalan beriringan untuk mencegah terjadinya

kecurangan.

b. Religiusitas memiliki hubungan positif dengan persepsi atas pengendalian

internal. Temuan ini dapat diartikan bahwa semakin religius seorang

individu, maka semakin beranggapan bahwa pengendalian internal yang

diterapkan di gereja sudah optimal. Anggota gereja memiliki keyakinan

akan kesakralan sesuai pemahaman jika pejabat gereja pasti takut untuk

menyalahgunakan wewenang dan menguasai aset gereja yang pada

dasarnya adalah milik Tuhan.

c. Analisa data kualitatif menunjukkan bahwa prosedur pengendalian internal

sudah diterapkan di dalam gereja, tetapi belum optimal, sehingga prosedur

tersebut belum dapat mencegah terjadinya penyimpangan keuangan.

Berdasarkan data wawancara, diperoleh informasi bahwa pembagian tugas

belum merata karena struktur organisasi yang dibentuk belum memadai.

Pastor masih harus turun tangan mengurus keuangan gereja karena belum

terwujudnya pembentukan pengurus keuangan paroki. Di sisi lain, anggota

gereja masih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pejabat gereja

sehingga penerapan sistem akuntansi yang dilakukan masih kurang ketat.

Kepercayaan yang tinggi bahwa keuangan gereja tidak akan disalahgunakan

menimbulkan berpotensi blind trust (kepercayaan buta), karena semakin

besar persembahan dan donasi yang masuk ke gereja, maka semakin besar

potensi terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan.

d. Gereja sebagai organisme sekaligus sebagai organisasi, harus memiliki tata

kelola yang jelas karena harus mengukur sumber daya manusia, keuangan

52
dan aset lainnya, dengan segala dinamikanya. Gereja tidak steril dari potensi

korupsi karena anggota di dalamnya adalah manusia yang memiliki ambisi

pribadi dan egoisme. Pengendalian internal sangat diperlukan agar

pelayanan gereja berjalan efektif, efisien, dan transformatif. Dengan

kuantitas sumber daya dan kompleksitas masalah yang semakin besar, maka

tata kelola gereja adalah suatu keniscayaan.

5.2 Keterbatasan

Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan yang dapat

dijabarkan antara lain sebagai berikut:

1. Pengisian kuesioner oleh responden tidak terluput dari bias sosial respon.

2. Responden terbatas pada 1 (satu) paroki saja , yaitu Gereja Maria Ratu

Rosari Lebang.

5.3 Saran

Penelitian ini belum dapat memberikan gambaran persepsi semua

jemaat gereja Maria Ratu Rosari Lebang terhadap pengendalian internal.

Adapun saran yang bisa disampaikan peneliti yaitu:

1. Memperluas cakupan penelitian pada gereja-gereja lainnya yang ada di

dalam maupun di luar kabupaten Sintang.

2. Meneliti faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi persepsi gereja

terhadap pengendalian internal.

3. Mengembangkan penelitian dengan menambahkan variabel serta

menyorot ruang lingkup dan tema penelitian yang lain yang masih

53
berkaitan dengan akuntansi gereja, misalnya: Penerapan ISAK 35 di

Gereja.

4. Gereja Maria Ratu Rosari Lebang sebaiknya meningkatkan tata kelola

serta pembagian tanggung jawab dan tugas yang lebih jelas dengan cara

membentuk pengurus baru, khususnya berkaitan dengan pengelolaan

keuangan gereja, sehingga peran dan tugas dalam gereja dapat berjalan

dengan adil dan tidak memberatkan ke pihak-pihak tertentu saja.

5. Gereja Maria Ratu Rosari Lebang sebaiknya meningkatkan penerapan

sistem akuntansi gereja khususnya pengendalian internal agar pelayanan

gereja berjalan efektif, efisien, dan transformatif mengingat bahwa

gereja tidak steril dari potensi korupsi.

54
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S. S., Mohd, R., & Hisham, B. (2011). Is religiosity an important


determinant on Muslim consumer behaviour in Malaysia? Journal of Islamic
Marketing, 2(1).

Booth, P. (1993). "Accounting in Churches: A Research Framework and Agenda".


Accounting, Auditing and Accountability Journal, 6 (4).

Caecilia, Anita, Setiyani, & H, Andre, Purwanugraha. (2016). Evaluasi


Pengendalian Internal Penerimaan dan Pengeluaran Kas Pada Gereja-Gereja Di
Rayon Bantul. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Caird, D. (1987). Religiosity and Personality: Are Mystics Introverted, Neurotic, or


Pyschotic?. The British Journal of Social Psychology, Volume 26, No 4, hal 345-
346.

Carmona, Salvador & Ezzamel M. (2006). Accounting and lived experience in the
gendered workplace. Accounting Organizations and Society Journal.

Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO).


(1992). Internal control-Integrated framework. New York: Author.

Comunale, C, S. Thomas dan S. Gara. (2006). “Professional Ethical Crises: A Case


Study of Accounting Majors”. Managerial Auditing Journal, Vol.21, No. 6, hal
636-656.

Coombe, Kennece, dan Linda Newman. (1997). “Ethics in Early Childhood Field
Experience”. Journal for Australian Research in Early Childhood Education,
Vol. 1, h. 1-9.

Creswell, John W., dan Vicki L. P. Clark. (2012). Design and Conducting Mixed
Methods Research (2nd Ed). United States of America: Sage Publications.

Dister, N.S. (1988). Psikologi Agama. Yogyakarta : Kanisius.

Fitriyya, M. (2012). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Inisiasi Menyusu


Dini Melalui Kombinasi Metode Ceramah-Tanya Jawab-Leaflet Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil di RB An-Nisa Surakarta Tesis. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.

Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS.


Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grasmick, H.G., Kinsley, K., dan Conhran, J.K. (1991). Denomination,


Religiousity, and Compliance with the Law: A Study of Adults. Journal for The
Scientific Study of Religion, Volume 30, No 1, hal 99-107.

55
Hall, J. A. (2015). Introduction to Accounting Information Systems (Internatio).
South-Western Cengage learning: USA.

Hastuti, Sri. (2007). Perilaku Etis Mahasiswa dan Dosen Ditinjau dari Faktor
Individual Gender dan Locus of Control. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis, 7
(1), pp: 58-73.

Hofstede, Geert. (1983). The Cultural of Practices and Theories. Journal


International Business, 14, pp: 75-89.

Kitab Hukum Kanonik (1983), terj. Sekretariat KWI. Jakarta: Obor, 1991.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2014). Standard Pemeriksaan Akuntan Publik. Jakarta:


IAI.

Laughlin, R.C. (1984). The design of accounting system: A general theory with an
empirical study of the Church of England. Unpublished PhD thesis, University
of Sheffield.

Ling, J & Catling, J. (2012). Psikologi Kognitif, Jakarta: Erlangga.

Listyana, Rohmaul & Hartanto Y. (2015). Persepsi Dan Sikap Masyarakat


Terhadap Penanggalan Jawa Dalam Penentuan Waktu Pernikahan (Studi Kasus
Desa Jonggrang Kecamatan Barat Kabupaten Magetan Tahun 2013). Agastya
Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya. Vol 5, No 01.

Lovita, Erna & Albert. (2021). Mengungkap Nilai-nilai Ajaran Gereja Dalam
Implementasi Pengendalian Intern. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Vol. 18 No. 01.

Mukherjee, T.K & Varela O. (1993). Corporate Operating Performance around the
Proxy Contest. Journal of Business Finance & Accounting. Vol 20, Issue 3 p.
417-425.

Mulyadi. (2013). Sistem Akuntansi. Jakarta : Salemba empat.

Musdalifah. (2020). Pengaruh Aktifitas Religiusitas terhadap Perilaku Moral Siswa


di SMP Negeri 1 Barru. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Makassar.

Muthmainah, S. (2006). “Studi Tentang Perbedaan Evaluasi Etis, Intensi Etis, dan
Orientasi Etis Dilihat dari Gender dan Disiplin Ilmu: Potensi Rekruitment Staf
Profesional pada Kantor Akuntan Publik”. Simposium NasionalAkuntansi IX.
Padang.1-12.

Kistler, D. S. (2008). Examining the Protestant Church’s financial environment,


internal controls, and financial integrity. Dissertation, Northcentral University,
Prescott Valley, Arizona.

56
Kohlberg, L. (1976). Moral Stages and moralization: The Cognitive – development
Approach. Dalam T. Lickhona (Ed), Moral development and Behaviour Theory,
Research and Social Issues. New York: Holt, Rinehart & Winston.

Kohlberg, L. (1981). Essays on moral development: the philosophy of moral


development: moral stages and the idea of justice (vol. 2). San Francisco: Harper
& Row.

McNeal, A., & Michelman, J. (2006). CPA’s role in fighting fraud in nonprofit
organizations. The CPA Journal, 76(1): 60-63.

Muller, R. (2015). “Incarnation theology versus the sacralisation of authority.”


AOSIS, South Africa.

Putri, I Gusti Ayu Made Asri Dwija. (2011). Dampak Good Corporate Governance
dan Budaya Organisasi pada Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Manajemen
Laba serta Konsenkuensinya pada Nilai Perusahaan. (Studi pada Perusahaan
Publik Indonesia). Disertasi. Program Doktor Ilmu Akuntansi Pascasarjana
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang.

Romney, M. B., & Steinbart, P. J. (2018). Accounting Information Systems (14th


ed.). Pearson Education, Inc: New Jersey.

Sankaran, S. & T. Bui. (2003). Relationship between student’s characteristics and


ethics : Implications for educators. Journal of Instructional Psychology; 30 (3) :
240 - 253.

Sarwono, Sarlito W. & Eko A. Meinarno. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika.

Sary, Desy Permata. 2020. Analisis Perbedaan Persepsi Anggota Gereja Terhadap
Pengendalian Internal (Studi Kasus Pada Gereja Maria Ratu Semesta Alam).
Skripsi. Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.

Sasongko, G. (2012). Faham Keselamatan dalam Budaya Jawa. Yogyakarta:


Ampera Utama.

Senga, K. K. T & Kristianti I. (2019). Pengendalian Internal Organisasi Keagamaan


di Kota Salatiga. Jurnal Ikmu Sosial dan Humaniora. Vol. 8 No.2

Shabbir, M.S., dan Rehman, A. (2010). The Relationship Between Religisity and
New Product Adoption. Journal of Islamic Marketing, Volume 1, No. hal 63-69.

Smith J.A, (2009). Psikologi kualitatif: Panduan Praktis Metode Riset. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.

57
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.

Sugiyono, (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Sugiyono, (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metode Penelitian: Lengkap, Praktis, dan Mudah


Dipahami. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Sukoco, S. H., & Yoder, L. M. (2010). Tata Injil Di Bumi Muria. Pustaka Muria:
Semarang.

S R, Soemarso. (2009). Akuntansi Suatu Pengantar. Buku 1. Jakarta: Salemba


Empat.

Wibowo, E.A. (2015). Persepsi Gereja Kristen Protestan atas pengendalian internal:
Studi empiris pada Sinode-sinode gereja pendukung Universitas Kristen Duta
Wacana, Yogyakarta. Thesis tidak dipublikasikan.

Wibowo, E. A., & Kristanto, H. (2017). Korupsi Dalam Pelayanan Gereja: Analisis
Potensi Penyimpangan dan Pengendalian Internal. Integritas, 105-136.

Wibowo, E. A., & Kristanto, H. (2018). Persepsi Anggota Gereja Atas


Pengendalian Internal. Gema Teologika, 53-70.

https://www.cnnindonesia.com/tag/korupsi-gereja

58
LAMPIRAN

Lampiran 1
Kuesioner Penelitian
“Analisis Pengendalian Internal pada Gereja Maria Ratu Rosari Lebang”

Kepada:
Saudara/i umat Paroki Maria Ratu Rosari Lebang.

Perkenalkan saya Hilaria Fortuna, mahasiswi Akuntansi Universitas Kristen Duta


Wacana Yogyakarta. Saat ini saya sedang melakukan penyelesaian tugas akhir
dengan judul "Analisis Pengendalian Internal pada Gereja Maria Ratu Rosari
Lebang".
Saya mohon kesediaan saudara untuk mengisi kuesioner ini. Jawaban saudara
akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini.
Jawaban kuesioner tidak ada yang benar atau salah karena pengalaman masing-
masing individu tidaklah sama.

Hormat saya,
Hilaria Fortuna

DATA DIRI & KUESIONER

Nama :……………………………………………………………………
Jenis Kelamin :……………………………………………………………………
Usia :……………………………………………………………………
Pendidikan terakhir : € SD € S1
€ SMP € S2
€ SMA/ SMK € S3
€ Diploma €Lainnya :……………

Intruksi:
1. Mohon menjawab pernyataan berikut ini sesuai dengan keadaan sebenarnya
yang Anda alami/pahami.
2. Mohon memberikan tanda centang (✔) pada salah satu jawaban yang
tersedia. Alternatif jawaban adalah dari Sangat Tidak Setuju – Sangat Setuju
3. Mohon mengisi seluruh pernyataan tanpa ada yang terlewat.

59
Keterangan:
STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju CS : Cukup Setuju S:
Setuju SS : Sangat Setuju
RELIGIUSITAS ST TS CS S SS
S
1. Saya selalu mengikuti perayaan Ekaristi di hari
minggu.
2. Saya selalu menjalankan pantang dan puasa di
masa prapaskah.
3. Saya membuka Alkitab setiap hari.
4. Saya merasa kuat dalam menghadapi segala
macam ujian.
5. Saya sering mengikuti Doa Lingkungan (Doa
Rosario, Ibadat, dll).
6. Saya membaca buku-buku agama untuk
menambah pengetahuan agama saya.
7. Saya selalu merasakan anugerah dari Allah
setiap harinya.

PERSEPSI PENGENDALIAN INTERNAL ST TS CS S SS


S
1. Pengurus keuangan gereja memiliki
pengetahuan tentang akuntansi dan keuangan.
2. Penghitung persembahan gereja memiliki
pengetahuan tentang akuntansi dan keuangan.
3. Pengeluaran uang gereja sesuai dengan
anggaran yang telah ditetapkan.
4. Pemimpin gereja membuat pengeluaran sesuai
anggaran yang telah ditetapkan.
5. Gereja menyeleksi calon pengurus keuangan.
6. Keuangan gereja tidak mungkin
disalahgunakan.
7. Penghitung persembahan adalah orang yang
berbeda setiap minggunya.
8. Uang persembahan disetorkan ke Keuskupan
sesegera mungkin setelah Misa.
9. Penghitungan uang persembahan dilakukan
oleh lebih dari dua orang.
10. Pencairan dana untuk pengeluaran gereja
disesuaikan dengan bukti transaksi, misal: nota,
tagihan dan kwitansi.

60
Lampiran 2
Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Mann-Whitney dan Korelasi Rank-Spearman

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.788 .809 16

KMO and Bartlett's Test


Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .627
Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 263.370
df 120
Sig. .000

Test Statisticsa
Persepsi
Mann-Whitney U 1988.000
Wilcoxon W 4616.000
Z -1.013
Asymp. Sig. (2-tailed) .311
a. Grouping Variable: Gender

Correlations
Usia Persepsi
Spearman's rho Usia Correlation Coefficient 1.000 -.203*
Sig. (2-tailed) . .019
N 133 133
Persepsi Correlation Coefficient -.203* 1.000
Sig. (2-tailed) .019 .
N 133 133
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations
Tingkat Pendidikan Persepsi
Spearman's rho Tingkat Pendidikan Correlation Coefficient 1.000 -.114
Sig. (2-tailed) . .191
N 133 133
Persepsi Correlation Coefficient -.114 1.000
Sig. (2-tailed) .191 .

61
N 133 133

Correlations
Religiusitas Persepsi
Spearman's rho Religiusitas Correlation Coefficient 1.000 .269**
Sig. (2-tailed) . .002
N 133 133
Persepsi Correlation Coefficient .269** 1.000
Sig. (2-tailed) .002 .
N 133 133
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

62
Lampiran 3
Distribusi Frekuensi Data Responden
Gender
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid P 72 54.1 54.1 54.1
L 61 45.9 45.9 100.0
Total 133 100.0 100.0

Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <20 27 20.3 20.3 20.3
21-30 46 34.6 34.6 54.9
31-40 28 21.1 21.1 75.9
41-50 24 18.0 18.0 94.0
>50 8 6.0 6.0 100.0
Total 133 100.0 100.0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid SD-SMP 6 4.5 4.5 4.5
SMA/SMK 69 51.9 51.9 56.4
Diploma 13 9.8 9.8 66.2
S1 42 31.6 31.6 97.7
S2 3 2.3 2.3 100.0
Total 133 100.0 100.0

63
Lampiran 4
Hasil Kuesioner

64
65
66
67
68
69
Lampiran 5
Transkrip Wawancara
Wawancara 1
Nama Informan : FW
Jenis kelamin : Laki-laki
Jabatan : Pastor Vikaris
Pendidikan : S2
Usia : 33 Tahun
Waktu : Rabu, 29 Juni 2022 Pukul 17.45 – 18.45
Tempat : Via WhatsApp Video Call

P Bagaimana sistem pengendalian internal yang diterapkan di dalam gereja?


N Salah satu perwujudan pengendalian internal di paroki ini adalah
dibentuknya Dewan Pastoral Paroki (DPP), dimana DPP ini terdiri dari
ketua, sekretaris, bendahara dan beberapa bagian di bawahnya yang
menjalankan peran dan sesuai tanggungjawab masing-masing. Pastor
beserta DPP berperan untuk menjalankan agenda tahunan. Agenda tahunan
ini dilaporkan dalam rapat Pleno DPP yang diadakan 2 (dua) kali, yaitu di
awal dan pertengahan tahun. Pleno awal tahun untuk mengevalusi kegiatan
yang sudah dijalankan 1 tahun sebelumnya, serta membahas agenda awal
kegiatan 1 tahun ke depan, sedangkan pleno pertengahan tahun untuk
mereview kegiatan yang sedang/ sudah berjalan. Rapat pleno ini dihadiri
oleh perwakilan umat dari tiap kring/stasi, sehingga berbagai topik yang
dibahas dan disepakati merupakan hasil musyawarah bersama. Selain rapat
pleno, pengurus DPP juga rutin melakukan rapat bulanan.
P Menurut Romo, apakah pengendalian yang dilakukan sudah memadai?
N Menurut pendapat saya, saat ini mungkin cukup, namun akan lebih baik
jika dibentuk semacam “tim keuangan” yang bertugas khusus untuk
menangani uang gereja, karena selama ini hal-hal yang berkaitan dengan
penerimaan dan pengeluaran keuangan gereja masih dipercayakan kepada
pastor untuk menanganinya. Kalau dibentuk tim keuangan harapannya
pastor bisa lebih fokus ke pelayanan saja.
P Bagaimana sistem pelaporan keuangan gereja ini?
N Uang kolekte khusus minggu pertama dalam bulan, selalu disetorkan ke
keuskupan sintang. Sedangkan untuk minggu kedua – keempat akan masuk
ke kas paroki. Lalu jika ada dana hibah yang diberikan untuk gereja,
biasanya akan dilaporkan di rapat pleno DPP, baik pemasukan dan
pengeluarannya. Untuk kas yang masuk melalui kolekte, biasanya
diumumkan di gereja sehabis misa tiap minggunya.
P Jika terjadi penyimpangan atau kecurangan dalam pelaporan keuangan,
tindakan apa yang harus dilakukan?

70
N Langkah pertama pasti akan dilakukan pendekatan secara pribadi terhadap
oknum tersebut, dan kemungkinan besar akan diberhentikan dari
jabatannya karena pasti umat sudah tidak memiliki kepercayaan lagi.

Wawancara 2
Nama Informan : YA
Jenis kelamin : Perempuan
Jabatan : Jemaat
Pendidikan : Diploma
Usia : 26 Tahun
Waktu : Rabu, 29 Juni 2022 Pukul 21.31 – 22.00
Tempat : Via Google Meet

P Bagaimana sistem pengendalian internal yang diterapkan di dalam gereja?


N Sejauh pengamatan saya, selama ini tim yang membantu Pastor dalam
menjalankan rumah tangga gereja cuma DPP. Untuk kegiatan OMK dll pun
masih di bawah naungan DPP, jadi segala sesuatunya selalu berurusan
dengan DPP. Tapi, inti dari berbagai kegiatannya berpusat ke pastor paroki,
tetap pastor yang banyak berperan.
P Menurut anda, apakah pengendalian yang dilakukan sudah memadai?
N Cukup nggak cukup, karena kegiatan di paroki Lebang biasanya nggak
menggunakan dana yang terlalu besar, jadi kalau ada penyimpangan pasti
bisa ditelusuri.
P Bagaimana sistem pelaporan keuangan gereja ini?
N Keuangan di gereja Maria Ratu Rosari ini dibagi menjadi beberapa bagian.
Ada uang komunitas yang dipercayakan urusannya ke pastor vikaris,
kemudian ada uang paroki (umum) yang dipegang langsung aksesnya oleh
pastor paroki. Nah uang komunitas ini maksudnya adalah uang kongregasi
para pastor yaitu komunitas SMM, yang sumbernya dari pusat SMM di
Bandung. Uang ini diberikan kepada para romo untuk biaya hidup pribadi
atau istilahnya uang jajan. Pastor vikaris memiliki tanggung jawab setiap
bulannya untuk melaporkan pengeluaran yang dipakai dari uang ini. Lalu,
keuangan lainnya seperti APP, kolekte, iuran keluarga katolik (iuran KK),
pasti ada rekapan dan pelaporan. Untuk perekapannya biasanya pastor
dibantu oleh anak-anak OMK. Jumlah nominalmnya biasanya diumumkan
di gereja dan juga ditempel papan pengumuman. Kemudian, khusus untuk
kegiatan paroki yang dinaungi DPP, yang melaporkan penggunaan
keuangannya adalah bendahara DPP.
P Jika terjadi penyimpangan atau kecurangan dalam pelaporan keuangan,
tindakan apa yang harus dilakukan?

71
N Ditelusuri dulu, pasti ada motif tertentu di balik penyalahgunaan tersebut.
Lalu, bagaimanapun harus tetap disanksi, setidaknya dengan mengganti
rugi agar ada efek jera. Karena uang tersebut bukan uang pribadi.

Wawancara 3
Nama Informan :A
Jenis kelamin : Laki-laki
Jabatan : Sekretaris Dewan Pastoral Paroki
Pendidikan : S1
Usia : 53 Tahun
Waktu : Kamis, 30 Juni 2022 Pukul 12.10 – 13.00
Tempat : Via WhatsApp Audio Call

P Bagaimana sistem pengendalian internal yang diterapkan di dalam gereja?


N Untuk fungsi di paroki Lebang memang masih dominan ditangani oleh
pastor, baik pastor paroki maupun pastor vikaris. Terlebih berkaitan dengan
keuangan, kolekte, iuran KK, termasuk iuran pembangunan. DPP lebih
berfungsi sebagai mitra pastor dalam mengelola permasalahan yang ada di
paroki. DPP adalah wakil umat dan sebagai wadah konsultatif. Kalau ada
kegiatan atau persoalan di paroki, DPP lah yang akan melakukan diskusi
bersama dengan pastor. DPP beserta dengan seksi-seksi yang ada di
bawahnya juga berperan dalam merencanakan kegiatan, termasuk
menyelenggarakan kegiatan, bersama dengan tim pastoral tentunya. Untuk
saat ini, awam yang menjabat di DPP memang belum terlalu jauh terlibat
untuk mengawasi keuangan paroki. Walaupun sempat ada rencana untuk
membentuk bagian ekonom paroki, tapi sampai sekarang belum terwujud.
P Menurut anda, apakah pengendalian yang dilakukan sudah memadai?
N Untuk sementara ini dengan segala kelemahannya, ini mungkin pilihan
terbaik yang bisa diterapkan. Kalau mau melibatkan awam di bagian
keuangan paroki kan perlu digaji juga. Terlebih kalau sifatnya masuk di
manajemen paroki, pasti ada jam masuknya, berapa hari dalam seminggu,
sehingga beban biaya juga perlu dipikirkan dulu. Maka dari pertimbangan
itu, keuangan masih dipercayakan kepada pastor untuk mengurusnya.
Awam yang bertugas dagian sekretariat paroki saat ini juga tidak ikut
campur terlalu dalam ke ranah keuangan, hanya di bagian administrasi saja.
Kalau memang dana sudah memungkinkan, harus ada minimal satu orang
yang membantu di bagian keuangan sehingga pastor tidak perlu disibukkan
dengan urusan keuangan.
P Bagaimana sistem pelaporan keuangan gereja ini?
N Kalau untuk laporan keuangan, ya paling disampaikan pada saat rapat
pleno DPP. Mulai dari iuran KK, APP hingga kolekte. Tapi yang rutin per
bulan setau saya adalah laporan dari paroki ke atasannya, yaitu keuskupan.
Artinya, yang harus ada laporan rutin justru ke keuskupan. DPP percaya

72
saja bahwa pastor menangani keuangan dengan benar dan tidak ada upaya
menyelewengkan dana paroki. Sehingga walaupun penyampaiannya hanya
2 kali setahun di pleno DPP, umat tidak pernah mempermasalahkan.
Kolekte juga ada rekapan per tahunnya. Total kolektenya sekian, kemudian
berapa yang untuk keuskupan biasanya disampaikan di gereja tiap akhir
tahun .
P Jika terjadi penyimpangan atau kecurangan dalam pelaporan keuangan,
tindakan apa yang harus dilakukan?
N Kembali ke moralitas saja. Selama ini belum pernah terdengar
penyalahgunaan keuangan. Kalau terbukti ada penyimpangan, yang pasti
ya harus diminta pertanggungjawaban.

73
Lampiran 6
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul :“ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA GEREJA

TERHADAP PENGENDALIAN INTERNAL (STUDI

KASUS PADA GEREJA MARIA RATU ROSARI

LEBANG)

Nama : Hilaria Fortuna

NIM : 12180391

Mata Kuliah : Skripsi

Program Studi : Akuntansi

Semester : Genap

Tahun Akademik : 2021/2022

74
Kartu Konsultasi

75
76
77

Anda mungkin juga menyukai