Anda di halaman 1dari 5

Arti Ibadah

Dalam Perjanjian Baru bahasa Indonesia ibadah (kebaktian) Jemaat disebut dengan rupa-rupa
istilah : “kumpulan” (1 Kor 14:23 Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap
orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak
beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila?), pertemuan (Ibrani 10:25 Janganlah kita
menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang,
tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang
mendekat.), Ibadah (Kis 13:2). Istilah resmi dalam banyak literatur theologis ialah “liturgia”
(pelayanan, yaitu pelayanan untuk kepentingan persekutuan). Perjanjian baru juga menggunakan
istilah liturgia, tetapi dalam arti yang luas, yaitu “ibadah dalam Bait Allah” (Lukas 1:23, 2:8),
atau “persembahan Jemaat sebagai bantuan” kepada orang-orang miskin (Roma 15:27
Keputusan itu memang telah mereka ambil, tetapi itu adalah kewajiban mereka. Sebab, jika
bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah
juga bangsa-bangsa lain itu melayani orang Yahudi dengan harta duniawi mereka.), atau
“pekerjaan apostolat” dari para rasul (Filipi 2:25), malahan juga “pelayanan” dan pejabat-
pejabat pemerintah (Roma 13:6).

            Liturgia yang dijelaskan di sini bukanlah liturgia dalam arti “tata ibadah”, seperti yang
digunakan oleh Gereja-gereja sekarang, tetapi : ibadah, pelayanan (kepada Allah dan kepada
manusia). Di samping istilah ibadah, sejah dahulu – sejak abad-abad pertama – digunakan juga
istilah-istilah lain sebagai istilah-istilah gerejawi yang resmi untuk ibadah (kebaktian), yaitu: officium,
cultus, service, worship, Gottesdienst, dll.

   Ibadah jemaat adalah pertemuan antara Allah dan Jemaat sebagai umatNya. Ia mencerminkan
peristiwa yang berlangsung antara Allah dan manusia dalam perjanjian yang Ia adakan dengan dia.
Dalam ibadah Jemaat terjadi dialog antara Allah dan Jemaat.

            Ibadah Jemaat diadakan pada hari Minggu – “hari Tuhan


“ – yaitu hari kebangkitan Yesus Kristus, hari kemenangan. Dalam ibadah Jemaat Yesus Kristus
menempati tempat yang sentral. Ia mengundang dan mengumpulkan kita di situ. Dalam Firman,
dalam perjamuan dan persekutuan ibadah, Ia mau hadir bersama-sama dengan kita. Ibadah Jemaat
adalah suatu peristiwa kristologis: suatu peristiwa krostologis yang menunjuk kepada Sabat yang
kekal. Sebab dalam ibadah Jemaat kesalahan dan dosa merupakan tema yang penting, dan terutama
“pemberitaan anugerah” memberikan keberanian dan kekuatan kepada kita untuk terus hidup.

            Ibadah Jemaat tidak hanya diselenggarakan pada hari Minggu saja. Ibadah hari Minggu
memang sentral. Tetapi “pertemuan” antara Allah dan Jemaat bukan hanya berlangsung pada hari
itu saja. Pertemuan itu berlangsung juga pada hari-hari kerja. Karena itu ibadah Jemaat tidak
tertutup, tetapi terbuka. [1]
            Hoon mengatakan bahwa, “ibadah Kristen adalah penyataan diri Allah sendiri dalam Yesus
Kristus dan tanggapan manusia terhadap-Nya,” Atau suatu tindakan ganda: yaitu “tindakan Allah
kepada jiwa manusia dalam Yesus Kristus dan dalam tindakan tanggapan manusia melalui Yesus
Kristus”. Melalui firman-Nya, Allah “menyingkapkan dan mengkomunikasikan keberadaan-Nya yang
sesungguhnya kepada manusia”.

            Peter Brunner berpendapat ibadah sebagai “dualitas”. Dualitas yang ia maksudkan di sini ialah
“Ibadah sebagai Pelayanan Allah kepada Jemaat” dan “Ibadah sebagai Pelayanan Jemaat di Hadapan
Allah”. Tetapi pada intinya, Allah sendirilah yang membuat ibadah itu suatu kemungkinan:
“Pemberian Allah mengundang penyembahan manusia kepada Allah”. Brunner mengatakan tentang
ibadah kita “bahwa tidak ada satu pun yang terjadi di dalamnya kecuali bahwa Tuhan kita yang
pengasih itu sendiri berbicara kepada kita melalui firman-Nya yang kudus dan bahwa kita, pada
gilirannya, berbicara kepadaNya dalam doa dan nyanyian pujian”. Tanggapan manusia terhadap
tidakan-tindakan pewahyuan Allah adalah dengan berbicara kepada Allah melalui doa dan nyanyian
“sebagai suatu tindakan ketaatan baru yang ditanamkan oleh Roh Kudus”. Doa, kata Brunner,
“adalah pekernanan yang Allah setujui agar anak-anak-Nya mengikutsertakan suara mere dalam
mendiskusikan perbuatan-perbuatan-Nya.” Jadi, dualitas ibadah, bagi Brunner, dibayangi oleh fokus
tunggal, tindakan Allah baik dalam pemberian diri-Nya kepada kita dan juga dalam mendorong
tanggapan kita atas pemberian-pemberian Allah.

   Ibadah jemaat adalah pertemuan antara Allah dan Jemaat sebagai umatNya. Ia mencerminkan
peristiwa yang berlangsung antara Allah dan manusia dalam perjanjian yang Ia adakan dengan dia.
Dalam ibadah Jemaat terjadi dialog antara Allah dan Jemaat.

            Ibadah Jemaat diadakan pada hari Minggu – “hari Tuhan


“ – yaitu hari kebangkitan Yesus Kristus, hari kemenangan. Dalam ibadah Jemaat Yesus Kristus
menempati tempat yang sentral. Ia mengundang dan mengumpulkan kita di situ. Dalam Firman,
dalam perjamuan dan persekutuan ibadah, Ia mau hadir bersama-sama dengan kita. Ibadah Jemaat
adalah suatu peristiwa kristologis: suatu peristiwa krostologis yang menunjuk kepada Sabat yang
kekal. Sebab dalam ibadah Jemaat kesalahan dan dosa merupakan tema yang penting, dan terutama
“pemberitaan anugerah” memberikan keberanian dan kekuatan kepada kita untuk terus hidup.

            Ibadah Jemaat tidak hanya diselenggarakan pada hari Minggu saja. Ibadah hari Minggu
memang sentral. Tetapi “pertemuan” antara Allah dan Jemaat bukan hanya berlangsung pada hari
itu saja. Pertemuan itu berlangsung juga pada hari-hari kerja. Karena itu ibadah Jemaat tidak
tertutup, tetapi terbuka. [1]

            Hoon mengatakan bahwa, “ibadah Kristen adalah penyataan diri Allah sendiri dalam Yesus
Kristus dan tanggapan manusia terhadap-Nya,” Atau suatu tindakan ganda: yaitu “tindakan Allah
kepada jiwa manusia dalam Yesus Kristus dan dalam tindakan tanggapan manusia melalui Yesus
Kristus”. Melalui firman-Nya, Allah “menyingkapkan dan mengkomunikasikan keberadaan-Nya yang
sesungguhnya kepada manusia”.

            Peter Brunner berpendapat ibadah sebagai “dualitas”. Dualitas yang ia maksudkan di sini ialah
“Ibadah sebagai Pelayanan Allah kepada Jemaat” dan “Ibadah sebagai Pelayanan Jemaat di Hadapan
Allah”. Tetapi pada intinya, Allah sendirilah yang membuat ibadah itu suatu kemungkinan:
“Pemberian Allah mengundang penyembahan manusia kepada Allah”. Brunner mengatakan tentang
ibadah kita “bahwa tidak ada satu pun yang terjadi di dalamnya kecuali bahwa Tuhan kita yang
pengasih itu sendiri berbicara kepada kita melalui firman-Nya yang kudus dan bahwa kita, pada
gilirannya, berbicara kepadaNya dalam doa dan nyanyian pujian”. Tanggapan manusia terhadap
tidakan-tindakan pewahyuan Allah adalah dengan berbicara kepada Allah melalui doa dan nyanyian
“sebagai suatu tindakan ketaatan baru yang ditanamkan oleh Roh Kudus”. Doa, kata Brunner,
“adalah pekernanan yang Allah setujui agar anak-anak-Nya mengikutsertakan suara mere dalam
mendiskusikan perbuatan-perbuatan-Nya.” Jadi, dualitas ibadah, bagi Brunner, dibayangi oleh fokus
tunggal, tindakan Allah baik dalam pemberian diri-Nya kepada kita dan juga dalam mendorong
tanggapan kita atas pemberian-pemberian Allah.

 Ibadah pribadi kepada Allah dapat dilakukan di mana pun dan kapan pun (Yohanes 4:21-23a Kata
Yesus kpeadanya : “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan
menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusamlem. Kamu menyembah apa yang
tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamtan datang dari bangsa
Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembaj-penyembah benar
akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran;)[7]

            ibadah sejati bukan hanya rohani, batin saja, melainkan jasmani juga, dan tanpa kesadaran
akan “ibadah sejati” ini. Tidak banyak tradisi agama yang meyakini bahwa ibadah sejati mesti
mencakup tubuh. “janganlah menjadi seupa dengan dunia ini ...” (Roma 12:2). Dunia ini menganggap
bahwa ibadah adalah rohani, lepas dari dunia. Oleh karena itu, kita dipanggil jangan menjadi serupa
dengan dunia ini.[8]

2. Unsur-unsur Ibadah yang baik

Persiapan
Yesaya 62:10  Berjalanlah, berjalanlah melalui pintu-pintu gerbang, persiapkanlah jalan bagi umat,
bukalah, bukalah jalan raya, singkirkanlah batu-batu, tegakkanlah panji-panji untuk bangsa-bangsa!

Amsal 4:12  "Sebab itu demikianlah akan Kulakukan kepadamu, hai Israel.  —  Oleh karena Aku akan
melakukan yang demikian kepadamu, maka bersiaplah untuk bertemu dengan Allahmu, hai Israel!"

Berdoa

Keluaran 8:9 Kata Musa kepada Firaun: "Silakanlah tuanku katakan kepadaku, bila aku akan berdoa
untukmu, untuk pegawaimu dan rakyatmu, supaya katak-katak itu dilenyapkan dari padamu dan dari
rumah-rumahmu, dan hanya tinggal di sungai Nil saja."

Puji-Pujian

1Taw 16:4  Juga diangkatnya dari orang Lewi itu beberapa orang sebagai pelayan di hadapan tabut
TUHAN untuk memasyhurkan TUHAN, Allah Israel dan menyanyikan syukur dan puji-pujian bagi-Nya.

1Taw 16:4  Juga diangkatnya dari orang Lewi itu beberapa orang sebagai pelayan di hadapan tabut
TUHAN untuk memasyhurkan TUHAN, Allah Israel dan menyanyikan syukur dan puji-pujian bagi-Nya.

Khotbat
Khotbah itu biasanya menjadi sebagian dalam kebaktian (kecuali dalam pekabaran Injil kepada orang
yang belum percaya), bahkan menurut Luther, khotbah itu adalah “bagian yang termulia dan
terutama dari tiap-tiap kebaktian”.

Kel 18:19  Jadi sekarang dengarkanlah perkataanku, aku akan memberi nasihat kepadamu dan Allah
akan menyertai engkau. Adapun engkau, wakililah bangsa itu di hadapan Allah dan kauhadapkanlah
perkara-perkara mereka kepada Allah.[9]

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J.L. Ch, Pokok-pokok iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.

Cully Irris V, Dinamika Pendidikan Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Gerald O’Collins, Edward G. Farrugia, Kamus Teologi. Yogyakarta:  Kanisius,
            1996.

Leight Ronald W, Melayani dengan efektif. Jakarta: BPK Gunung Mulia,2007.

Ray, David R, Gereja yang hidup. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

RӦTHLISBERGER H,  Homiletika. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2012.


Singgih Emanuel  Gerrit, Menguak isolasi, menjalin relasi: Teologi Kristen dan
                      tantangan dunia postmodern. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

WHITE F. JAMES, Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

Anda mungkin juga menyukai