Anda di halaman 1dari 18

Tugas I ndividu

Makalah Tentang Kinerja Aparatur Pelayanan Publik dalam Memenuhi Kepuasan


Pelanggan (costumer Focused Quality)

Dosen Pengampu :

Zulman Barniat,S.Sos,M.I.P

Di Susun Oleh :

Rosita 18021009

Kelas Reguler (A)

Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMPUNG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.


Untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya setiap orang (individu)
membutuhkan barang dan jasa tertentu, seperti: makan, minum, pakaian
(sandang), rumah (papan), pendidikan, dan sebagainya. Sesuai dengan derajat
urgensinya bagi kelangsungan hidup manusia, berbagai barang dan jasa yang
perlu tersedia tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan primer,
sekunder dan tersier. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan pokok, artinya
barang/jasa yang dibutuhkan individu tersebut harus tersedia atau
pemenuhannya (konsumsinya) tidak dapat ditunda agar individu tetap dapat
hidup. Sedangkan kebutuhan sekunder merupakan jenis barang/jasa yang
pemenuhannya dapat ditunda karena tidak secara langsung berkaitan dengan
upaya mempertahankan kelangsungan hidup individu.

B. Rumusan masalah
1) Apa yang dimaksud dengan Kelayanan Publik?
2) Bagaimana Implementasi Kebijakan Publik?
3) Bagaimana Dinamika Pelayanan Publik.

C. Permasalahan
Masalah yang akan dicari pemecahannya agar pembahasannya lebih
terperinci dalam menyikapi kinerja pelayanan publik untuk memenuhi
kepuasan pelanggan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Pelayanan Publik


1. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan
pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah
ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa
pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.
Karenanya Birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan layanan yang baik dan profesional (Tesis Irsan, 2012 : 9).
Berkaitan dengan layanan publik yang profesional sesuai dengan tuntutan
masyarakat, menurut Thoha (Widodo, 2001) dalam Tesis Irsan, 2012: 10.
Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan
oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan
(aparatur pemerintah), dengan ciri sebagai berikut:
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan
dan sasaran;
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan
diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah
dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
pelayanan;
3. Kejelasan dan kepastian (transparan) mengandung akan arti adanya
kejelasan dan kepastian mengenai:
a. Prosedur/tata cara pelayanan
b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan
administratif
c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan
d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya
e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan
4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan satuan
kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian,
rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan 12 dengan proses
pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan
dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta;
5. Efisiensi, mengandung arti:
a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung
dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan
keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses
pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya
kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang
terkait.
6. Ketepatan, waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan
masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan
7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi
apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang
dilayani.
8. Adaptif, cepat menyelesaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan,
keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa
mengalami tumbuh kembang

Sementara menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara


No./KEP/25//M.PAN/2/2004 Pelayanan publik adalah segala kegiatan
pelaksanaan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan, maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Tujuan Pelayanan Publik
Tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana
mempersiapkan pelayanan publik tersebut yang dikehendaki atau
dibutuhkan oleh publik, dan bagaimana menyatakan dengan tepat
kepada publik mengenai pilihannya dan cara mengaksesnya yang
direncanakan dan disediakan oleh pemerintah. (Zeithaml, Valarie A.
(et.al).1990)
Lebih lanjut Zeithaml mengatakan, tujuan pelayanan publik adalah
sebagai berikut: 1. Menentukan pelayanan yang disediakan, apa saja
macamnya; 2. Memperlakukan pengguna layanan, sebagai customers;
3. Berusaha memuaskan pengguna layanan, sesuai dengan yang
diinginkan mereka; 4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang
paling baik dan berkualitas; 5. Meneyediakan cara-cara, bila
penggguna pelayanan tidak ada pilihan. (Zeithml, Valarie A. (et.al).
1990)
3. Ciri-ciri Pelayanan Publik
Adapun ciri khusus pelayanan publik menurut Ahmad dalam Sondang
P. Siagian (1994:81) adalah :
 Tidak dapat memilih konsumen.
 Perencanaan dibatasi oleh peraturan.
 Pertanggungjawaban yang kompleks.
 Sangat teliti.
 Semua tindakan dapat justifikasi.
 Tujuan dan output sulit diukur dan ditentukan.

4. Standar Pelayanan Publik


Menurut Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No.
63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, standar pelayanan haruslah meliputi:
 Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang dilakukan dalam
halm ini antara lain kesederhanaan yaitu kemudahan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat serta kemudahan
dalam memenuhi persyaratan pelayanan.
 Waktu Penyelesaian Waktu yang ditetapkan sejak saat
pengajuan permohonan sama dengan penyelesaian pelayanan
termasuk pengaduan haruslah berkaitan dengan kepastian
waktu dalam memberikan pelayanan sesuai dengan ketetapan
lamanya waktu pelayanan masing-masing.
 Biaya Pelayanan. Biaya atau tarif pelayanan termasuk rincian
yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan, haruslah
berkaitan dengan pengenaan biaya yang secara wajar dan
terperinci serta tidak melanggar ketentuan yang ada.
 Produk Pelayanan. Hasil pelayanan yang diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini berkaitan
dengan kenyataan dalam pemberian pelayanan yaitu hasil
pelayanan sesuai dengan yang ditentukan serta terbebas dari
kesalahan-kesalahan teknis, baik dalam hal penulisan
permohonan yang telah diajukan sebelumnya.
 Sarana dan Prasarana. Penyediaan sarana dan prasarana yang
memadai oleh penyelenggara pelayanan publik. Hal ini
berkaitan dengan ketersediaan perangkat
 penunjang pelayanan yang memadai seperti meja, kursi, mesin
tik, dll. Serta adanya kenyamanan dan kemudahan dalam
memperoleh suatu pelayanan.

5. Kualitas Pelayanan
Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi
mulai dari konvensional hingga yang lebih strategis.
Menurut American society for quality control (Lupiyoadi, 2001:144)
“Kualitas dapat diartikan sebagai keseluruhan ciri-ciri dan
karakteristikkarakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah
ditentukan atau bersifat laten”. Menurut Goetsh dan Davis (Tjiptono,
2004:51) “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan”.
Pendapat lain yang senada mengenai dimensi atau ukuran kualitas
pelayanan dikemukakan oleh Fandy Tjiptono (1997:14) dalam
bukunya “Prinsip-prinsip Total Quality Service,”yaitu:
 Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
 Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan
memuaskan.
 Daya tanggap (responsiviness), yaitu keinginan para staf
untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan
dengan tanggap.
 Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan,
kesopanan, dan dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas
dari bahaya, resiko tau keragu-raguan.
 Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam melakukan
hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan
memahami kebutuhan para pelanggan.

B. Implementasi Kebijakan Publik


1. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata


“implementatiom”, berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut
Webster’s Dictionary (dalam Tachan, 2008: 29), kata to implement berasal
dari bahasa Latin “implementum” dari asal kata “impere” dan “plere”.
Kata “implore” dimaksudkan “to fill up”,”to fill in”, yang artinya mengisi
penuh; melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu mengisi.

Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan


publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai
aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah
ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai
tujuan kebijakan.

Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa, implementasi


kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan
setelah kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di antara
perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. 

2. Proses Implementasi Kebijakan Publik


Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan, tindakan ini
berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-
pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar
atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya.
Implementasi pada hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang
seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan.

 Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar.


Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:

 tahapan pengesahan peraturan perundangan.


 pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana.
 kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan.
 dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak.
 dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi
pelaksana.
 upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

3. Model-model Implementasi Kebijakan Publik


 Implementasi Sistem Rasional (Top-Down)
Menurut Parsons (2006),  model implementasi inilah yang paling
pertama muncul. Pendekatan top down memiliki pandangan tentang
hubungan kebijakan implementasi seperti yang tercakup dalam Emile
karya Rousseau : “Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke
tangan Sang Pencipta. Segala sesuatu adalah buruk di tangan
manusia”.
model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah
menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan
mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem.

Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008), berpendapat bahwa


implementasi top down adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar.
Beberapa ahli yang mengembangkan model implementasi kebijakan dengan
perspektif top down adalah sebagai berikut :

 Van Meter dan Van Horn


 George Edward III
 Mazmanian dan Sabatier
 Model Grindle

 Implementasi Kebijakan Bottom Up

Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai kritik


terhadap model pendekatan rasional (top down). Parsons (2006), mengemukakan
bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi adalah hubungan antara
pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model bottom up adalah model
yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan consensus.
Masih menurut Parsons (2006), model pendekatan bottom up menekankan pada
fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan
kebijakan.

Menurut Smith dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh


empat variable, yaitu :

 Idealized policy : yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus


kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan
merangsang target group untuk melaksanakannya
 Target groups : yaitu bagian dari policy stake holders yang
diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana
yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini
menjadi sasaran dari implementasi kebijakan, maka diharapkan
dapat menyesuaikan pola-pola perilakukan dengan kebijakan yang
telah dirumuskan
 Implementing organization : yaitu badan-badan pelaksana yang
bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
 Environmental factors : unsur-unsur di dalam lingkungan yang
mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya,
sosial, ekonomi dan politik.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Publik


 Edward III, mengusulkan 4 (empat) variable yang sangat
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu :
Communication (komunikasi) ; komunikasi merupakan sarana
untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun
dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi
informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya
ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas
informasi yang disampaikan, serta memerlukan ketelitian dan
konsistensi dalam menyampaikan informasi
 Resourcess (sumber-sumber) ; sumber-sumber dalam implementasi
kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi
kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber
pendukungnya tidak tersedia. Yang termasuk sumber-sumber
dimaksud adalah :
a.   staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan
keterampilan untuk melaksanakan kebijakan
b. informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan
implementasi
c. dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi
kebijakan
d.     wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan
kebijakan.

 Dispotition or Attitude (sikap) ; berkaitan dengan bagaimana sikap


implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan.
Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil insiatif
dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana
wewenang yang dimilikinya
 Bureaucratic structure (struktur birokrasi) ; suatu kebijakan
seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam
proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang
efektif antar lembaga-lembaga terkait dalam mendukung
keberhasilan implementasi.

C. Dinamika Pelayanan Publik


Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang
berkualitas dari birokrasi pemerintah, meskipun tuntutan tersebut sering
tidak sesuai dengan harapan mereka, karena secara empiris pelayanan
publik yang terjadi selama ini masih terkesan berbelit-belit, lambat, mahal
dan melelahkan. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat
masih diposisikan sebagai pihak yang “melayani”, bukan yang “dilayani”.
Oleh sebab itu pada saat ini kebutuhan mendesak yang perlu dilakukan
oleh birokrasi pemerintah adalah melakukan reformasi pelayanan publik
dengan mengembalikan dan mendudukkan “pelayan” dan yang “dilayani”
ke pengertian yang sesungguhnya.

Osborne & Plastrik (1997) mencirikan pemerintahan (birokrasi)


sebagaimana diharapkan di atas adalah pemerintahan milik masyarakat, yakni
pemerintahan (birokrasi) yang mengalihkan wewenang kontrol yang dimilikinya
kepada masyarakat. Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol
pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat
pelayanan publik akan lebih baik, karena mereka akan memiliki komitmen yang
lebih baik, lebih peduli dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah. Pelayanan
yang diberikan oleh birokrat ditafsirkan sebagai kewajiban, bukan hak karena
mereka diangkat oleh pemerintah untuk melayani masyarakat, oleh karena itu
harus dibangun komitmen yang kuat untuk melayani sehingga pelayanan akan
dapat menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan dapat
merancang model pelayanan yang lebih kreatif serta lebih efisien.
Sementara itu dalam konteks desentralisasi (otonomi daerah), Mohamad (2003)
mengatakan bahwa pelayanan publik seharusnya menjadi lebih responsif terhadap
kepentingan publik. Paradigma pelayanan publik berkembang dari pelayanan yang
sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan
yang berorientasi kepuasan pelanggan (customer-driven government) dengan ciri-
ciri:
 lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai
kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi
kegiatan pelayanan kepada masyarakat,
 lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga
masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-
fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama,
 menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik
tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas,
 terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi
pada hasil (outcomes) sesuai dengan masukan yang digunakan,
 lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat,
 pada hal tertentu pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapat
dari masyarakat dari pelayanan yang dilaksanakan,
 lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan,
 lebih mengutamakan desetralisasi dalam pelaksanaan pelayanan, dan
 menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.

Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain
organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan
kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi
berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk
melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi
penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga
menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien (Mohamad, 2003).

D. Kualitas dan Kinerja Aparatur Pelayanan Publik


1. Pengertian Kualitas
Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti memiliki tujuan yang ingin
dicapai, selain mencapai tujuan secara efekti dan efisien, juga
senantiasa berorientasi kepada suatu hasil yang memiliki kualitas yang
baik.

Menurut Joseph M. Juran (dalam M.N. Nasution, 2005:34)


mendefinisikan kualitas sebagai: Kualitas sebagai cocok/sesuai untuk
digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu
produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh
pemakainya.

Sedangkan menurut DIN ISO 8402 (dalam Azrul Azwar, 1996:48)


mendefinisikan sebagai berikut: mutu adalah kualitas dari wujud serta
ciri dari suatu barang atau jasa, yang didalamnya terkandung sekaligus
pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pegguna.
Definisi kualitas juga dikemukakan oleh Philip B. Crosby (dalam M.N.
Nasution, 2005:3) menyatakan bahwa: Kualitas adalah memenuhi atau
sama dengan persyaratan (conformance of requirement). Meleset
sedikit saja dari persyaratan, maka suatu produk atau jasa dikatakan
tidak berkualitas.Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan
keinginan pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber
pemerintah, teknologi serta pasar atau pesaing. Definisi kualitas juga
dikemukakan oleh Gervin dan Davis (dalam M.N. Nasution, 2005:3)
menyatakan bahwa: Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses, tugas
serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
atau masyarakat”.

Menurut Ahmad Batinggi (2007:217) yang menyatakan prinsip-


prinsip layanan berkualitas sebagai berikut:
 Proses dan prosedur harus ditetapkan lebih awal.
 Proses dan prosedur harus diketahui oleh semua pihak yang
terlibat.
 System yang baik maka akan menciptakan kualitas yang baik.
 Kualitas berarti memenuhi keinginan, kebutuhan dan selera
konsumen.
 Kualitas menuntut kerja sama yang erat.
 eninjauan kualitasa oleh para eksekutif, perlu dilakukan secara
periodik.

2. Kualitas sumber daya aparatur


Kualitas sumber daya manusia menurut Ruky (2003:57) adalah
“Tingkat pengetahuan, kemampuan, dan kemauan yang dapat
ditunjukkan oleh sumber daya manusia”.Tingkat itu dibandingkan
dengan tingkat yang dibutuhkan dari waktu ke waktu oleh organisasi
yang memiliki sumber daya manusia terebut.Kemampuan pegawai
sebagai sumber daya manusia dalam suatu organisasi sanga penting
arti dan keberadaannya untuk peningkatan produktivitas kerja di
lingkungan organisasi.Manusia merupakan salah satu unsur terpenting
yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai
tujuan dan mengembangkan misinya. Menurut Sumardjan dalam
Sedarmayani (2000:21) bahwa manusia seutuhnya yang berkualitas
adalah manusia-manusia pembangunan yang memiliki ciri:
 Mempunyai kepercayaan atas dirinya sendiri, tidak boleh
rendah diri yang menimbulkan sikap pasrah atau menyerah
pada nasib, sehingga ia menjadi pasif atau apatis terhadap
kemungkinan untuk memperbaiki nasibnya.
 Mempunyai keinginan yang kuat untuk memperbaiki nasibnya.
 Mempunyai watak yang dinamis antara lain:
 Memanfaakan setiap kesempatan yang menguntungkan
 Mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapi
 Selalu siap menghadapi perubahan social budaya yang terjadi
dalam masyarakat
 Bersedia dan mampu bekerja sama dengan pihak lain atas dasar
pengertian dan penghormatan hak serta kepegawaian masing-
masing pihak.

 Mempunyai watak yang bermoral tinggi, antara lain: jujur,


menepati janji,dan pihak dan kepentingan pihak lain.
Bertolak dari beberapa pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan
kualitas sumber daya aparatur adalah tingkat pendidikan dan pelatihan,
pengalaman, kinerja yang dmiliki oleh aparatur dalam melaksanakan
aktiitas-aktivitas yang menjadi tanggung jawab anggotanya untuk
mencapai tujuan organisasi:
 Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
 Pengalaman
 Kinerja
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang telah ditetapkan.

 Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam


proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus
diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang
diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian
luas merupakan alat administrasi publik dimana aktor, organisasi,
prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak
atau tujuan yang diinginkan.
 Kualitas sumber daya manusia menurut Ruky (2003:57) adalah
“Tingkat pengetahuan, kemampuan, dan kemauan yang dapat
ditunjukkan oleh sumber daya manusia”.Tingkat itu dibandingkan
dengan tingkat yang dibutuhkan dari waktu ke waktu oleh
organisasi yang memiliki sumber daya manusia terebut.
Daftar Pustaka

https://primalifejournal.wordpress.com/2013/02/25/implementasi-kebijakan-
publik-2/

https://media.neliti.com/media/publications/1116-ID-kualitas-aparatur-
pemerintah-dalam-meningkatkan-pelayanan-di-dinas-pendidikan-ka.pdf

Anda mungkin juga menyukai