Paper Hart
Paper Hart
H.L.A. Hart sebagai salah satu tokoh penganut teori Positivisme Hukum (PH) memiliki
pemahaman meski hukum dan moralitas punya hubungan kausalitas dan kadang bersifat
overlapping, keduanya tidak punya hubungan mutlak, PH mempunyai tesis separasi yang
didalamnya terkandung pemisahan antara hukum dan moralitas, maka hukum yang yang
tidak adil sekalipun tetaplah hukum. Validasi hukum tidak bergantung pada moralitas tetapi
bergantung pada apakah hukum tersebut ditetapkan sesuai dengan prosedur yang berlaku atau
tidak. Menurut Hart, penilaian moral ada pada tataran individual dan dengannya manusia bisa
menentukan apakah hukum yang berlaku adil atau tidak, jika tidak maka ia tidak mempunyai
kewajiban untuk mematuhinya dan kalau perlu melawan terhadap hukum yang tidak adil
tersebut.
H.L.A. Hart adalah pembaru dalam aliran positivitisme hukum, pandangannya akan
mendapatkan kritik dari Ronald Dworkin yang menekankan adanya prinsip moral dalam
hukum. Bagi Dworkin, dengan pentingnya prinsip-prinsip moral dalam hukum maka hukum
dan moralitas tidak dapat dipisahkan.
a. Tesis Separasi, yaitu perlu dibedakan antara bagaimana hukum seharusnya dan
hukum sebagaimana adanya. Pemisahan tersebut juga dapat dimengerti sebagai
pemisahan antara hukum dan moralitas.
b. Pandangan bahwa valid tidaknya hukum tergantung dari prosedur yang membuatnya
valid. Hal tersebut berarti validasi hukum tidak berkaitan dengan moralitasnya.
c. Pembicaraan moralitas tidak dimasukkan dalam pembicaraan hukum.
d. Hukum dilihat sebagaimana adanya.
e. PH ingin membuat teori hukum yang bersifat umum dari penelitian tentang hukum-
hukum yang sudah ada.
Bisa dilihat, Tesis Separasi adalah tesis utama PH karena empat tesis berikutnya adalah
Implikasi darinya.
Keadilan dalam Ranah Hukum
Bagi Hart, keadilan hukum tidak sama dengan penilaian moralitas, keadilan bersifat lebih
spesifik daripada penilaian moralitas. Keadilan dalam hukum menyangkut dua hal, yaitu
dalam hal distribusi dan kompetensi. Dalam hal distribusi terungkap bahwa keadilan tidak
semata berlaku pada ranah individual, tetapi pada bagaimana kelas-kelas individu-individu
diperlakukan saat beban ataupun keuntungan didistribusikan kepada mereka. Menyangkut
kompensasi, prinsip keadilan berlaku dalam situasi dimana beberapa kerusakan atau kerugian
telah dilakukan dan kompensasi diklaim. Dalam hal ini, hukum dikatakan adil jika
kompensasi yang diberikan sesuai dengan kerugian yang dibuat.
Menurut Hart, ada dua hal yang ditolak Positivisme Hukum dalam teori hukum kodrat.
Pertama, pendapat teori hukum kodrat yang menyatakan bahwa ada prinsip-prinsip pasti yang
dapat dijadikan pedoman bagi manusia. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa validalitas
hukum berkaitan dengan moralitas.
Berkenaan dengan hukum dan moralitas. Hart menjelaskan perbedaan dari keduanya dengan
menunjukkan empat poin yang menjadi ciri kewajiban moral. Yaitu :
Bagi Hart. Pandangan yang hanya menerima hukum yang sejalan dengan moralitas sebagai
pandangan yang sempit mengenai konsep hukum. Pandangan yang mengidentikkan hukum
dengan moralitas akan menyingkirkan aturan-aturan yang valid secara formal. Secara lebih
spesifik, pemisahan hukum dan moralitas menurut Hart ada pada validitasnya. Validitas
hukum tidak bergantung pada moralitas, tetapi pada apakah hukum tersebut sesuai dengan
prosedur atau tidak.
Hart tidak sepenuhnya menolak THK (Teori Hukum Kodrat). Hart mengakui adanya kaitan
yang erat antara hukum dan moralitas. Ada konsep THK yang diterima Hart dalam konsep
hukumnya. Hart membedakan ada dua jenis teleologis, yaitu maksimum telos (Aristoteles
dan Aquinas) dan minimum telos (Hume dan Hobbes). Konsep minimum telos diterima oleh
Hart. Hart menerima moralitas sebagai syarat minimal hukum.
Bagi Hart, masuknya moral menjadi isi minimum hukum dikarenakan terdapatnya berbagai
fakta natural dalam kehidupan manusia yang membuat prinsip moral menjadi penting dan tak
bisa diabaikan dalam pertimbangan hukum.
Pandangan Hart mengenai hubungan antara hukum dan moralitas bisa disimpulkan :
a. Hukum dan moralitas meski berkaitan erat, keduanya tidak memiliki hubungan yang
mutlak.
b. Keterpisahan hukum dan moralitas ada pada validasinya, meski hukum bertentangan
dengan moralitas, apabila ia ditetapkan sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka
hukum tersebut valid secara formal.
c. Pemisahan tersebut membuat hukum terbuka pada kritik moral.
Bagi Dworkin, paling tidak harus ada prime-facie pendasaran moral bagi keberadaan hak dan
kewajiban legal. Maka, pemahaman bahwa hukum merupakan bagian dari moral adalah hak
yang sangat penting dalam pemikiran Dworkin. Hal tersebut juga merupakan argument pokok
untuk melawan PH.