Anda di halaman 1dari 68

Prinsip Perlindungan HAM Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan

Menurut Konvensi Hak Anak PBB 1989, UU Nomor 35 Tahun


2014, dan UU Nomor 12 Tahun 2022
(Studi Kasus: Kasus di Tangerang, Bandung, dan Martapura)

Tesis

Makalah Tesis Ini Disusun Oleh:


Nama: Fiana Basauli Simatupang
NPM : 2006495334
Peminatan : HAM dan Good Governance

Fakultas Hukum Universitas Indonesia


2022
A. Latar Belakang

Sebagai sumber pembangunan suatu negara, anak memiliki hak yang harus dipenuhi
serta terhindar dari bentuk kekerasan dan penyiksaan. Bentuk kekerasan dan penyiksaan yang
diberikan kepada anak bertentangan dengan beberapa prinsip hak anak. 1 Bentuk kekerasan dan
penyiksaan tersebut bisa berbentuk kekerasan dan penyiksaan secara verbal, kekerasan dan
penyiksaan secara fisik, maupun kekerasan dan penyiksaan terhadap psikologis. 2 Seperti kita
ketahui, anak merupakan kelompok rentan yang masih memerlukan bimbingan dan pengarahan
dari lingkungan keluarga dan masyarakat demi pengembangan tumbuh kembangnya. 3 Hal ini
dibuktikan dengan Pasal 1 Konvensi Hak Anak PBB 1989 dan Undang – Undang Nomor 35
Tahun 2014.4 Menurut Pasal 1 Konvensi Hak Anak PBB 1989 dan Undang – Undang Nomor
35 Tahun 2014, anak adalah semua orang yang berusia di bawah 18 tahun.

Hak yang harus dimiliki anak tidak dimiliki hanya oleh beberapa anak saja karena hak
anak bersifat universal dan menyeluruh, yaitu berlaku untuk semua anak, tanpa terkecuali dan
dilakukan berdasarkan kepentingan terbaik anak. Hal ini dibuktikan dengan Pasal 2 dan Pasal 3
Konvensi Hak Anak PBB 1989.5 Pasal 2 Konvensi Hak Anak PBB 1989 menjelaskan bahwa
Hak-hak anak berlaku atas semua anak tanpa terkecuali. Anak harus dilindungi dari segala jenis
diskriminasi terhadap dirinya atau diskriminasi yang diakibatkan oleh keyakinan atau tindakan
orangtua atau anggota keluarganya yang lain. Sedangkan Pasal 3 Konvensi Hak Anak PBB 1989
menjelaskan bahwa semua tindakan dan keputusan menyangkut seorang anak harus dilakukan

1
Tim Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Kementerian Hukum dan HAM RI (2019). Aspek Hukum
Perlindungan Terhadap Anak. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Kementerian Hukum dan HAM
RI, 2019.
2
Hadi Setia Tunggal (2018). Konvensi Hak-Hak Anak, Jakarta: Harvarindo. 2018.
3
Ahmad,Amrullah Zainal Aqib (2017). Ensiklopedia Pendidikan dan Guru, Banten: Andi Publisher
4
Konvensi Hak Anak PBB 1989
5
Tim UNICEF (2017). Convention on the Rights of the Child : Konvensi Hak-Hak Anak. Edisi Keduapuluh lima.
Jakarta: UNICEF Indonesia.
atas dasar kepentingan terbaik sang anak. Terdapat sepuluh hak anak yang dituliskan di dalam
Konvensi Hak Anak PBB 1989 dan salah satunya adalah hak anak untuk mendapatkan
perlindungan. Hak untuk mendapatkan perlindungan dimuat dalam Pasal 5, 11, 16, 19, 34, 35,
36, 37, 40, dan 41 Konvensi Hak Anak PBB 1989.6

Walaupun sudah diatur mengenai hak anak beserta konsekuensi dan sanksinya, namun
masih terdapat kekerasan dan penyiksaan yang diberikan kepada anak. Terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan baik oleh orang dewasa
maupun sesama anak.

Faktor pertama adalah faktor yang berkaitan dengan pelaksanaan undang – undang. Hal
ini dilihat dari kurang tegasnya pelaksanaan undang – undang maupun perjanjian internasional
yang berkaitan dengan hak asasi manusia, terutama hak asasi anak.

Faktor kedua adalah faktor yang berkaitan dengan perhatian masyarakat, lembaga
maupun pemerintah. Hal ini dilihat dari kurangnya perhatian masyarakat, lembaga, maupun
pemerintah terhadap hak yang harus dimiliki anak.

6
Ibid.
7
Zulchaina Tanamas (2017). Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Edisi
Keenam. Bandung: Citra Aditya Bakti.
8
Ima Susilowati, dkk. (2018). Pengertian Konvensi Hak Anak, Jakarta: UNICEF INDONESIA.
9
Darwan Prist (2018). Hukum Anak Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
10
Hanif Suranto (2017). Konvensi Hak Anak. Edisi kesepuluh. Jakarta: LSPP.
11
Anshary (2019). Kedudukan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam dan Nasional. Bandung: Mandar Maju
12
Lutfi Arya (2018). Melawan Bullying. Mojokerto: Penerbit Sepilar.
13
Mohammad Taufik Makarao, dkk (2019). Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. Jakarta: Rineka Cipta.
Faktor ketiga adalah faktor yang berkaitan dengan komunikasi dan kasih sayang. Hal ini
dilihat dari kurangnya komunikasi dan kasih sayang di antara keluarga. Faktor keempat adalah
minimnya penyuluhan mengenai bahaya kekerasan dan penyiksaan terhadap anak serta
perlindungan anak.18

Faktor kelima adalah faktor yang berkaitan dengan peraturan. Hal ini dilihat dari kurang
tegasnya peraturan yang dibuat di lingkungan pendidikan dan masyarakat serta sanksi yang
kurang membuat efek jera terhadap pelanggaran hak anak.19

Faktor keenam adalah adalah faktor yang berkaitan dengan pelaku maupun korban. Hal ini
dilihat dari bagaimana pelaku kekerasan pernah menjadi korban kekerasan sehingga pelaku juga
melakukan hal yang sama terhadap korban kekerasan yang dijadikan sasarannya.20

Faktor ketujuh adalah faktor yang berkaitan dengan kesadaran. Hal ini dilihat dari
bagaimana kesadaran dalam masyarakat, lingkungan pendidikan, dan lingkungan keluarga yang
sangat rendah akan peraturan mengenai perlindungan anak.21

Faktor kedelapan adalah faktor yang berkaitan dengan kesehatan mental. Hal ini ditandai
dengan kurangnya pemerhatian kesehatan maental dan kebutuhan anak.22

14
Harrys Pratama Teguh (2019). Teori dan Praktek Perlindungan Anak dalam Hukum Pidana. Jakarta: Andi
Publisher.
15
. Suzie Sugijokanto (2019). Cegah Kekerasan Pada Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
16
Yayasan Sejiwa (2019). Bullying: Sejiwa. Jakarta: Grasindo.
17
Yayasan Sejiwa (2017). Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan di Lingkungan. Jakarta:Grasindo.
18
Remaja Aulia (2017). Aku Anak – Anak Dunia (Beserta Hak – Hak Anak). Jakarta: UNICEF Indonesia.
19
Astuti & Donny Reno (2019). Meredam Bullying. Jakarta: Grasindo, 2019.
20
Candra Gautama (2018).Konvensi Hak Anak: Panduan Bagi Jurnalis. Edisi ketujuh. Jakarta: LSPP.
21
Rika Saraswati (2019). Hukum Perlindungan Anak. Bandung: Citra Aditya Bakti
22
Suhasril (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Faktor terakhir adalah faktor pandangan dan keapatisan masyarakat. Hal ini ditandai
dengan masih banyaknya orang yang menyepelekan bahaya kekerasan dan penyiksaan
terhadap anak. Salah satu contohnya adalah mereka berpendapat bahwa kekerasan merupakan
cara supaya anak menjadi orang yang tangguh sehingga mereka menyepelekan hak anak.23

B. Rumusan Masalah

1.Bagaimana pengaturan mengenai prinsip perlindungan HAM terhadap anak sebagai


korban kekerasan menurut Konvensi Hak Anak PBB 1989?

2.Bagaimana pengaturan mengenai prinsip perlindungan HAM terhadap anak sebagai korban
kekerasan menurut UU Nomor 35 Tahun 2014?

3.Bagaimana pengaturan mengenai prinsip perlindungan HAM terhadap anak sebagai korban
kekerasan menurut UU TPKS?

4.Bagaimana bentuk perlindungan HAM yang diberikan kepada anak sebagai korban kekerasan?

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

1.1. Tujuan Umum

Tujuan penulisan makalah proporsal ini adalah untuk mengetahui prinsip perlindungan hak
asasi manusia terhadap anak sebagai korban kekerasan Konvensi Hak Anak PBB 1989, UU
Nomor 35 Tahun 2014, dan UU TPKS.

1.2. Tujuan Khusus

1.2.1. Mengetahui b a g a i m a n a pengaturan mengenai prinsip perlindungan HAM


terhadap anak sebagai korban kekerasan menurut Konvensi Hak Anak PBB 1989.

1.2.2. Mengetahui bagaimana pengaturan mengenai prinsip perlindungan HAM terhadap


anak sebagai korban kekerasan menurut UU Nomor 35 Tahun 2014

1.2.3. Mengetahui bagaimana pengaturan mengenai prinsip perlindungan HAM terhadap anak
sebagai korban kekerasan menurut UU TPKS

1.2.4. Mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hak asasi manusia yang diberikan kepada
anak sebagai korban kekerasan.
2. Manfaat Penelitian

2.1. Manfaat Secara Teoritis

2.1.1. Sebagai syarat dalam penulisan Thesis.

2.1.2. Meningkatkan pemahaman tentang praktik perjanjian internasional dan pelaksanaan


perundang – undangan oleh Indonesia, khususnya dalam ratifikasi dan pelaksanaan Konvensi
Hak Anak PBB 1989, pelaksanaan UU Nomor 35 Tahun 2014, dan pelaksanaan UU TPKS.

2.2. Manfaat Secara Praktik


1.Pemerintah Indonesia lebih memberikan perlindungan hukum pada anak korban kekerasan
sesuai prinsip hak asasi anak sesuai dengan prinsip perlindungan HAM Konvensi Hak Anak PBB
1989, UU Nomor 35 Tahun 2014, dan UU TPKS.
2.Warga Negara Indonesia lebih memahami adanya perlindungan hukum anak dari kekerasan,
baik kekerasan dan penyiksaan yang bersifat verbal, psikologis, maupun fisik.
3.Anak Indonesia lebih terlindungi dari berbagai macam bentuk kekerasan .

23
Bismar Siregar (2018). Hukum dan Hak - Hak Anak. Edisi revisi. Jakarta: Rajawali, 2018.
D.Metode Penelitian
a.Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bentuk yuridis sosiologis
dan normatif. Menurut Soerdjono dan Sri, bentuk penelitian yuridis sosiologis dan normatif adalah
bentuk penelitian yang bertujuan menganalisis keberlakuan hokum tidak tertulis dalam
masyarakat hukum. Selain itu, bentuk penelitian sosiologis dan normatif juga menggunakan data
primer berupa pengamatan dan penelusuran literatur. 1 Penelitian sosiologis dan normatif dalam
hal ini menggabungkan unsur hukum normatif yang kemudian didukung dengan penambahan data
atau unsur empiris. alam metode penelitian sosiologis dan normatif ini juga mengenai
implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya disetiap peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat”. Menurut Soerjono Soekanto, dalam
penelitian hukum sosiologis dan normative terdapat tiga kategori, antara lain sebagai berikut:2
a. Non Judicial Case Study
Pendekatan Non Judi Case Study adalah pendekatan studi kasus hukum yang tanpa ada
konflik sehingga tidak ada akan campur tangan dengan pengadilan”.
b. Judical Case Study
Pendekatan judicial case study ini adalah pendekatan studi kasus hukum dikarenakan
adanya konflik sehingga akan melibatkan campur tangan pengadilan untuk dapat memberikan
keputusan penyelesaian”.
c. Live Case Study
Pendekatan live case study adalah pendekatan pada suatu peristiwa hukum yang pada
prosesnya masih berlangsung ataupun belum berakhir.
b. Tipologi Penelitian
Tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipologi penelitian deskriptif.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Aminudin dan Zainal (2006, 19),
metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga,
masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau apa adanya.

1
Soerdjono Soekanto &Sri Mamudji (1994). Penelitian Hukum Normatif (Sebuah Tinjauan). Depok: RajaGrafindo
Persada.
2
U.Hierita Indah Safitri (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Peredaran Kosmetik Tanpa Izin.
Gloria Yuris Jurnal Hukum Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum, 3 - 5
Berikut ini adalah tipologi penelitian deskriptif menurut para ahli:
1.Menurut Nazir dalam “Buku Contoh Metode Penelitian”3
Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat- sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
2.Menurut Sugiyono4
Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan
atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat
kesimpulan yang lebih luas.
3.Menurut Whitney 5
Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
4. Menurut Sujoko Efferin, Stevanus Haddi Darmadji, dan Yuliawati Tan 6
Metode deskriptif adalah metode penelitian merupakan bagian dari metodologi
yang secara khusus mendeskripsikan tentang cara mengumpulkan dan menganalisis
data. Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau masalah
aktual.
3.Jenis Data
Sedangkan data yang digunakan oleh penulis adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh langsung melalui dokumen-dokumen resmi,
buku - buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya. Ciri
- cirinya antara lain dalam keadaan siap dan dapat dipergunakan dengan segera,
dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu sehingga peneliti tidak mempunyai
pengawasan terhadap pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa, maupun

3
Moh.Nazir (1988). Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
4
Imran Imran (2019). Analisa Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Kepuasan Konsumen Menggunakan
Metode Kuantitatif Pada CV Meubele Berkah Tangerang. Indonesian Journal On Software Engineering, 21
5
Mega Linarwati (2016). Studi Deskriptif Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Serta
Penggunaan Metode Behavioral Event Interview Dalam Merekrut Karyawan Baru di Bank Mega Cabang
Kudus. Journal of Management Vol.2, 4.
6
Cecilya Gunawan & Yuliawati Tan (2013), Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Traditional Measures of
Corporate Performance Dari Badan Usaha Manufaktur Yang Go Public Di BEI Periode 2009 – 2011. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Surabaya, 16.
konstruksi data, dan tidak terbatas oleh waktu maupun tempat. ata sekunder adalah
sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara. Hal tersebut berarti bahwa peneliti berperan sebagai pihak kedua, karena
tidak didapatkan secara langsung.
Data sekunder juga merupakan data tambahan yang diperoleh bukan dari
tangan pertama tetapi dari kedua, ketiga atau seterusnya, pengecualian juga pada
penelitian kuantitatif. Berbeda dengan data primer, data sekunder adalah data
pelengkap. Kata pelengkap di sini mengisyaratkan bahwa tanpa adanya data sekunder
penelitian bisa dianggap rendah kualitasnya karena datanya kurang lengkap.Beberapa
peneliti mengutip dokumen seperti literatur atau teks akademis, majalah, surat kabar,
brosur, dan lainnya sebagai data sekunder. Karena dokumen biasanya ditulis oleh pihak
ketiga, seperti jurnalis atau penulis skenario yang bukan informan penelitian, data yang
digunakan dalam dokumen tentu saja bukan tangan pertama. 7
Pengertian Data Sekunder Menurut Para Ahli
1.Data Sekunder menurut Sugiyono8
Data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau lewat dokumen. Sumber data
sekunder merupakan sumber data pelengkap yang berfungsi melengkapi data yang
diperlukan data primer.
2. Data Sekunder menurut Hasan9
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada Data ini digunakan untuk
mendukung informasi primer yang telah diperoleh yaitu dari bahan pustaka, literatur,
penelitian terdahulu, buku, dan lain sebagainya.
3.Data Sekunder Menurut Husein Umar10
Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan
baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk
tabel-tabel atau diagram- diagram.

7
Gunawan & Imam (2017). Metode Penelitian Kualitatif (Teori dan Praktik), Edisi Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara.
8
Sugiyono (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & B. Bandung: Alfabeta.
9
M.Iqbal Hasan (2002). Pokok – Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Penerbit
Ghalia Indonesia.
10
Husein Umar (2013). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:Raja Grafindo Persada
4.Data Sekunder menurut Nur Indrianto dan Bambang Supomo 11
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain)”
5. Menurut Arikunto12
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen dokumen grafis (tabel,
catatan, notulen rapat, SMS, dan lain-lain), foto-foto, film, rekaman video, benda-benda
dan lain-lain yang dapat memperkaya data primer dapat memperkaya data primer
6. Menurut Kuncoro13
Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, peneliti
dapat mencari sumber.
7. Menurut Sanusi14
Data sekunder adalah data yang sudah tersedia dan dikumpulkan oleh pihak
lain di luar instansi yang diteliti. Data sekunder ini dapat digunakan untuk mendukung
informasi primer yang telah diperoleh. Data sekunder dapat diperoleh melalui buku-
buku, arsip, laporan, publikasi dari pemerintah/swasta, hasil sensus, jurnal, dan lain-lain
baik yang telah dipublikasikan maupun yang belum dipublikasikan.
Menurut Indriarto, cara memperoleh data sekunder antara lain sebagai
berikut:15
1.Riset Kualitatif
Cara mengumpulkan data primer dan sekunder dalam riset kualitatif dapat
dilakukan dengan beberapa cara. Beberapa teknik yang sangat umum digunakan adalah
sebagai berikut:
a.Observasi
Teknik observasi bisa digunakan sebagai data sekunder, tergantung tingkat
relevansinya dengan rumusan masalah. Hasil observasi bisa berupa teks, gambar atau
foto, video, rekaman suara dan sebagainya.
Zuwesty Eka Putri & Ricky Adiguna (2014). Pengaruh Partisipasi Anggaran, Komitmen Organisasi, Gaya
11

Kepemimpinan Terhadap Kinerja Manajerial. Esensi Jurnal Bisnis dan Manajemen, 140.
12
Soerjono Soekanto (2018). Pengantar Penelitian Hukum. Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
13
Dionisia Nadya Sri Damayanti (2016). Pengaruh Pengendalian Internal dan Moralitas Individu Terhadap
Kecurangan Akuntansi. Jurnal Nominal Vol.2 Nomor 2, 15 – 16.
14
Ghina Hamidah & Nana Umdiana (2017). Pengaruh Profitabilitas dan Investment Opportunity Set (IOS)
Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Harga Saham Sebagai Variabel Intervening. Jurnal Akuntansi Vol.3 No.2
Januari 2017, 13.
15
Nuning Indah Pratiwi (2017). Penggunaan Media Video Call Dalam Teknologi Komunikasi. Jurnal Ilmiah
Dinamika Sosial, 12-14.
b.Dokumen
Dokumen bisa menjadi data sekunder. Sebagai contoh, kita melakukan
penelitian tentang perbandingan dua buku tentang rahasia cepat kaya versi penulis
Amerika dan penulis Indonesia yang terbit di tahun yang sama.Apabila kita melakukan
penelitian tentang konstruksi sosial kekayaan, lalu menggunakan literatur tersebut
sebagai salah satu referensi, maka buku tersebut menjadi sumber data sekunder.
c.Riset Kuantitatif
Cara melakukan pengumpulan data sekunder riset kuantitatif juga dapat
dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut:16
A.Survey
Pendefinisian yang membedakan antara data primer dan sekunder, dengan
demikian tergantung pada pendekatan riset yang digunakan. Data ini melalui sumber
data lain yang berkaitan dengan data yang ingin dicari.
B.Dokumen
Sama seperti riset kualitatif, riset kuantitatif juga menggunakan dokumen
seperti studi literatur sebagai proses pengumpulan datanya. Analisis wacana adalah
metode dalam riset kualitatif. Studi literatur atau penggunaan dokumen menjadi sumber
data sekunder dalam riset kuantitatif. Dalam penelitian, metode pengumpulan data
penelitian sangat dipengaruhi oleh pendekatan penelitian.
Kelebihan dan Kekurangan Data Sekunder.
Menurut Sugiyono (2015, 11), data sekunder mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan data sekunder adalah sebagai berikut :
- Kelebihan dari data sekunder :
1.sudah tersedia.
2.mudah didapatkan.
3.waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk penelitian, untuk mengklasifikasi
permasalahan, dan mengevaluasi data relatif lebih sedikit dibandingkan dengan
pengumpulan data primer.
4.seorang peneliti dapat memperoleh informasi lain selain informasi utama.
- Kekurangan data sekunder :
1.Jika sumber data terjadi kesalahan, kedaluwarsa, atau sudah tidak relevan dapat

16
Ibid, 15 - 20
mempengaruhi hasil penelitian.
2.Adanya ketergantungan dengan pihak yang mengeluarkan data.
- Menurut Sanusi, ciri – ciri data sekunder antara lain sebagai berikut: 17
1. Biasanya Bersifat Pendukung
Dalam sebuah penelitian, data ini umumnya tidak difungsikan sebagai data
utama, melainkan hanya sebagai pendukung dari data-data sebelumnya. Data ini
biasanya digunakan untuk mendukung kredibilitas dari data-data primer yang sudah
dikumpulkan sebelumnya. Namun, tidak sedikit pula penelitian yang murni
menggunakan data sekunder. Penelitian-penelitian seperti ini umumnya bersifat
metastudy yang mengagregasikan penelitian-penelitian lainnya dalam sebuah studi.
2.Biasanya Bersumber dari Pihak Ketiga
Maksud data yang ditulis oleh pihak ketiga adalah mengenai masalah
pemerolehannya. Mengapa disebut sebagai data pihak ketiga? Hal ini karena sebagian
besar sumber data jenis ini menggunakan dokumen ataupun pendapat ahli. Contohnya
saja dokumen yang telah ditulis oleh wartawan atau informan lainnya. Ketika
mengandalkan data dari dokumen wartawan dan informan lainnya, secara otomatis
prosesnya tidak diperoleh dari sumber utama. Hal ini tentunya relevan dengan perannya
sebagai data pendukung. Untuk itu, sebagian besar data yang digunakan tidak diperoleh
dari tangan pertama. Tangan pertama disini maksudnya adalah apakah mereka langsung
mengalami atau tidak peristiwa yang sedang diteliti. Jika tidak, maka mereka dianggap
sebagai sumber sekunder.
3. Bisa Diambil dan Dianalisis Tanpa Harus Mendatangi Lokasi
Karena memanfaatkan dokumen dan pendapat-pendapat ahli yang biasanya
tersebar di media atau wadah lainnya, tidak ada kewajiban untuk mendatangi secara
langsung lokasi dimana fenomena tersebut berada. Untuk daerah-daerah yang sangat
sulit untuk didatangi, studi data sekunder ini sangat penting sebagai basis data awal
dalam penelitian. Terutama jika sangat sulit untuk mendapatkan data primer dan
mengakses daerah tersebut. Bisa dilakukan dari mana saja inilah yang menyebabkan
penelitian data sekunder disebut sebagai desk study karena dapat dilakukan dari meja
belajar masing-masing.
4. Jenis Bahan Hukum

17
Nanang Martono (2019). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press.
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian antara lain sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang penulis gunakan adalah melalui peraturan
perundang - perundangan berbentuk Keputusan Presiden dan traktat atau perjanjian
internasional yang berbentuk konvensi. Traktat atau perjanjian internasionalnya adalah
berupa Konvensi Hak Anak PBB 1989. Sedangkan perundang – undangan yang
digunakan adalah UU Nomor 35 Tahun 2014 dan UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan
Seksual).
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang penulis gunakan adalah melalui laporan hasil
penelitian dan buku yang menunjang judul dan permasalahan dalam penulisan hukum
ini. Laporan hasil penelitian adalah berupa penelitian yang dilakukan dengan
melakukan riset dari kasus perundungan yang terjadi belakangan ini, yaitu kasus
kekerasan yang terjadi di Tangerang, Bandung, dan Martapura. Sedangkan buku yang
digunakan dalam penulisan ini adalah buku yang berjudul Perlindungan Anak, Buku
Kekerasan Anak, Hukum Perlindungan Anak, dan lain sebagainya.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah menggunakan bahan yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun
sekunder, yaitu melalui kamus. Kamus yang penulis gunakan adalah ensiklopedia.
5. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan
pengamatan. Menurut Tellis, studi kepustakaan adalah studi untuk memahami
konseptualisasi hukum dalam teks atau sumber hukum, sedangkan pengamatan adalah
metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang
mereka saksikan selama penelitian.18 Cara metode analisa studi kepustakaan Studi
kepustakaan merupakan salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset
yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam
terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan
cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis
informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang

Unika Prihatsanti & Suryanto (2018). Menggunakan Studi Kasus Sebagai Metode Ilmiah Dalam Psikologi.
18

Buletin Psikologi, 9 - 10
mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset
selanjutnya. Studi kepustakaan dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji
hipotesis.19 Pendapat lain menyatakan bahwa studi kepustakaan adalah suatu strategi
riset, penelaahan empiris yang menyelidiki suatu gejala dalam latar kehidupan nyata.
Strategi ini dapat menyertakan bukti kuatitatif yang bersandar pada berbagai sumber
dan perkembangan sebelumnya dari proposisi teoretis. Studi kepustakaan dapat
menggunakan bukti baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian dengan
subjek tunggal memberikan kerangka kerja statistik untuk membuat inferensi dari data
studi kasus kuantitatif. 20Seperti halnya pada tujuan penelitian lain pada umumnya, pada
dasarnya peneliti yang menggunakan metode penelitian studi kepustakaan bertujuan
untuk memahami objek yang ditelitinya. Meskipun demikian, berbeda dengan
penelitian yang lain, penelitian studi kepustakaan bertujuan secara khusus menjelaskan
dan memahami objek yang ditelitinya secara khusus sebagai suatu ‘kasus’. Berkaitan
dengan hal tersebut, Yin menyatakan bahwa tujuan penggunaan penelitian studi
kepustakaan adalah tidak sekadar untuk menjelaskan seperti apa objek yang diteliti,
tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut dapat
terjadi.21 Dengan kata lain, penelitian studi kasus bukan sekadar menjawab pertanyaan
penelitian tentang ‘apa’ objek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif
lagi adalah tentang ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’ objek tersebut terjadi dan terbentuk
sebagai dan dapat dipandang sebagai suatu kasus. Sementara itu, strategi atau metode
penelitian lain cenderung menjawab pertanyaan siapa, apa, dimana, berapa dan seberapa
besar.
- Berikut ini merupakan definisi Analisa studi kepustakaan menurut beberapa ahli,
antara lain:
1.Secara umum22
Studi kepustakaan secara sederhana diartikan sebagai proses penyelidikan
atau pemeriksaan secara mendalam, terperinci, dan detail pada suatu peristiwa tertentu
atau khusus yang terjadi. Studi kasus dapat diperoleh dari metode-metode penelitian

19
Lexi Moelong (2020). Metode Penelitian Kualitatif. Semarang: Rossda.
20
A. Muri Yusuf (2017). Metode Penelitian. Jakarta: Kencana.
21
Tajul Arifin (2019). Penelitian Sosial.Bandung: Rineka Cipta.
22
Maklona (2019). Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Dalam Pendidikan. Indonesian Journal of
Primary Education Vol.3 No.1.
formal. Banyak disiplin ilmu yang menggunakan studi kasus dalam proses
penelitiannya, baik itu ilmu sosial maupun ilmu eksakta. Kata kasus yang terdapat di
dalam studi kasus bisa merujuk pada individu, kelompok, peristiwa, fenomena, perilaku
dan banyak lainnya. Makna yang dirujuk oleh kata kasus, dapat berbeda pada setiap
penelitian atau topik. Hal ini tergantung dari si peneliti memaknainya dalam penelitian
yang ia lakukan. Menukil dari penelitian “Studi kasus dalam Penelitian Kualitatif:
Konsep dan Prosedurnya” karya Mudjia Rahardjo, studi kasus berasal dari terjemahan
dalam bahasa Inggris “A Case Study” atau “Case Studies”. Kata “Kasus” diambil dari
kata “Case” yang menurut Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current
English 3, diartikan sebagai berikut”
a.instance or example of the occurrence (contoh kejadian)
b.actual state of affairs; situation (kondisi aktual dari keadaan lain)
c. circumstances or special conditions relating to a person or thing (lingkungan
atau kondisi tertentu tentang orang atau sesuatu”
2. Pengertian Studi Kepustakaan Menurut Robert K. Yin23
Yin mendefinisikan studi kepustakaan sebagai proses pencarian pengetahuan
untuk menyelidiki dan memeriksa fenomena yang terjadi di dalam kehidupan nyata. Ia
menjelaskan bahwa studi kasus dapat digunakan ketika fenomena dan kehidupan nyata
memiliki batas yang samar atau kabur. Selain batas yang samar, studi kasus juga harus
memiliki berbagai sumber untuk dijadikan alat pencarian bukti dan informasi. Jika
syarat tersebut tidak terpenuhi maka penelitian tersebut tidak dapat menggunakan studi
kasus.
3. Polit dan Hungler24
Studi kepustakaan menurut Polit dan Hungler adalah fokus untuk menentukan
dinamika terkait pertanyaan mengapa individu berpikir dan bertindak, serta
mengembangkan dirinya. Mereka menilai bahwa fokus tersebut merupakan sesuatu
yang penting.
4. Susilo Rahardjo dan Gudnanto 25
Sedangkan menurut Susilo Rahardjo dan Gudnanto, studi kepustakaan
23
RD Nuraini (2015). Penerapan Metode Studi Kasus Yin Dalam Penelitian Arsitektur dan Perilaku. Jurnal
UNY, 3.
24
Suharsimi (2015). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
25
Sakti Syahputra (2019). Pemanfaatan Website www.Pulokambing.com Sebagai Media Rumah Kreatif
Bersatu Nusantara (RKBN) Pulokambing Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Komunitas : Jurnal
Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 1, 4.
merupakan metode untuk mengetahui dan memahami seseorang dengan menggunakan
praktek inklusif dan menyeluruh atau komprehensif. Dalam prakteknya, peneliti akan
mengumpulkan individu yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Selanjutnya, peneliti
akan melakukan penggalian informasi pada subjek agar dapat memperoleh pemahaman
lebih dalam lagi. Jika sudah didapatkan, pemahaman dan informasi tersebut dapat
digunakan oleh subjek sendiri ketika melakukan penyelesaian terhadap masalah yang
dihadapi. Sehingga subjek dapat berkembang lagi setelah dapat menyelesaikan
permasalahan tersebut.

5. Bimo Walgito26
Sedangkan menurut Bimo Walgito, studi kepustakaan adalah metode yang ditujukan
untuk menyelidiki dan mempelajari peristiwa dan fenomena terkait individu merupakan
pengertian dari studi kasus. Individu yang dijadikan objek penelitian tersebut nantinya
akan diselidiki lebih lanjut.Hasil penyelidikan bisa berbentuk beberapa laporan, salah
satunya seperti biografi atau riwayat hidup. Menurut Bimo Walgito, dalam melakukan
studi kasus, dibutuhkan banyak informasi dan akurasi data agar diperoleh hasil data
yang sesuai, mendalam dan akurat.
6. Winston M. Tellis27
Studi kepustakaan didefinisikan oleh Tellis sebagai metode penelitian yang
memiliki unit analisis yang lebih mengacu pada tindakan individu atau lembaga
dibandingkan dengan diri individu maupun lembaga itu sendiri. Dapat dikatakan studi
kasus lebih berfokus pada tindakan atau perilaku yang dihasilkan. Sehingga
menghindari bias atas penilaian diri pada individu atau lembaga tertentu yang menjadi
subjek penelitian. Selain itu, unit analisis dapat berbeda dan bervariasi pada setiap
individu dan lembaga.
7. Feagin, Anthonly M. Orum, dan Andree F. Sjoberg 28
Feagin, Orum, dan Sjoberg mendefinisikan studi kepustakaan sebagai metode
penelitian yang bersifat multi-perspectival analyses. Multi-perspectival analyses sendiri
merupakan penelitian yang membutuhkan analisis dari berbagai sudut pandang dan

26
Silvia Febriantika (2020). Perilaku Agresif Remaja dan Implikasinya Terhadap Layanan Bimbingan dan
Konseling di SMP Negeri 5 Solok. Jurnal At-Taujih, 6 - 7
27
Brian Henry & Fanny Lesmana (2020). Pengelolaan Konflik Pasangan Suami Istri Dalam Menjaga
Kelanggengan Pernikahan. Jurnal E-Komunikasi, 15.
28
Conny R Semiawan (2017). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gramedia
tidak hanya berfokus pada satu hal. Misalnya saja, tidak hanya berfokus pada individu
itu sendiri. Tetapi harus menggunakan analisis dari hal-hal selain individu tersebut,
seperti alasan perilaku, faktor eksternal dan lain sebagainya. Selain itu, peneliti juga
harus memperhatikan kelompok yang memiliki kaitan dengan individu tersebut.
6. Bogdan dan Biklen29
Terakhir Bogdan dan Biklien secara singkat mengartikan studi kasus sebagai tes
yang rinci dan detail dari suatu topik, penyimpanan dokumen dan dari suatu peristiwa
tertentu
- Jenis Studi Kepustakaan
Menurut Basuki, ada tiga jenis studi kepustakaan, yakni sebagai berikut: 30
1.Intrinsik
Studi kepustakaan jenis ini digunakan pada kasus yang akan dipelajari dengan
mendalam. Dimana, kasus tersebut memiliki sesuatu yang menarik dan mengandung
minat intrinsik atau yang biasa disebut sebagai intrinsic interest.
2.Instrumental
Studi kepustakaan instrumental ditujukan untuk mempelajari suatu kasus yang
mana hasilnya akan digunakan untuk memperbaiki atau melengkapi suatu teori yang
sudah ada. Selain untuk menyempurnakan teori yang sudah ada, hasil penelitian studi
kasus Instrumental juga dapat digunakan untuk mencetuskan teori baru.
3.Kolektif
Jenis studi kepustakaan ini digunakan ketika dalam penelitian, subjek yang
diteliti terdiri dari beberapa kolektif atau kelompok. Akan tetapi tidak hanya semata
kelompok itu yang dipelajari. Individu-individu di dalamnya juga akan tetap dipelajari
secara mendalam. hal ini bertujuan guna memperoleh karakter umum yang bervariasi.
Baik itu dari kelompok maupun individu-individu di dalamnya. Di dalam penelitian
kualitatif, studi kepustakaan sangat sering digunakan. Penelitian kualitatif yang bersifat
menggali pertanyaan mengapa dan bagaimana, menjadi paduan yang tepat dengan studi
kasus. Hal ini karena sifat studi kepustakaan yang mempelajari secara mendalam hingga
dapat menemukan realitas.
Data kasus dalam penelitian kualitatif dapat dikumpulkan dengan beberapa

29
Ibid
30
Basuki (2016). Implementasi Program Akselerasi di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Jurnal
Akuntabilitas Manajemen Pendidikan, 24-28.
metode. Seperti halnya penelitian kualitatif pada umumnya, data dapat diperoleh dari
wawancara, observasi, dokumentasi, forum kelompok diskusi, dan lainnya. Kasus yang
diteliti juga merupakan kasus atau fenomena atau kejadian yang sedang berlangsung
dan sangat khas. Kekhasan kasus dapat dilihat dari segi subjek, fenomena, lokasi dan
lainnya yang terbilang jarang terjadi. Untuk memperoleh pemahaman, data juga dapat
diperoleh dari pihak lain yang mengetahui kasus tersebut dengan baik. Sehingga akan
melengkapi data yang sudah diperoleh dari data utama.
Meskipun tidak sebanyak dalam penelitian kualitatif, nyatanya studi
kepustakaan juga dapat digunakan dalam penelitian kuantitatif. Pada penelitian
kuantitatif, studi kepustakaan dapat memberikan data yang memungkinkan peneliti
untuk memperluas bukti. Bukti yang dimaksud adalah data yang memperkuat hipotesis
penelitian. Tentunya, bukti ini akan membahas tentang tema atau topik yang sedang
diteliti. Terdapat cara mudah untuk membuat penelitian studi kasus, antara lain sebagai
berikut:
1.Memilih tema atau kasus yang akan diteliti.
Pemilihan kasus juga harus didasarkan pada kekhasan kasus dan juga tujuan.
Selain itu, kamu juga harus mempertimbangkan peluang dan resiko yang akan dihadapi
saat memilih kasus, tema atau topik tersebut. Waktu pengerjaan dan keterjangkauan
juga harus diperhitungkan dalam pemilihan kasus.
2.Referensi
Jika sudah memilih kasus apa yang akan diteliti, maka penulis perlu untuk
mengumpulkan bahan untuk referensi.
3.Kerangka penelitian
Selanjutnya, penulis dapat menyusun kerangka penelitian. Penulis juga bisa
membuat daftar informasi apa yang akan kamu butuhkan. Serta, kamu perlu untuk
membuat kerangka agar dapat mengerucutkan informasi yang akan digali lebih dalam
lagi.
4. Data Primer dan Data Sekunder
Jika kerangkanya sudah jadi, lakukan pengambilan data primer dan data
sekunder.
5.Analisa Data
Setelah memperoleh data yang penulis butuhkan, lakukan analisis data
berdasarkan teori yang penulis peroleh pada langkah kedua.
6.Validasi Data
Uji Validitas dan Kredibilitas data yang sudah dianalisis.
7.Laporan Penelitian
Penulis perlu membuat laporan hasil dari penelitian yang penulis lakukan
tersebut. Jika kamu masih bingung bagaimana membuat studi kasus,
Lebih lanjut Creswell mengemukakan beberapa “tantangan” dalam
perkembangan studi kasus kualitatif sebagai berikut : 31
1. Peneliti hendaknya dapat mengidentifikasi kasusnya dengan baik.
2. Peneliti hendaknya mempertimbangkan apakah akan mempelajari sebuah kasus
tunggal atau multikasus.
3.Dalam memilih suatu kasus diperlukan dasar pemikiran dari peneliti untuk melakukan
strategi sampling yang baik sehingga dapat pula mengumpulkan informasi tentang
kasus dengan baik pula.
4.Memiliki banyak informasi untuk menggambarkan secara mendalam suatu kasus
tertentu.
5.Dalam merancang sebuah studi kasus, peneliti dapat mengembangkan sebuah matriks
pengumpulan data dengan berbagai informasi yang dikumpulkan mengenai suatu kasus.
6.Memutuskan “batasan” sebuah kasus. Batasan-batasan tersebut dapat dilihat dari
aspek waktu, peristiwa dan proses. Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil
dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang
“kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus.

Yin mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi
kasus yaitu:32
(1) dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan
suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, artikel;
(2) rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama,
rekaman- rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dsb;

31
Rako (2019). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo.
32
Ibid
(3) wawancara biasanya bertipe terbuka
(4) observasi langsung;
(5) observasi partisipan dan
(6) perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen,
pekerjaan seni dll.
Lebih lanjut Yin mengemukakan bahwa keuntungan dari keenam sumber bukti
tersebut dapat dimaksimalkan bila tiga prinsip berikut ini diikuti, yaitu:
(1) menggunakan bukti multisumber;
(2) menciptakan data dasar studi kasus, seperti: catatan-catatan studi kasus, dokumen
studi kasus, bahanbahan tabulasi, narasi;
(3) memelihara rangkaian bukti.
Menurut Asmussen & Creswell, menampilkan pengumpulan data melalui
matriks sumber informasi untuk pembacanya. Matriks ini mengandung empat tipe data
yaitu wawancara, observasi, dokumen dan materi audio-visual untuk kolom dan bentuk
spesifik dari informasi seperti siswa, administrasi untuk baris. Penyampaian data
melalui matriks ini ditujukan untuk melihat kedalaman dan banyaknya bentuk dari
pengumpulan data, sehingga menunjukkan kekompleksan dari kasus tersebut.
Penggunaan suatu matriks akan bermanfaat apabila diterapkan dalam suatu studi kasus
yang kaya informasi. Lebih lanjut Creswell mengungkapkan bahwa wawancara dan
observasi merupakan alat pengumpul data yang banyak digunakan oleh berbagai
penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa kedua alat itu merupakan pusat dari semua
tradisi penelitian kualitatif sehingga memerlukan perhatian yang tambahan dari
peneliti.33

- Sedangkan arti pengamatan menurut para ahli antara lain sebagai berikut:
1. Nawawi dan Martini 34
Nawawi dan Martini menjelaskan bahwa pengamatan merupakan kegiatan
mengamati, yang diikuti pencatatan secara urut. Hal ini terdiri atas beberapa unsur yang
muncul dalam fenomena di dalam objek yang diteliti. Hasil dari proses tersebut
33
Rian Febriyanto, dkk (2020). Mixed Method Research: Trends and Issues in Research Methodology.
Bedelau: Journal of Education and Learning, 11 – 15.
34
Nawawi, Hadari & Hadari, Martini(2012). Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
dilaporkan dengan laporan yang sistematis dan sesuai kaidah yang berlaku.
2. Prof. Heru35
Menurut Prof. Heru, pengamatan merupakan penelitian yang sebuah studi kasus
atau pembelajaran yang dilakukan dengan sengaja, terarah, urut, dan sesuai pada tujuan.
Pencatatan pada kegiatan pengamatan disebut dengan hasil observasi. Hasil observasi
tersebut dijelaskan dengan rinci, tepat, akurat, teliti, objektif, dan bermanfaat.
3. Hanna Djumhhana36
Menurut Hanna Djumhana, pengamatan merupakan suatu metode ilmiah yang
masih menjadi acuan dalam ilmu pengetahuan empiris sebagai cara yang sering
digunakan untuk mengumpulkan data.
4. Sutrisno Hadi 37
Menurut Sutrisno Hadi, pengamatan adalah proses yang kompleks, terdiri dari
berbagai macam proses biologis maupun proses psikologis. Namun, proses yang paling
penting ialah ingatan dan pengamatan.
5. Sudjana38
Menurut Sudjana, pengamatan adalah metode penelitian untuk mengukur
tindakan dan proses individu dalam sebuah peristiwa yang diamati.
6. Patton 39
Menurut Patton, pengamatan merupakan metode yang akurat dalam
mengumpulkan data. Tujuannya ialah mencari informasi tentang kegiatan yang
berlangsung untuk kemudian dijadikan objek kajian penelitian.

7. Karl Welek 40
Menurut Karl Welek, pengamatan adalah pencatatan, pemilihan, penyusunan,
penandaan, penggantian dari rangkaian proses tingkah laku dan suasana yang memiliki
hubungan dengan organisasi tertentu.

35
Mohammad Ali (2014). Memahami Riset Perilaku dan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
36
Deddy Mulyana (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
37
Ibid
38
Amir Fattah (2018). Pengaruh Media Belajar Berbasis IT Terhadap Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa
SMK Bidang Otomotif di Sleman dan Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Vokasi Otomotif, 7 - 8
39
Ibid, 9.
40
Amir Syamsudin (2018). Pengembangan Instrumen Evaluasi Non Tes Untuk Menjaring Data Perkembangan
Anak Usia Dini. Jurnal PGPAUD UNY, 12-13.
8. Sugiyono
Sugiyono menyatakan bahwa pengamatandalam arti sempit merupakan proses
penelitian mengamati situasi dan kondisi.
9. Suharsimi Arikunto 41
Menurut Suharsimi Arikunto, Pengamatan merupakan penelitian langsung
terhadap suatu objek yang ada di lingkungan yang sedang berlangsung meliputi
berbagai aktivitas perhatian terhadap kajian objek dengan menggunakan pengindraan.
10. Gibson dan Mitchell
Menurut Gibson dan Mitchell, pengamatan merupakan teknik untuk menyeleksi
dalam penentuan keputusan dan konklusi terhadap orang lain yang diamati.
- Jenis Pengamatan42
1.Pengamatan langsung/partisipan
Merupakan pengamatan yang dilakukan di mana peneliti ikut berpartisipasi dalam
kegiatan yang dilakukan kelompok yang diteliti. Partisipasi di sini artinya, peneliti ikut
melakukan aktifitas atau kegiatan yang sedang dilakukan kelompok yang diteliti. Jadi
meski sedang mengamati, peneliti tidak hanya menonton tapi juga ikut membaur.
Metode ini cocok untuk mengamati hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikis seperti
kesan, pemaknaan, apa yang dirasakan. Namun, dinilai kurang obyektif. Pasalnya,
ketika peneliti melakukan observasi partisipasi, orang yang diteliti atau partisipan
umumnya mengetahui bahwa mereka sedang diteliti sehingga akan ada reaksi di mana
para partisipan bisa menunjukan kesan lebih baik dari biasanya.
2.Pengamatan tidak langsung
Pengamatan dimana peneliti atau observer tidak ikut berpartisipasi pada
aktifitas yang dikerjakan kelompok yang diteliti, dengan kata lain peneliti hanya
menempatkan dirinya sebagai penonton. Berbeda dengan metode partisipasi, pada
metode ini pengamatan dilakukan secara diam-diam agar partisipan tidak menyadari
bahwa mereka sedang diamati. Sehingga akurasi data bisa terjamin. Meski demikian,
perlu pengetahuan yang lebih dalam melakukan metode ini karena lebih sulit
mendapatkan data apabila hanya mengandalkan pengamatan. Metode ini biasa dipakai
untuk meneliti hal-hal yang berhubungan dengan sikap dan perilaku negatif.
41
Zainal Abidin (2015). Pemahaman Siswa Terhadap Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Liveware
Pada Mata Pelajaran Teknik Listrik Kelas X Jurusan Audio. Jurnal Unnes 2015, 10-11.
42
Hasyim Hasanah (2018). Teknik – Teknik Observasi. Jurnal Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Semarang, 14 – 16.
6.Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif. Berikut ini
penelitian kualitatif menurut para ahli, antara sebagai berikut:
A. Menurut Sugiyono43

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi


objek alamiah yang mana peneliti merupakan instrumen kunci. Penelitian ini sangat
berbeda dengan penelitian kuantitatif karena penelitian kuantitatif adalah penelitian
yang berasal dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan
berakhir dengan sebuah teori.
B. Menurut Moleong 44

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami


fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.
C. Menurut Kasinath45

Lebih lanjut, Kasinath mengemukakan ada tiga alasan untuk menggunakan metode
kualitatif, antara lain:
(a) pandangan peneliti terhadap fenomena di dunia (a researcher’s view of the world)
(b) jenis pertanyaan penelitian (nature of the research question)
(c) alasan praktis berhubungan dengan sifat metode kualitatif (practical reasons
associated with the nature of qualitative methods).
D. Menurut McCusker, K., & Gunaydin, S.

Pemilihan penggunaan metode kualitatif dalam hal tujuan penelitiannya adalah


untuk memahami bagaimana suatu komunitas atau individu-individu dalam menerima
isu tertentu. Dalam hal ini, sangat penting bagi peneliti yang menggunakan metode
kualitatif untuk memastikan kualitas dari proses penelitian, sebab peneliti tersebut akan
menginterpretasi data yang telah dikumpulkannya.
Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menjelaskan suatu fenomena dengan
43
Adita Nurkholiq (2019). Analisis Pengendalian Kualitas Dalam Meningkatkan Kualitas Produk. Universitas
Galuh Ciamis, 16.
44
Ibid.
45
Ima Luthfinanda (2016). Analisis Proses Berfikir Reflektif Dalam Memecahkan Masalah Matematika Non
Rutin di Pesantren Sabibil Mutaqien. Jurnal Pembelajaran Matematika. 12 – 14.
sedalam- dalamnya dengan cara pengumpulan data yang sedalam-dalamnya pula, yang
menunjukkan pentingnya kedalaman dan detail suatu data yang diteliti. Pada penelitian
kualitatif, semakin mendalam, teliti, dan tergali suatu data yang didapatkan, maka bisa
diartikan pula bahwa semakin baik kualitas penelitian tersebut. Beberapa poin penting
yang perlu dipahami oleh seorang peneliti dalam melakukan penelitian kualitatif
adalah :46
1.Penelitian kualitatif tidak terlalu fokus kepada angka atau nilai dalam pengukuran
variabelnya.
2.Penelitian kualitatif tidak melakukan suatu pengujian menggunakan metode statistic
3.Bersifat elaborasi, peneliti diperbolehkan menggali informasi lebih dalam terhadap
4.objek penelitian dengan tidak bergantung pada pengukuran numerik.
4.Penelitian kualitatif tidak terlalu fokus kepada angka atau nilai dalam pengukuran
variabelnya.
5.Penelitian kualitatif tidak melakukan suatu pengujian menggunakan metode statistic
6.Bersifat elaborasi, peneliti diperbolehkan menggali informasi lebih dalam terhadap
4.objek penelitian dengan tidak bergantung pada pengukuran numerik.
7.Lebih tidak terstruktur dibanding penelitian kuantitatif.
Beberapa alasan mengapa penelitian kualitatif dilakukan : 47
1. Ketika peneliti menemukan kesulitan untuk menentukan pernyataan masalah atau
tujuan penelitian yang spesifik.
2.Ketika saat menentukan tujuan penelitian dibutuhkan pemahaman yang lebih detail
dan mendalam.
Beberapa alasan mengapa penelitian kualitatif dilakukan :
1.Ketika peneliti menemukan kesulitan untuk menentukan pernyataan masalah atau
tujuan penelitian yang spesifik.
2.Ketika saat menentukan tujuan penelitian dibutuhkan pemahaman yang lebih detail
dan mendalam.
3.Peneltian kualitatif sangat cocok dilakukan saat kondisi ini. Karena sifatnya yang
elaboratif, penelitian kualitatif dapat dengan mudah membantu peneliti untuk menggali
informasi yang lebih dalam terkait suatu topik pnelitian yang nantinya informasi yang

46
Ditha Prasanti. Penggunaan Media Komunikasi Bagi Remaja Perempuan Dalam Pencarian Informasi
Kesehatan. Jurnal Lontar Vol. 1, 6.
47
Ibid.
didapatkan dapat digunakan untuk menentukan tujuan penelitian.
4.Ketika tujuan dari suatu penelitian adalah untuk mempelajari bagaimana fenomena
terjadi dengan secara alami.
5.Hal ini berkaitan dengan sifat penelitian kualitatif yang elaboratif.
6.Ketika peneliti ingin mempelajari beberapa konteks penelitian yang saling berkaitan.
untuk menjaga independensi dari hasil penelitian, penelitian kualitatif sangat berperan
disini. Bisa jadi dengan menggunakan penelitian kuantitatif akan dihasilkan kesimpulan
bahwa variabel yang memiliki depdensi dengan variabel lain tidak bisa dilakukan
analisis. Sedangakn dengan menggunakan penelitian kualitatif, uji depdensi secara
statistic tidak diperhatikan.
7.Ketika dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih terpercaya dan teraktual.
Creswell menyebutkan beberapa karakteristik penelitian kualitatif yang baik, antara
lain:
a.peneliti menggunakan prosedur mendapatkan data yang tepat.
b.Peneliti membatasi penelitian di dalam asumsi dan karakteristik dari pendekatan
kualitatif.
c.Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitiannya.
d.Peneliti memulai penelitian dengan satu fokus.
e.Penelitian berisi metode yang rinci, pendekatan yang tepat dalam pengumpulan
data, analisis data,dan penulisan laporan
f. Peneliti menganalisis data menggunakan pemisahan analisis dalam beberapa
level.
g.Peneliti menulis secara persuasif, sehingga pembaca dapat merasakan
pengalaman yang sama.
7. Bentuk Hasil Penelitian

Bentuk hasil penelitian yang digunakan adalah bentuk deskriptif analitis.


Metode penelitian deskriptif analitis menurut Sugiyono adalah metode untuk
mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna dan secara
signifikan dapat mempengaruhi substansi penelitian. Artinya metode ini menyajikan
secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan partisipan atau objek dan
subjek penelitian. Metode ini juga berusaha untuk menganalisis subjek penelitian agar
didapatkan data yang mendalam.48

E. Sistematika Penulisan

Penulisan hukum ini terbagi menjadi empat bab yang akan diuraikan secara
singkat, antara lain:
Bab I: Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian
Bab II: Dasar Teoritis atas obyek penelitian yang terdiri atas Konvensi Hak Anak PBB
1989, Hak Anak, dan Prinsip Hak Anak Menurut Konvensi Hak Anak PBB 1989.
Bab III: Obyek penelitian yang terdiri atas kronologi kasus penganiayaan yang dilakukan
oleh pria terhadap balita di Tangerang, pencabulan yang dilakukan oleh guru Agama
terhadap 13 santriwati di Bandung, dan penganiayaan yang dilakukan oleh pria terhadap
remaja di bawah umur di Martapura (Sesuai Putusan Pengadilan Negeri Martapura
Nomor 21/Pid.B/2022/PN MTP) .
Bab IV: Pembahasan yang terdiri atas analisa kasus.
Bab V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

B.Kerangka Konsep

A.1. Sejarah Pembentukan Konvensi Hak Anak PBB 1989

Nisrina Nur Amalina (2018). Deskriptif Analitik Kemampuan Pemahaman Matematis Ditinjau dari
48

Keaktifan Belajar Peserta Didik. Wacana Akademika. 8


Gagasan mengenai hak anak bermula setelah berakhirnya Perang Dunia Pertama.

Sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat bencana peperangan terutana yang

dialami oleh kaum perempuan dan anak – anak, para aktivis perempuan dalam pawai

protes mereka dimana mereka membawa poster – poster yang meminta perhatian publik

atas nasib anak – anak yang menjadi korban perang. Salah seorang di antara para aktivis

perempuan tersebut adalah Eglatyne Jebb, kemudian mengembangkan sepuluh butir

pertanyaan tentang hak anak pada tahun 1923 dan diadopsi oleh Save the Children Fund

International Nation.62

Pada tahun 1924, untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi secara

internasional oleh Liga Bangsa – Bangsa (Sekarang Perserikatan Bangsa – Bangsa atau

PBB) dan deklarasi ini dikenal dengan Deklarasi Jenewa.63 Setelah berakhirnya Perang

Dunia Kedua, pada tahun 1948, Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal

61
D. Sidik Suraputra, Hukum Internasional dan Berbagai Permasalahannya, Edisi Keenam, . Jakarta:
Diadit Media, 2017, Hlm. 31.
62
Ima Susilowati, dkk., Pengertian Konvensi Hak Anak, Jakarta: UNICEF INDONESIA, 2018, Hlm.
11.
63
Ibid.
mengenai Hak Asasi Manusia pada tanggal 10 Desember 1948. Peristiwa setiap tahun yang

diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia Sedunia ini menandai perkembangan penting

dalam sejarah hak asasi manusia. Beberapa hal yang menyangkut hak khusus bagi anak –

anak tercakup dalam deklarasi ini.

Pada tahun 1959, Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan

mengenai Hak Anak yang merupakan deklarasi internasional kedua. Lalu, pada tahun 1979

saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional, pemerintah Polandia mengajukan usul bagi

perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap

hak – hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal mula perumusan Konvensi Hak

Anak. Terakhir, pada tahun 1989, Konvensi Hak Anak diselesaikan pada tahun itu juga dan

naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal

20 November 1989. Rancangan inilah yang kita kenal sebagai Konvensi Hak Anak PBB

1989. Konvensi Hak Anak PBB 1989 mulai diberlakukan sebagai hukum internasional

pada tanggal 2 September 1990.64

Konvensi Hak-Hak Anak PBB 1989 merupakan sebuah konvensi internasional

yang mengatur mengenai hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya pada anak. 65

Negara yang meratifikasi konvensi internasional ini memiliki keterikatan untuk

menjalankan sesuai dengan hukum dan prinsip internasional, khususnya mengenai

perlindungan anak. 66 Pelaksanaan konvensi Hak Anak PBB 1989 diawasi oleh Komite

64
Ibid., Hlm 12-13.
65
Hadi Setia Tunggal, Konvensi Hak-Hak Anak, Jakarta:Harvarindo, 2018, Hlm.65.
66
Ibid.
Kovensi Hak Anak PBB 1989. Anggotanya terdiri dari berbagai negara dari seluruh

dunia.

2.Isi Konvensi Hak Anak PBB 1989

Konvensi Hak Anak PBB 1989 merupakan instrument internasional di bidang

Hak Asasi Manusia dengan cakupan hak yang paling komprehensif. Terdiri atas 54 Pasal,

Konvensi Hak Anak PBB 1989 hingga saat ini dikenal sebagai satu – satunya konvensi di

bidang Hak Asasi Manusia yang mencakup baik hak sipil dan politik, maupun ekonomi,

sosial, dan budaya sekaligus.

Berdasarkan strukturnya, Konvensi Hak Anak PBB 1989 terbagi atas empat bagian.

Bagian pertama adalah bagian preambule atau bagian mukadimah. Bagian mukadimah

berisi konteks dalam Konvensi Hak Anak PBB 1989. Bagian kedua adalah bagian satu

yang terdiri atas Pasal 1 – Pasal 41 yang mengatur hak bagi semua anak. Bagian ketiga

adalah bagian dua yang terdiri atas Pasal 42 – Pasal 45 mengatur mengenai masalah

pemantauan dan pelaksanaan dari Konvensi Hak Asasi Manusia. Bagian terakhir adalah

bagian tiga yang terdiri atas Pasal 46 – Pasal 54 yang mengatur mengenai masalah

pemberlakuan konvensi.

Berdasarkan isinya, Konvensi Hak Anak PBB 1989 terbagi atas lima bagian.67

Bagian pertama adalah kategorisasi berdasarkan konvensi induk hak asasi manusia yang

dikatakan bahwa Konvensi Hak Anak PBB 1989 mengandung hak – hak sipil dan

67 Ibid.,Hlm. 66.
politik serta hak – hak ekonomi, sosial, dan budaya. Bagian kedua adalah ditinjau

dari sisi yang berkewajiban melaksanakan Konvensi Hak Anak PBB 1989, yaitu negara dan

yang bertanggung jawab untuk memenuhi hak anak (orang dewasa pada umumnya) dan

terdapat tiga kata kunci yang bisa dipakai sebagai jembatan untuk memahami isi Konvensi

Hak Anak yaitu memenuhi, melindungi, dan menghargai. Bagian ketiga adalah mengenai

cara pembagian yang sudah sangat populer dan dibuat berdasarkan cakupan hak yang

terkandung dalam Konvensi Hak Anak PBB 1989. Hak – hak tersebut adalah hak atas

kelangsungan hidup, hak atas berkembang, hak atas perlindungan, serta hak untuk

berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Bagian keempat adalah cara pembagian yang

dirumuskan oleh Komite Hak Anak PBB yang mengelompokkan Konvensi Hak Anak PBB

1989 menjadi delapan kategori ( Langkah langkah implementasi umum, definisi anak,

prinsip – prinsip umum, hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pengasuhan

alternatif, kesehatan dan kesejahteraan dasar, pendidikan, waktu luang, dan kegiatan

budaya, serta langkah – langkah perlindungan khusus berkaitan dengan hak anak untuk

mendapatkan perlindungan khusus). Bagian kelima adalah kategori substantif hak anak

pada kategori terakhir (4 – 8) dan tiga kelompok yang pertama (1 – 3 ) bersifat lintas

kategori. Cara pembagiannya lebih banyak digunakan, terutama oleh yang mengkhususkan

diri pada
Konvensi Hak Anak PBB 1989 karena pembagian ini sekaligus memberikan kerangka

kerja yang sangat komprehensif melingkupi cara – cara pembagian sebelumnya.68

Intinya, di dalam Konvensi Hak Anak PBB 1989 inilah terdapat banyak hak yang

harus dimiliki oleh anak.69 Hak pertama adalah memperoleh nama dan kebangsaan serta

dipelihara oleh kedua orang tuanya. Hak kedua adalah berhak mempertahankan identitas

termasuk soal kewarganegaraan, nama diri, dan hubungan keluarga. Hak ketiga adalah

bebas menyatakan pendapat, baik secara lisan, tertulis maupun cetakan, dalam bentuk

seni atau media lain sesuai pilihan anak yang bersangkutan. Hak keempat adalah berhak

memperoleh informasi yang tepat dari berbagai sumber nasional dan internasional. Hak

kelima adalah berhak mempunyai kemerdekaan berpikir, hati nurani, dan beragama. Hak

keenam adalah berhak mempunyai kemerdekaan berserikat dan kemerdekaan berkumpul

dengan damai. Hak ketujuh adalah berhak melindungi kehidupan pribadi. Hak kedelapan

adalah berhak untuk tidak disiksa atau diperlakukan secara kejam, atau hukuman yang

tidak manusiawi atau menurunkan martabat. Hak kesembilan adalah berhak memperoleh

bimbingan orangtua atau anggota keluarga besar atau masyarakat sebagaimana

ditentukan oleh adat istiadat setempat. Hak kesepuluh adalah berhak memperoleh

perawatan dari orangtua. Hak kesebelas adalah berhak untuk tidak dipisahkan dari

orangtua. Hak keduabelas adalah berhak bersatu kembali dengan keluarga. Hak

ketigabelas adalah

68
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, Edisi Keempat, Bandung: Nuansa Cendekia, 2018, Hlm.
36.
69
Ibid.
berhak mendapat dukungan dari lingkungan keluarga. Hak keempat belas adalah berhak

mengalami perlakuan adopsi, yang dapat menjamin kepentingan terbaik anak. Hak

kelima belas adalah berhak memperoleh perlindungan dari Negara atas tindakan

penyerahan secara gelap ke luar negeri sehingga tidak dapat kembali ke Indonesia. Hak

keenam belas adalah berhak untuk tidak disalahgunakan dan ditelantarkan oleh Negara.

Hak ketujuh belas adalah berhak memperoleh peninjauan kembali secara periodik

penempatan eksistensi diri. Hak kedelapan belas adalah berhak memperoleh kelangsungan

hidup dan pengembangan dari Negara. Hak kesembilan belas adalah berhak memperoleh

kenikmatan hidup penuh dan layak, seandainya anak dalam keadaan cacat fisik atau

mental. Hak kedua puluh adalah berhak memperoleh jaminan kesehatan dan pelayanan

kesehatan. Hak keduapuluh satu adalah berhak mendapat jaminan sosial dan pelayanan

perawatan serta berbagai fasilitas dari Negara. Hak keduapuluh dua adalah berhak

meningkatkan kualitas hidup layak dan pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan

sosial. Hak keduapuluh tiga adalah berhak memperoleh pendidikan secara bertahap dan

mempunyai kesempatan dari Negara. Hak keduapuluh empat adalah berhak mengenyam

terealisasinya tujuan pendidikan yang diwujudkan Negara. Hak keduapuluh lima adalah

berhak memperoleh fasilitas yang sama dari Negara dalam memanfaatkan waktu luang,

kegiatan rekreasi dan budaya. Hak keduapuluh enam adalah anak pengungsian berhak

memperoleh perlindungan. Hak keduapuluh tujuh adalah anak konflik bersenjata berhak

memperoleh perlindungan. Hak keduapuluh delapan adalah hak setiap anak untuk

diperlakukan dengan baik.


Apabila ia melanggar hukum, maka penghukumannya sesuai dengan martabat dan

nilai anak. Hak keduapuluh sembilan adalah anak berhak mendapat kemerdekaan,

diperlakukan manusiawi serta harus dihormati martabat kemanusiaannya. Hak ketiga puluh

adalah tidak seorang anakpun menjalani siksaan atau perlakuan kejam, perlakuan yang

tidak manusiawi atau menurunkan martabat. Hak ketigapuluh satu adalah negara akan

mengambil langkah-langkah yang layak untuk meningkatkan pemulihan rohani dan

jasmani serta penyatuan kembali ke dalam masyarakat atas eksistensi anak yang

menjadi korban konflik hukum. Hak ketigapuluh dua adalah anak dilindungi Negara dari

eksploitasi ekonomi dan terhadap pekerjaan yang berbahaya atau menggangu pendidikan,

merugikan kesehatan anak, perkembangan fisik, mental dan spirtual, moral. Hak

ketigapuluh tiga adalah anak berhak dilindungi Negara dari segala bentuk eksploitasi

seksual dan penyalahgunaan seksual. Hak ketigapuluh empat adalah negara akan

melindungi anak dari semua bentuk lain eksploitasi yang merugikan bagi setiap aspek dari

kesejahteraan anak. Hak ketigapuluh lima adalah anak dilindungi Negara dari

pemakaian narkoba, dan zat - zat psikotropika lainnya. Hak ketigapuluh enam adalah

negara akan mengambil langkah yang layak, baik secara nasional, bilateral dan multilateral

untuk mencegah penculikan, penjualan, atau jual - beli anak untuk tujuan atau dalam

bentuk apapun.. Hak ketigapuluh tujuh adalah anak dari kalangan minoritas berhak

untuk mengakui dan menikmati hidupnya.


Dari ketigapuluh tujuh hak anak tersebut, terdapat prinsip hak anak yang terdiri

atas sepuluh prinsip.70 Prinsip pertama menyatakan bahwa setiap anak harus menikmati

sema hak yang tercantum di dalam deklarasi ini tanpa terkecuali, tanpa perbedaan, dan

tanpa diskriminasi. Prinsip kedua menyatakan bahwa setiap anak harus menikmati

perlindungan khusus, harus diberikan kesempatan dan fasilitas oleh hukum atau oleh

peralatan lain sehingga mereka mampu berkembang, secara fisik, mental, moral, spiritual,

dan sosial dalam cara yang sehat serta normal. Prinsip ketiga menyatakan bahwa setiap

anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan indentitas kebangsaan. Prinsip keempat

menyatakan bahwa setiap anak harus menikmati manfaat dari adanya jaminan sosial.

Prinsip kelima menyatakan bahwa setiap anak, baik secara fisik, mental, maupun sosial,

mengalami kecacatan, harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan, dan pemeliharaan

sesuai dengan kondisinya. Prinsip keenam menyatakan bahwa setiap anak bagi

perkembangan pribadinya secara penuh dan seimbang memerlukan kasih sayang dan

pengertian. Prinsip ketujuh menyatakan bahwa setiap anak harus menerima pendidikan

secara cuma-cuma dan atas dasar hak wajib belajar. Prinsip kedelapan menyatakan bahwa

setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan bantuan yang pertama.

Prinsip kesembilan menyatakan bahwa setiap anak harus dilindungi dari setiap bentuk

keterlantaran, tindakan kekerasan, dan eksploitasi.71 Prinsip kesepuluh atau terakhir

menyatakan bahwa setiap

70
Ibid, Hlm. 34.
71
Ibid.
anak harus dilindungi dari setiap praktik diskriminasi berdasarkan rasial, agama, dan bentuk-

bentuk lainnya.

2. Prinsip Hak Asasi Manusia Pada Anak Menurut Konvensi Hak Anak PBB Tahun 1989

Menurut Konvensi Hak Anak PBB 1989, prinsip hak asasi manusia pada terdiri atas

empa prinsip, antara lain sebagai berikut menurut Konvensi Hak Anak PBB pada tahun 1989,

yaitu:

1.Prinsip Non Diskriminasi (Pasal 2 Konvensi Hak Anak PBB tahun 1989)

Pada prinsip non diskriminasi, dijelaskan bahwa dalam Pasal 2 Konvensi Hak Anak PBB

1989 menciptakan kewajiban fundamental negara peserta yang mengikatkan diri dengan

Konvensi Hak Anak untuk menghormati dan menjamin seluruh hak-hak anak dalam konvensi ini

kepada semua anak dalam semua jurisdiksi nasional dengan tanpa diskriminasi dalam bentuk

apapun.49

Pasal-pasal tertentu Konvensi Hak Anak menyediakan

bentuk-bentuk perlindungan khusus bagi anak yang cenderung mengalami diskriminasi karena

diskriminasi adalah akar berbagai bentuk eksploitasi terhadap anak. Acuan terhadap diskriminasi

dapat pula dikutip dari Pasal 1 Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi Rasial, yang memberikan definisi atas racial discrimination yang merupakan any

distinction, exclusion, restriction or preference base on race, colour, descent or national ethnic

origin wich has the purpose or effect of nullifying or impairing the recognition, enjoyment or

exercise, on an equal footing, of human rights and fundamental freedoms in the political,

economic, social, cultural or any other field of public life”.

49
2.Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak (Pasal 6 ayat {1} Konvensi Hak Anak PBB 1989)

Prinsip ini tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) Konvensi Hak Anak PBB 1989, yaitu Semua

anak berhak atas kehidupan. Pemerintah perlu memastikan bahwa anak bisa bertahan hidup dan

tumbuh dengan sehat. Prinsip ini menuntut negara untuk memastikan anak harus terjamin

keberlangsungan hidupnya karena hak untuk hidup bukanlah pemberian dari siapa-siapa

melainkan hak yang melekat pada diri sendiri sehingga negara wajib menyediakan lingkungan

yang kondusif, sarana dan prasarana yang baik bagi setiap anak.

3.Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak (the best interest of the child) (Pasal 3 ayat {1})

Prinsip kepentingan terbaik bagi anak juga diadopsi dari Pasal 3 ayat (1) Konvensi Hak

Anak PBB 1989 yang berbunyi dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan

oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, lembaga peradilan, lembaga

pemerintah atau badan legislatif. Kepentingan terbaik anak akan merupakan pertimbangan utama

dimana prinsip ini diletakkan sebagai pertimbangan utama (a primary consideration) dalam

semua tindakan untuk anak, baik oleh institusi kesejahteraan sosial pada sektor publik ataupun

privat, pengadilan, otoritas administratif, ataupun badan legislatif. Pasal 3 ayat 1 Konvensi Hak

Anak PBB 1989 meminta negara dan pemerintah, serta badan-badan publik dan privat

memastikan dampak terhadap anak-anak atas semua tindakan mereka, yang tentunya menjamin

bahwa prinsip the best interest of the child menjadi pertimbangkan utama, memberikan prioritas

yang lebih baik bagi anak-anak dan membangun masyarakat yang ramah anak (child friendly-

society). Jika dirunut dalam sejarahnya, prinsip the best interest of the child ini pertama kali

dikemukakan pada Declaration of the Rights of the Child pada tahun 1959. Dalam Pasal 2

Deklarasi Hak Anak itu, dikemukakan prinsip the best interest of the child sebagai paramount

consideration yang berbunyi “The child shall enjoy special protection, and shall be given

opportunities and facilities, by law and by other means, to enable him to develop physically in a

healthy and normal manner and in conditions of freedom and dignity. In the enacment of laws
for this purpose, the best interests of the child shall be the paramount considerations”. Arti dari

Pasal 2 Deklarasi Hak Anak 1959 tersebut adalah kepentingan kesejahteraan anak adalah tujuan

dan penikmat utama dalam setiap tindakan, kebijakan, dan atau hukum yang dibuat oleh lembaga

berwenang. Guna menjalankan prinsip the best interest of the child ini, dalam rumusan Pasal 3

ayat (2) Konvensi Hak Anak PBB 1989 yang berbunyi Negara-negara Peserta berupaya untuk

menjamin adanya perlindungan dan perawatan sedemikian rupa yang diperlukan untuk

kesejahteraan anak, dengan memperhatikan hak dan kewajiban orangtua anak, walinya yang sah,

atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab atas anak yang bersangkutan, dan untuk

maksud ini, akan mengambil semua tindakan legislatif dan administratif yang layak menegaskan

bahwa negara peserta menjamin perlindungan anak dan memberikan kepedulian pada anak

dalam wilayah yurisdiksinya. Negara mengambil peran untuk memungkinkan orangtua

bertanggung jawab terhadap anaknya, demikian pula lembaga-lembaga hukum lainnya. Dalam

situasi dimana tanggungjawab dari keluarga atau orangtua tidak dapat dijalankannya, maka

negara mesti menyediakan program jaminan sosial (savety net). Bahkan dengan rumusan Pasal 3

ayat (3) Konvensi Hak Anak PBB 1989 yang berbunyi bahwa Negara-negara Peserta akan

menjamin bahwa lembaga-lembaga, instansi-instansi dan fasilitasfasilitas yang bertanggung

jawab atas pemeliharaan dan perlindungan anak, akan menyesuaikan dengan norma-norma yang

ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, terutama dalam bidang keselamatan, kesehatan, baik

dalam jumlah maupun petugas yang sesuai, jumlah dan keserasian petugas mereka, begitu pula

pengawasan yang berwenang menegaskan bahwa negara mesti menjamin institusi-institusi,

pelayanan, dan fasilitas yang diberikan tanggungjawab untuk kepedulian pada anak atau

perlindungan anak yang sesuai dengan standar yang dibangun oleh lembaga yang berkompeten.

Negara harus membuat standar pelayanan sosial anak, dan memastikan bahwa semua institusi

yang bertanggungjawab mematuhi standar dimaksud dengan mengadakan monitoring atas

pelaksanaannya. Sejalan dengan Pasal 3 ayat (1) Konvensi Hak Anak PBB 1989 yang diulas
dimuka, dalam Beijing Rules juga dikandung prinsip the best interest of the child.

3.Prinsip Hak Untuk Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan (Pasal 6)

Prinsip ini merupakan implementasi dari Pasal 6 Konvensi Hak Anak PBB 1989 yang

berbunyi bahwa negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang merupakan

kodrat hidup dan semaksimal mungkin akan menjamin kelangsungan hidup dan pengembangan

anak.

4.Prinsip Penghargaan Terhadap Pendapat Anak (Pasal 12 Konvensi Hak Anak PBB 1989).

Prinsip ini merupakan wujud dari hak partisipasi anak yang diserap dari Pasal 12

Konvensi Hak Anak PBB 1989 yang berbunyi Negara-negara Peserta akan menjamin anak-anak

yang mampu membentuk pandangannya sendiri, bahwa mereka mempunyai hak untuk menyatakan

pandangan-pandangannya secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak, dan

pandangan anak dipertimbangkan sesuai dengan usia dan kematangan anak. Untuk tujuan ini,

anak secara khusus akan diberi kesempatan untuk didengar dalam setiapperadilan dan

administratif yang mempengaruhi anak, baik secara langsung, atau melalui suatu perwakilan atau

badan yang tepat, dengan cara yang sesuai dengan hukum acara nasional. Mengacu kepada Pasal

12 ayat (1) Konvensi Hak Anak PBB 1989, diakui bahwa anak dapat dan mampu membentuk

atau mengemukakan pendapatnya dalam pandangannya sendiri yang merupakan hak berekspresi

secara bebas (capable of forming his or her own views the rights to express those views freely).

Jaminan perlindungan atas hak mengemukakan pendapat terhadap semua hal tersebut, mesti

dipertimbangkan sesuai usia dan kematangan,50

72 Irma Setyowati, Aspek Perlindungan Anak, , Edisi kedelapan belas, Jakarta: Bhumi Aksara, 2018, Hlm. 40.
50

73 Ibid, Hlm. 41.


74 Chandra Gautama, Konvensi Hak Anak: Panduan Bagi Jurnalis, Edisi ketujuh, Jakarta: LSPP, 2018, Hlm. 56.
2. Bentuk Perlindungan Yang Harus Diberikan Kepada Anak Menurut Konvensi Hak Anak

PBB 1989

a. Menurut Pasal 3 ayat (2) dan (3) dan Pasal 4 Konvensi Hak Anak PBB 1989

Negara Indonesia melakukan semua tindakan legislatif, administratif, dan tindakan lain yang

tepat dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban - kewajiban orang tuanya, walinya menjamin

bahwa berbagai lembaga, pelayanan, dan fasilitas yang bertanggung jawab atas perawatan dan

perlindungan kepada anak harus menyesuaikan diri dengan standar-standar keselamatan dan

kesehatan. 51

b. Menurut Pasal 5 dan 6 ayat (2) Konvensi Hak Anak PBB 1989

Negara Indonesia harus menghormati tanggung jawab, hak-hak dan kewajiban-kewajiban

orang tua dan wali untuk memberikan dalam suatu cara yang sesuai dengan kemampuan anak yang

berkembang dan menjamin sampai pada jangkauan semaksimum mungkin ketahanan dan

perkembangan anak.52

c. Menurut Pasal 19 Konvensi Hak Anak PBB 1989

Negara Indonesia harus mengambil tindakan yang melindungi anak dari bentuk kekerasan

fisik yang dilakukan oleh pacar bibinya melalui prosedur-prosedur yang efektif untuk penyusunan

program-program sosial untuk memberikan dukungan yang perlu bagi orang yang mempunyai

tanggung jawab dalam perawatan anak, dan untuk identifikasi, melaporkan, penyerahan,

pemeriksaan, perlakuan dan tindak lanjut kronologis tindakan kekerasan kepada pengadilan.53

d.Pasal 39 Konvensi Hak Anak PBB 1989

Negara Indonesia harus mengambil semua langkah yang tepat untuk meningkatkan

51

52 77
Robert Pereira, Why’s children Bully, Jakarta: Grasindo, 2018, Hlm.3.
78
Tamer, Kamus Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris, Inggris: Tamer Press, 2017, Hlm.5.
79
Yayasan Sejiwa,Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan di Lingkungan,Jakarta:Grasindo,2017,Hlm.3.
80
Ibid, Hlm 4.
53
penyembuahan fisik dan psikologis anak. Penyembuhan dan integrasi kembali tersebut harus

berlangsung dalam suatu lingkungan yang meningkatkan kesehatan, harga diri dan martabat anak.54

6. Bentuk Perlindungan Menurut UU Nomor 35 Tahun 2014

Dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 itu termuat 95 pasal. Perlindungan khusus bagi anak bertujuan

untuk memberikan jaminan rasa aman bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus,

memberikan layanan yang dibutuhkan anak, serta mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak anak.

Dalam aturan itu tercantum daftar anak yang perlu mendapat perlindungan khusus. Setidaknya ada

15 kategori anak yang wajib mendapat perlindungan dari negara. Mereka adalah anak dalam situasi

darurat; anak yang berhadapan dengan hukum; anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; anak

yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual.

Kemudian, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba; anak yang menjadi korban

pornografi; anak dengan HIV dan AIDS; anak korban penculikan, penjualan, dan/atau

perdagangan; anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.

Selanjutnya, anak korban kejahatan seksual; anak korban jaringan terorisme; anak penyandang

disabilitas; anak korban perlakuan salah dan penelantaran; anak dengan perilaku sosial

menyimpang; serta anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi

orang tuanya.

Lihat Juga :

[img-title]

54
Ironi Jokowi Minta Dikritik dan Gelombang Razia Mural Jalanan

Aturan tersebut menjelaskan perlindungan khusus bagi anak dilakukan dengan berbagai upaya

yang harus dilakukan pemerintah pusat, daerah, hingga lembaga negara. Beberapa di antaranya;

penanganan yang cepat, pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan.

Kemudian, pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu, serta

memberikan perlindungan dan pendampingan bagi anak pada setiap proses peradilan.

Pada Pasal 1 PP tersebut ditegaskan yang dimaksudkan dengan Anak adalah mereka yang belum

berusia 18 tahun, termasuk yang masih berada di dalam kandungan.

"Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi

dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang

membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya," demikian ketentuan yang tercantum

dalam Pasal 1 nomor 2 PP tersebut.

A. Pengaturan Perlindungan Anak dari Kekerasan Berdasarkan Konvensi Hak

Anak PBB 1989

Pengertian Anak Menurut Pasal 1 Konvensi Hak Anak PBB 1989

Menurut Pasal 1 Konvensi Hak Anak PBB 1989, anak adalah manusia yang umurnya

belum mencapai delapan belas tahun, kecuali berdasarkan undang – undang yang berlaku

untuk anak – anak sehingga kedewasaan telah dicapai dengan cepat.72 Maksud dari

pernyataan Pasal 1 Konvensi Hak Anak PBB 1989 tersebut adalah pasal tersebut juga

mengakui kemungkinan adanya perbedaan atau variasi dalam penentuan batas usia
kedewasaan di dalam perundangan nasional dari tiap – tiap negara peserta. Misalnya untuk

bekerja, mengikuti pemilihan umum, untuk mengonsumsi minuman beralkohol, untuk

bertanggung jawab kriminal atau untuk bisa dijatuhi hukuman mati, dan lain sebagainya.73

Idealnya, negara peserta memperlakukan standar terendah yang ditetapkan dalam Konvensi

Hak Anak PBB 1989 sebagai standar terendah dan demi sedikit mulai menyesuaikan

batasan umur anak yang terdapat dalam perundangan nasional supaya sesuai dengan standar

dalam Konvensi Hak Anak PBB 1989.74

Anda mungkin juga menyukai