Anda di halaman 1dari 10

KELOMPOK 4

1. Nitha Fitrianti (19041056)


2. Khoirunnisa Farah Hadi (19041062)
3. Setiawan Nuruddin F (19041060)
4. Moch. Bayjuri M.A.D (19041058)
5. Firzatul Rima Fitriana (19041064)
TUGAS HUKUM ACARA PERADILAN HAM

HAK ANAK
(Kekerasan Orang Tua
Kepada Anak)
1. Membedah permasalahan masyarakat belum maksimal
perlindungan HAM yang dipilih
2. Mengkaji menggunakan instrumen internasional dan
nasional (selain UI No.39 Tahun 1999 tentang HAM
dilengkapi pasal-pasalnya)
3. Solusi hukum terhadap Kekerasan Orang Kepada Anak
Permasalahan masyarakat terhadap
perlindungan HAM Hak Anak
Kasus penganiayaan terhadap anak telah diatur khusus dalam pasal 76C UU 35 Tahun 2014 yang berbunyi
: "Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan,atau turut serta
melakukan Kekerasan terhadap Anak." Sementara, sanksi bagi orang yang melanggar pasal diatas (pelaku
kekerasan/peganiayaan) ditentukan dalam Pasal 80 UU 35/2014:
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00
(tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat 3
apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.
Contoh kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi Nomor : 39/Pid.Sus/2016/PN.Bkt.
Terdakwa yang sebagai ibu tiri telah melakukan penganiayaan terhadap saksi korban
Febriandi Davin.Penyebab terdakwa melakukan hal tersebut karena saksi korban bertengkar
dengan kakaknya yang bernama saksi Dendi Hadi Nugraha,karena kesal saksi korban
mengucapkan kata-kata kotor kepada terdakwa sehingga terdakwa marah dan mengambil
1(satu) buah sisir warna biru dan memukulkannya kekaki dan tangan saksi korban dan
terdakwa melemparkan sisir tersebut kearah saksi korban sehingga mengenai bahu sebelah
kiri saksi korban, kemudian terdakwa kembali menjewer telinga saksi korban dan meremas
mata sebelah kiri saksi korban dengan menggunakan tangannya. Akibat perbuatan terdakwa
saksi korban mengalami sakit dan luka merah pada mata sebelah kiri bagian dalam sehingga
mengakibatkan penglihatan saksi korban tidak jelas serta luka lebam pada leher.
Akhirnya, dengan mempertimbangkan Pasal 80 ayat (1) dan (4) Jo Pasal 76C Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, serta Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 dan peraturan perundangan
lainnya yang berkaitan dengan perkara ini, hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan Anak“ dan
menghukum pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan
denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda
tersebut tidak dibayar maka digantikan dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
Perlindungan terhadap hak anak merupakan Hak Asasi Manusia. Upaya untuk
melindungi hak-hak dan masa depan anak yang dilanggar oleh negara, orang
dewasa, lingkungan sendiri, ataupun orangtuanya pun masih belum begitu di
perhatikan. Padahal anak merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa
depan, asset keluara, agama serta bangsa dan negara. Undang-Undang
Perlindungan Anak telah memberikan sanksi pada setiap orang tua yang
melakukan menyalahgunakan anak untuk kepentingan-kepentingan yang
dilarang oleh hukum. Dalam kasus orang tua yang gagal di dalam melindungi
hak anaknya, maka hal tersebut telah melanggar hak asasi anak yang
merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Sejak Indonesia meratifikasi aturan
terkait Hak Asasi Manusia dan membuat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 35Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, Bahwa orangtua telah gagal di dalam melaksanakan perlindungan anak.
Dalam mencapai tujuan hukum maka yang diperlukan adalah Kadialan hukum
yang berkelanjutan bagi anak; kepastian hukum yang berkelanjutan bagi anak
dan kemanfaatan hukum yang berkelanjutan bagi anak.
Perlindungan HAM Hak Anak Menurut Hukum Nasional dan
Internasional
pada tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Peraturan perundang-undangan tersebut menggambarkan, bahwa negara dan pemerintah Indonesia
sejak 40 tahun silam sudah memberikan respon terhadap persoalan kekerasan terhadap anak,
kemudian Perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi
UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Kewajiban. Tanggung Jawab.
Undang-Undang nasional Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Kewajiban. Tanggung
Jawab, dimana pada Pasal 23 sampai dengan Pasal 28 mengatur hak-hak anak sebagai berikut:
 Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan
kesejahteraan Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau orang lain
yang secara hukum bertanggung jawab terhadap Anak.
 Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat terhadap Perlindungan Anak dilaksanakan melalui
kegiatan peran Masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak.
 Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
 Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin Anak untuk mempergunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan Anak.

Konvensi Hak Anak adalah sebuah Konvensi internasional yang mengatur hak-hak sipil, politik,
ekonom, sosial dan kultural anak-anak. Negara-negara yang mertifikasi Konvensi Internasional ini terkait
untuk menjalankannya sesuai dengan hukum internasional. Konvensi Hak Anak merupakan sebuah
perjanjian hukum international tentang hak-hak anak. Indonesia sendiri meratifikasi Konvensi Hak Anak
(KHA) melalui Keppres No.36 tahun 1990 pada tanggal 25 Agustus 1990. Konsekwensi atas telah
diratifikasinya Konvensi Hak Anak tersebut, maka Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-
ketentuan yang terkandung dan atau memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak yang diakui dalam
KHA yang secara umum memberikan perlindungan dan penghargaan terhadap anak, agar anak dapat
merasakan seluruh hak-haknya, sehingga terjauh dari tindakan kekerasan dan pengabaian. Pelaksanaan
Konvensi Hak Anak di Indonesia sendiri belum efektif karena kebijakan yang di lakukan belum
dilaksanakan dengan semestinya. Kurangnya sosialisasi yang disampaikan kemasyarakat tentang
kekerasan terhadap anak, dan lembaga lembaga yang terkait tentang pelaksanaan hak anak belum
melaksanakan tugas dengan semestinya.
Solusi Hukum Tentang Kekerasan Orang Tua
kepada Anak
Solusi Strategis 
Intervesi sosial merupakan sebuah konsep yang digunakan dan atau dikembangkan di dalam praktik
pekerjaan sosial, baik pada pendekatan mikro, masso maupun makro. Intervensi sosial adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana oleh pekerja sosial dalam pemecahan masalah
sosial, peningkatan keberfungsian sosial orang, perluasan aksesibilitas sosial dan pengembangan potensi
dan sumber-sumber kesejahteraan. Berdasarkan pembahasan di atas, intervensi sosial dalam penanganan
kekerasan anak, deskripsikan sebagai berikut:
1. Prevensi 
Prevensi merupakan serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap
anak, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan luar keluarga, seperti di lingkungan sosial dan
bermain anak.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi sosial merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memulihkan atau refungsionalisasi
kondisi ôsik dan psikis anak korban kekerasan. Sebagai sasaran rehabilitasi adalah anak korban
kekerasan, orang tua dan keluarga dan lingkungan sosial dan sekolah.
UU No. 35 Tahun 2014 sebagai perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak (UU PA) juga telah memberikan jaminan hukum berupa rangkaian
perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana, yaitu: upaya rehabilitasi
(pemulihan) baik dalam lembaga maupun di luar lembaga, upaya perlindungan dari
pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi, pemberian
jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial,
dan, pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara
yang telah menjadikannya sebagai korban penganiayaan.
Hukum pidana dan sistem peradilan pidana adalah lembaga yang harus terus berperan aktif
dalam memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban serta
mengupayakan keadilan bagi korban dan keluarganya yang saat ini sedang berjuang
menggapai keadilan.
Dalam perkembangannya, hukum pidana Indonesia memiliki tiga persoalan penting yang
menarik untuk ditelaah, yaitu: tindak pidana untuk menentukan perbuatan apa saja yang
dapat diancam dengan hukuman, kesalahan dan pertanggung jawaban pidana untuk
menentukan siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika suatu tindak pidana
terjadi serta pidana dan pemidanaan yang bertujuan untuk menentukan apa jenis hukuman
dan berapa lama hukuman yang akan dijatuhkan kepada pelaku yang terbukti secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana.

Anda mungkin juga menyukai