Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PERSPEKTIF AL-QUR’AN TENTANG AL-KAIL DAN AL-MIZAN

Dosen Pengampu:

Dr. H. Mukhtar, Lc, M.Th.I

DISUSUN OLEH:

Kelompok 6

Ahmad Jaya: 2220203861211075

Wafiq Asizah: 2220203861211092

Evayanti: 2220203861211102

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Ayat Ekonomi

Program Studi Manajemen Keuangan Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Institut Agama Islam Negeri Parepare

PAREPARE

2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Sudi Ayat Ekonomi
“Perspektif al-Qur’an tentang al-Kali dan al-Mizan” dapat selesai seperti waktu yang telah kami
rencanakan. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW.
Tersusunnya tugas ini tentunya tidak lepas dari berbagai sumber dan referensi. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyususan makalah ini.

Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan
makalah selanjutnya akan jauh lebih baik.

Penyusun mengucapkan terima kasih semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna
untuk semua pihak yang membacanya.

Parepare, 3 Mei 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii
BAB 1...............................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.....................................................................................................................2
BAB II..............................................................................................................................................3
A. Pengertian al-Kali dan al-Mizan............................................................................................3
B. Asbabun Nuzul Ayat-ayat Takaran dan Timbangan.............................................................3
C. Ayat-ayat yang Menjelaskan Takaran dan Timbangan.........................................................4
Qs. al-An’am:152......................................................................................................................4
Qs. Al-Isra:35............................................................................................................................9
Qs. al-A’raf:85........................................................................................................................12
D. Perintah Menyempurnakan Takaran dan Timbangan..........................................................16
KESIMPULAN.................................................................................................................................

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penetapan takaran dan timbangan ini adalah atas dasar keadilan Islam yang harus
ditegakkan. Karena definisi adil akan berbeda antara satu dengan lain bila hanya
mengikuti hawa nafsu. Adil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sama berat,
tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar, berpegang pada
kebenaran, dan sepatutnya tidak sewenang-wenang. Hal ini sejalan dengan prinsip
kejujuran untuk mewujudkan keadilan, sesuai perintah Allah SWT untuk
menyempurnakan takaran dan timbangan. Dalam Al-Isra 17:35, Allah SWT
memerintahkan "Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama. (bagimu) dan lebih baik akibatnya".
Dan memberikan ancaman untuk pelaku yang curang didalam menimbang atau menakar,
karena didorong hawa nafsu dalam mengambil keuntungan.
Seberapa jauh berkembangnya alat ukur yang dipergunakan untuk menakar dan
menimbang sesuai dengan perkembangan teknologi, namun semangatnya tidak boleh
berubah ancaman yang sangat berat terhadap orang-orang yang "bermain-main" dengan
takaran dan timbangan. Dalam Q.s al-Muthaffifin 83: 1-6 dinyatakan," Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka meminta dipenuhkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa mereka
akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari ketika manusia berdiri
menghadap Tuhan semesta alam."
Segala macam bentuk kecurangan tentunya akan menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan. Oleh karena itu, Rasulullah mengingatkan lima perbuatan yang akan
mengkibatkan terjadinya lima macam sanksi dalam kehidupan. (khamsun bi khamsin).
Pertama, mereka yang tidak menepati janji akan dikuasai oleh musuh mereka; kedua,
orang yang menghukum tidak sesuai dengan hukum Allah akan ditimpa kemiskinan;
ketiga masyarakat yang telah bergelimang dengan perbuatan keji (al-fahisyah) akan
menderita kematian; keempat mereka yang senantiasa berlaku curang dalam takaran akan
mengalami krisis ekonomi dan kegagalan dalam pertanian; kelima orang yang tidak
mengeluarkan zakat akan ditimpa kemarau panjang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian al-Kail dan al-Mizan?
2. Bagaimana sebab turunnya ayat-ayat Takaran dan Timbangan?
3. Bagaimana ayat-ayat yang menjelasakan Takaran dan Timbangan?

1
4. Bagaimana perintah menyempurnakan Takaran dan Timbangan?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui perngertian al-Kail dan al-Mizan.
2. Mengetahui sebab turunnya ayat-ayat Takaran dan Timbangan.
3. Mengetahui ayat-ayat yanf menjelaskan Takaran dan Timbangan.
4. Mengetahui perintah menyempurnakan Takaran dan Timbangan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian al-Kali dan al-Mizan
Takaran adalah alat yang digunakan untuk menakar. Dalam aktifitas bisnis,
takaran (al-kail) biasanya dipakai untuk mengukur satuan dasar ukuran isi barang cair,
makanan dan berbagai keperluan lainnya.
Kata lain yang sering juga dipakai untuk fungsi yang sama adalah literan
Timbangan (al-wazn) dipakai untuk mengukur satuan berat. Timbangan adalah suatu
macam alat ukur yang diberikan perhatian untuk benar-benar dipergunakan secara tepat
dan benar dalam perspektif ekonomi syariah.
Mengurangi timbangan dan takaran adalah mengurangi ukuran atau jumlah barang
yang di timbang atau di takar. Misalnya ukuran gula 1 kg tetapi ukuran itu dikurangi.
Tidakan seperti ini adalah tindakan curang yang seharusnya dijauhi. Perbuatan ini adalah
kebohongan kepada pembeli. Kejujuran sangat ditekankan karena kejujuran kunci dari
kebersihan hidup kebohongan-kebohongan yang hanya akan menjerumuskan ke dalam
neraka.
Perbuatan mengurangi takaran dan timbangan akan menghilangkan kepercayaan
dari orang lain. Ini sangat merugikan. karena ketika kepercayaan dari orang lain sudah
tidak ada, maka akan mendapatkan kesulitan, hidup haruslah bergandengan, ketika orang
tidak percaya lagi maka kita akan tersisih dan selalu di anggap curang walaupun suatu
ketika kita tidak curang. Untuk itulah Allah sangat menekankan perbuatan jujur karena
jujur akan selalu membawa pada kebaikan-kebaikan.
Ada beberapa jenis timbangan yaitu:
a) Timbangan Manual yaitu Timbangan manual, yaitu jenis timbangan yang bekerja
secara mekanis dengan sistem pegas. Biasanya jenis timbangan ini menggunakan
indikator berupa jarum sebagai penunjuk ukuran massa yang telah terskala.
b) Timbangan digital. Yaitu Timbangan digital, yaitu jenis timbangan yang bekerja
secara elektronis dengan tenaga listrik. Umumnya timbangan ini menggunakan arus
lemah dan indikatornya berupa angka digital pada layar bacaan.
c) Timbangan Hybrid yaitu Timbangan hybrid, yaitu timbangan yang ara kerjanya
merupakan perpaduan antara timbangan manual dan digital. Timbangan Hybrid ini
biasa digunakan untuk lokasi penimbangan yang tidak ada aliran listrik. Timbangan
Hybrid menggunakan display digital tetapi bagian paltform menggunakan plat
mekanik. (Berbagireview, 2017).

3
B. Asbabun Nuzul Ayat-ayat Takaran dan Timbangan
Imam an-Nasa'i dan Ibnu Majah sanad yang sahih meriwayatkan dari
Ibnu Abbas yang berkata, "Ketika Nabi saw. Baru saja tiba di Madinah,
orang-orang di sana masih sangat terbiasa mengurang-ngurangi timbangan
(dalam jual beli). Allah lantas menurunkan ayat, "Celakalah bagi orang-
orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!" setelah turunnya ayat
ini, mereka selalu menepati takaran dan timbangan.

C. Ayat-ayat yang Menjelaskan Takaran dan Timbangan

Qs. al-An’am:152

Artinya: Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut
kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat
(mu) dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu
ingat.

KOSA KATA TERJEMAHAN KETERANGAN

‫َواَل‬ Dan janganlah walā

۟ ‫تَ ْق َرب‬
‫ُوا‬ Kamu dekati taqrabū

‫َما َل‬ Harta māla

4
‫ْٱليَتِ ِيم‬ Anak yatim l-yatīmi

‫ِإاَّل‬ kecuali illā

‫ِبٱلَّتِى‬ Dengan yang (cara) bi-allatī

‫ِه َى‬ Dia hiya

‫َأحْ َس ُن‬ Lebih baik aḥsanu

‫َحتَّ ٰى‬ Sehingga ḥattā

‫يَ ْبلُ َغ‬ Dia sampai yablugha

ُ‫َأ ُش َّد ۥه‬ Dewasa asyuddahu

t۟ ُ‫َوَأ ْوف‬
‫وا‬ Dan penuhilah wa-awfū

‫ْٱل َك ْي َل‬ Takaran l-kayla

َ ‫َو ْٱل ِمي َز‬


‫ان‬ Dan timbangan wal-mīzāna

tِ ‫ِب ْٱلقِس‬
‫ْط‬ Dengan adil bil-qis'ṭi

‫اَل‬ Tidak lā

ُ ِّ‫نُ َكل‬
‫ف‬ Kami bebani nukallifu

‫نَ ْفسًا‬ Seseorang nafsan

‫ِإاَّل‬ Kecuali illā

5
‫ُو ْس َعهَا‬ Kesanggupannya wus'ahā

‫َوِإ َذا‬ Dan apabila wa-izhā

‫قُ ْلتُ ْم‬ Kamu berkata qul'tum

۟ ُ‫فَٱ ْع ِدل‬
‫وا‬ Maka berlaku adillah kamu fa'dilū

‫َولَ ْو‬ Walaupun walaw

َ ‫َك‬
‫ان‬ Ia adalah kāna

‫َذا‬ Mempunyai zhā

‫قُرْ بَ ٰى‬ Kerabat qur'bā

‫َوبِ َع ْه ِد‬ Dan dengan janji wabiʿahdi

l-lahi
ِ ‫ٱهَّلل‬
Allah l-lahi

awfū
t۟ ُ‫َأ ْوف‬
‫وا‬ Penuhilah awfū

‫ٰ َذلِ ُك ْم‬ Demikian itu zhālikum

‫ص ٰى ُكم‬
َّ ‫َو‬ (Allah) mewasiatkan
kepadamu
waṣṣākum

‫ِب ِه‬ Dengannya bihi

‫لَ َعلَّ ُك ْم‬ Agar kalian laʿallakum

َ ‫تَ َذ َّكر‬
‫ُون‬ Kamu ingat tazhakkarūna

6
Tafsir Qs al-An’am:152

"Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat hingga sampai ia dewasa."(al-An'aam: 152)

Anak yatim adalah individu yang lemah dalam jamaah, karena ia kehilangan orang
tuanya yang menjaga dan mendidiknya. Sehingga kelemahan- nya itu menjadi tanggung
jawab masyarakat mus- lim-berdasarkan solidaritas sosial yang dijadikan oleh Islam
sebagai fondasi sistem sosialnya." 49 Sementara, anak yatim adalah individu yang tak
terurus dan tersia-siakan dalam masyarakat Arab jahiliah. Banyaknya arahan dalam Al-
Qur'an, juga keragaman dan kadang-kadang ketegasannya, menyiratkan kondisi yang
terjadi pada masyarakat itu, berupa disia-siakannya anak yatim, sehingga Allah swt.
mengutus seorang anak yatim yang mulia sebagai utusan-Nya dalam masyarakat itu,
kemu- dian Dia memberinya tugas yang paling mulia di dunia ini. Yaitu ketika Dia
memberinya tugas menyampaikan risalah Islam kepada seluruh umat manusia, dan
menjadikan salah satu ajaran agama ini, yang dibawa olehnya itu, adalah memelihara
anak yatim dan menjaminnya dalam bentuk yang dapat kita lihat dalam arahan ini,

"Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa...."(al-An'aam: 152)

Maka orang yang mengurus anak yatim, hendaknya tidak mendekati harta anak
yatim itu kecuali dengan cara yang terbaik bagi anak yatim itu. Juga hendaknya ia
menjaga dan mengembang- kannya, sehingga pada saatnya kelak, ia dapat menyerahkan
harta itu kepadanya secara penuh dan setelah berkembang banyak. Yaitu ketika anak
tersebut telah mencapai kematangannya, baik dalam kekuatan fisiknya maupun akalnya.
Sehingga ia dapat menjaga hartanya dan memegangnya dengan baik. Dengan itu, jamaah
telah menambah satu anggota baru yang dapat memberi manfaat dan memberikan haknya
dengan lengkap..
Ada perdebatan fiqih seputar usia matang atau kapan seseorang dapat dikatakan
sudah matang sehingga hartanya sudah bisa diberikan kepada- nya. Menurut
Abdurrahman bin Zaid dan Malik, adalah ketika anak tersebut sudah bermimpi basah.
Menurut Abu Hanifah, ketika anak tersebut berusia 25 tahun. Menurut as-Sudi ketika
berusia tiga puluh tahun. Dan menurut penduduk Madinah, adalah ketika anak tersebut
sudah bermimpi basah dan sudah tampak tanda kedewasannya, tanpa ada pembatasan usia
secara tegas.

7
"... Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya...."(al- An'aam:
152)

Ini adalah dalam masalah perdagangan antarmanusia, dalam batas-batas


kemampuan berusaha dan bersikap adil. Redaksi ini mengaitkannya dengan akidah.
Karena, muamalah dalam agama ini berkaitan erat dengan akidah. Yang memberi wasiat
dan memerintahkan hal itu adalah Allah. Dari sini, ia berkaitan dengan masalah uluhiah
dan ubudiah. Disebutkan dalam penjelasan ini yang menampil- kan masalah akidah dan
hubungannya dengan seluruh segi kehidupan.
Kejahiliahan-kejahiliahan-seperti pada saat ini- memisahkan antara akidah dan
ibadah, serta antara syariat dan muamalah. Di antaranya adalah apa yang diceritakan oleh
Al-Qur'an tentang kaum Nabi Syu'aib,

"Mereka berkata, "Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar
kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami
memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami....(Huud: 87)

Karena itu, redaksi Al-Qur'an mengaitkan antara dasar-dasar berinteraksi dalam


harta, perdagangan, dan jual-beli, dengan penjelasan khusus tentang akidah ini, untuk
menunjukkan sifat agama ini, yang menyetarakan antara akidah dan syariat, serta antara
ibadah dan muamalah, bahwa semuanya ada- lah bagian dari unsur utama agama ini, yang
seluruh- nya berkaitan dengan bangunannya yang dasar.

"... Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun
dia adalah kerabat (mu)...." (al-An'aam: 152)

Di sini Islam mengangkat hati (dhamir) manusia- yang sebelumnya telah Allah
kaitkan dengan-Nya- ke tingkatan yang menjulang tinggi, berdasarkan petunjuk dari
akidah tentang Allah dan muraqabah- Nya. Di sini terletak salah satu kemungkinan ter-
pelesetnya manusia karena kelemahannya. Kele- mahan yang menjadikan kekuatan
perasaan keke- rabatan seseorang, mendorongnya untuk saling tolong, saling melengkapi,
dan saling sambung- menyambung. Karena, dia adalah sosok yang lemah dan terbatas
usianya. Maka, kekuatan ke- kerabatan menjadi sandaran bagi kelemahannya, keluasaan
keberadaan kekerabatan itu menjadi pelengkap keberadaannya, dan dengan saling sam-
bung-menyambung antara satu generasi dengan generasi lain menjadi jaminan
keberlangsungan keturunannya! Karena itu, ia menjadi lemah ter- hadap kerabatnya
ketika ia harus bersaksi bagi mereka atau atas mereka, atau dalam memutuskan perkara
yang terjadi antara kerabatnya dan orang lain. Di sini, dalam situasi yang menggelincirkan
ini, Islam menarik hati nurani manusia, agar dia meng- ucapkan perkataan yang benar dan
adil, berdasar- kan petunjuk dan berpegang kepada Allah semata, introspeksi (muraqabah)
8
terhadap Allah semata, merasa cukup dengan-Nya tanpa butuh bantuan kepada kerabat,
dan memperkuat dirinya agar tidak memilih untuk memenuhi hak kerabat dengan
mengalahkan hak Allah, dan Allah swt. lebih dekat kepada seseorang dibandingkan urat
lehernya.
Oleh karena itu, perintah ini-dan wasiat-wasiat sebelumnya-dikomentari sambil
mengingatkan janji Allah,

"... dan penuhilah janji Allah.... "(al-An'aam: 152)

Di antara janji Allah adalah mengatakan yang benar dan adil, meskipun terhadap
kerabat. Juga menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil. Tidak mendekati
harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik. Tidak membunuh jiwa manusia kecuali
dengan haknya. Dan sebelum itu semua, di antara bentuk janji Allah adalah agar tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Ini adalah perjanjian terbesar yang diambil atas fitrah
manusia, sesuai dengan penciptaannya yang bersambung dengan Penciptanya, dan
merasakan keberadaan- Nya dalam aturan-aturan yang menguasainya dari dalam dirinya,
sebagaimana aturan itu menguasai semesta di sekelilingnya. Setelah itu, datang komentar
Al-Qur'an di tem- patnya setelah beban-beban hukum itu,

"... Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat."(al-
An'aam: 152)

Zikir adalah lawan dari kelalaian. Hati yang ber- zikir adalah hati yang tidak lalai.
Ia mengingat seluruh perjanjiannya dengan Allah, mengingat wasiat-wasiat-Nya yang
berkaitan dengan perjanjian ini dan tidak melupakannya.
Ini adalah kaidah-kaidah dasar yang jelas, yang hampir meringkas akidah Islam
dan syariat sosial- nya, yang dimulai dengan mentauhidkan Allah swt. dan ditutup dengan
perjanjian dengan Allah, juga pembicaraan sebelumnya tentang hakimiah dan tasyrii. Ini
adalah jalan Allah yang lurus, yaitu jalan yang selain jalan ini adalah jalan-jalan yang me-
nyimpang dari jalan Allah yang lurus.

Qs. Al-Isra:35

Artinya: Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

9
KOSA KATA TERJEMAHAN KETERANGAN

۟ ُ‫َوَأ ْوف‬
‫وا‬ Dan penuhilah wa-awfū

‫ْٱل َك ْي َل‬ Takaran l-kayla

‫ِإ َذا‬ Apabila izhā

‫ِك ْلتُ ْم‬ Kamu menakar kil'tum

۟ ُ‫َوزن‬
‫وا‬ Dan timbanglah wazinū
ِ
tِ َ‫ِب ْٱلقِ ْسط‬
‫اس‬ Dengan adil/neraca bil-qis'ṭāsi

‫ْٱل ُم ْستَقِ ِيم‬ Lurus/benar l-mus'taqīmi

َ ِ‫ٰ َذل‬
‫ك‬ Demikian itu zhālika

‫َخ ْي ٌر‬ Lebih baik/utama khayrun

‫َوَأحْ َس ُن‬ Dan lebih baik wa-aḥsanu

‫تَْأ ِوياًل‬ Kesudahan tawīlan

Tafsir Qs al-Isra:35

Salah satu hal yang berkaitan dengan hak pemberian harta adalah menakar dengan
sempurna, karena itu ayat ini melanjutkan dengan menyatakan bahwa dan
sempurnakanlah secara sungguh-sungguh takaran apabila kamu menakar untuk pihak lain
dan timbanglah dengan neraca yang lurus yakni yang benar dan adil. Itulah yang baik bagi
kamu dan orang lain karena dengan demikian orang akan percaya kepada kamu sehingga
semakin banyak yang berinteraksi dengan kamu dan melakukan hal itu juga lebih bagus

10
akibatnya bagi kamu di akhirat nanti dan bagi seluruh masyarakat dalam kehidupan dunia
ini
Kata al-qisthās atau al-qusthās ada yang memahaminya dalam arti neraca, ada juga
dalam arti adil. Kata ini adalah salah satu kata asing-dalam hal ini Romawi-yang masuk
berakulturasi dalam perbendaharaan bahasa Arab yang digunakan al-Qur'an. Demikian
pendapat Mujahid yang ditemukan dalam shahih al-Bukhari. Kedua maknanya yang
dikemukakan di atas dapat dipertemukan, karena untuk mewujudkan keadilan Anda
memerlukan tolok ukur yang pasti (neraca/timbangan), dan sebaliknya bila Anda
menggunakan timbangan yang benar dan baik, pasti akan lahir keadilan. Hanya saja jika
kita memahami ayat ini ditujukan kepada kaum muslimin, maka memahaminya sebagai
timbangan lebih tepat dan sesuai, sedang dalam surah al-An'am-karena ia adalah sindiran
kepada kaum musyrikin, maka di sana digunakan kata bil qisth yang berarti adil untuk
mengisyaratkan bahwa transaksi yang mereka lakukan bukanlah yang bersifat adil.
Demikian Ibn Asyür.
Penyempurnaan takaran dan timbangan oleh ayat di atas dinyatakan baik dan lebih
bagus akibatnya. Ini karena penyempurnaan takaran/timbangan, melahirkan rasa aman,
ketentraman dan kesejahteraan hidup bermasyarakat. Kesemuanya dapat tercapai melalui
keharmonisan hubungan antara anggota masyarakat, yang antara lain bila masing-masing
memberi apa yang berlebih dari kebutuhannya dan menerima yang seimbang dengan
haknya. Ini tentu saja memerlukan rasa aman menyangkut alat ukur, baik takaran maupun
timbangan. Siapa yang membenarkan bagi dirinya mengurangi hak seseorang, maka itu
mengantarnya membenarkan perlakuan serupa kepada siapa saja, dan ini mengantar
kepada tersebarnya kecurangan. Bila itu terjadi, maka rasa aman tidak akan tercipta, dan
ini tentu saja tidak berakibat baik bagi perorangan dan masyarakat.
Dalam penafsiran ayat 152 surah Al 'Imran, penulis antara lain mengemukakan
pandangan Thahir Ibn 'Asyur tentang penggunaan bentuk perintah aufü setelah redaksi
ayat sebelumnya menggunakan bentuk larangan. Ini menurutnya untuk mengisyaratkan
bahwa mereka dituntut untuk memenuhi secara sempurna timbangan dan takaran,
sebagaimana dipahami dari kata aufu yang berarti sempurnakan, sehingga perhatian
mereka tidak sekadar pada upaya tidak mengurangi, tetapi pada penyempurnaannya.
Apalagi ketika itu alat-alat ukur masih sangat sederhana. Kurma dan anggur pun mereka
ukur bukan dengan timbangan tetapi takaran. Hanya emas dan perak yang mereka
timbang. Perintah menyempurnakan ini juga mengandung dorongan untuk meningkatkan
kemurahan hati dan kedermawanan yang merupakan salah satu yang mereka akui dan
banggakan sebagai sifat terpuji.
Penggunaan kata idzā kiltum/apabila kamu menakar merupakan penekanan
tentang pentingnya penyempurnaan takaran, bukan hanya sekali dua kali atau bahkan
seringkali, tetapi setiap melakukan penakaran, kecil atau besar, untuk teman atau lawan.
Dalam QS. al-An'am [6]: 152 kata tersebut tidak disebutkan. Hal ini agaknya karena di
sini perintah tersebut didahului oleh kata idza/apabila yang mengandung makna isyarat
pengulangan terjadinya sesuatu. Di sisi lain ayat ini ditujukan kepada kaum muslimin,
11
sedang ayat al-An'am merupakan sindiran kepada kaum musyrikin. Seorang muslim
dituntut oleh agamanya untuk menyempurnakan hak orang lain, setiap saat, dan sama
sekali tidak boleh menganggap remeh hak itu apalagi mengabaikannya.
Kata ta 'wil terambil dari kata yang berarti kembali. Ta'wil adalah pengembalian.
Akibat dari sesuatu dapat dikembalikan kepada penyebab awalnya, dari sini kata tersebut
dipahami dalam arti akibat atau kesudahan sesuatu.

Qs. al-A’raf:85

Artinya: Dan kepada penduduk Madyan, Kami (utus) Syu'aib, saudara mereka sendiri.
Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu
selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.
Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun.
Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang
lebih baik bagimu jika kamu orang beriman."

KOSA KATA TERJEMAHAN KETERANGAN

‫َوِإلَ ٰى‬ Dan kepada wa-ilā

‫َم ْديَ َن‬ Penduduk Madyan madyana

‫َأ َخاهُ ْم‬ Saudara mereka akhāhum

‫ُش َع ْيبًا‬ Syuaib syuʿayban

‫قَا َل‬ Dia berkata qāla

12
‫ٰيَقَ ْو ِم‬ Wahai kaumku yāqawmi

۟ ‫ٱ ْعبُ ُد‬
‫وا‬ Sembahlah uʿ'budū

َ ‫ٱهَّلل‬ Allah l-laha

‫َما‬ Tidak ada mā

‫لَ ُكم‬ Bagi kalian lakum

‫ِّم ْن‬ Dari min

‫ِإ ٰلَ ٍه‬ Tuhan ilāhin

ُ‫َغ ْي ُر ۥه‬ Selain dia ghayruhu

‫قَ ْد‬ Sesungguhnya qad

‫َجٓا َء ْت ُكم‬ Telah datang kepadamu jāatkum

ٌ‫بَيِّنَة‬ Bukti nyata bayyinatun

‫ِّمن‬ Dari min

‫َّربِّ ُك ْم‬ Tuhan kalian rabbikum

۟ ُ‫فََأ ْوف‬
‫وا‬ Maka sempurnakanlah fa-awfū

‫ْٱل َك ْي َل‬ Takaran l-kayla

َ ‫َو ْٱل ِمي َز‬


‫ان‬ Dan timbangan wal-mīzāna

13
‫َواَل‬ Dan jangan walā

۟ ‫تَ ْب َخس‬
‫ُوا‬ Kamu kurangi tabkhasū

َ َّ‫ٱلن‬
‫اس‬ Manusia l-nāsa

‫َأ ْشيَٓا َءهُ ْم‬ Segala sesuatu mereka Asyyā ahum

‫َواَل‬ Dan jangan walā

t۟ ‫تُ ْف ِس ُد‬
‫وا‬ Kalian membuat kerusakan tuf'sidū

‫فِى‬ Di fī

ِ ْ‫ٱَأْلر‬
‫ض‬ Bumi l-arḍi

‫بَ ْع َد‬ Sesudah baʿda

‫ِإصْ ٰلَ ِحهَ ۚا‬ Memperbaikinya iṣ'lāḥihā

‫ٰ َذلِ ُك ْم‬ Demikian itu zhālikum

‫َخ ْي ٌر‬ Lebih baik khayrun

‫لَّ ُك ْم‬ Bagi kalian lakum

‫ِإن‬ Jika in

Kalian adalah
‫ُكنتُم‬ kuntum

َ ِ‫ُّمْؤ ِمن‬
‫ين‬ Orang-orang yang beriman mu'minīna

14
Tafsir Qs al-A’raf:85

Selanjutnya ayat ini dan ayat berikut beralih kepada kisah yang lain, yaitu kisah
Nabi Syu'aib as. redaksi ayat ini kembali serupa dengan redaksi kisah nabi-nabi sebelum
Nabi Lûth as. Yaitu Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk negeri atau suku
Madyan Kami utus saudara mereka Syu'aib yang dikenal juga sebagai "khathib/orator
para nabi." Dia berkata: Wahai kaumku sembahlah Allah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada
bagi kamu satu Tuhan pun yang memelihara kamu dan menguasai seluruh makhluk
selain-Nya. Sungguh telah datang kepada kamu bukti yang nyata, yang membuktikan
kebenaranku sebagai utusan-Nya; bukti itu dari Tuhan yang senantiasa memelihara kamu,
maka karena itu patuhilah tuntunan-Nya yang aku sampaikan kepada kamu antara lain
sempurnakanlah takaran dan yang ditakar dan timbangan serta yang ditimbang, dan
jangan kamu kurangi bagi manusia barang-barang takaran dan timbangan yang kamu akan
berikan kepada mereka dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi dalam bentuk
apapun sesudah perbaikannya yang dilakukan Allah atau juga oleh manusia. Yang
demikian itu lebih baik bag kamin dan anak keturunan serta generasi sesudah kamu jika
betul-betul kamu orang-orang mukmin.
Madyan pada mulanya adalah nama putra Nabi Ibrahim as., dari istri beliau yang
ketiga yang bernama Qathura dan yang akhir usia beliau. Madyan kawin dengan putri
Nabi Lûth as kata Madyan dipahami dalam arti satu suku keturunan Madyan putra Nabi
Ibrahim as. itu yang berlokasi di pantai laut Merah sebelah tenggara gurun Sinai, yakni
antara Hijaz, tepatnya Tabuk di Saudi Arabia dan Teluk Aqabah. Menurut sementara
sejarawan, populasi mereka sekitar 25.000 orang. Sementara ulama menunjuk desa al-
Aikah sebagai lokasi pemusnahan mereka dan ada juga yang berpendapat bahwa al-Aikah
adalah nama lain dari Tabuk. Kota Tabuk pernah menjadi ajang perang antara Nabi
Muhammad saw. dan kaum musyrikin pada tahun IX H/630 M.
Syu'aib adalah nama yang digunakan al-Qur'ân dan dikenal dalam bahasa Arab.
Dalam Kitab Perjanjian Lama beliau dinamai Rehuel (Keluaran 2: 18) juga Yitro
(Keluaran 3: 1). Beliau adalah mertua Nabi Mûsâ as.
Kata bayyinah/ bukti yang dimaksud oleh ayat ini, boleh jadi dalam arti mukjizat,
yakni satu peristiwa luar biasa yang ditantangkan kepada siapa yang tidak mempercayai
seorang nabi yang diutus kepadanya, dan yang ternyata bukti itu membungkam mereka.
Boleh jadi juga bukti dimaksud adalah keterangan lisan yang menjadi dalil dan bukti
kebenaran yang membungkam lagi tidak dapat mereka tolak.
Kata tabkhasil kamu kurangi terambil dari kata bahks yang berarti kekurangan
akibat kecurangan. Ibnu Arabi sebagaimana dikutip oleh Ibnu Asyûr mendefinisikan kata
ini dalam arti bentuk mencela, atau memperburuk sehingga tidak disenangi, atau penipuan
pengurangan dalam nilai atau kecurangan dalam timbangan dan takaran dengan
melebihkan atau mengurangi.
Dari ayat di atas terlihat bahwa Nabi Syu'aib hal pokok-setelah Tauhid - yang
harus menjadi perhatian kaumnya, yaitu: Pertama memelihara hubungan harmonis
15
khususnya dalam interaksi as. menekankan tiga ekonomi dan keuangan, kedua,
memelihara sistem dan kemaslahatan masyarakat umum, dan ketiga kebebasan beragama.
Al-Biqâ'i memahami firman-Nya, Yang demikian itu lebih baik bagi kamu jika kamu
orang-orang mukmin dalam arti seorang mukmin mendapat ganjaran karena ia melakukan
aktivitasnya atas dasar keimanan dan ini menjadikan hal tersebut baik baginya, berbeda
dengan orang kafir yang tidak memperoleh sedikit ganjaran pun di akhirat kelak.
Thabâthabâ'i memahami kebaikan penyempurnaan takaran/ timbangan, adalah
rasa aman, ketenteraman dan kesejahteraan hidup bermasyarakat. Kesemuannya tercapai
melalui keharmonisan hubungan antara anggota masyarakat, yang antara lain dengan jalan
masing-masing memberi apa yang berlebih dari kebutuhannya dan menerima yang
seimbang dengan hak masing-masing. Ini tentu saja memerlukan rasa aman menyangkut
alat ukur, baik takaran maupun timbangan. Siapa yang membenarkan bagi dirinya
mengurangi hak seseorang, maka itu mengantar ia membenarkan perlakuan serupa kepada
siapa saja, dan ini mengantar kepada tersebarnya kecurangan. Bila itu terjadi maka rasa
aman tidak akan tercipta. Melakukan perusakan di bumi demikian juga halnya, karena
perusakan baik terhadap harta benda, keturunan maupun jiwa manusia - melahirkan
ketakutan dan menghilangkan rasa aman.

D. Perintah Menyempurnakan Takaran dan Timbangan


Perintah allah untuk menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil berlaku
bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam
masyarakat dan di hadapan hukum harus diimbangi dengan keadilan. Tanpa
pengimbangan tersebut, keadilan sosial kehilangan makna. Dengan keadilan ekonomi,
setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing msing kepada
masyarakat. Setiap individupun harus terbebaskan dari eksploitasi individu lainnya. Islam
dengan tegas melarang seorang muslim merugikan orang lain.
Islam dengan kesempurnaan, kemuliaan dan keluhuran ajarannya, memerintahkan
umatnya untuk menjalin muamalah dengan sesama atas dasar keadilan dan keridhaan.
Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah mengatakan, “bahwasannya, Allâh Azza wa
Jalla memerintahkan penyempurnaan (isi) takaran dan timbangan dengan adil. Dan
menyatakan bahwa siapa saja yang tanpa kesengajaan terjadi kekurangan pada takaran
dan timbangannya, tidak mengapa karena tidak disengaja”. Dan bahwasannya juga, Allâh
Azza wa Jalla menyebutkan bahwa memenuhi takaran dan timbangan lebih utama dan
lebih baik manfaat.

16
17
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat kita mengambil kesimpulan bahwa Takaran adalah alat
yang digunakan untuk menakar. Dalam aktifitas bisnis, takaran (al-kail) biasanya dipakai untuk
mengukur satuan dasar ukuran isi barang cair, makanan dan berbagai keperluan lainnya.
Sedangkan timbangan (al-wazn) dipakai untuk mengukur satuan berat. Takaran dan timbangan
adalah dua macam alat ukur yang diberikan perhatian untuk benar-benar dipergunakan secara
tepat dan benar dalam perspektif ekonomi syariah.

Sejalan dengan semangat ekonomi yang menekan akan terwujudnya keadilan dan
kejujujuran, perintah untuk menyempurnakan takaran dan timbangan berulang kali ditemukan
dalam al-Quran. Dalam QS Al-Isra' 17: 35, Allah Swt. Sebagai pemilik mutlak alam semesta
memerintahkan, "Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". Adanya
kecurangan dalam menakar dan menimbang terjadi karena adanya ketidakjujuran. yang didorong
oleh keinginan mendapat keuntungan yang lebih besar tanpa peduli dengan kerugian orang lain.

18

Anda mungkin juga menyukai