Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

EDEMA PADA PENYAKIT GINJAL

Pembimbing :

dr. Imam Sudirgo, Sp.PD

Disusun Oleh :

Cempaka Dwianisa F

202220401011062

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD GAMBIRAN KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “EDEMA PADA PENYAKIT

GINJAL”. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang penulis laksanakan selama

mengikuti kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit Dalam

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Imam Sudirgo, Sp.PD atas bimbingan dan

waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini. Penulis menyadari bahwa

penyusunan laporan kasus ini jauh dari sempurna. Penulis memohon maaf dan mengharapkan

kritik serta saran yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah wawasan dan

bermanfaat bagi semua pihak.

Kediri, 12 Maret 2023

Penulis
ii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 2

1.2 Tujuan 2

1.1 Manfaat 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Definisi 3

2.2 Perpindahan cairan tubuh 4

2.3 Etiologi 6

2.4 Patofisiologi 6

2.4.1. Edema pada sindroma nefrotik 7

2.4.2. Edema pada gagal ginjal kronis 8

2.5 Pendekatan klinis edema 9

2.6 Tatalaksana edema 10

2.6.1. Kegagalan terapi diuretik 13

BAB III KESIMPULAN 14

DAFTAR PUSTAKA 15
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di

dalam berbagai rongga tubuh. Edema dapat diakibatkan oleh berbagai macam factor yang

memengaruhi kontrol perpindahan cairan tubuh. Kontrol perpindahan cairan tubuh

dipengaruhi oleh beberapa hal seperti gangguan hemodinamik kapiler yang menyebabkan

retensi natrium dan air, penyakit ginjal, serta berpindahnya cairan dari intravascular ke

interstitial. Hukum starling mempertahankan volume interstitial. Perbedaan tekanan

hidrostatik dan osmotik masing-masing kompartemen memengaruhi kecepatan dan arah

perpindahan cairan. Perpindahan cairan dimulai dari kapiler pada awal arteri saat

tekanan intra kapiler menurun dan tekanan onkotik meningkat pada akhir venula. cairan

pada kompartemen interstitial kemudian akan kembali ke intrvaskular melalui drainase

sistem limfatik (PAPDI, 2015).

Beberapa faktor penyebab perpindahan cairan ke interstitial antara lain

peningkatan tekanan hidrostatik intrakapiler, drainase limfatik yang tidak adekuat,

penurunan tekanan onkotik pada plasma, kerusakan barrier endothel kapiler, dan

peningkatan tekanan onkotik pada cairan interstitial (Trayes and Studdiford, 2013).

Ada dua macam edema, edema general dan edema local. Penyakit yang mendasari

edema general antara lain : heart failure, sirosis hepatic, drug-induced edema, edema

karena nutrisi, dan edema of renal disease. Pada referat ini akan dibahas edema pada

penyakit – penyakit ginjal (Jameson et al., 2018).

1
2

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang definisi,

patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, dan tatalaksana edema pada penyakit ginjal.

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai edema pada penyakit ginjal.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di

dalam berbagai rongga tubuh. Edema dapat diakibatkan oleh berbagai macam faktor

yang memengaruhi kontrol perpindahan cairan tubuh. Kontrol perpindahan cairan

tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal seperti gangguan hemodinamik kapiler yang

menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal, serta berpindahnya cairan dari

intravaskular ke interstitial (PAPDI, 2015) .

Komponen terbesar dari tubuh adalah air. TBW (Total Body Water) adalah

persentase dari berat air dibagi berat badan total yang nilainya bisa bervariasi

menurut jenis kelamin, umur, dan kandungan lemak tubuh (Sherwood, 2013).

Gambar 2. 1 Distribusi Normal Cairan Tubuh

3
4

2.2 Perpindahan cairan tubuh

Hukum starling mempertahankan volume interstitial. Perbedaan tekanan

hidrostatik dan osmotic masing-masing kompartemen memengaruhi kecepatan dan

arah perpindahan cairan. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh

darah pada bagian dalam dinding intravaskuler. Tekanan ini cenderung mendorong

cairan keluar dari kapiler ke cairan interstitium. Tekanan osmotic adalah tekanan

yang dihasilkan oleh molekul protein plasma yang tidak permeable melalui

membrane kapiler. Tekanan ini cenderung mendorong perpindahan cairan ke dalam

kapiler (Sherwood, 2013).

Gambar 2. 2 Faktor yang memengaruhi perbedaan tekanan intravaskular dan ekstravaskular

Proses perpindahan cairan yang terjadi melalui proses difusi, ultrafiltrasi, dan

reabsorbsi. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

Fm= Kf (P - )

Keterangan:

Fm = kecepatan perpindahan cairan

P = perbedaan tekanan hidrostatik intravaskuler dan ekstravaskuler


5

 = perbedaan tekanan osmotic

Kf = permeabilitas kapiler

Perpindahan cairan dimulai dari kapiler pada awal arteri saat tekanan intra kapiler

menurun dan tekanan onkotik meningkat pada akhir venula. cairan pada

kompartemen interstitial kemudian akan Kembali ke intravaskular melalui drainase

system limfatik (PAPDI, 2015).

Gambar 2. 3 Mekanisme fisiologis penyebab edema

2.3 Etiologi
6

Terdapat dua macam edema: edema general dan edema local. Penyakit yang

mendasari edema general antara lain : heart failure, edema of renal disease, sirosis

hepatic, drug-induced edema, edema karena nutrisi (Jameson et al., 2018).

Gambar 2. 4 Etiologi edema generalisata

2.4 Patofisiologi

Edema dapat terjadi oleh karena peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler,

peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan tekanan onkotik intravaskuler atau

peningkatan tekanan onkotik ekstra vaskuler. Peranan paling penting ada pada ginjal

sebagai regulator cairan ekstra seluler melalui mekanisme pengaturan ekskresi natrium

dan air. Regulasi oleh ginjal juga dipengaruhi oleh hormone yang dikeluarkan yaitu

ADH (antidiuretic hormone) sebagai respon oleh adanya perubahan volume, tonisitias,

dan tekanan darah untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh (PAPDI, 2015).
7

Gambar 2. 5 Penyebab umum edema

2.4.1. Edema pada sindrom nefrotik

Sindroma nefrotik adalah terjadinya kelainan glomerulus yang ditandai

dengan adanya proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia. Oleh

karena kegagalan system ekskresi ginjal, pada pasien sindroma nefrotik juga

dapat peningkatan kadar natrium dan air dalam tubuh (Ware, 2020).

 Teori Underfill

Gambar 2. 4 Underfill patofisiologi

Proteinuria menyebabkan kondisi kehilangan protein tubuh sehingga

menyebabkan kondisi hypoalbuminemia. Kondisi hypoalbuminemia


8

menyebabkan penurunan tekanan osmotic intravascular sehingga

mengakibatkan perpindahan cairan ke intersitial dan menyebabkan edema

(Mansjoer et al., 2009).

 Teori Overfill

Gambar 2. 5 Overfill patofisiologi

Kerusakan tubulus pada pasien sindroma nefrotik mengakibatkan

gangguan eksresi natrium sehingga natrium teretensi pada tubulus distalis.

Akibatnya, volume plasma meningkat dan menyebabkan penekanan pada

RAAS dan sekresi hormone vasopressin (ADH). Kondisi volume plasma

yang meningkat juga dapat menyebabkan tekanan onkotik plasma

sehingga cairan keluar ke interstitial dan menyebabkan edema (Mansjoer

et al., 2009).

2.4.2. Edema pada gagal ginjal kronis

Mekansime edema pada gagal ginjal kronis sama seperti teori overfill pada

sindroma nefrotik. Kerusakan pada nefron ginjal mengakibatkan gangguan

pada ekskresi natrium sehingga terdapat retensi natrium dan air, hal ini akan
9

mengarah ke hipervolemi sehingga tekanan hidrostatik kapiler meningkat dan

cairan isotonik akan keluar menuju ruang intersisial (Bobkova et al., 2016).

Gambar 2. 6 Patofisiologi edema pada CKD

2.5 Pendekatan Klinis Edema

Penyebab klinis edema bermacam-macam. Peningkatan berat badan beberapa kilo

juga dapat bermanifestasi seperti edema general (GE). Edema anasarka adalah edema

yang tampak nyata dan menyeluruh pada seluruh tubuh pasien. Ascites dan juga

hydrothorax juga merupakan akumulasi kelebihan cairan pada rongga peritoneal atau

cavum pleura sehingga juga dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari edema (PAPDI,

2015).
10

Gambar 2. 7 Pitting Edema, Periorbital Edema, Edema Anasarka

Edema dapat diidentifikasi sebagai indentasi yang persisten pada kulit setelah

dilakukan penekanan atau biasa disebut “pitting edema”. Dapat juga diidentifikasi

setelah auskultasi menggunakan stetoskop, tampak ada indentasi pada stetoskop

setelah penekanan. Selain itu, edema juga dapat diidentifikasi secara subjektif dengan

ukuran cincin yang digunakan yang mana akan terasa lebih sempit disbanding waktu-

waktu sebelumnya, kesulitan memakai sepatu terutama pada malam hari, dan bengkak

pada wajah terutama area periorbital (Gasparis et al., 2020).

2.6 Tatalaksana Edema

Tatalaksana edema harus mencakup penyebab yang mendasarinya yang reversible

(jika memungkinkan), pengurangan asupan sodium harus dilakukan untuk

meminimalisasi retensi air. Tidak semua pasien edema memerlukan terapi


11

farmakologis, berikut prinsip terapi pada edema (PAPDI, 2015).

Gambar 2. 8 Prinsip terapi edema

Pada edema yang disebabkan penyakit – penyakit ginjal diperlukan pemberian

diuretic bersamaan dengan terapi non farmakologis. Diuretik adalah obat yang

digunakan dalam pengelolaan dan pengobatan kondisi penyakit edematous dan non-

edematous. Diuretik adalah obat yang secara farmakologi mengurangi reasorbsi

natrium di berbagai tempat di nefron sehingga meningkatkan ekskresi air dan natrium

pada urin. Terdapat 4 klasifikasi diuretik berdasarkan tempat kerja nya (Jameson et al.,

2018) :

 Diuretik pada tubulus proksimal

Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim karbonat anhidrase yang

memiliki efek menurunkan reabsorpsi bikarbonat di tubulus proksimal. Hal ini

mengakibatkan retensi kalium dalam urin dan penurunan penyerapan natrium,

penurunan penyerapan natrium menyebabkan penurunan reabsorpsi air. Obat

diuretic yang bekerja pada tubulus proksimal antara lain Asetazolamid dan teofilin

(Ellison, 2019).

 Diuretik pada loop of henle


12

Obat ini bekerja dengan menghambat protein pengangkut Na+/K+/2Cl-

yang terdapat di dinding lengkung henle. Diuretik jenis ini menurunkan reabsorpsi

NaCl atau garam, yang secara signifikan akan menyebabkan diuresis. Diuretik

jenis loop dapat mengakibatkan kehilangan Potasium yang terlalu banyak

sehingga diuretik ini seringkali diberikan bersamaan dengan suplemen potassium.

Diuretik yang bekerja pada loop of henle antara lain furosemid, bumetanide, dan

edecrin (Ellison, 2019).

 Diuretik pada tubulus kontortus distal

Obat ini bekerja dengan menghambat reabsorpsi NaCl di tubulus kontortus

distal ginjal. Mekanisme ini dimediasi melalui supresi sodium chloride co-

transporter. Diuretik yang bekerja pada tubulus kontortus distal antara lain

klortalidon, hidroklorotiazid, dan metolazone (Wile, 2012).

 Diuretik pada cortical collecting tubule

Diuretik jenis ini akan meningkatkan diuresis tanpa menyebabkan kalium

hilang dari tubuh. Obat ini bekerja dengan cara menghentikan masuknya

aldosterone ke dalam sel utama pada collecting duct dan tubulus distal nefron, hal

ini akan mencegah retensi natrium dan air. Mekanisme lainnya adalah mencegah

natrium memasuki epitel sodium kanal (ENaC). Diuretik yang bekerja pada

cortical collecting tubule antara lain spironolakton, amiloride, dan triamterene

(Wile, 2012).
13

Gambar 2. 9 Jenis diuretik

2.6.1. Kegagalan terapi diuretik

Salah satu penyebab kegagalan terapi diuretic adalah adanya

resistensi diuretic yang ditandai dengan tidak adanya perbaikan klinis setelah

diberikan terapi diuretic dosis tinggi (contoh : furosemide 240 mg), pemberian

tambahan diuretic dapat diberikan terutama pada pemberian diuretic tubulus

distal yang waktu paruhnya lama. Penyebab adanya retensi antara lain adalah

terjadinya toleransi pada tubuh oleh karena mekanisme fisiologis tubuh jika

terdapat kekurangan cairan tubuh secara berlebihan. Hal tersebut adalah short

term tolerance. Sedangkan pada long term tolerance, dapat mengakibatkan

adanya hipertrofi nefron cabang distal dan reabsorbsi natrium yang berlebihan.

Pada kondisi ini, penambahan dosis diuretik tidak dapat memperbaiki keadaan,

namun penambahan diuretic golongan lain harus dipertimbangkan (PAPDI,

2015).
14

Gambar 2. 10 Penyebab kegagalan terapi diuretik

2.6.2.
15

BAB III

KESIMPULAN

Edema merupakan penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel – sel tubuh

atau di dalam berbagai rongga tubuh. Terdapat dua macam edema yaitu generalized

edema dan localized edema. Penyakit – penyakit ginjal dapat menyebabkan generalized

edema yang diakibatkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler dan menurunnya

tekanan osmotik plasma. Tatalaksana edema pada penyakit ginjal harus sesuai dengan

prinsip terapi yaitu menangani penyakit yang mendasari, kurangi asupan natrium dan air,

meningkatkan pengeluaran natrium dan air dengan obat diuretik dan hindari factor yang

dapat memperburuk penyakit. Pengobatan dengan obat diuretik harus memperhatikan

indikasi, mekanisme kerja, dan dosis nya. Jika terjadi kegagalan terapi diuretik maka

tinjau kembali penyebab kegagalan terapi tersebut apakah short term tolerance atau long

term tolerance.
DAFTAR PUSTAKA

Bobkova, I. et al. (2016) ‘Edema in Renal Diseases – Current View on Pathogenesis’,

Nephrology @ Point of Care. SAGE Publications Ltd STM, 2(1), p. pocj.5000204. doi:

10.5301/pocj.5000204.

Ellison, D. H. (2019) ‘Clinical Pharmacology in Diuretic Use.’, Clinical journal of the

American Society of Nephrology : CJASN. United States, 14(8), pp. 1248–1257. doi:

10.2215/CJN.09630818.

Gasparis, A. P. et al. (2020) ‘Diagnostic approach to lower limb edema’, Phlebology.

SAGE Publications, 35(9), pp. 650–655. doi: 10.1177/0268355520938283.

Jameson, J. et al. (2018) Harrison’s Principles of Internal Medicine. Health Professions

Divison. Available at: http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203.

Mansjoer, A. et al. (2009) Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.

PAPDI (2015) Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, InternaPublishing.

Sherwood, L. (2013) Human Physiology : from cells to systems. Belmont, CA: Cengange

Learning.

Trayes, K. P. and Studdiford, J. S. (2013) Edema: Diagnosis and Management, American

family physician.

Ware, T. (2020) ‘Nephrotic syndrome’, InnovAiT. SAGE Publications, 13(3), pp. 159–

163. doi: 10.1177/1755738019895050.

Wile, D. (2012) ‘Diuretics: a review’, Annals of Clinical Biochemistry. SAGE

Publications, 49(5), pp. 419–431. doi: 10.1258/acb.2011.011281.

16

Anda mungkin juga menyukai