Anda di halaman 1dari 16

Nama Pemeriksa : Nijma Nurfadila

Nilai : 97

LAPORAN PRAKTIKUM
PEMBAGIAN SAMPEL KERJA, PENENTUAN KADAR AIR DAN
KUALITAS FISIK BIJI PADA BAHAN PANGAN

NAMA : MUTIARA BINTANG RAMADANI

NIM : 4411420013

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman pangan merupakan salah satu subsektor yang memiliki peran


penting dalam kehidupan manusia, memenuhi kebutuhan gizi masyarakat,
membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, dan merupakan salah
satu pilar pendukung utama perekonomian nasional yang berkelanjutan
(Hidayatullah dan Nuswantara 2022).
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki
peran penting dan strategis dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.
Komoditas ini memiliki beberapa kegunaan seperti untuk konsumsi langsung,
sebagai bahan baku penting untuk industri pakan dan makanan, dan di
beberapa negara sudah digunakan sebagai bahan baku bioenergi (Ramayana
et al., 2021).
Di Provinsi Gorontalo, jagung merupakan komoditas utama yang banyak
ditanam. Kabupaten Pohwat memberikan kontribusi terbesar terhadap
produksi jagung Gorontalo. Hal ini dikarenakan kondisi iklim yang sangat
mendukung untuk pertumbuhan tanaman tersebut. Dalam 5 tahun terakhir,
produksi jagung terus meningkat. Produksi jagung tahun 2012 sebesar 33.509
ton, tahun 2013 meningkat menjadi 341.090 ton, tahun 2014 terus meningkat
menjadi 368.312 ton, tahun 2015 meningkat menjadi 370.453 ton dan tahun
2015 meningkat menjadi 373.361 ton.
Penanganan pasca panen jagung secara konvensional meningkatkan
kegunaannya dan lebih bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Hal ini dapat
dicapai dengan melakukan operasi yang dapat memperpanjang umur simpan
produk, yaitu pengeringan. Pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air
sampai batas tertentu untuk menghentikan reaksi biologis dan mencegah
mikroorganisme dan serangga hidup di sana. Prinsip proses pengeringan
adalah menghilangkan air dalam bahan sampai mencapai tingkat kelembaban
yang aman untuk diproses atau disimpan. Mengukur kadar air bahan
diperlukan di berbagai bidang termasuk pertanian. Kualitas jagung terutama
ditentukan oleh kelembaban, semakin tinggi kelembaban, semakin rendah
kualitasnya. Kadar air yang tinggi pada jagung dapat merusak jagung (Arsyad
2018).
Kacang tanah merupakan makanan terpenting keempat setelah beras,
kedelai, dan jagung. Kacang tanah banyak dicari dalam industri pangan karena
mengandung protein dan lemak nabati yang sehat (Malik, 2017).Kacang tanah
merupakan tanaman pangan yang bernilai ekonomi tinggi, kaya akan nutrisi
seperti protein dan lemak. Permintaan kacang tanah terus meningkat dari
tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan gizi
masyarakat, diversifikasi pangan dan peningkatan kapasitas industri pakan dan
pangan Indonesia (Siregar et al., 2017).
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.,) berasal dari Brazil, Amerika Selatan.
Saat ini kacang tanah tersebar di berbagai belahan dunia dengan iklim tropis
dan subtropis. Di Indonesia tanaman ini menjadi tanaman yang juga
memberikan kontribusi bagi pendapatan petani sebesar 65% dari total
pendapatan mereka (Samosir et al., 2019).
Selama proses pascapanen, biji kacang tanah rentan terhadap jamur
pascapanen. Hal ini dikarenakan kurangnya penanganan yang dilakukan oleh
petani dan faktor lain, seperti kondisi lingkungan, suhu dan kelembaban, dan
sirkulasi udara di ruang bawah tanah (Rachmawathi, 2012).
Konsep kadar air kesetimbangan merupakan konsep penting dalam
pengeringan biji-bijian karena menentukan kadar air minimum yang dapat
dicapai pada kondisi udara kering yang konstan atau suhu dan kelembaban
relatif yang konstan. Kadar air kesetimbangan pada biji-bijian merupakan
kadar air suatu bahan setelah terpapar lingkungan tertentu untuk jangka
waktu tertentu. Kadar air kesetimbangan juga dapat didefinisikan sebagai
kadar air di mana tekanan uap internal suatu bahan berada dalam
kesetimbangan dengan tekanan uap lingkungannya. Kadar air keseimbangan
juga dipengaruhi atau tergantung pada kelembaban dan kondisi suhu
lingkungan dan tergantung pada jenis biji-bijian, spesies dan kematangan
(Arsyad, 2018).
Serangan jamur pada kacang tanah dapat menyebabkan penurunan
kualitas fisik yang ditandai dengan perubahan struktur dan bentuk kacang
tanah, seperti perubahan warna, kerutan pada biji, dan keretakan.
Kontaminasi aflatoksin dapat dicegah dengan pemeliharaan sistem pra dan
pascapanen yang tepat. Salah satunya adalah dengan segera mengeringkan
kacang tanah hingga kadar air biji kurang dari 9% dan menyimpannya dalam
wadah kedap udara dalam ruangan tertutup yang bersih dengan ventilisi baik
dan menurunkan populasi serangga yang berperan sebagai jalan masuk
cendawan dan perantara penyebaran sporanya (Antika et al., 2014 dalam
Antriana 2016).
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui teknik pembagian sampel kerja, menentukan kadar air
jagung dan persentase biji rusak pada biji kacang tanah yang diperoleh dari
pedagang eceran.
BAB 2

BAHAN DAN METODE

Sebanyak 500 g kacang tanah dibagi dua kali menggunakan pembagi


sampel berbentuk boks (box sample divider) untuk memperoleh sampel kerja

a + c = sampel untuk menentukan kualitas fisik dan kadar air biji

b + d = sampel untuk menentukan persentase biji yang terserang


Aspergillus flavus dan setiap spesies cendawan.

1. Penentuan kadar air


Penentuan kadar air pada bahan pangan secara umum dapat
dilakukan dengan dua jenis metode, yaitu metode menggunakan alat
pengukur kadar air yang telah terkalibrasi dan metode oven. Kadar air
(berdasarkan bobot basah) biji jagung ditentukan dengan menggunakan
Moisture Meter DELMHORST Model G-7, sedangkan kadar air kacang
tanah ditentukan dengan metode oven. Setiap sampel kacang tanah dibuat
3 ulangan (2 g/ulangan). Rumus perhitungan persentase kadar air sebagai
berikut :
(𝑀1−𝑀0)−(𝑀2−𝑀0)
%KA = × 100
(𝑀1−𝑀0)

Keterangan :
% KA = persentase kadar air sampel
M0 = berat cawan alumunium tanpa sampel (g)
M1 = berat cawan + sampel sebelum dimasukkan ke dalam oven (g)
M2 = berat cawan + sampel setelah dimasukkan ke dalam oven (g)

2. Penentuan persentase biji rusak


Biji rusak yaitu biji retak, biji patah, biji keriput, biji berubah warna,
serta biji terserang serangga dan cendawan. Berat dari setiap sampel yang
digunakan untuk menentukan persentase biji rusak yaitu 300 g. Persentase
biji rusak ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑗𝑖 𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘 (𝑔)


% biji rusak = × 100
300
BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penentuan kadar air


Tabel 1 Kadar air biji jagung yang diperoleh dari eksportir dengan
menggunakan Moisture Meter DELMHORST

Jenis Kadar air (%)


Sampel Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ualngan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Biji 12,7 12,7 12,7 12,9 12,7 12,5 12,7 12,7 12,7 12,7
jagung

Menurut Arsyad 2019 Kadar air adalah jumlah kadar air dalam suatu
bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air sangat memepengaruhi
kondisi bahan pangan. Kadar air juga merupakan salah satu sifat yang paling
penting dari bahan pangan karena dapat mempengaruhi penampilan, tekstur
dan rasa makanan. Kadar air jagung harus dikontrol untuk menjaga harga jual
dan umur simpan jagung. Jagung dengan kadar air yang tinggi tidak dapat
bertahan dalam proses penyimpanan, dan biaya transportasinya tinggi.
Jagung yang dikeringkan memiliki volume yang lebih kecil, sehingga mudah
untuk diangkut dan menghemat biaya. Selain itu, kadar air yang tinggi
umumnya memiliki nilai ekonomis yang rendah dan sulit untuk dipasarkan.

Berdasarkan hasil praktikum untuk kadar air biji jagung dapat dilihat
pada tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada setiap ulangan
jagung memiliki kadar air yang relative sama. Untuk sampel jagung ulangan 1,
2, 3, 5, 7, 8, 9, dan 10 memiliki kadar air sebesar 12,7%. Untuk sampel jagung
ulangan 4 memiliki kadar air sebesar 12,9%, untuk sampel jagung ulangan 6
memiliki kadar air sebesar 12,5%. Rata-rata kadar air biji jagung sebesar
12,7%. Berdasarkan standar SNI 01-4483-1998 tentang jagung bahan baku
pakan, persyaratan mutu yang harus dipenuhi oleh jagung adalah memiliki
kadar air maksimal sebesar 14%. Sehingga diketahui bahwa jagung yang
digunakan dalam praktikum ini layak dan memiliki mutu yang baik karena
memenuhi SNI.

Jagung digolongkan kedalam 4 kelas mutu yaitu mutu I, mutu II, mutu
III dan mutu IV. Menurut SNI mutu jagung, kadar air maksimum 14% untuk
mutu I, II dan III serta tidak boleh melebihi 15% untuk mutu IV. Dari penentuan
mutu SNI tersebut diketahui bahwa jagung yang digunakan untuk praktikum
ini memiliki mutu antara I, II, dan III karena memiliki rata-rata kadar air
dibawah 14%.

Tabel 2 Kadar air biji kacang tanah yang diperoleh dari pedagang
eceran dengan menggunakan oven

Kode M0 M1 M2 Kadar air (%)


sampel
A1 8,1571 10,1601 10,0229 6,85%
A2 8,5336 10,5376 10,4679 3,48%
A3 7,7989 9,8148 9,6768 6,85%
Rata-rata 8,1632 10,17083 10,055867 5,73%
B1 8,7324 10,8216 10,6779 6,93%
B2 8,5929 10,5964 10,4701 6,30%
B3 8,5958 10,7107 10,5118 9,40%
Rata-rata 8,640367 10,709567 10,553267 7,54%

Berdasarkan hasil praktikum kadar air pada setiap jenis kacang tanah
memperlihatkan kadar air yang bervariasi, pada sampel kacang tanah A1, A2,
dan A3 memiliki persentase kadar air berturut-turut sebagai berikut: 6.85%,
3.48%, dan 6.85% dengan rata-rata sebesar 5.73%. kemudian sampel kacang
tanah B1, B2, dan B3 mengandung memiliki persentase Kadar air berturut-
turut sebesar 6.93%, 6.30%, dan 9.40% dengan rata-rata 7.54%.

Menurut Antriana 2016, kadar air biji kacang tanah dalam


kesetimbangan dengan kelembaban relatif ruang penyimpanan dan kadar air
kacang tanah yang aman sekitar 6-8%. Kemudian kelembaban relatif juga
dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Jika kelembaban relatif dipertahankan
pada 70% pada suhu 25-27 °C, kacang tanah bisa disimpan dalam jangka waktu
1 tahun. Aktivitas biologis selama penyimpanan harus diminimalkan untuk
menjaga kualitas kacang tanah dengan pengeringan maksimal sehingga
menghasilkan kelembaban. Biji kacang tanah dengan kadar air yang tinggi akan
melakukan respirasi dengan aktif, sehingga viabilitasnya cepat menurun.
Panas dan uap air yang dihasilkan akan semakin meningkatkan suhu dalam
tempat penyimpanan, sehingga memacu biji untuk semakin aktif berespirasi,
dan juga merangsang pertumbuhan bagi cendawan. Cendawanpun melakukan
respirasi yang menghasilkan panas dan uap air, akibatnya penyimpanan biji
dengan kadar air tinggi (di atas keseimbangan RH 65%) sangat berbahaya bagi
biji. Biji dengan kadar air yang lebih dari 8% dapat secara intensif diserang oleh
cendawan dan mikroorganisme yang lain sehingga penyimpanan kacang tanah
di tempat kering dan bersih perlu lebih diperhatikan untuk mengurangi
akumulasi aflatoksin.

Sehingga dapat diketahui bahwa kadar air dalam sampel A dan B biji
kacang tanah pada praktikum ini memiliki persentase rata-rata dibawah 8%
yang menunjukkan bahwa biji kacang tanah tersebut memenuhi standar.
2. Penentuan persentase biji rusak

Tabel 3 Persentase biji rusak pada sampel kacang tanah yang diperoleh
dari pedagang eceran

Kode Biji Rusak Biji utuh (%)


sampel
Biji keriput (%) Biji patah biji
dan retak bercendawan
(%) atau
terserang
serangga (%)
A 32% 10% 11% 47%
B 43,33% 5,55% 5,55% 45,55%

Berdasarkan hasil praktikum pada pengukuran sifat fisik menggunakan


2 sampel kacang tanah diketahui bahwa masing-masing memiliki nilai yang
berbeda-beda. Nilai sampel A pada biji keriput, biji patah dan rusak, biji
bercendawan, dan biji utuh secara berturut-turut memiliki persentase sebesar
32%, 10%, 11%, dan 47%. Kemudian nilai sampel B pada biji keriput, biji patah
dan rusak, biji bercendawan, dan biji utuh secara berturut-turut memiliki
persentase sebesar 43.33%, 5.55%, 5.55%, dan 45.55%.

Menurut SNI 01-3921-1995 tentang mutu kacang tanah biji (wose),


Mutu 1 biji kacang tanah dengan kualiitas fisik butir rusak, butir keriput, dan
butir bercendawan (berwarna lain) memiliki persentase maksimum secara
berturut-turut sebesar 0%, 0%, dan 0%. Untuk mutu 2 biji kacang tanah dengan
kualiitas fisik butir rusak, butir keriput, dan butir bercendawan (berwarna lain)
memiliki persentase maksimum secara berturut-turut sebesar 1%, 2%, dan 2%.
Kemudian Untuk mutu 3 biji kacang tanah dengan kualiitas fisik butir rusak,
butir keriput, dan butir bercendawan (berwarna lain) memiliki persentase
maksimum secara berturut-turut sebesar 2%, 4%, dan 3%. Sehingga dapat
diketahui bahwa kualitas fisik biji kacang pada praktikum kali ini tidak/belum
memenuhi SNI yang ditetapkan.

Keberadaan biji rusak pada awal penyimpanan disebabkan oleh


penyortiran yang tidak dilakukan secara sempurna sebelum biji kacang tanah
dikemas. Cendawan yang menyerang biji utuh terlebih dahulu melakukan
penetrasi pada kulit biji, merusak testa, kemudian ke embrio, serta
mendekomposisi granula pati pada endosperma. Kacang tanah pada berbagai
kultivar yang dianalisis, kandungan aflatoksin paling tinggi terdapat pada biji
yang rusak (Hell dan Mutegi, 2011). Peningkatan persentase biji rusak selama
penyimpanan disebabkan oleh serangan cendawan. Perbedaan tingkat
serangan serangga dan cendawan pada kacang tanah diduga karena perbedaan
penanganan pascapanen dan masa penyimpanan (Dharmaputra et al., 2013).
Kualitas kacang tanah ditentukan oleh sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik yang
menentukan kualitas kacang tanah yaitu kadar air. Terdapat 4 kualitas fisik biji
yaitu biji utuh, biji keriput, biji bercendawan, dan biji rusak (Puspitasari et al.,
2019).

BAB 4

KESIMPULAN

1. kadar air dalam biji jagung pada praktikum ini memiliki mutu yang baik karena
memenuhi standar SNI yaitu dengan persentase kadar air dibawah 14%.
2. kualitas fisik biji kacang tanah pada praktikum ini memiliki persentase kerusakan
yang tinggi.
3. kadar air dalam sampel biji kacang tanah pada praktikum ini memiliki persentase
rata-rata sebesar 5,73% dan 7,54%. Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi
juga kerusakan biji karena serangan cendawan.
DAFTAR PUSTAKA
Antika SRV, Astuti LP, Rachmawati R. 2014. Perkembangan Sitophilus oryzae L.
(coleoptera: curculionidae) pada berbagai jenis pakan. Jurnal HPT 2, 77-84.
Antriana N. 2016. Kadar Air, Kualitas Fisik Biji Dan Serangan Cendawan Pascapanen
Pada Kacang Tanah Yang Diperoleh Dari Pasar Tradisional Ciampea Bogor.
Jurnal Biology Science & Education, 5(2) : 133-143.
Arsyad M. 2018. PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP LAJU PENURUNAN KADAR
AIR DAN BERAT JAGUNG (Zea mays L.) UNTUK VARIETAS BISI 2 Dan NK22.
Jurnal Agropolitan, 5(1): 44-52
Arsyad. 2019. Sifat Fisikokimia Jagung Hibrida (Zea mays L.) Pada Beberapa Waktu
Pemanenan. Gorontalo Agriculture Technology Journal, 2(1) : 10-18
Dharmaputra OS, Ambarwati S, Retnowati I, Windyarani A. 2013. Kualitas Fisik,
Populasi Aspergillus flavus, dan Kandungan Aflatoksin B1 pada Biji Kacang
Tanah Mentah. J Fitopatol Indones 9: 99-106.
Hell K, Mutegi C. 2011. Aflatoxin Control and Prevention Strategies in Key Crops
of sub- Saharan Africa. African Journal of Microbiology Research, 5:459-
466.
Hidayatullah MS dan Nuswantara B. 2022. Analisis Kelayakan Ekonomi Usahatani
Kacang Tanah di Desa Lembu, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang.
AGRILAND Jurnal Ilmu Pertanian, 10(1): 16-23
Malik Afrizal. 2016. Ekonomi Kacang Tanah: Tinjauan Keunggulan Komparatif dan
Perspektif Pengembangan. IAARD Press : Jakarta
Puspitasari I, Sandra, Wibisono Y. 2019. Sifat Fisik Kacang Tanah Pada Varietas
Talam 1, Varietas Talam 2, Dan Varietas Takar 2. Jurnal Ilmiah Rekayasa
Pertanian dan Biosistem, 7(2):174-184.
Rachmawati E. 2012. Kandungan Aflatoksin (B1, B2, G1 dan G2) pada Kacang
Tanah (Arachis hypogaea L.) yang Beredar di Pasar Tradisional Daerah
Jabotabek. [S.Si. Skripsi]. Universitas Pakuan. Bogor.
Ramayana S, Idris SD, Rusdiansyah, Majid KF. 2021. Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Terhadap Pemberian Beberapa Komposisi
Pupuk Majemuk Pada Lahan Pasca Tambang Batubara. Jurnal AGRIFOR, XX
(1): 35-46
Samosir OM, Marpaung RG, dan Laia T. 2019. RESPON KACANG TANAH (Arachis
hypogaea L) TERHADAP PEMBERIAN UNSUR MIKRO, JURNAL AGROTEKDA,
3(2): 74-83.
SNI 01-3920-1995. Persyaratan Mutu Jagung
SNI .01-4483-1998. Jagung Bahan Baku Pakan
SNI 01-3921-1995. mutu kacang tanah biji (wose)
Soregar MS, Mawarni L, Irmansyah T. 2017. Pertumbuhan dan Produksi Kacang
Tanah (Arachis hypogea L.) Dengan Beberapa Sistem Olah Tanah dan dan
Asosiasi Mikroba. Jurnal Agroekoteknologi, 5(1) : 202-207.
Lampiran

Mohon gambar tidak


diletakkan terbalik

Anda mungkin juga menyukai