Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Jihan Safira Rospitasari Harun Sally

NIM : 220022301019

JURUSAN : S2 ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

MATA KULIAH : Teori Organisasi & Kepemimpinan

TUGAS 2B

1. Apa yang perlu dilakukan dalam menciptakan kultur ditempat kerja agar kehormatan,

kepercayaan dan kejujuran dijadikan norma dari budaya kerja ?

Jawab :

 Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya

yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan-tujuan

perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat, nilai-

nilai bersama dipahami secara mendalam,dianut, dan diperjuangkan oleh

sebagian besar para anggota organisasi (karyawan perusahaan). Budaya yang

kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja

perusahaan sebagaimana dinyatakan oleh Deal & Kennedy (1982), Minner

(1990), Robbins (1990), karena menimbulkan antara lain sebagai berikut :

I. Nilai-nilai kunci yang salinng menjalin, tersosialisasikan,

menginternalisasi, menjiwai pada para anggota, dan merupakan

kekuatan yang tidak tampak;

II. Perilaku-perilaku karyawan secara tak disadari terkendali dan

terkoordinasi oleh kekuatan yang informal atau tidak tampak;

III. Para anggota merasa komit dan loyal pada organisasi;


IV. Adanya musyawarah dan kebersamaan atau kesertaan dalam hal-hal

yang berarti sebagai bentuk partisipasi, pengakuan, dan penghormatan

terhadap karyawan;

V. Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan kepada nilai atau tujuan

organisasi;

VI. Para karyawan merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan

kontribusinya, yang sangat rewarding.

VII. Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan

kegiatan-kegiatan perusahaan;

VIII. Berperngaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek: pengarahan

perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota

organisasi, dan kekuatannya, yaitu menekan para anggota untuk

melaksanakan nilai-nilai budaya;

IX. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individual maupun kelompok.

2. Bagaimanakah menciptakan lingkungan kerja dengan orang-orang yang berkeinginan

mengambil tanggungjawab untuk suksesnya perusahaan dan yang akan diperhitungkan

sebagai hasil kerja mereka?

Jawab :

Menurut Sedarmayanti (2015) menyatakan bahwa jenis-jenis lingkungan kerja terbagi

menjadi dua yaitu:

a. Lingkungan kerja yang langsung berhubungan dengan pegawai seperti

pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya.

b. Lingkungan perantara ataulingkungan umum dapat juga disebut

lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya


temparatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan

getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan lain-lain

c. Faktor lingkungan sosial Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh

terhadap kinerja kryawan adalah latar belakang keluarga, yaitu antara

status keluarga, jumlah keluarga, tingkat kesejahteraan dan lain-lain.

d. Faktor status sosial Semakin tinggi jabatan seseorang semakin tinggi

kewenangan dan keleluasaan dalam mengambil keputusan.

e. Faktor hubungan kerja dalam perusahaan Hubungan kerja yang ada

dalam perusahaan adalah hubungan kerja antara karyawan dengan

karyawan dan antara karyawan dengan atasan.

3. Dan bagaimana mulai merubah budaya dan kebiasaan lama menuju kepada lingkungan

kerja yang berarti, akan tetapi bukan yang menantang atau menghadang kita?

Jawab :

 Merubah budaya dan kebiasaan lama menuju kepada lingkungan kerja yang

berarti bukan perkara mudah, karena sekali budaya sudah terkristalisasi ke

dalam masing-masing anggota dan tersistem dalam kehidupan, maka para

anggota (karyawan) akan cenderung mempertahankannya tanpa memperhatikan

apakah budaya tersebut functional atau disfunctional terhadap kehidupan

organisasi. Dengan kata lain perubahan budaya hampir selalu berhadapan

dengan resistensi para karyawan, sehingga perubahan budaya seringkali

berjalan secara gradual dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

 Perubahan budaya umumnya diawali dengan adanya krisis organisasi (vicious

cyrcle) yakni ketika organisasi berusaha mengatasi situasi kritis baik yang

berasal dari dalam organisasi maupun dari luar lingkungan organisasi. Namun

demikian tidak berarti bahwa pada tahap pertumbuhan tidak dimungkinkan

adanya perubahan budaya organisasi. Hal ini berarti bahwa pada setiap tahap
organisasi dimungkinkan adanya perubahan budaya, hanya yang membedakan

adalah tujuan dari perubahan tersebut. Meski sebagai manusia kita sadar bahwa

perubahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, namun ketika

perubahan itu menimpa diri kita belum tentu kita mau menerimanya dengan

sukarela. Ada beberapa bentuk resistensi (perlawanan) terhadap perubahan

budaya yaitu :

a. Culture of denial (Pengingkaran); Munculnya persepsi tentang

pengingkaran komitmen perusahan kepada karyawan untuk tetap

mempertahankan lingkungan kerja yang kondusif

b. Culture of fear (Ketakuatan); Munculnya kekhawatiran, stres, depresi dan

takut terhadap dampak perubahan yang akan terjadi.

c. Culture of cynism (Sinisme); Munculnya persepsi bahwa perubahan

budaya hanya rekayasa sebagian orang dan tidak sungguh-sungguh

serta hanya untuk kepentingan sebagian pihak saja

d. Culture of self-interest (Mementingkan diri sendiri); Munculnya sikap dan

perilaku mementingkan diri sendiri dengan mencari peluang di luar

perusahaan.

e. Culture of distrust (Ketidakpercayaan); Munculnya perasaan saling curiga

terhadap sesama mitra kerja (horizontal) dan kepada eksektufi (vertical).

f. Culture of anomie (Ketidakstabilan social); Munculnya perubahan sosial

akibat perubahan gaya kepemimpinan, sikap, pola pikir dan perilaku yang

lama.

Anda mungkin juga menyukai