Anda di halaman 1dari 20

Halaqah 46 | Mizan (Timbangan) dan Penimbangan Amal

Di antara berimā n kepada hari akhir adalah berimā n dengan


adanya mizā n dan penimbangan amal.

Allā h Subhā nahu wa Ta’ā la berfirman:

‫ام ِة َفل َا تُ ْظل َُم نَفْ ٌس َشيْئ‬


َ َ‫ين ال ْ ِق ْس َط لِيَ ْو ِم ال ْ ِقي‬
َ ‫َون َ َض ُع ال َْم َو ِاز‬

“Dan Kami akan meletakkan timbangan-timbangan yang


adil pada hari kiamat, maka tidak ada seorangpun yang akan
dizhā limi sedikitpun.” (QS Al Anbiyā : 47)

Sebagian ulamā berpendapat bahwasanya penimbangan


amal dilakukan setelah hisā b. Karena:

√ Hisā b adalah untuk menghitung amalan.

√ Penimbangan adalah untuk menampakkan hasil dari


perhitungan tersebut dan menunjukkan keadilan Allā h Subhā nahu
wa Ta’ā la.

Akan ditimbang hasanah dan sayyiah dengan timbangan yang


hakiki.

Memiliki dua kiffah yaitu piringan timbangan.

Memiliki sifat berat dan ringan dan bisa miring karena amalan.

Allā hu a’lam tentang tentang hakikatnya dan bagaimananya.

Allā h berfirman:
‫حون‬ ُ ِ‫َت َم َو ِازين ُ ُه َفُأولَِٰئ َك ُه ُم ال ُْمفْل‬
ْ ‫ف ََم ْن ثَقُل‬.
‫ين َخ ِس ُروا َأنْفُ َس ُه ْم ِفي َج َهن ّ ََم َخالِ ُدون‬ َ ‫َت َم َو ِازين ُ ُه َفُأولَِٰئ َك ال َّ ِذ‬
ْ ّ‫و َم ْن َخف‬.َ
“Dan barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya,
maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan
barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah
orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri, di dalam
Jahannam mereka akan kekal.” (QS Al Mu’minun: 102-103)

Dalam hadīts shahīh yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan


Ibnu Mā jah disebutkan bahwasanya catatan dosa-dosa akan
ditaruh di kiffah dan bitaqah (kartu yang bertuliskan ‘Lā ilā ha
illallā h) akan ditaruh di kiffah yang lain.

Rasū lullā h shallallā hu ‘alayhi wa sallam bersabda:


ْ ‫ات َواَأل ْر ُض ل ََو ِس َع‬
‫ يَا‬:‫ َفتَقُ ْو ُل ال َْمالَِئك َ ُة‬،‫ت‬ َّ ‫ َفل َْو ُو ِز َن ِفيْ ِه‬،‫ام ِة‬
ُ ‫الس َم َو‬ َ َ‫ان يَ ْو َم ال ْ ِقي‬
ُ ‫يُ ْو َض ُع ال ِْميْ َز‬
‫ت ِم ْن َخل ْ ِق ْي‬ ُ ‫ لِ َم ْن ِشْئ‬:‫الله تَ َعال َى‬
ُ ‫ب! ِل َم ْن يَ ِز ُن َه َذا؟ فَيَ ُق ْو ُل‬
ِّ ‫ر‬، َ

“Akan diletakkan mizā n pada hari kiamat, seandainya langit


dan bumi di timbang didalamnya niscaya akan cukup,

Bertanyalah para Malā ikat wahai Rabb untuk siapakah


timbangan ini?

Maka Allā h berfirman, “untuk orang yang aku kehendaki


dari para makhluk ku.” (Hadīts shahīh diriwayatkan oleh al-Hakim
di dalam Al mustadrak)

Para ulamā berbeda pendapat tentang berapakah jumlah


mizā n di hari kiamat.

Apakah satu timbangan atau banyak, karena masing-masing


manusia memiliki timbangan atau masing-masing amalan ada
timbangan khusus. Allā hu a’lam.

Amalan yang paling berat di dalam timbangan pada hari


kiamat adalah dua kalimat syahadah.
Dari Abdullā h ibnu ‘Amr ibnul Ash Radhiyallā hu ‘anhuma,
beliau berkata Rasū lullā h shallallā hu ‘alayhi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allā h akan memilih seseorang dari umatku


di hadapan makhluk-makhluk yang lain pada hari kiamat.”

Maka dibukalah di hadapannya 99 sijil.

⇒Makna sijil adalah kitā b besar

Dan maksud beliau Shallallā hu ‘alayhi wa sallam adalah


kitā b yang berisi dosa-dosa hamba tersebut.

Kemudian beliau Shallallā hu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

“Setiap sijil besarnya sejauh mata memandang.”

Kemudian Allā h bertanya kepada hamba tersebut, “Apakah


ada di antara isi kitā b tersebut yang engkau ingkari?”

Apakah para malā ikat penulis telah menzhā limimu ?

Hamba tersebut menjawab, “Tidak wahai Rabb-ku”

Allā h bertanya, Apakah kamu memiliki alasan? Dia kembali


menjawab, “Tidak wahai Rabb-ku”

Maka Allā h pun berkata, “Sesungguhnya engkau memiliki


hasanah di sisi kami”

Dan sesungguhnya engkau tidak akan dizhā limi pada hari ini.

Maka dikeluarkanlah sebuah kartu bertuliskan “Asyhaduallā


ilā ha illallā h wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa
rasū luh”.
Allā h pun berkata, Lihatlah timbanganmu,

Hamba tersebut mengatakan,


Wahai Rabb-ku apa arti sebuah kartu ini dibandingkan
dengan sijjil yang begitu banyak?

Maka Allā h berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan dizhā limi.

Diletakkanlah sijjil yang banyak tersebut, di satu piringan


timbangan dan diletakan kartu di satu piringan timbangan yang
lain.

Maka ringanlah sijjil yang banyak dan beratlah kartu tersebut.

Kemudian beliau Shallallā hu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

Tidak ada sesuatu yang mengalahkan beratnya nama Allā h

(Hadīts Shahīh Riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Mā jah).

Di antara amalan yang sangat memberatkan timbangan


pada hari kiamat adalah akhlak yang baik.

Rasū lullā h shallallā hu ‘alayhi wa sallam bersabda yang artinya:

“Tidak ada sesuatu yang lebih berat di dalam timbangan dari pada
akhlak yang baik.”

(Hadīts Shahīh Riwayat Abū Dā wū d dan Tirmidzi).

Di antara akhlak yang baik adalah

Menyambung orang yang memutus kita


Memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepada kita
Memaafkan orang yang menzhā limi kita.
Di antara amalan yang berat adalah ucapan “Subhanallā hi wa
bihamdih subhanallā hil ‘azhīm”.

Sebagaimana didalam hadīts yang diriwayatkan oleh


Bukhā ri dan Muslim.

Di antara amalan yang memenuhi timbangan adalah ucapan


“Alhamdulillah”

Sebagaimana dalam sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh


Imā m Muslim.

Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim senantiasa


memperbaiki dua kalimat syahadat yang dia ucapkan.

Berusaha untuk memahami maknanya dan mengamalkan


isinya dan istiqamah di atas keduanya sampai meninggal dunia.
Di samping itu hendaknya dia memperbaiki ibadahnya kepada
Allā h dan akhlaknya kepada manusia.

Melakukan itu semua karena Allā h dan untuk memperberat


timbangannya di hari kiamat.

Orang yang berbahagia adalah orang yang lebih berat timbangan


kebaikannya dari pada kejelekannya.

Dan orang yang celaka adalah orang yang lebih ringan timbangan
kebaikannya dari pada kejelekannya.

Sebagaimana disebutkan oleh Allā h di dalam Surat Al-Qariah.

Orang kā fir tidak memiliki sesuatu yang memberatkan timbangan


mereka, Karena amalan mereka batal dengan kesyirikan dan
kekufuran. (Lihat Surat Al-Kā hfi : 103-106)
Rasū lullā h shallallā hu ‘alayhi wa sallam bersabda yang
artinya:
“Sesungguhnya akan datang seseorang yang besar lagi
gemuk pada hari kiamat akan tetapi beratnya di sisi Allā h tidak
lebih berat dari satu sayap dari seekor nyamuk.” (Hadīts Riwayat
Bukhā ri dan Muslim)

Dalīl-dalīl di atas menunjukkan bahwasanya nya ada tiga


perkara yang akan ditimbang pada hari kiamat.

⑴ Amalan
⑵ Orang yang mengamalkan
⑶ Kitā b catatan amalan
Halaqah 47 | Telaga Rasūlullāh shallallāhu ’alayhi wa sallam

Di antara berimā n kepada hari akhir adalah Berimā n


tentang Adanya Telaga Rasū lullā h shallallā hu ‘alayhi wa sallam
pada Hari Kiamat.

Hadīts -hadīts yang datang di dalam masalah ini mencapai


derajat mutawwatir.

Diantaranya adalah sabda beliau Shallallā hu ‘alayhi wa


sallam:

‫ُون َأكْثَ َر ُه ْم َو ِار َد ًة‬


َ ‫اه ْو َن َأيُّ ُه ْم َأكْثَ ُر َو ِار َد ًة َوِإ نِّي َأ ْر ُجو َأ ْن َأك‬
َ َ‫ِإ َّن لِك ُِّل نَب ٍِّي َح ْو ًضا َوِإ ن َُّه ْم يَتَب‬

“Sesungguhnya setiap Nabi memiliki telaga dan


sesungguhnya mereka akan saling berbangga siapa di antara
mereka yang telaganya paling banyak didatangi. Dan aku
berharap akulah yang telaganya akan paling banyak didatangi.”
(Hadīts ini dishahīhkan oleh Tirmidzi)

Rasū lullā h shallallā hu ‘alayhi wa sallam juga bersabda:

‫جو ِم‬ ُ ُ ‫لم ْس ِك َو ِكيْ َزان ُ ُه كَن‬


ِ ْ ‫ب ِم َن ا‬ ُ َ‫ح ُه َأ ْطي‬
ُ ْ‫ َو ِري‬،‫ُؤه َأبْيَ ُض ِم َن اللَّبَ ِن‬
ُ ‫ َما‬،‫َح ْو ِض ْي َم ِسيْ َر ُة َش ْه ٍر‬
‫ب ِمن ْ َه َفال َ يَ ْظ َمُأ َأبَ ًدا‬
َ ‫الس َما ِء َم ْن َش ِر‬
َّ

“Telagaku sepanjang 1 bulan perjalanan, airnya lebih putih


dari pada susu dan baunya lebih wangi dari minyak kesturi dan
kiizā n-nya yaitu sejenis teko sebanyak bintang di langit.
Barangsiapa meminum darinya maka dia tidak akan harus
selama-lamanya.” (Hadīts Riwayat Bukhā ri dan Muslim)

Sebagian ulamā mengatakan bahwasanya seandainya dia


masuk ke dalam neraka setelah itu karena dosa yang dia lakukan
maka dia tidak akan diazab dengan rasa haus.
Umat beliau Shallallā hu ‘alayhi wa sallam akan mendatangi
telaga beliau Shallallā hu ‘alayhi wa sallam dan meminum darinya.

Beliau Shallallā hu ‘alayhi wa sallam mengatakan yang


artinya:
• Dan aku akan menolak manusia dari telagaku sebagaimana
seseorang menolak unta orang lain dari telaganya

Maka para shahā bat bertanya kepada beliau:

“Wahai Rasū lullā h , apakah engkau mengenal kami pada hari


tersebut?”

Beliau menjawab:

“Iya….Kalian memiliki tanda yang tidak dimiliki umat-umat yang


lain. Kalian akan mendatangi telagaku dalam keadaan putih wajah,
tangan dan kaki kalian dari bekas berwudhu”. (Hadīts Riwayat
Muslim)

Orang yang berimā n ketika Rasū lullā h shallallā hu ‘alayhi wa


sallam masih hidup kemudian dia murtad sepeninggal beliau
Shallallā hu ‘alayhi wa sallam maka akan dijauhkan dari telaga
beliau Shallallā hu ‘alayhi wa sallam.

Dalam sebuah hadīts, beliau Shallallā hu ‘alayhi wa sallam


mengatakan yang artinya:
“Aku akan mendahului kalian diatas telaga dan akan
dinampakkan beberapa orang diantara kalian kemudian tiba-tiba
dijauhkan dariku.

Akupun bertanya, “Wahai Rabb-ku, Bukankah mereka


adalah para sahabatku?” Maka dikatakan kepada beliau,
Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka lakukan
setelah dirimu.” (Hadīts Riwayat Bukhā ri dan Muslim, dari
‘Abdullā h bin Mas’ud Radhiyallā hu ‘anhu)

Di dalam hadīts yang lain dikatakan kepada beliau:


“Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka
rubah setelahmu.” (Hadīts Riwayat Bukhā ri dan Muslim)

Sebagian ulamā mengatakan bahwasanya membuat bid’ah


di dalam agama termasuk merubah yang dimaksud di dalam
hadīts ini.

Dikhawatirkan dia tidak bisa meminum dari telaga Nabi


Shallallā hu ‘alayhi wa sallam Namun, bukan berarti apabila dia
masuk ke dalam neraka dia kekal di dalamnya.

Karena yang kekal di neraka hanyalah orang-orang kā fir.

Dua hadīts terakhir menunjukkan bahwa setelah meninggal


dunia, beliau Shallallā hu ‘alayhi wa sallam tidak mengetahui apa
yang dilakukan umatnya.

Semoga Allā h menjadikan kita termasuk orang-orang yang


bisa meminum dari telaga Rasū lullā h shallallā hu ‘alayhi wa sallam
pada hari dimana kita sangat membutuhkannya.
Halaqah 48 | Beberapa Kejadian Di Padang Mahsyar
Bagian 1

Di antara kejadian di Padang Mahsyar adalah percekcokan


antara para pembesar orang-orang kā fir dan para pengikutnya.

Allā h menyebutkan di dalam Surat Sabā ’ 31-33 Bahwasanya


orang-orang kā fir akan dihadapkan kepada Allā h.

Berkatalah orang-orang yang dianggap lemah kepada


pembesar-pembesar mereka, “Kalau bukan karena kalian tentulah
kami dahulu menjadi orang-orang yang berimā n”

Pembesar-pembesar tersebut membantah dan mengatakan:


Apakah kami yang telah menghalangi kalian dari petunjuk,
sesudah petunjuk itu datang kepada kalian?

Tidak!

Sebenarnya kalian sendirilah orang-orang yang berdosa


(maksudnya kalian sendirilah yang menginginkan kesesatan dan
kami hanya mengajak).

Orang-orang yang dianggap lemah balik membantah dan


mengatakan:
Tidak! Sebenarnya tipu daya kalian malam dan siang itulah
yang menghalangi kami, ketika kalian menyuruh kami untuk kā fir
kepada Allā h dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.

Akhirnya semuanya menyesal tatkala melihat adzab.

Demikianlah keadaan para pembesar dan tokoh masyarakat


yang mengajak kepada kesyirikan dan menghalangi manusia dari
tauhīd.
Mereka berlepas diri dari para pengikut mereka dan tidak
bisa menolong mereka sedikitpun.

Para pengikut akan celaka sebagaimana para tokoh tersebut


dan para pembesar juga celaka.

Oleh karena itu seorang muslim hendaknya menyelamatkan


dirinya dari neraka.

Jadilah seorang tokoh masyarakat yang mengajak kepada


tauhīd.

Dan apabila dia orang yang lemah maka janganlah dia


mengikuti kemauan para pembesar ataupun orang banyak apabila
dia menghalangi manusia dari tauhīd dan mengajak kepada
kesyirikan.

Semoga Allā h Subhā nahu wa Ta’ā la memberikan hidayah


kepada kita dan juga mereka.

Menghilangkan rasa cinta dunia yang berlebihan dalam diri


kita dan menghilangkan kesombongan dari dalam kita dan
menjadikan rasa takut kita hanya kepada Allā h Subhā nahu wa
Ta’ā la.

Dan di antara kejadian di Padang Mahsyar bahwasanya


Allā h akan bertanya kepada orang-orang musyrikin tentang
sesembahan selain Allā h yang mereka sembah di dunia.

Dimanakah mereka pada hari tersebut.

Dan Allā h akan bertanya kepada mereka tentang bagaimana


sikap mereka terhadap ajakan para rasū l ‘alayhissalā m.

Di dalam Surat Al-Qashash 62-66


Allā h akan memanggil orang-orang musyrikin dan
menghina mereka dengan bertanya, “Di manakah sekutu-sekutu
Ku yang dulu kalian sangka mereka adalah sekutu-sekutu Ku?

Kemudian Allā h Subhā nahu wa Ta’ā la akan berkata kepada


orang-orang musyrikin:

Berdo’alah kalian kepada sekutu-sekutu kalian.

Maka merekapun berdo’a kepada sesembahan-sesembahan


mereka di dunia.

Meminta pertolongan kepada mereka dalam keadaan


genting tersebut sebagaimana mereka dahulu meminta di dunia.

Maka sesembahan-sesembahan tersebut tidak bisa berbuat


apapun dan tidak menjawab seruan mereka.

Barulah mereka mengetahui bahwasanya sesembahan-


sesembahan tersebut tidak bisa menolong mereka sedikitpun.

Allā h juga akan bertanya kepada mereka, Apakah jawaban


kalian terhadap ajakan para rasū l? (Yaitu) apakah kalian
membenarkan mereka? Dan mengikuti ajakan mereka untuk
bertauhīd?

Demikianlah keadaan orang-orang musyrikin sesembahan-


sesembahan mereka di dunia tidak bisa mengabulkan do’a mereka
ketika sangat dibutuhkan.

Tidak bisa menolong mereka di hadapan Allā h, bahkan


mereka berlepas diri.

Allā h berfirman:
‫يب ل َُه ۥۤ ِإ ل َٰى يَوۡ ِم ٱلۡ ِقيَـ ٰ َم ِة َو ُهمۡ َعن‬ ُ ِ‫ون ٱلل َّ ِه َمن لَّا يَسۡتَج‬ ِ ‫ۡعوا ْ ِمن ُد‬ُ ‫ن َأ َض ُّل ِم َّمن يَد‬
ۡ ‫َو َم‬
َ ‫اد ِت ِہمۡ ك َـ ٰ ِف ِر‬
)٦( ‫ين‬ ً ‫َاس ك َانُوا ْ ل َُهمۡ َأع َۡد‬
َ َ‫ٓاء۬ َوك َانُوا ْ ب ِِعب‬ ُ ّ ‫) َوِإ ذَا ُح ِش َر ٱلن‬٥( ‫ُون‬
َ ‫ٓاٮ ِهمۡ َغـ ٰ ِفل‬
ِٕ ‫ع‬َ ‫ُد‬

“Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang-orang yang


berdo’a kepada selain Allā h yang tidak bisa mengabulkan sampai
hari kiamat. Dan mereka lalai dari do’a orang yang berdo’a kepada
mereka. Dan apabila manusia dikumpulkan, mereka akan menjadi
musuh bagi orang-orang yang menyembah mereka. Dan mereka
akan mengingkari ibadah yang dilakukan orang-orang musyrikin
terhadap mereka.” (QS. Al-Ahqā f : 5-6)

Adapun orang yang bertauhīd, maka Allā h akan menolong


mereka di dunia maupun di akhirat.
Halaqah 49 | Beberapa Kejadian Di Padang Mahsyar
Bagian 2

Di antara kejadian di Padang Mahsyar bahwasanya Allā h


akan bertanya kepada para malā ikat dan Nabi ‘Īsā . ‘alayhissalā m.

Allā h menyebutkan di dalam Surat Sabā ’ 40-42 Bahwasanya


di Padang Mahsyar Allā h akan bertanya kepada para malā ikat
yang disembah oleh sebagian manusia.

Sebagai penghinaan terhadap orang-orang musyrikin yang


dahulu menyembah mereka.

Apakah mereka ini dahulu menyembah kalian?

Para malā ikat menjawab:


“Maha Suci Engkau, Engkau-lah pelindung kami, bukan
mereka. Akan tetapi sebenarnya mereka dahulu telah menyembah
jinn. Kebanyakan mereka berimā n kepada jin tersebut”

Maksudnya bahwasanya orang-orang musyrikin ketika


menyembah selain Allā h, baik orang shā lih, benda mati dan lain-
lain, maka pada hakikatnya mereka menyembah jinn, karena yang
menyuruh mereka untuk menyekutukan Allā h adalah jinn.

⇒Apabila mereka menaati, berarti mereka telah


menyembah jin tersebut.

Para malā ikatpun tidak berkuasa untuk memberikan


manfaat, dan tidak pula mudharat kepada orang-orang yang telah
menyembah mereka.

Para penyembah malā ikat itu pun akan diadzab oleh Allā h
Subhā nahu wa Ta’ā la.
Di dalam Surat Al-Mā idah: 116-117
Allā h menyebutkan bahwasanya Allā h akan bertanya
kepada Nabi ‘Īsā ‘alayhissalā m sebagai penghinaan dari Allā h
Subhā nahu wa Ta’ā la terhadap orang-orang nashrā ni yang
menjadikan beliau dan ibu-ibu beliau sebagai Tuhan.

Wahai ‘Īsā putra Maryam, Apakah engkau dahulu pernah


mengatakan kepada manusia, “Jadikanlah aku dan ibuku dua
Tuhan selain Allā h ?

‘Īsā ‘alayhissalā m menjawab:

“Maha Suci Engkau tidaklah patut bagiku mengatakan apa


yang bukan hakku untuk mengatakannya”.

Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau


mengetahuinya.

Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada dirimu.

Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang


ghaib.

Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa


yang Engkau perintahkan kepadaku untuk mengatakannya, yaitu
“Sembahlah Allā h Rabb-ku dan Rabb kalian”.

Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku hidup, maka
setelah Engkau wafatkan atau angkat aku, Engkau-lah yang
mengawasi mereka.

Dan Engkau Maha Menyaksikan segala sesuatu.


Demikianlah keadaan para malā ikat dan Nabi ‘Īsā
‘alayhissalā m.

Mereka adalah mahluk yang taat beribadah kepada Allā h.

Senang apabila manusia hanya menyembah kepada Allā h


dan mereka tidak pernah menyuruh manusia menyembah diri
mereka.
Demikian pula orang-orang yang shā lih dan wali-wali Allā h.
Manusia yang terlalu berlebih-lebihan terhadap mereka,

√ Mereka membuat patung mereka,


√ Mereka memajang gambar mereka,
√ Mereka membangun dan menghias kuburan mereka,
√ Mereka meyakini bahwasanya mereka mengetahui sesuatu yang
ghaib,
√ Mereka berdo’a kepada mereka,
√ Mereka bepergian jauh untuk berziarah ke makam mereka,
√ Mereka beri’tikā f di kuburan mereka,
√ Mereka menyerahkan sebagian ibadah kepada mereka,
√ Mereka membangun masjid di atas kuburan mereka, atau
√ Mereka memasukkan kuburan mereka di dalam masjid,
√ Mereka bertawassul dengan do’a mereka setelah mereka
meninggal dunia atau menganggap orang-orang shā lih tersebut
bisa mendekatkan diri mereka kepada Allā h, ini semua termasuk
berlebihan.

Jangan sampai keadaan seseorang seperti keadaan kaum


Nabi Nū h ”alayhissalā m yang berlebihan terhadap lima orang
shā lih yang disebutkan dalam Surat Nū h : 23

Atau seperti keadaan sebagian orang yang mengaku


mencintai Ali bin Abi Thalib, Fā timah, Hasan, Husain dan sebagian
keturunan beliau Radhiyallā hu ‘anhum, kemudian berlebih-
lebihan terhadap mereka.
Halaqah 50 | Dikumpulkannya Orang-orang Kafir di
Dalam Neraka

Setelah hisā b di Padang Mahsyar selesai, maka mulailah


dipisah antara penduduk Surga dan penduduk Neraka secara
bertahap.

Al-Imā m Bukhā ri dan Muslim meriwayatkan dalam


shahīhnya dari Abū Said Al-Khudry Radhiyallā hu ‘anhu dari
Rasū lullā h shallallā hu ‘alayhi wa sallam.

Bahwasanya kelak di hari kiamat akan ada yang memanggil


dan memerintahkan setiap umat untuk mengikuti Tuhan yang dia
sembah di dunia.

Maka tidaklah ada manusia yang menyembah selain Allā h


seperti patung dan batu, kecuali dia akan berjatuhan ke dalam
neraka.

Sehingga tidak tersisa kecuali orang-orang yang berimā n


baik yang shā lih maupun yang fasik dan sebagian kecil atau sisa
ahlul kitā b yaitu orang Yahū di dan Nasrani.

Dikatakan kepada orang Yahū di:


Apakah yang kalian sembah? Mereka berkata, ” Kami dahulu
menyembah Uzair, anak Allā h”. Dikatakan kepada mereka, “Kalian
telah berdusta. Allā h tidak memiliki istri dan anak.”

Lalu apakah yang kalian inginkan?

Mereka berkata, “Kami haus”. Maka berilah kami air minum,


Karena saat itu Allā h memperlihatkan kepada mereka Jahannam
yang dari jauh seperti air.
Maka ditunjukkanlah Jahannam yang dari jauh seperti air
tersebut, dan dikatakan kepada mereka,

Apakah kalian tidak mau mendatanginya?

Maka mereka pun dikumpulkan ke Jahannam dan


berjatuhan di dalamnya.

Kemudian dikatakan kepada orang-orang Nasrani:


Apakah yang kalian sembah? Mereka berkata, “Kami dahulu
menyembah ‘Īsā anak Allā h” Dikatakan kepada mereka,” Kalian
telah berdusta” Allā h tidak memiliki istri dan anak. Lalu apakah
yang kalian inginkan?

Mereka berkata, “Kami haus, maka berilah kami air minum”


Maka ditunjukkanlah Jahannam yang dari jauh seperti air dan
dikatakan kepada mereka,

Apakah kalian tidak mendatanginya? Akhirnya mereka pun


juga dikumpulkan ke Jahannam dan berjatuhan di dalamnya.

Dan di dalam hadīts Abū Hurairah Radhiyallā hu ‘anhu yang


juga dikeluarkan oleh Al-Bukhā ri dan Muslim disebutkan
bahwasanya Allā h akan berkata kepada manusia:

“Barang siapa yang menyembah sesuatu maka hendaklah


mengikutinya”.

Maka penyembah matahari akan mengikuti matahari,


penyembah bulan akan mengikuti bulan, penyembah thaghut
akan mengikuti thā ghut.

Dan thā ghut adalah segala sesuatu yang disembah selain


Allā h.
Kemudian tersisalah umat Islā m dan bersama mereka
orang-orang munā fiq.

Di dalam hadīts ‘Abdullā h Ibnu Mas’ud Radhiyallā hu ‘anhu


disebutkan bahwasanya orang-orang yang dahulu menyembah
Nabi ‘Īsā ‘alayhissalā m , maka akan mengikuti syaithā n Nabi ‘Īsā
yang diserupakan dengan beliau.

Dan yang dahulu menyembah Uzair, maka akan mengikuti


syaithā n Uzair yang diserupakan dengan beliau. (Hadīts Shahīh
Riwayat Ath-Thabrani di dalam Al-Mu’jamul Kabir).

Demikianlah keadaan orang-orang yang menyembah


kepada selain Allā h baik orang-orang musyrikin maupun ahlul
kitā b, orang Yahū di dan Nasrani.

Mereka akan dipisahkan dari orang-orang yang menyembah


Allā h saja.

Yang mencakup orang-orang yang benar-benar menyembah


Allā h , mereka lah orang-orang yang berimā n maupun orang-
orang yang pura-pura menyembah Allā h.

Dan mereka lah orang-orang munā fiq.

Anda mungkin juga menyukai