Anda di halaman 1dari 14

PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ZISWAF

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Manajemen Organisasi Pengelolaan ZISWAF
Dosen Pengampu : Nurul Maisyal, M.H.I

Disusun Oleh :

1. Istiqomah 3620030
2. Fidzya Arisyahdwi 3620031
3. Laily Rosya Salma Hanina 3620033
4. Laily Marwa 3620034

PRODI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
K. H. ABDURAHMAN WAHID PEKALONGAN
2023
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZISWAF) merupakan kegiatan yang
penting dalam agama Islam, karena ziswaf memiliki peran penting dalam
memperkuat perekonomian umat. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat
perlu melakukan pengelolaan ziswaf secara efektif dan efisien. Salah satu cara
untuk melakukan pengelolaan ziswaf yang baik adalah dengan menerapkan
prinsip good governance.
Prinsip good governance dalam pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah
(ZISWAF) dapat ditemukan dalam perkembangan sejarah tata kelola
pemerintahan yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pada awalnya,
pemerintahan diatur oleh penguasa atau raja yang memiliki kekuasaan mutlak
dalam mengambil keputusan dan mengendalikan sumber daya negara. Namun,
seiring berjalannya waktu dan berkembangnya tuntutan masyarakat, sistem
pemerintahan yang demokratis dan partisipatif mulai diterapkan.
Konsep good governance pertama kali diperkenalkan oleh Bank Dunia pada
tahun 1989 dalam buku yang berjudul "Sub-Saharan Africa: From Crisis to
Sustainable Growth". Konsep tersebut kemudian diadopsi oleh berbagai organisasi
internasional dan nasional, termasuk Organisasi untuk Kerja Sama dan
Pembangunan Ekonomi (OECD) dan United Nations Development Programme
(UNDP).1
Prinsip-prinsip good governance, seperti transparansi, akuntabilitas,
responsivitas, keadilan, dan partisipasi, menjadi penting dalam pengelolaan
ZISWAF karena sifatnya yang sensitif dan berkaitan dengan agama. Dalam agama
Islam, pengelolaan ZISWAF harus dilakukan dengan penuh kejujuran,
transparansi, dan akuntabilitas. Selain itu, pengelolaan ZISWAF juga harus
responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat penerima manfaat. Oleh
karena itu, penerapan prinsip good governance dalam pengelolaan ZISWAF dapat
membantu memastikan bahwa pengelolaan ZISWAF dilakukan secara efektif,
efisien, dan adil.
Dalam konteks Indonesia, pengelolaan ZISWAF diatur dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam undang-undang

1
Suharman, E. (2021). Good governance dan efektivitas lembaga pengelola zakat di Indonesia. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, 12(2), 276-292.
tersebut, prinsip-prinsip good governance diaplikasikan sebagai landasan untuk
pengelolaan ZISWAF. Hal ini terlihat dari adanya ketentuan mengenai
transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
ZISWAF.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan
ZISWAF, diharapkan pengelolaan ZISWAF dapat berjalan dengan baik dan
memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan.

2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana penerapan prinsip Good Governance dalam pengelolaan ZISWAF
dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan dana zakat ?
2) Bagaimana pengelolaan ZIS menurut hukum negara ?
3) Bagaimana prinsip Good Governance dalam pengelolaan ZISWAF dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dan motivasi
mereka untuk berzakat ?

3. Tujuan
1) Untuk mengetahui prinsip good governance dalam penerapan pengelolaan
ziswaf agar dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan
dana zakat
2) Untuk dapat mengetahui pengelolaan ZIS menurut hukum negara di Indonesia
3) Untuk dapat mengetahui prinsip Good Governance dalam meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dan motivasi mereka untuk
berzakat.
B. PEMBAHASAN
1. Penerapan prinsip Good Governance dalam pengelolaan ZISWAF
Penerapan prinsip good governance dalam pengelolaan ZISWAF dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan dana zakat. Prinsip good
governance yang meliputi akuntabilitas, transparansi, partisipasi, keadilan, dan
responsivitas merupakan prinsip-prinsip yang sangat penting untuk diterapkan
dalam pengelolaan ZISWAF. Berikut penjelasan singkat tentang masing-
masing prinsip:2
a) Akuntabilitas: Prinsip akuntabilitas berarti bahwa lembaga zakat harus
bertanggung jawab atas pengelolaan dana zakat yang dilakukan. Hal ini dapat
dilakukan dengan menyediakan informasi yang memadai dan jelas mengenai
pengelolaan dana zakat, serta menjalankan proses audit dan pengawasan yang
efektif.
b) Transparansi: Prinsip transparansi berarti bahwa lembaga zakat harus
membuka informasi yang lengkap, jelas, dan mudah dipahami mengenai
pengelolaan dana zakat. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan
informasi yang terbuka dan mudah diakses tentang pengelolaan dana zakat,
termasuk laporan keuangan, prosedur pengambilan keputusan, dan program-
program yang dilaksanakan.
c) Partisipasi: Prinsip partisipasi berarti bahwa lembaga zakat harus melibatkan
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program-
program pengelolaan dana zakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan
pertemuan dengan masyarakat, meminta masukan dan saran dari masyarakat,
serta memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.
d) Keadilan: Prinsip keadilan berarti bahwa lembaga zakat harus menjalankan
pengelolaan dana zakat dengan adil dan merata bagi semua pihak yang
membutuhkan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyusun kriteria yang jelas
dan objektif dalam pemilihan penerima zakat, serta menjalankan proses yang
transparan dalam penyaluran dana zakat.
e) Responsivitas: Prinsip responsivitas berarti bahwa lembaga zakat harus
responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat dalam pengelolaan
dana zakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan perubahan kondisi

2
Suharman, E. (2021). Good governance dan efektivitas lembaga pengelola zakat di Indonesia. Journal of
Islamic Accounting and Business Research, 12(2), 276-292.
sosial dan ekonomi masyarakat, serta mengadopsi program-program yang
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat
Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan pengelolaan
ZISWAF dapat membantu lembaga zakat dalam meningkatkan kualitas
pengelolaan dana zakat dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga zakat.
Beberapa studi telah membuktikan bahwa penerapan prinsip good governance
dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan dana zakat. Misalnya,
penelitian oleh Suharman (2021) menunjukkan bahwa penerapan prinsip good
governance berpengaruh positif terhadap efektivitas pengelolaan dana zakat di
Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa akuntabilitas, transparansi, dan
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan adalah faktor-faktor yang
penting untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dana zakat di Indonesia.
Selain itu, penelitian oleh Awang dan Razak (2018) mengungkapkan bahwa
penerapan prinsip good governance dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan
dana zakat di Malaysia dan Arab Saudi. Penelitian ini menunjukkan bahwa
penerapan prinsip-prinsip good governance seperti transparansi, akuntabilitas, dan
partisipasi masyarakat dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan dana zakat di
kedua negara tersebut.3
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan prinsip good
governance dalam pengelolaan ZISWAF dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pengelolaan dana zakat. Prinsip-prinsip good governance seperti
akuntabilitas, transparansi, partisipasi, keadilan, dan responsivitas sangat penting
untuk diterapkan dalam pengelolaan ZISWAF. Oleh karena itu, lembaga zakat
perlu menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan ZISWAF
untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dana zakat dan memperkuat
kepercayaan masyarakat.

2. Pengelolaan ZIS Menurut Hukum Negara

3
Awang, S.A., & Razak, D.A. (2018). Praktik tata kelola yang baik dalam pengelolaan dana zakat: Analisis
komparatif antara Malaysia dan Arab Saudi. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Moneter Islam, 4(2), 251-274.
1. Inpres Nomor 3 Tahun 2014.
Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2014 tentang mengoptimalkan
pengumpulan zakat adalah Inpres yang yang sangat kuat (powerfull) untuk
dijadikan dasar menghimpun zakat. Inpres ini meliputi: Pertama, pengumpulan
zakat di lingkup kementerian/lembaga, sekretariat jenderal lembaga negara,
sekretariat jenderal komisi negara, pemerintah daerah, badan usaha milik negara,
dan badan usaha milik daerah masing-masing, Kedua, khusus kepada: Menteri
Dalam Negeri, diminta mendorong gubernur dan bupati/walikota untuk
melakukan optimalisasi pengumpulan zakat di satuan kerja/organisasi perangkat
daerah dan badan usaha milik daerah melalui badan amil zakat nasional
provinsi/kabupaten/kota, menteri badan usaha milik negara mendorong
direksi/pimpinan badan usaha milik negara untuk melakukan optimalisasi
pengumpulan zakat karyawan dan zakat badan usaha di lingkungan badan usaha
milik negara melalui badan amil zakat nasional. Ketua badan amil zakat nasional
untuk melakukan registrasi muzaki bagi pegawai/karyawan di
kementerian/lembaga, sekretariat jenderal lembaga negara, sekretariat jenderal
komisi negara, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha
milik daerah membuat mekanisme teknis pengumpulan zakat di lingkungan
kementerian/lembaga, sekretariat jenderal lembaga negara, sekretariat jenderal
komisi negara, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha
milik daerah. Melakukan pengumpulan zakat di lingkungan
kementerian/lembaga, sekretariat jenderal lembaga negara, secretariat jenderal
komisi negara, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha
milik daerah; dan menyampaikan laporan hasil pengelolaan zakat di
kementerian/lembaga, sekretariat jenderal lembaga negara, sekretariat jenderal
komisi negara, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha
milik daerah terkait kepada pimpinan instansi dengan tembusan kepada Presiden
melalui Menteri Agama.
Berdasarkan UU dan peraturan terkait pengelolaan zakat di atas, tampak
telah terkandung maksud agar zakat di Indonesia dapat dikelola secara
profesional dan optimal. Indikasi dimaksud terdapat pada pengaturan sebagai
berikut: Institusi yang terdaftar atas nama “Baznas” dan “Laz”, diharapkan akan
menciptakan koordinasi secara nasional. Kepengurusan yang terdiri dari
profesional, bukan anggota partai politik, memiliki kompetensi di bidang zakat,
dan pendanaan dibiayai APBN/APBD dan dari dana amil. Kandungan maksud
UU di atas sejalan dengan persyaratkan Amil zakat yang profesional oleh
Yulianti dan Suryandari, yaitu bekerja full time, dan mendapat gaji yang cukup,
sehingga dapat mencurahkan segala potensinya untuk mengelola zakat dengan
baik (Yulianti dan Suryandari, 2014: 149, Siregar, 2016: 256).
2. UU No. 23 Tahun 2011
Lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat di Indonesia
adalah Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) dan Lembaga Amil Zakat atau
disingkat Laz. Baznas dapat membentuk satuan organisasi yang dinamakan unit
pengumpul zakat (Upz) yang tugasnya membantu pengumpulan zakat. Baznas
berkedudukan di ibukota negara dibentuk oleh Pemerintah. Baznas merupakan
lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab
kepada presiden melalui menteri. Baznas merupakan Lembaga yang berwenang
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Laz adalah lembaga yang dibentuk atas inisiatif masyarakat untuk
melaksanakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Laz
dapat menggunakan hak amil untuk membiayai kegiatan operasionalnya.
Ketentuan bahwa Laz harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam
yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan sosial dapat dipahami sebagai
suatu upaya melindungi agar pengelolaan zakat berada pada koridor kepentingan
umat dan menghindari terjadinya pertentangan kepentingan (conflict of interest)
yang mengarah kepada kepentingan pribadi, perusahaan, partai dan golongan.
Demikian pula ketentuan memiliki pengawas syariat, bersedia diaudit syariat dan
keuangan, ini menunjukkan upaya perlindungan agar dana zakat tidak disalah
gunakan.
Sebagaimana lembaga yang resmi dan diperkenankan mengelola zakat
adalah Baznas dan Laz, setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku
amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat
tanpa izin pejabat yang berwenang. Setiap orang dilarang melakukan tindakan
memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat,
infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam
pengelolaannya. Frasa, “setiap orang” dalam Pasal 38 dan Pasal 41 UU Nomor 23
tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat “mengecualikan perkumpulan orang,
perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir
masjid/musala di suatu komunitas dan wilayah yang belum terjangkau oleh BAZ
dan Laz, dan telah memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat dimaksud kepada
pejabat yang berwenang”.
Menurut Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
zakat dikelola dengan azas sebagai berikut 1. Syariat Islam: Berdasarkan ajaran
Islam 2. Amanah: Pengelola zakat harus dapat dipercaya 3. Kemanfaatan:
Pengelolaan zakat dilakukan untuk memberikan kemanfaatan yang sebesar-
besarnya bagi mustahik. 4. Keadilan: Pengeloaan zakat dalam pendistribusiannya
dilakukan secara adil 5. Kepastian hukum: Dalam pengelolaan zakat terdapat
jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki 6. Terintegritas: Pengelolaan
zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan,
pendistribusian dan pemberdayaan zakat 7. Akuntabilitas: Pengelolaan zakat
dapat dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat.
Urgensi manajemen zakat adalah menjadi alat untuk membantu
mewujudkan tujuan zakat, baik dari sudut pandang muzakki maupun dari sudut
pandang mustahik. Dalam hal ini manajemen merupakan alat bantu agar
pengelolaan zakat, mulai dari pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan
zakat dapat berjalan secara maksimal. Tanpa manajemen yang baik sebesar
apapun potensi zakat tidak akan terkelola dengan baik.4
3. Prinsip Good Governance dalam pengelolaan ZISWAF dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dan
motivasi mereka untuk berzakat.
Potensi zakat yang cukup baik untuk mengembangkan kemajuan ekonomi,
dapat dijadikan pemerintah untuk memperbaiki sistem pengelolaan zakat. Zakat
dikelola secara profesional dengan memakai pola Good Governance. Konsep
Good Governance menekankan kepada pentingnya peranan dan tanggung jawab
pengurus dalam mengelola zakat dan juga untuk menumbuhkan integritas dan
keyakinan masyarakat. Berkembangnya lembaga pengelola zakat di Indonesia
harus dibarengi dengan kualitas dan kuantitas lembaga pengelola zakat, agar
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Pengelolaan zakat di Indonesia saat
ini ada dua model. Pertama, zakat dikelola oleh Negara dalam sebuah departemen.

4
Putu widhi iswari, Tinjauan Prinsip Good Governance, vol.1, Jurnal Manajemen Zakat dan Wakaf, 2020, hal
95-98
Kedua, zakat dikelola lembaga non-pemerintah (masyarakat sipil) atau semi
pemerintah dengan mengacu pada aturan yang ditetapkan oleh Negara.5
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat tinggi rendahnya kesadaran
masyarakat dalam menunaikan zakat, antara lain :
a. Faktor Religiusitas, artinya tingkat religiusitas responden tidak hanya pada
sebatas pengetahuan saja namun sudah pada taraf pemahaman dan
pengamalan ajaran agama. Motivasi membayar ZIS pada lembaga zakat
mencerminkan tingkat religiuitas yang tinggi pula. Religiusitas merupakan
keadaan yang diakibatkan oleh perilaku seseorang yang dilatar belakangi
oleh sikap yang merespon terhadap keyakinan pada perintah-perintah
Tuhan dalam rangka untuk memperoleh kebaikan hidup di dunia dan
akhirat. Responden mengetahui, memahami mengenai kewajiban zakat
serta anjuran infaq dan shodaqoh hendaknya dibayarkan pada lembaga
zakat.
b. Faktor Psikologis, bahwa motivasi masyarakat dalam membayar ZIS pada
LAZ lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor psikologis atau faktor
intenal yang merupakan dorongan diri sendiri tanpa adanya paksaan dari
pihak manapun. Bila persepsi, pegetahuan, keyakinan dan sikap seseorang
cenderung positif maka tindakan yang dilakukan lebih mengarah kepada
hal positif pula dalam hal ini adalah perilaku membayar ZIS pada LAZ.
c. Faktor Sosial, Ibadah Zakat Infaq dan Shodaqoh merupakan anjuran
agama bukan semata-mata karena dorongan keluarga dan dorongan
kelompok referensi. Jika pemahaman, keyakinan dan pengamalan nilai-
nilai tentang agama seseorang kuat maka dengan sendirinya ia akan
terdorong untuk mengamalkan ajaran tersebut. Dan faktor religi dan faktor
psikologi sangat tinggi. Oleh karenanya ajakan dan dorongan keluarga
serta kelompok sosial masyarakat tidak signifikan mempengaruhi motivasi
masyarakat melainkan mereka sudah tergerak atas kesadaran diri sendiri
semata-mata karena ZIS merupakan amalan yang dianjurkan agama bukan
karena seseorang.
d. Faktor Regulasi Pemerintah, masyarakat cenderung membayar ZIS atas
kesadaran diri. Hal ini dikarenakan regulasi mengenai pengelolaan ZIS

5
H Tahliani, “Good Governance Di Lembaga Pengelola Zakat,” Syar’ie, 2019, 109–28, https://stai-
binamadani.e-journal.id/Syarie/article/download/99/77.
belum disosialisasikan dengan baik. Masyarakat juga masih banyak yang
beranggapan bahwa Zakat, Infaq dan shodaqoh merupakan ruang privat
antara manusia dengan Tuhannya dan mekanisme sudah diatur tersendiri.
Selain itu masyarakat cenderung membayar ZIS pada LAZ atas kesadaran
sendiri sehingga mereka tidak mau membayar jika tidak atas kesadaran
sendiri. Masyarakat dalam membayar ZIS lebih menonjolkan tradisi dan
kebiasaan mereka dari pada tradisi formal dan rasional mereka.
e. Faktor Atribut Lembaga Zakat, mampu meningkatkan motivasi
masyarakat dalam membayar ZIS pada LAZ. Bahwa peran institusi zakat
sangat penting dalam penghimpunan dan pengelolaan zakat. Transparan
dan akuntabilitas dapat menghindari kesan negatif dalam penggunaan dana
ZIS yang dihimpun oleh LAZ.

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kesadaran


masyarakat dalam menunaikan zakat dapat dibedakan menjadi dua sisi, yaitu :
sisi internal, artinya dari sisi pribadi masyarakat yang berkewajiban untuk
menunaikan zakat, dan sisi eksternal, yaitu faktor yang mampu mempengaruhi
tingkat kesadaran dalam membayar zakat, misalnya sistem pengelolaan zakat,
infaq dan sedekah serta wakaf, regulasi pemerintah.

Upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam menunaikan zakat, infaq,


sedekah dan wakaf dari sisi internal, dapat dilakukan oleh para ulama dengan
melakukan dakwah akan arti pentingnya masyakarat muslim kuat secara
ekonomi, dan menunaikan zakat bukanlah semata-mata ibadah dihadapan
Allah, namun lebih dari itu merupakan ibadah sosial dalam membantu sesama
manusia, dan manfaat yang dihasilkan akan dinikmati oleh pemberi zakat,
infaq, sedekah maupun wakaf selamanya. Dari sisi ekseternal, upaya
menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat dalam menunaikan zakat,
infaq, sedekah dan wakaf, dapat dibagi melalui beberapa sektor, yaitu :

a. Tata Kelola Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf yang Akuntabel.


Praktik pengelolaan zakat, infak, shadaqah dan wakaf tidak hanya menjadi
lembaga yang beroperasi secara profesional dan terlembaga, tetapi menjadi
bahan kajian serius oleh peneliti dan perguruan tinggi dengan mengistilahinya
sebagai filantropi Islam.
Lembaga pengelolaan Ziswaf haruslah akuntabel dan acceptable. Karena
Lembaga Ziswaf yang yang akuntabel dan acceptable akan memunculkan
kepercayaan (trust) masyarakat yang berimplikasi terhadap meningkatnya
penghimpunan dana di Lembaga Pengelolaan Zakat, dan kemudian disalurkan
secara tepat sasaran dan tepat guna. Konsep akuntabilitas yang kemudian
menjadi indikator pelaksanaan akuntabilitas dalam perspektif Islam adalah :
- Segala aktivitas harus memperhatikan dan mengutamakan kesejahteraan
umat sebagai perwujudan amanah yang diberikan Allah
kepada manusia sebagai seorang khalifah.
- Aktivitas organisasi dilaksanakan dengan adil.
- Aktivitas organisasi tidak merusak lingkungan sekitar.
b. Peran Pemerintah dalam Pengelolaan Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf.
Negara dalam hal pengelolaan Ziswaf di Indonesia berperan sebagai
regulator, pembina, pengawas dan sekaligus sebagai pengelola. Sebagai
regulator, negara membuat peraturan perundangundangan dan peraturan
peraturan pelaksana di bawah undang-undang yang mengatur tentang
pengelolaan Ziswaf. Hal ini merupakan bentuk bantuan dan pelayanan negara
terhadap umat Islam yang membutuhkan peraturan perundangundangan demi
kelancaran dan ketertiban pelaksanaan ajaran agamanya, berupa pengelolaan
zakat.
Negara melalui organ pemerintahannya juga memberikan izin bagi
organisasi kemasyarakatanIslam untuk mendirikan organisasi pengelola
Ziswaf dan/atau memberikan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh
organisasi pengelola Ziswaf, serta mencabut izin apabila dalam kegiatan
pengelolaan zakat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dan guna menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat dalam
menunaikan Ziswaf, maka peran pemerintah haruslah lebih ditingkatkan
dalam hal sosialisasi regulasi tentang Ziswaf, sehingga masyarakat luas
menjadi lebih tahu tentang apa dan bagaimana Ziswaf dan pengelolaannya.
Dan dalam hal meningkatkan akuntabilitas lembaga pengelola Ziswaf,
maka peran pemerintah sebagai pembina dan pengawas lembaga pengelola
Ziswaf harus lebih ditingkatkan dengan membuat pelatihan dan pendampingan
bagi lembaga pengelola Ziswaf agar lebih transparan dan akuntabel. Dalam
hal ini dapat diterapkan sistem penilaian dengan pola akreditasi yang
diterapkan di perguruan tinggi, sehingga nantinya lembaga pengelola Ziswaf
yang telah terdaftar dan terakreditasi mampu meningkatkan kepercayaan
masyarakat untuk menunaikan Ziswaf melalui lembaga pengelola Ziswaf yang
teakreditasi. Dalam hal pengawasan, pemerintah dituntut untuk lebih tegas
memberikan sanksi kepada lembaga Ziswaf yang “nakal”, karena Ziswaf
merupakan penghimpunan aset dari masyarakat muslim untuk kepentingan
umum, sehingga apabila ada lembaga pengelola Ziswaf yang “nakal”, maka
akan menurunkan tingkat kepercayaan dan bahkan menurunkan tingkat
kesadaran masyarakat dalam menunaikan Ziswaf.6

6
Ahmad Syafiq, “Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Menunaikan Zakat, Infaq, Sedekah Dan Wakaf
(Ziswaf),” Zakat Dan Wakaf 5, no. 2 (2018): 362–85.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Penerapan prinsip good governance dalam pengelolaan ZISWAF dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan dana zakat. Prinsip good
governance yang meliputi akuntabilitas, transparansi, partisipasi, keadilan, dan
responsivitas merupakan prinsip-prinsip yang sangat penting untuk diterapkan
dalam pengelolaan ZISWAF. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
penerapan prinsip good governance dalam pengelolaan ZISWAF dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan dana zakat. Prinsip-prinsip
good governance seperti akuntabilitas, transparansi, partisipasi, keadilan, dan
responsivitas sangat penting untuk diterapkan dalam pengelolaan ZISWAF. Oleh
karena itu, lembaga zakat perlu menerapkan prinsip-prinsip good governance
dalam pengelolaan ZISWAF untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dana zakat
dan memperkuat kepercayaan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Suharman, E. (2021). Good governance dan efektivitas lembaga pengelola zakat di Indonesia.
Journal of Islamic Accounting and Business Research, 12(2), 276-292.

Awang, S.A., & Razak, D.A. (2018). Praktik tata kelola yang baik dalam pengelolaan dana
zakat: Analisis komparatif antara Malaysia dan Arab Saudi. Jurnal Ekonomi dan
Keuangan Moneter Islam, 4(2), 251-274.

Putu Widhi Iswari. (2020). Tinjauan Prinsip Good Governance. Jurnal Manajemen Zakat
danWakaf, 1(1), 95-98.

Syafiq, Ahmad. “Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Menunaikan Zakat, Infaq,


Sedekah Dan Wakaf (Ziswaf).” Zakat Dan Wakaf 5, no. 2 (2018): 362–85.

Tahliani, H. “Good Governance Di Lembaga Pengelola Zakat.” Syar’ie, 2019, 109–28.


https://stai-binamadani.e-journal.id/Syarie/article/download/99/77.

Anda mungkin juga menyukai