BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Studi historis mengenai resistensi juga pernah dilakukan oleh Desi Illa
Mufliha dkk. (2021) dalam “Perlawanan Petani Garam Madura Terhadap
Monopoli Dagang Kolonial Belanda: Tinjauan Historis”. Kajian ini meliputi
2
3
juga ada unsur teologis bahwa pasar dikendalikan dan diawasi oleh syariat
mekanisme pasar dalam Islam meliputi aspek teologis sampai kultural.
B. Kerangka Konseptual
Salah satu yang menjadi masalah serius petani di Indonesia saat ini
ialah menurunnya minat generasi muda untuk jadi petani. BPS mencatat per
2019 jumlah petani mencapai 33,4 juta orang. Dari junmlah tersebut petani
muda yang berusia antara 20-39 tahun hanya 2,7 juta orang atau 8%. Mirisnya
lagi petani yang berusia di atas dari 40 tahun mencapai 30,4 juta atau 90%,
yang mayoritasnya mendekati usia 50-60 tahun. Masih dalam data yang sama,
rentang antara 2017-2018 penurunan jumlah petani muda mencapai 415.789
orang. Jika permasalahan ini tidak segera diatasi maka satu atau mungkin dua
dekade lagi Indonesia akan mengalami “krisis petani”.
Peasant adalah juga jenis petani, tapi berada di bawah struktur farmer.
Petani yang termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang menguasai hanya
sedikit lahan. Jenis petani yang termasuk dalam kategori ini misalnya petani
gurem dan buruh tani. Dalam kehidupannya mereka mengembang budaya
kecil, atau budaya marginal yang tentu saja berbeda dengan budaya dengan
orang-orang di lapisan penguasa dan petani farmer.
Gagasan pertama didasarkan pada sudut pandang Gillian Hart, Robert Hefner,
dan Paul Alexander, yang menegaskan bahwa istilah "peasant" mengacu pada
semua penduduk pedesaan, terlepas dari profesi mereka. Gagasan kedua
didasarkan pada sudut pandang James C. Scott dan Wan Hashim, yang
menegaskan bahwa petani tidak mencakup seluruh pedesaan tetapi terbatas
pada petani dan penduduk pedesaan saja. Gagasan ketiga dan terakhir berasal
dari perspektif Eric Wolf, yang diikuti oleh Frank Ellis, yang mengatakan
bahwa istilah "peasant" dimaksudkan hanya mengacu pada petani yang
memiliki lahan pertanian dan mengolah lahan sendiri untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan tidak
untuk dijual.
Oleh karena itu, bagi saya terasa penting untuk memahami apa yang dapat
kita namakan ‘bentuk perlawanan sehari-hari petani’ – sebuah pertarungan
jangka panjang yang prosaik, antara petani dan pihak yang menyerobot
pekerjaan, makanan, sewa, dan bunga dari mereka. Kebanyakan bentuk
pertarungan ini hampir saja menimbulkan tantangan koletif langsung. Di
sini yang pikirkan ialah senjata-senjata biasa milik kelas yang relatif tak
berdaya dan selalu kalah, seperti memperlambat pekerjaan, bersifat pura-
pura, pelarian diri, pura-pura memenuhi permohonan, pencurian, pura-
pura tidak tahu, menjatuhkan nama baik orang, pembakaran, penyabotan,
dan sebagainya (Scott, 2000: xxiii).
yakni laba yang diperoleh yang di dalam bergantung pada harga barang dan
biaya produksi.
C. Kerangka Teoritik
13
Konsep budaya yang dipakai dalam kajian ini menggunakan definisi yang
omnibus. Budaya dimaknai sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang digunakan untuk
kepentingan manusia, serta diperoleh dengan cara belajar. Hal ini berarti bahwa
hampir segala aktivitas manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit
tindakan yang tidak membutuhkan belajar, misalnya gerak refleks, tindakan
naluri, dan proses fisiologi5. Meski di samping itu adanya juga pendefinisian
kebudayaan yang beraliran behaviorisme dan kognitivisme, demi penyatuan
pandangan dan konsistensi penggunaan konsep maka bagian ini penting untuk
ditegaskan.
Dalam rangka memudahkan dan memberi arah penulisan yang tidak kabur
maka dibutuhkan suatu teori sebagai alat analisis. Dalam penelitian ini
menggunakan dua teori yang telah populer dalam antropologi ekonomi yakni teori
ekonomi moral (atau mungkin bisa disebut resistensi petani), James C. Scott6 dan
Teori Ekonomi Rasional, Samuel L. Popkin.7
keadilan yang terletak di desa dan didasarkan pada keyakinan bahwa petani
memiliki hak moral untuk kehidupan yang layak. Sebagai bukti bahwa petani
kaya membagi surplus ekonomi desa di antara masyarakat petani, ada mekanisme
berbagi antara petani kaya dan miskin melalui berbagai hubungan ekonomi dan
sosial. Petani yang menganut ekonomi moral yang menempatkan keselamatan di
atas maksimalisasi keuntungan. Petani yang hidup relatif nyaman dan berada di
ambang kemiskinan, mengutamakan keselamatan dalam jangka panjang dan tidak
tertarik pada kemungkinan menghasilkan keuntungan dalam jangka pendek,
meskipun ada risiko keruntuhan ekonomi mereka.
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menguraikan bentuk-bentuk resistensi petani dalam
merespon mekanisme pasar bebas. Penelitian ini secara umum menggunakan
pendekatan deskriktif-kualitatif. Alasan digunakannya pendekatan ini tidak lain
untuk mempermudah dalam menggali informasi lebih dalam dan komprehensif,
yang meminimalkan jarak antara peniliti dan informan.
Data yang diperoleh melalui penelitian tidak disajikan secara kasar begitu
saja. Namun juga, data diolah dan diintepretasikan sedemikian rupa. Data di
lapangan menjadi sangat penting karena digunakan sebagai bahan untuk mengkaji
secara holitik permasalahan penelitian.
Pendekatan deskriftif-kualitatif pada ini dilakukan untuk menghasilkan
penggambaran parsial kebudayaan yang ada dalam masyarakat menggunakan
gaya etnografi. Alat analisisnya menggunakan konsep-konsep dan teori yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya. Setelah tahap pengelolaan data yang diperoleh di
lapangan selesai, maka hasilnya digunakan untuk membangun sebuah konsep-
konsep baru yang akan menjelaskan gejala sosio-kultural di lingkungan penelitian.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian lapangan dilakukan di Alesipitto yang merupakan salah satu
desa yang masuk wilayah Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep. Alasan
memilih Desa Alesipitto sebagai lokasi penelitian berkaitan dengan latar belakang
masalah dan tujuan untuk pembahasan skripsi. Dengan demikian lokasi penelitian
berkharakteristik: pedesaan, mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani
padi, petani padinya memiliki kemandirian yang cukup dalam memenuhi
kebutuhan pangan pokoknya (beras), dan letaknya relatif jauh dari pusat
pemerintahan dan ekonomi kabupaten/kota. Kriteria-kriteria ini dapat kita temui
di Alesipitto.
16
17
1. Observasi
Obervasi (observation) atau pengamatan dilakukan untuk mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai lokasi penelitian, serta keadaan dan
suasananya. Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi partisipasi
(participation obervation). Observasi partisipasi merupakan salah satu teknik
pengumpulan data kualitatif yang dilakukan secara langsung dan dekat dengan
objek penelitian dan kulturnya, dimana peneliti melibatkan diri secara intensif
dalam jangka waktu yang relatif lama guna untuk memperoleh pemhaman
yang mendalam. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi jarak antara penulis
sebagai peneliti dan para petani dan pedagang.
2. Wawancara
18
Walaupun setiap orang dapat menjadi informan, namun tidak setiap orang
dapat menjadi informan yang baik. Hubungan antara etnografer dan
informan penuh dengan kesulitan. Salah satu tantangan dalam melakukan
etnografi adalah memulai, mengembangkan, dan mempertahankan
hubungan dengan informan yang produktif. Perencanaan yang cermat dan
sensitivitas terhadap informan akan mengantarkan Anda pada suasana
wawancara yang sangat berat. Bagaimanapun, wawancara yang berhasil
tergantung pada banyak hal yang tidak mungkin untuk direncanakan atau
dikontrol sama sekali. Untuk satu hal, wawancara dipengaruhi oleh
identitas kedua pihak (Spradley, 2006: 65).
pada pedoman wawancara tersebut. Bisa jadi, jika ditemukan informasi yang
menarik pertanyaan dapat dikembang keluar dari pedoman wawancara.