Anda di halaman 1dari 37

M O D U L 2

Pertanian dan Industrialisasi


Di Indonesia
Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec

PENDAHULUAN

modul ini mem bahas proses tra nsf orm as i per tania n I ndones ia ke er a
industrialisasi yang berkembang pesat dewasa ini beserta masalah masalah
struktural yang melingkupinya. Pada awalnya akin dipaparkan
sejarah perkembangan pertanian Indonesia sejak era kolonialisme hingga era
liberalisasi (globalisasi ekonomi). Secara khusus ditelaah masalah struktural
yang menghambat kemajuan pertanian Indonesia beserta kebijakan-kebijakan
d an s tr ate g i pe m b ang una n p er ta nia n yang d iha r ap k an mam p u me ng ang ka t
kesejahteraan petani. Pada bagian selanjutnya diuraikan sejarah
perkembangan industrialisasi di Indonesia beserta masalah-masalah struktural
ya ng menyer tai ny a. Modul memf ok us ka n p ad a ana lisis s tr uk tur i nd us tr i di
Indonesia yang cenderung terkonsentrasi dan analisis kebijakan membangun
industri nasional untuk menghadapi tantangan global. Modul ini menekankan
pada analisis ekonomi-politik yang dipadukan dengan pendekatan struktural
dan kelembagaan.
Dengan mempelajari modul ini secara umum Anda diharapkan dapat
menganalisis kondisi dan masalah dalam pembangunan pertanian dan industri
di Indonesia, sekaligus mampu mencari alternative cara pemecahan
masalahnya.
Setelah mempelajari modul ini, secara khusus Anda diharapkan mampu:
1. menjelaskan sejarah perkembangan pertanian dan industrialisasi
Indonesia,
2. menjelaskan masalah struktural pertanian dan industrialisasi berdasarkan
kondisi dan struktur yang ada untuk mencari alternatif pemecahannya,
3. menganalisis kebijakan dan strategi pembangunan pertanian pemerintah
yang terkait dengan pelaksanaan liberalisasi pertanian,
2.2 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

4. menganalisis kebijakan dan tantangan industrialisasi di Indonesia,


5. menerangkan nasib dan kesejahteraan petani kecil di Indonesia
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.3

K E G I A T A N B E L A J A R 1

Pertanian Indonesia

A. PERKEMBANGAN PERTANIAN INDONESIA

Dinamika perkembangan pertanian Indonesia menunjukkan


kecenderungan yang cukup memprihatinkan. Dalam kurun waktu tahun
200 1-2003 se ba ny ak 61 0.5 96 ha sawah ( ter masuk y ang produktif ) berga nti
menjadi kawasan pemukiman dan kegiatan lain. Meski lahan pertanian
menyempit, jumlah petani justru meningkat dari 20,8 juta (tahun 1993)
menjadi 25,4 juta (Sensus Pertanian 2003). Rata-rata kepemilikan lahan
peta ni mengalami penurunan drastic, yaitu tinggal kurang dari 0,25 ha per
jiwa (Bambang Ismawan, 2005). Hasil Sensus Pertanian 10 tahun kemudian,
tercatat bahwa jumlah petani kembali meningkat mencapai 31,70 juta orang
(Sensus Pertanian 2013). Sementara jumlah lahan sawah pertanian menyusut
hingga mencapai angka 8,1 juta ha. Penyusutan bertambah cepat dengan
semakit cepatnya pertumbuhan kota yang membutuhkan lahan pertanian baik
untuk permukiman maupun untuk industri.
Kondisi makin mengkhawatirkan karena tingkat pendapatan petani yang
tidak berubah secara signifikan. Pendapatan semusim (padi) hanyalah antara
Rp325.000,00- Rp543.000,00 atau hanya Rp81.250,00 — Rp 135.000,00 per
b u l a n . D a l a m s u a t u s t u d i d i t e m u k a n b a h w a 8 0 p er s e n p e n d a p a t a n r u m a h
tangga petani kecil berasal dari kegiatan di luar sektor pertanian (non farm),
misalnya kuli bangunan, ojek, tukang becak, membuka warung, sektor
informal, dan lain-lainnya. Dalam kategori ini, sebenarnya dapat dikatakan
tidak ada lagi "masyarakat petani", yakni mereka yang bekerja di sektor
pertanian dan kebutuhan hidupnya dicukupi dari kegiatan itu.
Situasi diperburuk dengan terancamnya ekologis (lingkungan) yang
menjadi basis produksi pertanian. Rusaknya sistem ekologis itu ditandai
d e ng a n m e r o s ot n y a t in g k at k e s u b u r a n t a na h a n t a r a la i n k a r e n a m a s s i fn y a
penggunaan bahan an-organik dalam pupuk dan obat pembasmi hama.
Departemen Kimpraswil menyatakan bahwa 1,5 juta ha lahan irigasi yang
menjadi tumpuan penyediaan air bagi tanaman pertanian telah rusak. Hal ini
mengakibatkan kekeringan yang meluas di beberapa wilayah pertanian. Pada
saat yang sama, hewan-hewan alami seperti burung, ikan, dan berbagai jenis
2.4 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

binatang lain, jumlahnya makin menurun dan banyak yang mendekati


kepunahan. Hal ini sebagian disebabkan kegiatan eksplorasi dan
industrial is as i ya ng merambah d i wi layah- wil ay ah perhutana n. Sem ent ar a,
jumlah dan jenis tanaman, baik tanaman pangan, hias, maupun pelindung pun
makin merosot.
Fenomena di atas tidak terlepas dari konteks historic sejarah transformasi
ekonomi-politik pertanian di Indonesia sejak era kolonial hingga era
l iberali sa si dewa sa ini . Se cara g aris be sa r f ase -f ase p enti ng p erkem bang an
kondisi, sistem, dan struktur pertanian Indonesia adalah sebagai berikut.

I Struktur pertanian Indonesia tidak lepas dari bentukan proses


kolonialisme bangsa asing yang berlangsung sangat lama. Struktur
pertanian yang menempatkan mayoritas petani kecil tetap miskin di lapis
p al ing b aw a h d is ubor d i n a si ole h p e la k u ek o nom i b e s ar pu n m er u pa k a n
warisan sistem dan struktur ekonomi kolonial. Pasca kemerdekaan bel um
te d ad i re f or m as i s oc ial yang m amp u m e ng ub a h p ol a hu b ung a n ek o nom i
yang timpang tersebut. Petani dan pertanian rakyat kita begitu terpuruk
pasca monopoli kongsi dagang VOC yang kemudian makin dihisap lagi
set e la h p em e r i ntah k oloni al mene r a p ka n si s tem ta nam p aks a (culture
s telse l). P e t a n i d i p a k s a m e n a n a m k o m o d i t i y a n g d i b u t u h k a n p a s a r a n
Eropa.
2. Sistem kapitalis-liberal yang berlaku sesudahnya pun hanya menjadikan
Indonesia sebagai ondernaming besar sekaligus sumber buruh murah
bagi perusahaan-perusahaan swasta Belanda. Perkebunan-perkebunan
besar mereka kuasai dan lagi-lagi produksinya ditujukan untuk
memenuhi pasar luar negeri. Pertanian rakyat tetap saja diperas dan
makin kehilangan dayanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
memakmurkan petani.
3. Reformasi agraria melalui UU Pokok Agraria 1960 yang mengatur
re d i s tr ib us i ta nah d an U U P er j anj i an b ag i H as i l (1 9 6 4 ) yang m e ng u ba h
pola bagi hasil untuk mengoreksi struktur pertanian kolonial justru
makin kehilangan vitalitasnya, terlebib di era Orde Baru yang
berorientasi mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi (dan menganut
developmentalisme).
4. Revolusi Hijau yang mengimbas ke Indonesia ditandai dengan
pengunaan bibit-bibit baru dan teknologi (biologis dan kimiawi)
pemberantasan hama dari luar negeri Indonesia memang mampu
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.5

me la ku k a n s wa sem b ad a b er as p ad a ta hun 1 9 8 4. N am u n, re v olu si hij a u


ternyata lebih menguntungkan petani bertanah luas. Produksi naik, tetapi
pendapatan turun akibat mahalnya input pertanian, misalnya pupuk.
Term of Tr a d e p e t a n i p u n t u r u n d a n d i s t r i b u s i p e n d a p a t a n m a k i n
ti mpang.
5. Liberalisasi pertanian yang disyaratkan IMF dan WTO kini ditandai oleh
bebas masuknya produk-produk pertanian (pangan) seperti beras, gula,
daging, ayam, jagung, dan buah-buahan yang memukul petani dalam
nege r i . L ib e r al is a si ini meng un t ung k an kor p or at be s ar yang m eng uas ai
input pertanian (benih, pupuk, dan obat-obatan) dan perdagangan (pasar)
internasional. Kesejahteraan petani dalam negeri tidak meningkat secara
signifikan.

B. MASALAH STRUKTURAL PERTANIAN INDONESIA

P e mb a ng u nan pe r tani a n y ang be l um m am p u m e ng a ng k at k es e j ah t e r aan


petani, bahkan terjadi bencana kelaparan dan gizi buruk di berbagai daerah,
merupakan indikasi belum dipecahkannya masalah-masalah struktural yang
membelit pertanian Indonesia. Masalah ini berat karena menyangkut
keseluruhan aspek struktur, sistem (aturan main), dan kebijakan pertanian,
bukan sekadar masalah yang terkait dengan usaha pertanian. Setiawan (2003)
merumuskan bahwa masalah struktural itu adalah bagaimana
mentransformasikan puluhan juta kaum tani miskin marjinal ke dalam dunia
pertanian yang lebih modern dan yang memungkinkan mereka hidup layak.
Prof Mubyarto pada tahun 1989 sudah menguraikan berbagai persoalan
mendasar ekonomi pertanian di Indonesia, di antaranya adalah:

1. Jarak Waktu yang Lebar antara Pengeluaran dan Penerimaan


Pendapatan dalam Pertanian
Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan
pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu, atau bahkan kadang -
kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen. Pada musim
pa ne n ( da lam k eada an pasar y ang normal) terd ap at harga y ang rendah d an
pada m usim p ace klik harg anya ti ngg i. Kar ena i tu pe ta ni d ua k ali terp uk ul,
pertama harga produksinya rendah dan kedua petani harus menjual lebih
banyak untuk mencapai keperluannya. Yang sering merugikan petani adalah
pengeluaran- pengeluaran yang kadang-kadang tidak dapat diatur dan tidak
2.6 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

dapat ditunggu sampai panen tiba. Dalam hal demikian petani sering menjual
tanamannya pada saat masih hijau di sawah baik dengan harga penuh atau
berupa pinjaman sebagian (dikenal dengan sistem ijon).

2. Pembiayaan Pertanian
Dengan titik tolak adanya kemelaratan yang luas di kalangan petani,
keterlibatan mereka pada utang, baik utang biasa maupun dengan sistem ijon,
maka sering dapat disimpulkan bahwa persoalan yang paling sulit dalam
ekonomi pertanian Indonesia adalah persoalan pembiayaan pertanian.
Jatuhnya petani dalam sistem ijon karena tidak adanya kredit alternatif kredit
yang lebih baik bagi petani, padahal mereka memerlukan kredit murah agar
mampu meningkatkan produksi dan pendapatannya.

3. Tekanan Penduduk
Persoalan penduduk di Indonesian begitu kompleks yaitu tidak hanya
penduduk sangat padat dan pertambahan tiap tahun yang tinggi, tetapi juga
persebarannya yang tidak merata antardaerah. Adanya persoalan penduduk
dalam konteks ekonomi pertanian dapat dilihat dari tanda-tanda bahwa:
a. persediaan tanah pertanian yang makin kecil,
b. produksi bahan makanan per jiwa yang teals menurun,
c. bertambahnya pengangguran,
d . m e m b u r u k n y a h u b u n g a n - h u b u n g a n p em i l i k t a n a h d a n b e r t a m b a h n y a
utang-utang pertanian.
Dengan demikian, masalah penduduk tidak lagi semata-mata merupakan
perbandingan jumlah kelahiran dan produksi makanan, persebaran (geografi
sosial), demografi (KB) atau masalah kesehatan dan gizi, melainkan
gabungan keseluruhan persoalan kehidupan petani sehari-hari.

4. Pertanian Subsistem
Pertanian subsistem diartikan sebagai suatu sistem bertani di mana
tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
beserta keluarganya. Produksi subsistem murni ditandai tidak adanya aspek -
aspek komersial dan penggunaan uang. hubungan antara usaha tani dan
rumah tangga petani sangatlah erat, kegiatan produksi menyatu dengan
kegiatan konsumsi. Karena teori ekonomi menganalisis dua kegiatan itu
secara terpisah sehingga teori ini tidak dapat dipakai. Kebijakan pemerintah
y ang tid ak ber pi jak pada k ondi si i ni seri ng ka li ber akibat y ang seb al ik ny a,
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.7

tidak sesuai sasaran dan tujuan yang diinginkan. Persoalan menjadi makin
berat seiring bertambahnya jumlah buruh tani dan petani subsistem yang
hidupnya serba miskin, yang merupakan warisan struktur dan sistem
ekonomi kolonial.
Kepemilikan lahan yang sempit dan makin menurun (rata-rata 0,5 ha per
jiwa) merupakan masalah struktural pertanian Indonesia yang krusial. Hal ini
terjadi karena tanah (lahan) merupakan aset produktif yang turut menentukan
corak (cara) produksi dalam pertanian Indonesia. Konsentrasi pemilikan
lahan cenderung mengakibatkan cara-cara produksi yang tidak demokratis,
dalam arti tidak dapat melibatkan partisipasi petani kecil secara luas dalam
proses produksi. Demokratisasi dalam proses produksi tidak akan efektif
tanpa ada upaya melakukan redistribusi aset produktif tersebut.
Di sisi lain, masalah yang cukup pelik adalah belum meratanya distribusi
modal dalam sektor pertanian, baik modal dalam bentuk material. intelektual,
maupun institusional. Modal material berupa kredit murah tanpa agunan
m as ih su li t di p e r ole h pe ta ni k e c il kar e na mini m ny a k e ter s ed i aan d ana d an
prosedur yang cenderung konvensional. Modal intelektual berupa
peningkatan wawasan dan keahlian petani dan akses pendidikan yang murah
dan berkualitas bagi keluarga (anak-anak) mereka pun masih sulit
ditingkatkan. Di sisi lain, modal institusional berupa pemberdayaan
organisasi-organisasi tani sebagai kekuatan kolektif untuk meningkatkan
daya tawar mereka pun sulit diwujudkan. Demokratisasi modal perlu
dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.
Harga komoditi pertanian (terutama beras) yang rendah pun menjadi
masalah tersendiri dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam
hal ini berlaku sistem yang merugikan petani, di mana mereka harus
me ny angg a keb ut uhan pokok masy ar ak at p erk otaa n dengan k ontrapre stas i
yang sangat minimal. Harga rendah tersebut merupakan paksaan dari situasi
di mana upah buruh di perkotaan cenderung ditekan serendah mungkin,
padahal mereka harus tetap memenuhi kebutuhan hidup minimal seperti
halnya pangan. Para petanilah yang menyediakan kebutuhan mereka dengan
harga yang rendah, sesuai dengan daya beli mereka. Jadi di sini berlaku
sistem di mana petani mensubsidi korporat (bergaji tinggi) dan ekonomi
p e d e s a a n m e ns u b s i d i ek o n o m i pe r k o ta a n . Se b u a h p o la hu b u n g a n e k o n om i
yang subordinatif dan eksploitatif yang menjadi masalah struktural stagnasi
kesejahteraan petani kecil.
2.8 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

Mengacu pada kerangka pemikiran John Madeley (2005), masalah


struktural pertanian adalah berupa kerawanan pangan, yang terkait dengan
kedaulatan dan ketahanan pangan. Dalam konteks pertanian Indonesia,
be rb ag a i as p ek int er nal- e k s ter na l y ang m e njad i f ak tor pe ny e b ab ( la ng s ung
dan tidak langsung) kerawanan pangan di Indonesia di antaranya adalah:
a. Tanah tandus dan bencana alam yang menurunkan produktivitas dan
menghancurkan tanaman pangan.
b. Terbatasnya sumber-sumber pendanaan yang dapat diakses petani secara
mudah, murah, dan terarah kepada petani kecil (miskin).
c. B a ny ak ny a ut a ng n e g e r i y an g m e m b e b a ni an g g a r a n n e g ar a d an p e n u h
persyaratan (misalnya hams melakukan liberalisasi impor), sehingga
membatasi kemampuan negara dalam mengembangkan komoditas
pangan.
d. Pengabaian peran perempuan sebagai pelaku sektor pertanian yang
produkt if.
e. Konflik kepentingan dalam penguasaan dan penggunaan lahan yang
sering berakhir dengan penggusuran lahan pertanian pangan berganti
bisnis lain.
f. Perubahan iklim aki bat pemanasan global yang di sebabkan
industrialisasi yang tidak berwawasan (bahkan merusak) konservasi
sumber daya alam.
g. Pe rt amb ahan jum lah pe nd ud uk yang mak in p esat, y ang d iikuti de ng an
makin mengecilnya leas pemilikan lahan karena konversi (misal
perumahan).
h. Merosotnya ketersediaan air untuk usaha pertanian dengan makin
tumbuhnya bisnis-bisnis baru, termasuk usaha air minum, yang
berdekatan dengan areal tanaman pangan.
i. Tidak dikembangkannya diversifikasi pangan secara serius padahal
potensi biodiversifikasi Indonesia sangatlah luar biasa.
j . P e m a n g k a s a n d a na k e s e h a t a n y a n g m e n i n g k a t k a n p e n g e l u a r a n p e t a n i
kecil sehingga berpotensi memperburuk kondisi gizi pangan mereka.

C. KEBIJAKAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN


-

Peranan pemerintah dalam pembangunan pertanian Indonesia adalah


berupa pembuatan kebijaka n-kebijakan yang dituj ukan untuk memperbaiki
kes e j ahte r a a n p e ta ni. M es k ip u n k ada ng k eb i ja k an y ang d i bu at p em er inta h
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.9

p u n d ap a t m e r ug i k a n b a h k a n m em p e r b u r u k k e s e j a h t e r a a n p e t a n i . B i d a n g -
bidang kebijakan pertanian yang spesifik meliputi kebijakan harga, kebijakan
pe m a sa r an, d an k e bi j ak an s tr u kt ur al . Bi d ang k e b ij ak an y a ng lebi h k hus u s
lainnya menyangkut pengaturan-pengaturan kelembagaan baik yang langsung
terdapat di sektor pertanian maupun di sektor-sektor lain yang ada
h u b u n g a n n y a d e n g a n s e k t o r p er t a n i a n , m i s a l n y a l a n d r f o r m , p e n y u l u h a n
pertanian, dan lain-lain (Mubyarto, 1989).

1. Kebijakan Harga: Kebijakan Pangan Murah


Secara teoretis kebijakan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan, yaitu
a. Stab ilisas i harga -harg a basil per tani an ter utam a p ada ti ngk at petani,
b. Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan dasar tukar (term of
trade),
c . Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
Kebijakan harga yang diterapkan di Indonesia misalnya kebijakan harga
beras minimum dan harga beras maksimum. Kebijakan ini ditekankan untuk
mencapai tujuan yang pertama, yaitu stabilisasi harga basil pertanian.
Kebijakan umum yang ditempuh pemerintah adalah kebijakan pangan murah.
Hal ini d ik ai tk an d e nga n s t r ate g i pe m b ang u na n e k onom i y ang be r or ie nta si
untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi. Strategi ini dijalankan dengan
mendorong industrialisasi yang berbasis di wilayah perkotaan. Kebijakan ini
justru menghambat perbaikan kesejahteraan petani, selain juga tidak
mendorong perkemba ngan ekonomi pedesaan.

2. Kebijakan Pemasaran
Kebijakan pemasaran dilakukan untuk memasarkan hasil-hasil pertanian
y a n g b e r t u j u a n e k s p or , s e l a i n p e n g a t u r a n d i s t r i b u s i s a r a n a p r o d u k s i b a g i
p et ani . P e me r int a h b er us ah a me nc i p tak a n per s ai ng a n y ang s e hat d i an tar a
pedagang dengan melayani kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida,
pestisida, dan lain-lain, sehingga petani dapat membeli sarana produksi
tersebut dengan harga yang tidak terlalu tinggi. Perubahan peranan
pemerintah karena liberalisasi pertanian telah mengecilkan kemampuan
pemerintah dalam mengatur pasar, sehingga petani kesulitan untuk
mendapatkan sarana produksi tersebut dengan harga yang terjangkau. Hal ini
m i s a l n y a d i i n d i k a s i k a n d e n g a n m ak i n m a h a l n y a h a r g a p u p u k , y a n g s er i n g
disebabkan karena langkanya persediaan di pasaran padahal pemerintah
2.10 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

menjelaskan bahwa pasokan sarana produksi tersebut cukup memadai,


bahkan berlebih.

3. Kebijakan Struktural
Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki
struktur produksi misalnya luas pemilikan lahan, pengenalan dan
pengusahaan alat-alat pertanian yang baru, dan perbaikan sarana pertanian
yang umumnya baik prasarana fisik maupun sosial ekonomi. Penguasaan aset
pr od uk t if b er up a l ahan ya ng te r la lu k e c i l da n ti d ak m er at a me ng ak i ba tk a n
rendahnya produktivitas yang berimbas pada sulitnya upaya peningkatan
kesejahteraan petani kecil. Kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah dengan
mengatur kembali distribusi pemilikan lahan (land reform) yang diupayakan
secara adil dan demokratis. Kebijakan lain yang dilakukan pemerintah adalah
dengan mengembangkan teknologi lokal dan mengenalkan teknologi baru
yang sesuai dengan kebutuhan petani melalui pelatihan-pelatihan dan
penyuluhan yang intensif.
Di samping itu, kebijakan yang terkait dengan upaya pemberdayaan
petani adalah kebijakan penanggulangan kemiskinan. Kebijakan ini ditempuh
m e l a l u i p em b u a t a n p r o g r a m - p r o g r a m y a n g d i t u j u k a n u n t u k m e n i n g k a t k a n
pendapatan petani, memperkuat kelembagaan kelompok tani, dan
mempermudah akses petani miskin terhadap sarana produksi, pasar, dan
pembiayaan usaha tani. Pola yang lazim digunakan adalah pola kredit
b e r g u l i r ( re v o l v i n g g r a n t ) y a n g d i a r a h k a n s e b a g a i b a s i s p e n g e m b a n g a n
lembaga keuangan mikro.

D. PERTANIAN INDONESIA DI ERA LIBERALISASI

Liberalisasi sektor pertanian diawali dengan masuknya Indonesia ke


dalam Perjanjian Pertanian (Agriculture on Agreement/AoA) di tahun 1995
dan diterimanya Letter of Intent (lot) IMF di tahun 1997. Liberalisasi
pertanian secara sederhana diwujudkan dengan menyerahkan sistem
pertanian (dan nasib petani) kepada mekanisme pasar (bebas), yang
k e m u d i a n b e r l a k u l i b e r a l i s m e p e r t a r u n g a n b e b a s ( f re e f i g h t l i b e r a l i s m) .
Beberapa ketentuan yang diatur dalam AoA adalah sebagai berikut
(Setiawan, 2003: 73):
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.11

1. Pengurangan dukungan domestik; pengurangan total atas subsidi


domestik yang dianggap "mendistorsi perdagangan" berkisar pada 20
persen dari ukuran dukungan agregat dari acuan tahun 1986-1988.
2. Pengurangan subsidi ekspor; jumlah subsidi ekspor akan dikurangi
sebesar 21 persen dari tiap produk sesuai rata-rata tahun 1986-1990,
pengeluaran anggaran subsidi ekspor dikurangi 36 persen selama 6
tahun.
3. Perluasan akses pasar; seluruh hambatan impor akan dikonversikan ke
tarif dan dikurangi hingga 36 persen selama 6 tahun (negara maju) dan
24 persen selama 10 tahun (negara berkembang).

Liberalisasi pertanian telah merugikan pertanian Indonesia. Misalnya,


liberalisasi perberasan yang dilakukan IMF telah berdampak buruk pada
kebijakan perberasan, yaitu (Setiawan: 69):
1. Subsidi pupuk dicabut pada tanggal 2 Desember 1998, diikuti dengan
liberalisasi pupuk yang sebelumnya dimonopoli PUSRI. Akibatnya biaya
p ro d u k s i m e l o n j a k , s e h i n g g a ha r ga d a s a r g a b a h d i n a i k k a n d a r i
Rp 1000/kg menjadi Rp1400-Rp 1500/kg tergantung wilayahnya.
2. Monopoli impor beras oleh Bulog dicabut akhir tahun 1999, sehingga
k i n i impor terbuka bagi siapa saja dan tidak terkontrol lagi.
3. Bea masuk komoditas pangan dipatok maksimum 5 persen. Bagi beras,
walaupun monopoli impor oleh Bulog dicabut, bea masuk tetap 0 persen.
Akibatnya arus impor beras, gula, bahkan bawang merah yang deras
makin memukul petani Indonesia.

Liberalisasi pertanian merupakan ekses penerapan pasar (perdagangan)


bebas. Pasar bebas pertanian sendiri sebenarnya mempunyai "cacat" baik
dalam tataran filosofi-teoretis, maupun tataran empiris-aplikatifnya. Secara
teoretis, pasar bebas pertanian hanya akan menguntungkan
(menyejahterakan) kedua belah pihak apabila dua asumsi utamanya
terpenuhi, yaitu tingkat kemajuan ekonomi dan teknologi antar kedua negara
seimbang, dan modal tidak dapat bergerak limas negara.
Kenyataannya, asumsi ini tidak terpenuhi karena kekuatan ekonomi
antarnegara sangatlah timpang dan modal bebas bergerak ke manapun.
Sepintas mungkin terjadi perdagangan antarnegara, tetapi bisa jadi yang
berdagang sebenarnya adalah korporat asing (di dalam negeri) dengan
korporat di luar negeri, sehingga kesejahteraan masyarakat tidak berubah
2.12 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

secara signifikan. Hal ini makin meyakinkan bahwa liberalisasi (pasar bebas)
pertanian adalah kepentingan korporat dan negara maju. Liberalisasi
pertanian digunakan untuk memperluas dan menguasai pasar komoditi
pertanian di negara sedang berkembang termasuk Indonesia.
Secara empiris, terbukti AS dan Eropa yang paling gencar
m e m p r o p a g a nd a k a n p e r d a g a n g a n b e b a s j u s t r u a d a l a h n e g ar a - n e g a r a y a n g
protektif terhadap pertanian mereka. Setiap petani di negara maju tersebut
(termasuk Jepang) mendapat subsidi dari pemerintah setempat agar
produknya mampu bersaing dan menguasai pasar luar negeri. Bahkan seekor
sapi di Inggris memperoleh subsidi sebesar 2 US$ per hari agar mempunyai
daya saing yang tinggi karena dapat dijual dengan harga yang relatif murah.
Total dukungan Uni Eropa terhadap pertanian mereka adalah senilai US$
3 5 , 5 m i l y a r p er t a h u n, se d a ng k a n d uk u n g a n A S b e r ju m l ah s e k i t a r US $ 8 5
milyar per tahunnya. Proteksi yang dilakukan negara maju tidak lagi berupa
tarif dan kebijakan sejenisnya, melainkan sudah mengarah pada proteksi yang
terkait dengan kemajuan teknologi. Biasanya mereka mensyaratkan kriteria -
kr iteria ter te ntu bag i m as uk ny a kom od iti dari ne gar a sed ang ber kemb ang
yang suli t mereka pe nu hi, seper ti hal nya s tand ar l ingk ungan, peke rj a, da n
standar mutu lainnya.

E. PEMBANGUAN PERTANIAN YANG MENYEJAHTERAKAN


PETANI

M ub y ar t o ( 2 00 0 ) me ne g as k an b ahwa k e b ij ak an p em b ang u nan pe r tani a n


yang berorientasi pada kesejahteraan petani harus berisi kebijakan-kebijakan
te nta ng p ena ngg ul a ng an k em i s k ina n, kar e na d al am ke ny a taa n p e tani y ang
lahan garapannya sangat sempit (petani gurem) selalu berpola nafkah ganda,
yaitu tidak mungkin menggantungkan pendapatannya hanya dari usaha tani
saja tetapi juga dari usaha-usaha lain (offlarin) di luar usaha tani. Program
P4K (Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil dan Nelayan) di seluruh
Indonesia dilaporkan telah berhasil mengembangkan pola usaha dan pola
nafkah ganda usaha tani. Program-program semacam ini harus ditingkatkan
oleh pemerintah atau departemen pertanian agar senantiasa dapat
meningkatkan kesejahteraan petani. Secara spesifik Mubyarto menguraikan
beberapa kebijakan komoditi pertanian yang berorientasi pada kesejahteraan
petani sebagai berikut.
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.13

1. I nd ones ia pa tu t kem bali me wuju dk an swas emb ad a beras. Ke ter bata san
pr od uk s i d al am ne ge r i d apa t meny eb a bk a n I nd one s i a me ng imp or b er a s
di pasar dunia. Untuk itu Indonesia harus terus-menerus memberikan
perangsang pada petani produsen beras dalam negeri agar terus bergairah
meningkatkan produksi, jika perlu melalui berbagai subsidi sarana
produ ks i term as uk s ubs idi kred it u saha tani. Subsidi per tanian seper ti
yang diterapkan di negara-negara maju tidak boleh dianggap merupakan
kebijakan yang keliru di Indonesia.
2. Tidak hanya beras tetapi juga komoditi jagung dan kedelai kini diimpor
dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sub -
sektor peternakan Indonesia kini membutuhkan jagung dan kedelai serta
kacang tanah yang merupakan sumber protein nabati yang diperlukan
Indonesia setelah kebutuhan akan karbohidrat terpenuhi. Kebijakan
peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian palawija yang selama
ini relatif terlantar sangat dianjurkan sehingga Indonesia tidak "terpaksa"
lagi mengimpor komoditi pertanian tersebut dalam jumlah besar,
khususnya dalam mendukung perkembangan industri peternakan.
3. J ik a kini I ndonesia me ng impor gu la ha mpir sama b esa r dengan vol um e
produksi dalam negeri menimbulkan pertanyaan kebijakan pertanian, apa
yang salah di masa lalu? Inpres No. 9/1975 tenting TRI (Tebu Rakyat
Intensifikasi) melarang pabrik-pabrik gula (BUMN maupun pabrik -
pabrik swasta) menyewa tanah rakyat untuk menanam tebu dengan
al as an na if "te b u ha r us d it anam ol e h p e ta ni se nd ir i ". K e lu ar ny a I np r e s
ini membuktikan betapa pemerintah membuat kebijakan tanpa
memahami kondisi riil usaha tani tebu. Inpres No. 9/1975 telah
"merusak" atau "menghancurkan" sistem produksi dan hubungan -
hu b ung a n p r od u ks i d an p er d ag ang an teb u d an g ul a d al am ne g er i , y a ng
mengakibatkan produksi gula Indonesia merosot padahal konsideran
Inpres TRI sesungguhnya adalah untuk menaikkan produksi dan
produktivitas gula di dalam negeri. Kita memerlukan pembaruan
kebijakan usaha tani tebu dan industri gula yang bersifat menyeluruh dan
"n as ion al is ti k " y ang ti d ak d ap at d i pi s ahk an dar i k e bi j ak an har g a da s ar
padi/beras.
4. Untuk mempertahankan perangsang berproduksi bagi petani dalam
berb ag ai k om od it i ya ng di ha si lk anny a, peme ri nta h har us mere vi tali sa si
kebijakan harga dasar padi sekaligus dalam kaitannya dengan harga -
harga gula, jagung, kedelai, dan harga tertinggi bagi sarana produksi
2.14 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

pupuk dan obat-obatan (pestisida dan insektisida). Hubungan-hubungan


harga-harga yang menarik antara komoditi pertanian dengan sarana
produksi yang diperlukan petani (nilai tukar atau T erm of Trade) tidak
pernah secara serius digarap oleh pemerintah dan departemen pertanian.
Pendekatan dan pengembangan sistem agribisnis yang terkesan semakin
" a g r e s if ' b e r a k i b a t p a d a p e n e k a n a n b e r l e b i h a n p a d a a s p e k b i s n i s a t a u
aspek keuntungan dan "efisiensi" berusaha tani, tetapi dengan
mengabaikan kenyataan masih besarnya peran usaha tani subsistem
d al am p er t a ni an ki ta y ang t id ak har us me n om or s atu k an as a s e f is i ens i .
Petani miskin dalam pertanian subsistem harus diberdayakan bukan
justru dianggap "tidak ada", atau "perlu dihilangkan", karena harus
mengikuti hukum-hukum bisnis pertanian komersial. Tuntutan yang
keliru agar pertanian Indonesia meningkatkan daya saing dengan
mengikuti hukum-hukum persaingan internasional, yang
"mengharamkan subsidi", harus dilawan dengan segala kekuatan oleh
pakar-pakar kita

LATI HAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!

I) Jelaskan dampak Revolusi Hijau bagi pembangunan pertanian di


Indonesia!
2) Apa pengaruh liberalisasi pertanian terhadap kondisi kesejahteraan
petani Indonesia?
3) Apa kebijakan yang seharusnya ditempuh pemerintah untuk
memberdayakan petani kecil di Indonesia?

Petunjuk Jawaban Latihan

I) Dampak Revolusi Hijau di Indonesia adalah:


a) peningkatan produksi pertanian,
b) p e nur u n an ti ng k at p end ap at an a ki b at m a hal ny a i np ut p e r ta nia n,
c) nilai tukar/Tenn of Trade petani menurun,
d) ketimpangan dalam distribusi pendapatan.
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.15

2) Liberalisasi pertanian cenderung merugikan petani dalam negeri karena


k ur a ng me m i l ik i d ay a s a ing y a ng k uat a ki b at k e ter b ata sa n k em a m p uan
penggunaan teknologi pertanian, kualitas produksi pertanian yang
kurang bagus dan keterbatasan input. Kesejahteraan petani tidak
meningkat secara signifikan. Liberalisasi pertanian justru
menguntungkan korporat besar yang menguasai input pertanian dan
perdagangan internasional.

3) Kebijakan yang harus ditempuh pemerintah untuk memberdayakan


petani kecil di Indonesia antara lain:
a) kebijakan harga untuk produk pertanian dengan tujuan untuk
meningkatkan pendapatan petani, stabilitas harga di sektor
pertanian, dan perbaikan dasar tukar petani,
b) Kebijakan pemasaran yang dilakukan untuk membantu petani dalam
memasarkan produk pertanian untuk tujuan ekspor,
c) Kebijakan struktural dimaksudkan untuk memperbaiki struktur
produksi misalnya leas pemilikan lahan, pengenalan alat-alat
pertanian modern, dan perbaikan sarana pertanian.

RANGKUMAN

Modernisasi pertanian belum mengubah struktur dan pola hubungan


ekonomi warisan sistem kolonial yang menempatkan petani kecil
sebagai mayoritas di stratum terbawah dengan kepemilikan aset dan
p e n d a p a t a n y a n g m i n i m . R e n d a h n y a t a r a f k e s e j a h t e r a a n p e t a n i t er k a i t
dengan masalah struktural pertanian yaitu jarak yang lebar antara
pengeluaran dan pendapatan petani, tekanan penduduk, pembiayaan, dan
pertanian subsistem.
Kebijakan pemerintah dalam membangun pertanian bertumpu
pada tiga pilar utama, yaitu kebijakan harga (harga pangan murah),
ke bi jakan pe ma sar an, ke bi jaka n s trukt ur al , dan keb ij aka n yang ter kait
dengan upaya penanggulangan kemiskinan. Kebijakan ini belum
sepenuhnya rnampu memecahkan masalah struktural pertanian yang
te r k a it i nt e ns i f ny a l i b e r a l is a s i p e r t a ni a n y a ng m er ug i k a n p e t a n i d a l a m
negeri. Liberalisasi pertanian meliputi pengurangan dukungan domestik,
pengurangan subsidi ekspor, dan perluasan akses pasar.
2.16 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

Upaya untuk menyejahterakan petani dilakukan dengan


mewujudkan kebijakan swasembada beras, meningkatkan produksi
komoditi pertani an palawij a, pembaruan kebijakan usaha tani tebu dan
industri gula yang bersifat menyeluruh dan "nasionalistik", dan
pemerintah harus merevitalisasi kebijakan harga dasar padi sekaligus
dalam kaitannya dengan harga-harga gula, jagung, kedelai, dan harga
tertinggi bagi sarana produksi pupuk dan obat-obatan (pestisida dan
insektisida).

TES FO R MATI F 1

Pilihlah saw jawaban yang paling tepat!

1) Salah satu akibat berkembangnya Revolusi Hijau di Indonesia adalah....


A. penggunaan pestisida
B. penggunaan pupuk organ 1k
C. penggunaan pupuk kandang
D. pencabutan subsidi di sektor pertanian

2) Suatu sistem usaha tani di mana petani hanya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri disebu....
A. sistem ijon
B. pertanian komersial
C. pertanian subsistem
D. pertanian semi-tradisional

3) Salah saw wujud penerapan liberalisasi pertanian yang merugikan petani


Indonesia adalah....
A. bea masuk beras 0 persen
B. peningkatan subsidi ekspor 10 persen
C. kuota impor tekstil dari AS
D. subsidi pupuk naik 5 persen

4) Kebijakan untuk menata ulang kepemilikan lahan yang disertai upaya


untuk melakukan redistribusi aset-aset produktif (tanah) pertanian
dikenal dengan istilah....
A. land-cultivation
B. land-reform
C. green revolution
D. intensifikasi pertanian
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.17

5) Upaya yang perlu dilakukan untuk menyejahterakan petani adalah....


A. menetapkan harga tertinggi bagi pupuk
B. harga terendah bagi produk pertanian
C. menurunkan harga bergs dan gula
D. diversifikasi produk komoditi palawija

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


t e rd ap a t di ba gi an a kh ir mo du l mi . Hit ung la h ja wab an y an g b en ar .
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Jumlah Jawaban yang Benar x100%


Tingkat penguasaan
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bogus! Jika masih di bawah 80%,
Anda hares mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.
2.18 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

K E G I A T A N B E L A J A R 2

Industrialisasi di Indonesia

A. SEJARAH PERKEMBANGAN INDUSTRIALISASI DI


INDONESIA

Industrialisasi mulai berkembang di Indonesia pada pemerintahan rejim


Orde Baru. Melalui UU No.! Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
(PMA), pemerintah melakukan liberalisasi untuk menarik modal asing
dengan tujuan menggairahkan perekonomian yang lesu. Pada saat itu
pemerintah harus mengambil keputusan yang dilematis, di satu sisi masuknya
modal asing akan menggairahkan perekonomian dengan aliran modal,
teknologi dan penyerapan tenaga kerja, sedangkan di sisi lain terdapat
ancaman kemungkinan dominasi perekonomian oleh PMA (Pangestu,
1995:1-3).
S eja k aw al dekade 197 0-an hingga pertengaha n dekade 1980- an
pemerintah mengembangkan strategi Industri Substitusi Impor (ISI). Strategi
ini bertujuan untuk menghemat devisa dengan cara mengembangkan industri
yang menghasilkan barang pengganti barang impor. Didasarkan pada strategi
tersebut pemerintah membatasi masuknya investor asing dengan berbagai
ketentuan antara lain pembatasan pemberian lisensi, penetapan pangsa modal
PMA relatif terhadap modal domestik, dan pelarangan PMA bergerak di
sektor pertahanan-keamanan, sektor strategic (telekomunikasi), dan sektor
publik (listrik dan air minum) (Pangestu, 1995:1-3).
Meski strategi ISI diharapkan mampu menghemat devisa, namun yang
teijadi justru sebaliknya karena pemerintah justru menekankan pada produksi
barang mewah yang berteknologi tinggi dan padat modal serta sangat
tergantung pada pasokan input dari negara maju. Akibatnya, industri yang
ada justru menguras devisa karena harus membeli barang modal dan input
antara yang sebagian besar harus diimpor (Kuncoro, 2003:360).
Didorong oleh keadaan tersebut dan jatuhnya harga minyak pada awal
tahun 1980-an, pemerintah mengubah strategi industrialisasi dari Industri
Substitusi Impor (ISI) menjadi Industri Promosi Ekspor (IPE). Sejak saat itu,
pemerintah berusaha memacu pertumbuhan industri berorientasi ekspor
dengan membeli kemudahan permodalan dan izin investasi untuk PMA dan
PMDN.
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.19

Deregulasi pada tahun 1984 menggairahkan industri terutama bidang


manufaktur. Pada tahun 1986, pemerintah meringankan syarat PMA dengan
memperbolehkan kepemilikan modal sampai 20 persen dan berkembang
hingga 51 persen setelah 10 tahun beroperasi. Kebijakan paling ekpansif
terjadi pada tahun 1999 dengan PP No. 20/1999 yang memungkinkan
k e p em i li k an m od al PMA hing g a 95 p ers e n.
Di sisi lain, pemerintah menetapkan kebijakan harga pada beberapa
industri penghasil produk strategis seperti cengkeh, baja, dan kertas koran.
Restrukturisasi, penyesuaian eksternal, peningkatan daya saing, efisiensi dan
deregulasi merupakan alasan yang sering dijargonkan pemerintah untuk
menetapkan kebijakan industri. Namun sesungguhnya ada tarik menarik
antara pro-nasionalis dan pro-efisiensi.

B. STRUKTUR INDUSTRI DI INDONESIA

Struktur industri di Indonesia masih belum dalam (shallow) dan belum


seimbang (unbalanced). Berbagai penelitian yang memanfaatkan tabel input-
output menunjukkan bahwa kaitan ekonomis antara industri skala besar,
menengah, dan kecil masih sangat minim, kecuali untuk sub sektor makanan,
produk kayu, dan kulit. Ini diperparah dengan struktur industri yang masih
kuasi-monopolistik dan oligopolistik. Struktur industri dapat dilihat dari rasio
konsentrasinya seperti Tabel 2.1. berikut.

Tabel 2.1.
Rasio Konsentrasi dalam Sektor Manufaktur
(pangsa 4 perusahaan terbesar, dalam persen)

Klasifikasi Periode Tahun

Kode ISI Subsektor 1985-an 2000-an


31 Makanan, minuman, tembakau 59,1 61,5
32 Tekstil, pakaian jadi, kulit 24,9 24,0
33 Produk kayu 13,4 15,9
34 Kertas 43,8 50,2
35 Kimia 46,4 44,6
36 Bahan galian bukan logam 75,7 58,1
37 Logam dasar 82,0 71,8
2.20 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

Barang dari logam, mesin dan


38 peralatannya 49,7 57,4
39 Pengolahan lain 71,9 49,0
Rata-rata tertimbang 49,5 47,1
Sumber: BKPM

Berdasarkan Tabel 2.1. rata-rata tingkat konsentrasi untuk sektor


manufaktur sebesar 47 persen, lebih tinggi dibandingkan konsentrasi industri
di negara maju (Inggris 22 persen dan AS 36 persen). Struktur pasar industri
m anu f ak t u r I ndo ne s ia ber cir i ol ig op ol is k ar e na em pa t pe r u sa ha a n te r b es ar
dalam industri yang sama mempunyai konsentrasi industri di atas 40 persen.
Padahal mayoritas 7 dari 9 subsektor industri manufaktur memiliki rasio
konsentrasi di atas 40 persen.
Penyebab turunnya konsentrasi industri setidaknya karena efek intensitas
dan efek struktural (penurunan pangsa industri dengan tingkat konsentrasi
tinggi). Pada periode tahun 1975-1981 efek intensitas lebih kuat
dibandingkan dengan efek struktural; antara periode tahun 1981-1992 kedua
efek tersebut saling memperkuat; dan pada periode tahun 1992 sampai
dengan 2000 -an efek struktural lebih dominan dibanding efek intensitas.
Struktur semacam itu menyebabkan tiadanya tekanan persaingan untuk
melakukan minimisasi biaya. Hal itu semakin sulit diatasi karena masih
mendapatkan proteksi tarif dan non—tarif yang tinggi dari pemerintah.
Akibatnya harga domestik produk jauh lebih tinggi daripada harga
intemasional.
Berd as ark a n pa para n di a tas, ind us tr i b esar d i Ind onesia dikuas ai oleh
perusahaan-perusahaan besar yang dimiliki oleh sedikit orang. Mereka
mendapatkan berbagai fasilitas yang menguntungkan dari pemerintah.
S e b a l i k n y a i nd u s t r i r ak y a t y a n g d ik e r j a k a n o l e h l eb i h b a n y a k o r a n g t i d a k
mendapatkan fasilitas yang memadai. Padahal tidak ada kaitan ekonomis
yang berarti antara industri besar dan industri rakyat tersebut.

C. MASALAH STRUKTURAL INDUSTRI DI INDONESIA

Apabila kita mencermati pertumbuhan industrialisasi di Indonesia dapat


disimpulkan relatif masih rendah dibanding beberapa negara di ASEAN.
Hasil penelitian UNIDO (United Nation Industrial Development
Orga ni za ti on ), b a d a n k h u s u s P B B y a n g b e r f u n g s i m e n i n g k a t k a n p r o s e s
industrialisasi di negara-negara berkembang dan untuk pemberian country
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.21

service framework for Indonesia (CSFI), menunjukkan adanya peningkatan


I nd us tr i al is as i d i I n d o n e s i a , m e s k i pu n m as ih t e r t in g g al b i la d i b an di ng k a n
dengan negara di ASEAN. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
Indonesia sejak tahun 1980-an di peringkat 75 menjadi 54 tahun 1990-an dan
naik lagi menjadi 38 pada tahun 2000-an.
Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Indonesia cukup
tertinggal. Malaysia pada tahun 1980-an berada cli peringkat 50 dan menjadi
peringkat 15 pada tahun 2000-an. Thailand dari peringkat 47 tahun 1980-an
menjadi 23 pada tahun 2000-an, sementara Philipina dari peringkat 42 tahun
1980-an menjadi 25 pada tahun 2000-an. Berdasar peringkat ini tampak
sekali bahwa kondisi pertumbuhan industrialisasi di Indonesia memang
lambat. Peringkat tersebut didasarkan pada kemampuan ekspor di pasar
internasional, nilai tambah industri, dan penggunaan teknologi dalam
kegiatan industri. Peningkatan industri dalam negeri yang masih lemah dapat
menyebabkan kelesuan sektor industri clan sektor lain karena sulitnya
investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Padahal, keseimbangan
antara human capital dengan capital investment sangat diperlukan untuk
kondisi Indonesia.
Kurang berkembangnya industri di Indonesia disebabkan kebijakan yang
kurang tepat dan kurang mendukung perkembangan industri. Ada lima faktor
yang dapat mendorong teijadinya pertumbuhan industri. Pertama yaitu
p en i ng k a ta n k em a m p u a n s u m b e r d a y a m an us i a (S DM ). P e m ba ng un a n S DM
mutlak diperlukan untuk menyiapkan pelaku industri yang berpendidikan dan
berkeahlian. Investasi pengembangan sumber daya manusia merupakan
i n v e s t a s i j a n g k a p a n j an g b e r k e l a n j u t a n y a n g h a s i l n y a t i d a k d a p a t d i l i h a t
secara cepat.
Pada era 80-an, di saat negara berkembang di ASEAN masih disibukkan
dengan konflik dalam negeri, Indonesia sudah memulai terobosan awal dalam
pengembangan SDM. Terobosan ini berupa pengiriman karya siswa berbakat
dalam perjanjian tugas belajar ke luar negeri. Di antaranya adalah program
OFP (Overseas Fellowship Program), STMDP (Science and Technology for
M a n P o w e r D e v e l o p m e n t P ro g r a m ) , m a u p u n S T A I D ( S c i e n c e a n d
Technology Advance for Industrial Development), yang telah dilakukan
dalam rentang waktu lebih dari 15 tahun.
Kedua adalah pembangunan infrastruktur yang memadai. Untuk memacu
perkembangan industri diperlukan infrastruktur yang mencukupi kebutuhan
industri. Infrastruktur yang memadai dapat meningkatkan perkembangan
2.22 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

inv es tasi d i w ilay ah ter seb ut. Di Indones ia i nd us tr i leb ih terk onsentr as i di
Pulau Jawa. Padahal di luar Pulau Jawa memiliki areal yang lebih luas,
namun kurangnya infrastruktur yang memadai menyebabkan investor kurang
berminat menjalankan usahanya di luar Jawa, selain industri pertambangan
yang memang sangat menguntungkan bagi mereka.
Faktor ketiga yang mempengaruhi perkembangan industri adalah adanya
investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI). Investasi
asing langsung dapat meningkatkan pertumbuhan industri, bahkan
pertumbuhan ekonominya. Kenapa harus investasi secara langsung? Investasi
asing yang langsung akan ditandai adanya pembangunan pabrik-pabrik baru.
Adanya modal asing yang masuk berupa pabrik akan ada perubahan pola
industri yang semula tradisional ke arah modernisasi dan adanya alih
teknologi. Hal ini tentu saja dengan asumsi keberadaan pabrik tersebut tidak
merusak lingkungan, tidak meminggirkan aktivitas ekonomi rakyat, dan tidak
merusak tatanan sosial-budaya masyarakat setempat.
Faktor keempat yaitu pembayaran yang dihasilkan dari investasi
menarik. Return yang tinggi dari hasil investasi akan menarik investor lebih
meningkatkan modalnya di Indonesia. Modal yang berbentuk uang akan
selalu mencari bentuk usaha yang memberikan hasil investasi yang lebih
t i n g g i . D e n g a n d e m i k i a n t i n g k a t re t u r n y a n g t i n g g i a k a n m e n i n g k a t k a n
pertumbuhan industri di Indonesia. Selain itu proses berinvestasi di
Indonesia, hendaknya dipermudah dan tidak banyak birokrasi yang berbelit -
belit. Adanya proses yang lama juga dapat menyebabkan investasi menurun.
Lama proses investasi di Indonesia yang mencapai 151 hari lebih tidak
diminati apabila dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 30 hari
sedangkan di Singapura lebih pendek lagi yakni 8 hari.
F a k t o r y a n g k el im a a d a l a h p e n i n g k a t a n r i s e t d a n p e n g e m b a n g a n i l m u
pengetahuan dan teknologi yang memadai. Adanya riset dan pengembangan
iptek dapat meningkatkan daya saing produk di pasar internasional baik dari
segi harga-harga maupun segi kualitasnya. Untuk dapat bersaing dengan
produk negara lain perusahaan harus efisien, yang dapat dicapai melalui
kegiatan-kegiatan riset dan pengembangan iptek tersebut. Alokasi perusahaan
industri di Indonesia untuk melakukan riset dan pengembangan masih
tergolong rendah dan jarang dilakukan.
Pengalaman beberapa negara dalam kegiatan alih teknologi ini adalah
dengan memberikan keleluasaan kepada warganya untuk beraktivitas penuh
di industri dan teknologi hulu untuk kemudian di bawa pulang ke negara anal.
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.23

Taiwan, sebuah negara kecil dengan penduduk tidak lebih dari 22 juta bisa
membangun industri dalam negeri berbasis high tech. Bahkan Amerika dan -

Jepang harus mengakui keunggulan microchip dan memory buatan Taiwan.


Termasuk juga Korea, yang memulai industri mobil jauh setelah Jepang
menanamkan saham untuk memproduksi (body assembly) mobil di
Indonesia. Ternyata sekarang justru mobil produk Korea turut menghiasi
jalan-jalan di Ibukota. Dan juga contoh lain seperti Pakistan, yang berhasil
mengembangkan teknologi nuklir pertama dan terkuat di negara Islam
sampai saat ini.
Pengembangan hitech nasional, berbalikan dengan kegiatan alih
teknol ogi seperti di atas, yaitu berupa alih teknologi dengan mendatangkan
teknologi dari sumbernya. Caranya adalah memberi peluang dan suasana
yang konclusif bagi PMA untuk investasi industri di Indonesia. Kegiatan
seperti ini sudah dilakukan, bahkan pemerintah sudah menyediakan kluster
industri se per ti di k awas an Cib itung, K aligawe a ta u d aer ah lainnya. Ha ny a
saja, semua industri tersebut di atas hanya sebagai industri berbasis produksi
(production based industry), y an g l e b i h m e ng un t u ng k a n P M A i n d u st r i ,
karena bisa leluasa memakai tenaga kerja produktif lokal dengan gaji murah
d ib and i ng s tand ar U pah Mini m um R eg io nal ( UM R ) i nte r nas i on a l. I nd one s ia
akan menjadi tempat pembuangan sampah limbah industri berupa logam
berat dan zat kimia berbahaya, yang sebenarnya di negara asal PMA
pemakaiannya dilarang. Kasus Newmont, PTFI, adalah contohnya. Di sisi
lain tidak ada sumbangan teknologi dari PMA industri untuk pengembangan
teknologi nasional.
Beberapa kendala ya ng bisa dite ng ar ai t erk ait denga n alih tek nolog i ini
adalah seperti keterbatasan kemampuan pemerintah dalam memberikan
arahan kepada tiga lembaga KMNRT, Deperindag, dan Perguruan Tinggi
dalam pengembangan ristek nasional. Arahan ini agar ketiga lembaga
ter se b ut m em i li k i vis i y ang s am a d al am p e ngem ba ng an t ek n ol og i nas io nal .
Di samping itu juga kemampuan pemerintah dalam menghasilkan peraturan
pemerintah dan regulasi yang bijak sebagai political will yang mengarahkan
dan mendukung misi R&D teknologi nasional yang dibuat oleh tiga lembaga
t e r s eb ut. T e rba t a s ny a k em a m p uan p e m er inta h unt uk mem be r i ka n fa s il it as
baik berupa fasilitas untuk meningkatkan kekuatan kluster industri maupun
inkubator dengan penelitian terkini juga menjadi hambatan tersendiri.
Political will pemerintah akan terlihat dari seberapa besar alokasi APBN
u n t uk r is t e k n a s io n a l . P al i n g t i d ak d ip e r lu k a n s e k i ta r 8 p e r s e n da r i AP B N
2.24 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

untuk kegiatan pengembangan industri dan teknologi nasional di luar dana


APBN untuk pendidikan. Seperti Jepang misalnya, menyisihkan budget lebih
dari US $ 7 M atau setara dengan Rp64 trilyun, dan 13.4 persen darinya
untuk riset unggulan bersaing.

D. BIROKRASI YANG BELUM EFISIEN

Tingk at efi sie ns i wakt u d an bia ya y ang har us d ike luar kan ole h inv es tor
untuk melaksanakan suatu investasi di suatu negara harus diwujudkan.
Perkembangan negara-negara di wilayah ASEAN yang memiliki percepatan
industri yang baik ditandai dengan kemudahan birokrasi dalam pelaksanaan
izin pendirian dan sebagainya. Birokrasi perizinan di Indonesia tergolong
memakan waktu lama bila dibandingkan dengan negara tetangga di ASEAN.
Faktor birokrasi dan waktu tunggu tersebut dapat menyebabkan investasi
d i I nd one sia menja di tid ak me narik l ag i, sehingg a bany ak m od al y ang aka n
mengalir ke negara yang lebih menjanjikan. Selain itu kondisi perekonomian
m e m a ng b e r p e ng ar uh t e r ha d a p i k l im be r in v e s t as i . B ay a ng k a n s a ja a p a b i la
kita ingin berinvestasi ke Indonesia harus melewati 12 prosedural dengan 151
hari. Mestinya Cina dan Korea Selatan memiliki jumlah prosedur yang sama
dengan Indonesia, akan tetapi lama waktu untuk mengurusnya lebih pendek
dan bahkan Korea Selatan hanya 22 hari. Apabila Rita sebagai investor, maka
kita tidak akan memilih Indonesia sebagai tujuan investasi. Negara lain yang
birokrasinya lebih mudah lebih banyak dan mungkin dengan tingkat return
yang lebih tinggi pula.

Tabel 2.2.
Perbandingan biaya bisnis (birokrasi) di beberapa negara

Negara Jumlah
Lama/durasi
prosedur
Cina 12 41
Hongkong 5 11
India 11 89
Indonesia 12 151
Korea selatan 12 22
Malaysia 9 30
Filipina 11 50
Singapura 7 8
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.25

Taiwan 8 48
Thailand 8 33
Vietnam 11 56
Amerika 5 5
serikat
Sumber: Global Markets Standard Chartered Bank, diolah

E. KLASIFIKASI DAN KONSENTRASI INDUSTRI DI INDONESIA

Sektor industri saat ini merupakan sektor utama dalam perekonomian


Indonesia. Hal itu karena sektor ini merupakan penyumbang terbesar dalam
pembentukan PDB Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Misalnya pada
tahun 2002, sektor industri pengolahan diperkirakan mencapai lebih dari
seperempat atau 25,01 persen komponen pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB), sementara sektor pertanian hanya menyumbang sekitar 17,47
persen. Setelah 1 dasawarsa lebih ternyata relatif tidak ada perubahan
terhadap proporsi ini, karena tahun 2014 tercatat bahwa industri pengolahan
menyumbang 25,50 persen PDB Indonesia sementara pertanian turun
menjadi 12,06 persen.
Penggolongan industri di Indonesia dibagi menjadi empat kategori, yaitu
industri besar, industri sedang, industri kecil, dan industri kerajinan rumah
tangga. Dasar pengelompokan ini adalah pada banyaknya jumlah tenaga kerja
yang ada di dalamnya, tanpa memperhatikan penggunaan mesin produksi
yang digunakan. Industri besar yaitu perusahaan yang mempunyai pekerja
100 orang atau lebih. Industri sedang adalah perusahaan yang pekerjanya
antara 20-99 orang, industri kecil memiliki pekerja antara 5-19 orang,
sedangkan industri rumah tangga adalah usaha industri yang mempunyai
tenaga kerja antara 1-4 orang.
Dari sisi hasil, industri dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu sektor
primer, sekunder, dan tersier. Sektor primer meliputi, tanaman pangan,
peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan. Sektor sekunder meliputi;
industri makanan, tekstil, barang dari kulit, industri kayu, kertas dan
percetakan, kimia dan farmasi, karet dan plastik, mineral non logam, logam,
mesin dan elektronika, alat kedokteran dan kendaraan bermotor. Sektor
industri tersier meliputi; listrik, gas dan air, konstruksi, perdagangan dan
reparasi, hotel dan resto ran , tran sportasi, gudan g dan komunikasi,
perumahan, kawasan industri, serta perkantoran.
2.26 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

Nilai investasi asing yang merupakan cerminan pertumbuhan industri di


dalam negeri dari tahun ke tahun mengalami pasang surut. Terlebih setelah
kri sis ek onom i me land a I nd ones ia sejak tahun 1997 /19 98. Dari tiga s ekt or
industri yang paling banyak mendapat investasi asing dad mulai tahun 1997
sampai tahun 2005 adalah sektor industri sekunder. Hal itu terlihat dari
2, 6 29 . 8 j u t a U S d o l l ar t a hu n 1 9 9 7 m e ni ng k a t m e n j ad i 4 , 0 2 8 . 5 j ut a d o ll a r .
Masuknya investasi sektor industri sekunder mulai menurun semenjak tahun
2 0 01 m e nja di 2 ,1 7 2 . 0 j ut a d oll ar . T a h un 2 0 0 4 m ul ai nai k ke m b al i me nja d i
2,820.9 juta dollar.
Industri primer dari tahun ke tahun sejak 1997 tidak mengalami
pertumbuhan yang signifikan. Padahal jumlahnya banyak, karena merupakan
industri rumah tangga dengan modal yang kecil. Akan tetapi ketika investasi
industri sekunder turun, sektor primer tidak mengalami penurunan yang
d r a s t i s p u l a . P a d a i n d u s t r i t e r s i e r c u k u p b e s a r k ar e n a m e n e m p a t i u r u t a n
kedua setelah sektor sekunder. Pada tahun 2012 saat industri sekunder
mengalami penurunan, justru industri tersier mengalami peningkatan yang
tajam dari 3,316.4 juta dollar menjadi 1,413.2 juta dollar tahun 2014.

label 2.3.
Nilai investasi modal asing di Indonesia tahun 2000 - 2014
(dalam juta dollar AS)

Sektor 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014


Industr 31,4 62,5 126.0 115.4 156.3 102.5 270.6 339.8
i
Primer
Industri 2,629.8 4,028.5 5,637.0 4,759.9 2,172.0 1,569.6 1,838.9 2,820.9
Sekunde
r
Industr 812,2 774,7 2,466.9 5,002.1 1,153.9 1,413.2 3,316.4 1,408.6
i
Tersie
Total 3,473.4 4,865.7 8,229.9 9,877.4 3,482.2 3,085.3 5,425.9 4,569.3
Sumber: BKPM, diolah

label 2.4.
Nilai investasi domestik dalam negeri tahun 2000-2014(Dalam juta dollar)

Sektor 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014


Indust 1,618.8 1,302.32,366.0 2,417.3 1,163.81,025.2 610.0 927.2
ri
Prime
Industri 12,823.8 9,937.610,271.1 17,664.2 5,856.19,370.4 6,125.0 10,756.0
Sekunder
Industri 4,186.2 5,272.63.649.6 1,956.5 2,860.91.633.7 4,809.8 3,544.4
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.27

Tersier
Total 18,628.8 16 512 5 16,286.7 22,038.0 9,880.8 12.029.3 11 544 8 15,227.6
Sumber: BKPM, diolah

Taber 2.5.
Perkembangan penanaman modal di Indonesia tahun 1990-2014

PMDN PMA (juts US $)


(miliar rupiah)
Tahun proyek
Proyek
Nilai nilai
199 253 2,398.6 100 706.0
1990 265 3,666.1 149 1,059.7
1991 225 5,067.4 155 1,940.9
1992 304 8,286.0 183 5,653.1
1993 582 12,786.9 392 3,771.2
1994 375 11,312.5 287 6,698.4
1995 450 18,609.7 357 4,628.2
1996 345 18,628.8 331 3,473.4
1997 296 16,512.5 412 4,865.7
1998 248 16,286.7 504 8,229.9
2019 300 22,038.0 638 9,877.4
20110 158 9,880.8 452 3,482.2
201 103 12,029.3 435 3,085.3
2012 111 11,544.8 545 5,425.9
2013 125 15,227.6 524 4,569.3
4
Sumber: BKPM

Data investasi pada 5 tahun terakhir (2010-2014) menunjukkan relatif


tidak ada perubahan dalam struktur investasi di Indonsia. Alokasi total
investasi asing (PMA) yang terbesar tetap pada sektor skunder yang
mencapai porsi 64,6% sedangkan sektor primer hanya mendapatkan 24,0%
dan tersier sebesar 1 1,4%. Tahun 2010-2011 terdapat fenomena menarik
dimana investasi asing pada sektor tersier menjadi yang terbesar. Tahun
2010-2011 mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat baik, namun pada
tahun selanjutnya kondisi perekonomian kembali menunjukkan kondisi
standar bahkan cenderung stagnan seiring kembalinya struktur alokasi
investasi di Indonesia.
2.28 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

F. KEPEMILIKAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI

Dalam hal aturan kepemilikan terhadap suatu perusahaan, di Indonesia


tidak ada aturan yang tegas. Sampai tahun 1980-an perusahaan milik
pemerintah menyumbang banyak terhadap penerimaan negara, kira-kira 30
persen dari GDP. Perusahaan pemerintah merupakan aktor yang utama
hampir semua faktor dari manufaktur, finansial sampai pada pertanian. Saat
itu belum ada investasi asing yang besar di Indonesia, karena masih adanya
pembatasan terhadap masuknya modal asing. Apabila ada swasta yang
mampu berkembang, maka harus mendekati keluarga presiden.
Kepemilikan manufaktur menunjukkan adanya kebijakan-kebijakan yang
saling mempengaruhi dan faktor ekonomi industrial. Apabila investasi asing
diizinkan di Indonesia tahun 1980-an, maka eksploitasi besar besaran akan
terjadi karena keunggulan mereka dalam teknologi dan sumber daya manusia.
Se k tor ke ua nganl a h y a ng ma m p u b er s ai ng d al am pr ose s l iber ali s as i t ahu n
1988, padahal masih menunjukkan mini mnya kepemilikan asing dalam
perusahaan manufaktur di Indonesia.
Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia masih banyak perusahaan
dalam negeri yang dimiliki oleh pemerintah. Pemerintah mengendalikan
perusahaan sesuai dengan keinginan rezim yang berkuasa. Adanya hambatan
tarif dan non tarif terhadap produk asing semakin membuat perusahaan dalam
ne g e r i te r u tam a m il i k ne g ar a t id ak me la ku k a n pem be na h an d i r iny a . K r i sis
ekonomi d an ke uangan y ang ter jadi menyebab kan pe ru sahaan b anya k yang
kolaps. Sektor yang paling banyak terkena dampaknya adalah perbankan.
Perbankan di Indonesia hampir sebagian besar mengalami kesulitan likuiditas
keuangan, sehingga pemerintah melalui bank Indonesia memberikan bantuan
dengan dana Badan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ketidakjelasan tentang kepemilikan dan aturan yang memadai
m e n y eb a b k a n k e r u g i a n y a n g d i a l a m i o l e h n e g a r a d a n s w a s t a a k i b a t k r is i s
sangat besar. Bank-bank yang tidak sehat keuangannya diserahkan kepada
BPPN untuk dilakukan restrukturisasi dan disehatkan. Saat krisis inilah
International Monetary Fund (IMF) masuk dan memberikan berbagai
persyaratan untuk memberikan pinjaman di Indonesia. Salah satu syaratnya
adalah penjualan aset-aset negara kepada swasta, atau dalam kata lain
mengurangi kepemilikan pemerintah dalam perusahaan.
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.29

label 2.6.
Estimasi pembagian kepemilikan di Indonesia akhir 2000-an

Keterangan sektor Sektor Asing Negara


Pemerintah
domestik
Pertanian
Hasil Pangan, Pertanian, Peternakan 100 0 0 18
Perikanan, Perkebunan, Kehutanan 80 5 15 3
Pertambangan
Migas 0 50 50 15
Lain-Lain 30 30 40 1
Manufaktur
Migas 0 0 100 4
Lain-Lain 59 17 24 14
Konstruksi 90 5 5 5
Utilitas 0 0 100 1
Transportasi dan Komunikasi 50 0 50 5
Perdagangan dan Pariwisata 90 5 5 16
Perbankan dan Keuangan 30 5 65 4
Pemerintah 0 0 100 8
Akomodasi 90 0 10 3
Jasa Lain-Lain 100 0 0 4
Total (Tidak Termasuk Migas) 57 12 32 -
71 5 25 -
Sumber. Hill, 2000

Kepemilikan pemerintah pada berbagai sektor tahun 2000-an masih


mendominasi, bila dibandingkan dengan kepemilikan asing maupun swasta.
Se k tor m ig a s, al i t tr ansp or t as i, p er ba nk a n d an l ai n ny a m a s ih d im i li k i ol e h
pemerintah. Perubahan secara signifikan setelah terjadi krisis ekonomi tahun
19 97. Saat s et el ah krisis, pem erintah m ulai me nj ual se bagian perusa haa n -
perusahaan BUMN sebagai konsekuensi dari kesepakatan dengan IMF.
Penjualan banyak terjadi pada bank-bank milik pemerintah atau
sebelumnya sahamnya dikuasai oleh pemerintah. Penjualan aset-aset negara
ini dilakukan agar beban pemerintah tidak terlalu berat. Dengan berubahnya
sifat kepemilikannya, pemerintah berharap perusahaan akan lebih efisien dan
profitable. Se l a i n it u p e nj u a l a n pe r us a ha a n n e g ar a d i t u j uk a n u n t u k
mendapatkan tambahan penerimaan untuk menopang defisit anggaran negara
(APBN). Ini adalah bagian dari agenda besar liberalisasi perekonomian yang
ditandai dominasi korporat (asing) dalam perekonomian Indonesia.
2.30 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

Saat ini siapa pun boleh untuk memiliki perusahaan dan melakukan
investasi di Indonesia tanpa batasan yang ketat, kecuali untuk perusahaa n
yang vital dan sangat penting untuk masyarakat seharusnya tidak ikut dijual
kepada publik apalagi asing. Apabila perusahaan yang penting dikuasai
bukan oleh pemerintah akan menyebabkan sulitnya pengendalian harga yang
dapat terjangkau oleh masyarakat, terutama untuk barang-barang kebutuhan
pokok.
Upaya untuk mengembangkan investasi berbasis lokal merupakan
langkah untuk meningkatkan pertumbuhan industri di Indonesia. Dengan
d e m ik i a n ha r u s ad a k e b i j ak a n y a ng m e nd or o ng pe ni ng k a ta n pe r t um b u h a n
i ndu s tr i d i d al am ne g e r i. B a ny ak hal y ang b is a d il ak uk a n ole h p e mer inta h
d e n g a n m e m b a n t u ke b u t u h a n b ag i p a r a p e l a k u i n d u s t r i . U s a h a m i k r o d a n
kecil sangat membutuhkan modal dan keterampilan u ntuk mengembangkan
usahanya. Penciptaan iklim yang kondusif dalam berinvestasi dan
mengembangkan ekonomi akan menumbuhkan pertumbuhan industri
domestik.

G. KEBIJAKAN INDUSTRI INDONESIA

Beberapa hal yang bisa ditawarkan sebagai solusi terhadap permasalahan


industrialisasi tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, membuat regulasi
y ang j e las terk ai t k e b ij ak an i ndu s tr i d a n t e knol og i di I nd one s ia. M i sa lny a ,
setiap industri yang beroperasi di camping memiliki kewajiban membayar
pajak ya ng sudah ber jala n baik, te tapi j ug a harus memenuhi s tand ar di sasi
lingkungan, operasional dan manajerial dengan IS014001 atau Det Norske
Veritas, dan standar mutu produk dengan UL, JIS, MILL atau sejenisnya.
Kedua, membuat regulasi baru agar setiap industri memberikan sharing
minimal 15 persen dari asetnya baik berupa SDM maupun dana untuk
kegiatan new development dan design produk dengan keharusan menyertakan
tenag a ker ja lok al . Se hingg a ketik a ad a per us ahaan as ing yang mendi rik a n
pabrik di Indonesia, harus memiliki komitmen paling tidak menggunakan 15
persen staf lokal untuk kegiatan R&D dan design, baik ditempatkan di dalam
negeri maupun di luar negeri tempat PMA berasal. Dengan kebijakan ini,
P M A i nd us t r i t i da k l ag i be r o r i e n t as i i n d u s t r i u nt u k p r o d u k s i a s i ng , te t a p i
terjadi transformasi menuju industri berbasis teknologi (technology based
industry), sehingga proses alih teknologi juga berjalan efektif di dalam
negeri.
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.31

Beberapa keuntungan yang bisa didapat dari kebijakan industri berbasis


teknologi dengan shar ing SDM untuk HRD tersebut adalah pe rt ama adanya
penyer ap a n te nag a keda sar jana ma up u n pa sta sa rj ana bai k lul usa n d alam
dan luar negeri, yang bisa memiliki pengalaman untuk melakukan R&D
teknologi lokal sesuai kebutuhan nasional. Keuntungan kedua adalah
terealisasikannya alih teknologi dari perusahaan pusat di luar negeri baik dari
Jepang, Eropa, maupun Amerika ke Indonesia. Sebagai contoh, perusa haan
sepeda motor vespa Piagio yang akan melakukan investasi dan produksi
untuk memenuhi pasar China harus menerima konsekuensi untuk
membagikan 30 persen saham teknologinya kepada perusahaan lokal.
berarti diberlakukan kebijakan alih teknologi dengan dukungan regulasi yang
jelas dari pemerintah China.
Ketiga, secara umum menaikkan iklim penelitian baik di instansi
pe merinta h s eper ti LI PI dan BPPT , j ug a di berb ag ai per gur uan tingg i dalam
koridor keda sama R&D pada teknologi terapan (applied technology) yang
dibiayai oleh industri. Dengan demikian, di satu sisi lembaga penelitian dan
perguruan tinggi yang telah menjadi BHMN tidak kesulitan dana ketika
melakukan penelitian dan di sisi lain industri tetap menerima teknologi yang
tepat guna clan terbaru.

H. TANTANGAN INDUSTRI NASIONAL DI ERA GLOBALISASI

Selama ini industri besar yang dianggap sebagai pelaku industri di


Indonesia mendapatkan banyak proteksi yang membuat mereka bekerja tidak
efisien. Proteksi yang selama ini dilakukan terhadap industri besar terbukti
membuat mereka rentan terhadap gejolak eksternal. Industri besar Indonesia
memiliki karakter yang negatif seperti rendahnya kandungan teknologi,
ketergantungan yang tinggi pada industri modal dan input luar negeri.
Di era globalisasi ketika ada tekanan dari luar untuk menghilangkan
berbagai proteksi industri besar di tanah air sedang diuji ketangguhannya.
Penghapusan proteksi yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi, harus
dibarengi dengan berbagai persiapan kelembagaan, infrastruktur dan
suprastruktur dalam upaya meningkatkan daya saing di pasar global.
Industri rakyat yang selama ini tidak mendapatkan fasilitas berarti dari
pemerintah terbukti tangguh menghadapi gejolak eksternal. Industri rakyat
yang berbasis koperasi merupakan pengembangan strategik industri
Indonesia. Melalui industri rakyat tersebut Indonesia akan memiliki
2.32 PEREKONOMIAN INDONESIA •

k e u n g g u l a n y a n g s p e s i f ik k a r e n a b e r b a s i s p a d a k e k u a t a n d i r i se n c l i r i d a n
tidak tergantung pada bantuan modal asing dan pemerintah. Di masa
mendatang untuk menghadapi era globalisasi pemerintah perlu memberikan
be r b a g a i f a s i l i t a s y a n g d a p a t m e n d o r o n g p e r t u m b u h a n d a n p e r ke m b a n g a n
industri rakyat.

LATI H A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kedakanlah latihan berikut!
1) Sejak kapan Indonesia melakukan industrialisasi? Jelaskan!
2) M a s a l a h s tr u k t ur al a p a y a n g di h a d a p i i nd us t r i d i I n d o ne s i a? M e nu r u t
Anda bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut?
3) M e n u r u t A n d a , a p a y a n g h a r u s d i l a k u k a n I n d o n e s i a u n t u k m e n g h a d a p i
globalisasi hubungannya dengan pembangunan dan pengembangan
industri?

Petuujuk Jawaban Latihan

1) Indonesia mulai melakukan industrialisasi sejak disyahkannya UU No. 1


Tahun 1967 tentang investasi asing. Selanjutnya pada awal dekade 1970-
an sampai pertengahan dekade 1980-an pemerintah mengembangkan
strategi Industri Substitusi Impor (ISI), namun pasta jatuhnya harga
minyak tahun 1980 pemerintah merubah strategi tersebut menjadi
Industri Promosi Ekspor (IPE).

2) M a s a l a h s t r u k t u r a l y a n g di h a d a p i o l e h i n d u s t r i d i I nd o n e s i a , y a i t u :
a ) s t r u k t u r i n d u s t r i d i I nd o n e s i a m a s i h be l u m d a l a m (s ha ll o w) d a n
belum seimbang (unbalanced),
b) tidak ada hubungan ekonomis antara industri besar, menengah, dan
kecil,
c) fasilitas yang diberikan pemerintah hanya diperuntukkan bagi
industri berskala besar.
Pemecahan masalah tersebut antara lain:
a) meningkatkan kemampuan sumber daya manusia,
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.33

b) melakukan pembangunan infrastruktur yang memadai,


c) m e ni ng k atk an pe ne li ti a n, me ng e m b ang k a n i l m u pe ng e ta h ua n, d a n
meningkatkan kemampuan teknologi,
d) melakukan efisiensi birokrasi karena birokrasi yang berbelit-belit
justru akan menjauhka n investasi asing langsung (foreign Direct
Investment).
3) Strategi untuk menghadapi globalisasi antara lain:
a) pemerintah mulai mengurangi proteksi dalam industri agar mereka
belajar mandiri dan mampu menghadapi gejolak eksternal,
b) mengurangi ketergantungan input luar negeri dan mulai
memberdayakan input domestik,
c) mempersiapkan infrastruktur dan suprastruktur untuk meningkatkan
daya saing dipasar global,
d) mengembangkan industri rakyat karena terbukti industri rakyat lebih
mampu bertahan menghadapi gejolak eksternal.

RANGKUMAN

I nd us tr i al is as i d i I nd o ne s ia m ul ai be r k em b ang p ad a p em e r int ah a n
rejim Orde Baru yaitu setelah UU No.1 Tahun 1967 tentang investasi
asing ditetapkan. Sejak awal dekade 1970-an hingga pertengahan dekade
1980-an pemerintah mengembangkan strategi Industri Substitusi Impor
(I S I ) . M e s k i s tr a t e g i I S I d i h a r a p k a n m a m p u m e ng h e m a t d e v i s a , n a m u n
yang terjadi justru sebaliknya karena pemerintah justru menekankan
p ad a p r od uk s i b ar ang m ew ah y ang be r te k nol og i ti ngg i d a n p a da t m od al
serta sangat tergantung pada pasokan input dari negara maju.
Didorong oleh keadaan tersebut dan jatuhnya harga minyak pada
awal tahun 1980-an, pemerintah mengubah strategi industrialisasi clari
Industri Substitusi Impor (ISI) menjadi Industri Promosi Ekspor (I0E).
S t r u k t u r i n d u s t r i d i I n d o n e s i a m a s i h b e l u m d a l a m (shallow) d a n
belum seimbang (unbalanced). Kaitan ekonomis antara industri Skala
besar, menengah dan kecil masih sangat minim, kecuali untuk sub sektor
m ak a n a n, p r od uk k a y u d an k u l i t. I n d u st r i b e s ar d i I nd o n e s i a d i k u a s a i
oleh perusahaan-perusahaan besar yang dimiliki oleh sedikit orang.
Mereka mendapatkan berbagai fasilitas yang menguntungkan dari
pemerintah. Sebaliknya industri rakyat yang dikerjakan oleh lebih
banyak orang tidak mendapatkan fasilitas yang memadai. Padahal tidak
2.34 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

ada kaitan ekonomis yang berarti antara industri besar dan industri
rakyat tersebut.
Pertumbuhan industrialisasi di Indonesia relatif masih rendah
d ib a nd ing beb er a p a ne g ar a d i ASE A N . Pe r hit u ng an te r s eb ut di d as ar k a n
p ad a k em a m p ua n ek s p or di p a sa r int er nas io nal , ni la i ta m b ah i nd us tr i ,
dan penggunaan teknologi dalam kegiatan industri. Hal ini menyebabkan
kelesuan sektor industri dan sektor lain pun akan terhambat karena
sulitnya investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Ada lima hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pertumbuhan industri yaitu peningkatan kemampuan sumber daya
manusia (SDM), pembangunan infrastruktur yang memadai, investasi
asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI), pembayaran yang
dihasilkan dari investasi menarik dan peningkatan riset dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai. Efisiensi
birokrasi menjadi faktor penting untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.

TES FO R MAT I F 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Faktor-faktor yang mendorong tedadinya konsentrasi industri antara


lain....
A. adanya perlindungan dari pemerintah
B. sistem perdagangan bebas
C. pajak industri yang sangat tinggi
D. persamaan kemajuan teknologi

2) Suatu unit bisnis yang bergerak dalam berbagai bidang usaha dengan
sejumlah perusahaan atau afiliasi bisnisnya disebut....
A. konglomerasi
B. konsentrasi industri
C. monopoli
D. kartel

3) Untuk menghemat devisa pemerintah mengintensifkan pengembangan


industri yang membuat produk-produk untuk dijual ke luar negeri yang
clisebut industri
A. substitusi impor
B. promosi ekspor
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.35

C. substitusi eks po r
D. promosi impor

4) Salah saw dampak negatif liberalisasi investasi yang dilakukan untuk


mempercepat proses industrialisasi di Indonesia adalah
A. ekonomi biaya tinggi
B. pertumbuhan ekonomi tinggi
C. domina si pe mo dal asing
D. penguatan peranan pemerintah

5) Industri-industri yang selalu diproteksi dan difasilitasi oleh pemerintah


adalah industri yang termasuk dalam kategori
A. infant-industries
B. high level-industries
C. old-major industries
D. mass-capital industries

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang


t e r d a p a t d i b a gi a n a k h i r m o d u l i n i . H i t u n g l a h j aw a b a n y a n g b e n a r .
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Jumlah Jawaban yang Benar x100%


Tingkat penguasaan =
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

A p a b i l a mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum dikuasai.
2.36 P E R E K O N O M I A N I N D O N E S I A •

Kunci Jawaban Tes Formatif


Tes Forman" I Tes Formatif 2
1) A. 1) A.
2) C. 2) A.
3) C. 3) B.
4) B. 4) C.
5) D. 5) A.
• ESPA43 1 4/MODUL 2 2.37

Daftar Pustaka

Hamid, Edy Suandi. (2005). Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Ull Press.

Hamid, Edy Suandi. (2004). Sistem Ekonomi, Utang Luar Negeri, dan
Politik-Ekonotni. Yogyakarta: UII Press.

Kuncoro, Mudrajad. (2003). Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan


Kebijakan. Yogyakarta: UPP AMP-YKPN.

Ma d el ey, J ohn . (2 005 ). Loba, Keranjingan Berdagang. Yo gy a kart a :


Cindelaras.

Mubyarto. (2000). Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.

Pangestu, Mari dan Iwan Jaya Azis, (1994), Survey of Recent Development,
BIES, Vol. 30 No. 2 Agustus, Canberra, ANU

P a n g es t u , M a r i ( E d ) , ( 1 9 9 3 ) , Pacific Initiatives for Regional Trade


Liberalization and Investment Cooperation — Role and Implication for
Private Sector, Jakarta, PECC-CSIS.

Setiawan, Bonnie. (2003). Globalisasi Pertanian. Jakarta: The Institute for


Global Justice.

Thee Kian Wie. Ed. (1992), Dialog Kemitraan dan Keterkaitan Usaha Besar
clan Kecil dalam Sektor Industri Pengolahan. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai