Anda di halaman 1dari 20

Proposal Gerakan Bina Damai Konsep Direct Marketing dalam Kemitraan Komunitas Berbasis Pertanian

Diajukan sebagai Proyek Bina Damai Matakuliah Foundation in Peace Studies

Dosen: Dr. Samsu Rizal P, M.Sc Dr. Maharani Hapsari, MA

Oleh: Eva Novi Karina (12/339011/PSP/04368) Ferdiansyah Rivai (12/340699/PSP/04489)

Master of International Trade Studies Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada 2012

KONSEP PEMASARAN LANGSUNG SEBAGAI ALTERNATIF GERAKAN BINA DAMAI DI SEKTOR PERTANIAN Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan, apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir? Seolah-olah bila kita membagi sejarah, maka yang kita jumpai hanyalah pengkhianatan. Seolah-olah dalam setiap ruang dan waktu kita hidup di atasnya. Ya, betapa tragisnya. Hidup adalah penderitaan, kata Buddha, dan manusia tidak bisa bebas daripadanya. 1 Sepanjang sejarah peradabannya, manusia modern boleh saja berbesar kepala karena ia beserta nenek moyangnya telah berhasil menciptakan beragam kemajuan yang mungkin tak pernah sedikitpun terpikirkan oleh manusia-manusia sebelumnya. Sejak masa pencerahan di abad ke 16, dalam waktu yang relatif singkat, manusia-manusia telah memodifikasi dunia ke dalam wujud yang sangat mengagumkan. Perkembangan teknologi bergerak cepat, dan ini sangat membantu manusia dalam mempermudah aktivitas pemenuhan kebutuhan hidupnya. Namun sayang, ada satu hal yang sampai saat ini tak kunjung mampu diciptakan oleh manusia, yakni perdamaian. Apakah benar apa yang dikatakan Buddha bahwa hidup adalah penderitaan? Kami, generasi yang tumbuh di tengah gencarnya arus perkembangan teknologi di awal abad 21 ini, masih saja menyaksikan berbagai tragedi kemanusiaan terjadi dimana-dimana. Peperangan, kemiskinan, kelaparan, ketimpangan, kekayaan, adalah isu yang hampir setiap hari merong-rong telinga melalui media-media massa. Sebuah keperihatinan tentunya ketika intelektualitas manusia yang terus maju dan berbanding lurus dengan terciptanya kekerasan. Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap fenomena inilah kami mencoba untuk menyusun sebuah proposal bina perdamaian. Disini kami tak akan mencoba berangkat dari fenomena-fenomena besar yang ada. Karena berbagai keterbatasan kami, kami hanya akan membuat sebuah gerakan yang akan menjawab persoalan pada level yang lebih kecil, dan sangat dekat dengan kehidupan kami sehari-hari. Namun, secara substansial kami sangat yakin bahwa proposal ini akan sangat berguna bagi gerakan-gerakan perdamaian.

Penggalan narasi Nicholas Saputra dalam film GIE. Sengaja saya ambil sebagai mukadimah untuk menjelaskan bagaimana hasil refleksi saya terhadap perkembangan diplomasi dari masa ke masa.

Kami akan coba memfokuskan diri pada persoalan yang terjadi di bidang pertanian, salah satu bidang ekonomi andalan Indonesia. Di negeri para petani ini, ternyata masih banyak tersimpan berbagai macam persoalan yang dapat menjurus pada munculnya konflik dan kekerasan. Di Indonesia, kehidupan petani identik dengan kemelaratan. Petani bukanlah profesi yang menjadi prioritas. Petani seringkali diidentikkan sebagai profesi orang-orang yang tidak berpendidikan. Sebuah kesalahan berfikir kami kira. Oleh karena itu, kami akan menyodrokan sebuah proposal perdamaian yang secara umum dapat mengidentifikasi penyebab persoalanpersoalan ini dan kemudian coba memberikan solusinya. Disini kami akan mencoba berangkat dari kesalahan beberapa ide-ide umum kapitalisme yang kemudian menyebabkan munculnya beberapa persoalan yang telah disebutkan tadi.

LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini kata kapitalisme seolah-olah menjadi momok bagi sebagian orang. Ia kerap dipersalahkan sebagai penyebab besarnya angka kemiskinan, rusaknya lingkungan hidup, timbulnya perang, hingga hilangnya kearifan lokal berbagai negara. Mungkin hampir setiap hari para penggiat-penggiat kajian ekonomi politik di negara-negara selatan -terutama yang beraliran sosialis- membicarakannya, dan terus berusaha untuk menjadikannya sebagai musuh bersama manusia. Dalam Longman Dictionary of the English Language, Kapitalisme diartikan sebagai economic (and social) system characterized by the profit motive and the control of the means of production, distribution, and exchange of goods by private ownership (Swanvry dkk, 2010, p. 23). Dengan definisi ini kita dapat menarik beberapa asumsi utama. Pertama, kapitalisme adalah sistem sosial dan ekonomi yang dicirikan dengan adanya pencarian keuntungan (profit motive). Kedua, Kapitalisme adalah sebuah sistem yang berbasis pada kontrol terhadap sarana produksi, distribusi, dan pertukaran oleh kepemilikan pribadi. Pada abad ke 18, Kapitalisme dikaji secara ilmiah oleh berbagai ilmuwan yang popular disebut sebagai ilmuwan ekonomi berbasis hukum pasar. Secara sederhana yang dimaksud dengan hukum pasar berpijak ada apa yang disebut Laissez Fairre, yaitu jika

permintaan(demand) naik, maka penawaran (supply) juga akan ikut naik, begitu juga sebaliknya.

Ini merupakan argumen utama yang berangkat dari pemikiran ekonomi liberalisme klasik yang dikumandangkan oleh Adam Smith. Dia berargumen bahwa egoisme individu adalah hal yang paling utama diperhatikan dalam memandang hubungan manusia. Menurutnya, semua manusia bergerak atas nama kepentingan masing-masing (self-interested). Bagi smith, self-interested adalah karakter natural pada manusia dan bukan disebabkan dari kondisi masyarakat yang particular. Smith juga menganggap bahwa manusia antara satu sama lain merupakan sebuah ikatan yang terpisah dan terisolasi, dan mereka semua berhubungan melalui apa yang disebut dengan market exchange. Karena manusia itu secara alamiah bersifat egois, memiliki kepentingan individu masing-masing, dan mereka juga bukanlah sebuiah ikatan sosial yang utuh, maka secara otomatis mereka akan melakukan pertukuran. . Smith mengatakan (Deliarnov, 2006, p. 27) : It is not from the benevolence of the butcher, the brewer, or the baker that we expect our dinner, but from the regard to their own interest. (Smith, The Wealth of Nation, 1776). Kecenderungan inilah yang menyebabkan terjadinya pembagian kerja dan spesialisasi dalam masyarakat, dan pada akhirnya ini akan membawa dampak baik dengan bangkitnya produktifitas kerja dan akan sampai pada apa yang disebut Smith dengan Wealth of Nation. Dari argumen ini lahirlah apa yang disebut sebagai hukum pasar, bahwa semua manusia akan mengejar kepentingannya masing-masing, dan dengan sendirinya akan melakukan proses kerja/produksi untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk sekedar bertukar dengan individu lain melalui apa yang disebut market exchange. Smith juga menambahkan pada argumennya yang terkenal bahwa ketika orang-orang dibiarkan mengejar keuntungan sendiri-sendiri, akan ada sebuah mekanisme yang disebut invisible hand, yang mengatur usaha kolektif mereka, dan akan mampu memecahkan masalahmasalah pada mekanisme demand and supply, seperti meningkatkan produk ketika terjadi ketimpangan antara permintaan yang lebih tinggi daripada penawaran, atau seperti menekan produksi barang-barang yang terjadi akibat over production melalui mekanisme harga. Tidak diperlukan regulasi sengaja terhadap pasar dan tidak ada intervensi negara yang dibutuhkan.

Pertanian Dalam Lingkar Kapitalisme Bidang pertanian adalah bidang yang pertama kali disentuh Kapitalisme. Beberapa literatur menyebutkan bahwa kapitalisme secara praktik pertama kali terjadi di Inggris pada kisaran tahun 1450-1700. Dan itu terjadi dalam bentuk perampasan tanah-tanah petani kecil oleh tuan tanah besar akibat adanya ekspansi pasar wool di Flanders dan naiknya harga wool di Inggris. Periode ini sering disebut sebagai enclosure movement (Swanvry dkk, 2010, p. 28). Enclosure atau pemagaran adalah penyebab paling awal sekaligus yang paling utama atas terjadinya kekersan pada petani. Ia sekaligus merupakan untuk pertama kalinya terjadi pola kepemilikan dari yang sebelumnya lahan merupakan kepemilikan bersama, kemudian sekarang menjadi kepemilikan pribadi (private ownership). Enclosure memungkinkan para pemilik modal yang mungkin hanya terdiri dari satu atau dua orang saja untuk memiliki lahan yang mungkin seharusnya dimilik ribuan orang. Ia juga menyebabkan masyarakat harus bekerja untuk orang lain di atas lahan yang sebelumnya ia garap untuk diri sendiri. Kini seiring dengan perkembangan kapitalisme, enclosure tersebut masih berlangsung. Ia telah menyebabkan setidaknya jutaan petani terpaksa harus meninggalkan lahan pertanian mereka karena perampasan tanah (land grabbing) yang difasilitasi baik kebijakan nasional maupun internasional. Lalu untuk kasus Indonesia sendiri, masa penjajahan selama 3,5 abad lebih, telah mewariskan praktek perbudakan petani oleh pemodal (petani kehilangan Self Identity). Pertanian merupakan sokoguru perekonomian, Namun saat ini lebih dari 700 juta jiwa penduduk desa sebagai produsen pangan justru menjadi objek penderita, pengidap kelaparan dan kemiskinan ekstrem.(Sukardi, 2012). Inilah kemudian yang menjadi titik tolak dari proposal ini. Lenbih lanjut lagi, berikut akan kami jabarkan beberapa persoalan yang sangat mendesak di bidang pertanian, yang memiliki keterkaitan dengan perkembangan kapitalisme. Yaitu (Serikat Petani Indonesia, 2012): Persoalan di ranah global 1. Banyak negara negara di dunia ini yang tenggelam dalam situasi harga impor pangan murah.

2. Kebijaksanaan pertanian lebih banyak diutamakan untuk kepentingan ekspor, ketimbang untuk memenuhi kebutuhan lokal rakyat dari suatu negara. 3. Dijalankannya kebijakan spesialisasi produksi dari satu negara terhadap satu jenis produksi. 4. Menempatkan peran dari perusahaan yang sangat besar untuk mengelola perdagangan pangan. Hal itu mengakibatkan semakin kuatnya kontrol segelintir perusahaan terhadap perdagangan dan produksi pangan di tingkat dunia. Saat ini hampir 97 persen perdagangan pangan dunia dikuasai oleh perusahaan perusahaan internasional. 5. Meningkatnya jumlah petani yang tidak memiliki tanah, dan terkonsentrasinya pemilikan dan penguasaan tanah bagi sekelompok orang. 6. Meningkatnya jumlah pengangguran akibat dari digunakannya teknologi pertanian. 7. Semakin terjadinya ketidakadilan gender, yaitu semakin buruknya posisi kaum tani perempuan dalam produksi dan konsumsi pangan.

Persoalan Domestik 1. Tingginya harga kebutuhan pokok pertanian dan sarana pendukung pertanian seperti : bibit, pupuk, obat-obatan, alat-alat mesin pertanian, dan lain lain khususnya yang dibutuhkan para petani. 2. Rendahnya harga jual produk dan hasil pertanian. 3. Transportasi dan distribusi hasil panen pertanian. 4. Rendah nya kualitas SDM para petani, yang diakibatkan karena kurangnya pendidikan, pelatihan, dan pembinaan bagi para petani. 5. Kurangnya sarana teknologi yang dapat mempermudah, mempercepat, dan meningkatkan hasil produk-produk pertanian yang digunakan para petani. 6. Kurangnya lahan garapan. 7. Kurangnya dan terbatasnya modal 8. Faktor alam. seperti: wabah serangan hama penyakit, banjir, kekeringan dan lain-lain. 9. Monopoli kebutuhan pokok pertanian dan hasil produk produk pertanian. 10. Kurangnya perhatian baik pemerintah,instansi, maupun swasta dalam meningkatkan pertanian dan kesejahteraan para petani.

Inilah beberapa persoalan umum yang sangat mendesak sifatnya untuk segera diselesaikan. Persoalan-persolan ini secara langsung juga memilki imbas pada terciptanya kekerasan. Kekerasan Yang Terkait Dengan Sektor Pertanian Dalam konsep segitiga kekerasan Johan Galtung, kita menngenal terminologi Kekersan Struktural dan Kekerasan Langsung. Secara sederhana, Kekerasan Struktural adalah kekersan yang terjadi dalam konteks hubungan antara manusia dan sistem yang berlaku di lingkungannya. Ketika sistem menghambat potensi manusia, maka ketika itu kekersan struktural terjadi. Misalkan kebijakan negara yang otoritarian. Sedangkan Kekerasan Langsung adalah kekerasan yang memang secara langsung berefek secara fisik pada manusia, seperti pemukulan dan pembunuhan (Galtung, 1969, pp. 169-170). Adapun kekerasan struktural maupun langsung yang teridentifikasi dalam sector pertanian adalah sebagai berikut (Lellolsima, 2012): Kekerasan Struktural 1. Kebijakan pangan yang monokultur. 2. Kebijakan harga pangan yang murah, untuk menopang pengembangan industri, dan pengembangan sektor lainnya. 3. Tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia untuk menghapus subsidi di bidang pertanian, perdagangan bebas pertanian, privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pembebasan pajak import produksi pertanian. 4. Petani, dan perusahaan perusahaan yang ada di Indonesia di dorong untuk menanam tanaman tanaman ekspor, seperti sawit, dan karet menggantikan tanaman pangan. Tanah tanah subur yang seharusnya cocok untuk tanaman pangan tetapi digunakan untuk tanaman perkebunan. 5. Perdagangan alat alat teknologi pertanian di Indonesia hanya dikuasai segelintir perusahaan Internasional, seperti Monsanto, dan Novartis. 6. Semakin berkurangnya peran negara dalam mengatur kebijakan pangan. 7. Impor bahan pangan ke Indonesia yang di produksi dengan teknologi Rekayasa Genetika, seperti import kedelei, gandum, jagung dalam jumlah skala besar dari Amerika Serikat, dan Australia. Kekerasan Langsung Konflik Agraria

1. tahun 2007, 76 kasus, luas lahan 196.179 hektar (Ha) dan kriminalisasi dialami 166 orang, keluarga yang tergusur 24.257 KK dengan korban tewas 8 orang. 2. 2008, ada 63 kasus dan 49 lahan 49.000 Ha dengan tingkat kriminalisasi 312 orang, 31.267 KK tergusur dan 6 orang meninggal dunia. 3. Pada 2009 ada 24 kasus dengan luas lahan 328.497,86 (ha) dan 84 kriminal dan kekerasan, 5,835 KK yang tergusur dan 4 orang meninggal dunia 4. 2010, 22 kasus dengan luas lahan 77.015 Ha yang dipersoalkan dan tingkat kriminalisasi dan kekerasan kepada 166 orang, dan 21.367 keluarga yang tergusur dengan 5 orang meninggal dunia. 5. Ada 120 kasus dengan luas lahan 342.360,43 (Ha). Tingkat kriminal dan kekerasannya (dialami) 35 orang, 273,888 KK yang tergusur serta 18 orang korban manusia meninggal Data-data ini menunjukkan sebuah fenomena yang sangat memilukan. Oleh karena itu perlu adanya reformasi di sektor pertanian ini. Proposal ini salah satunya akan mencoba menjawab tantangan itu. Namun kami tidak akan fokus untuk menyelesaikan keseluruhan persoalan ini.

FOKUS PENELITIAN Saat ini kebanyakan petani tidak memiliki kemandirian dalam melakukan aktivitas produksinya. Penguasaan teknologi dan manajemen pemasaran sangat minim. Ini kemudian membuat petani tidak dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki. Ia kemudian hanya fokus menanam tanaman tanpa berpikir lebih lanjut tentang bagaimana bercocoktanam yang tepat, bagaimana metode pemasaran yang baik, dan bagaimana mekanisme perubahan harga. Ini juga didukung denga fakta bahwa masih sedikit petani yang berpendidikan tinggi. Petani di Indonesia rata-rata masih petani tradisional. Kondisi inilah kemudian yang melahirkan berbagai persoalan. Dalam kritiknya terhadap Kapitalisme, Karl Marx mencetuskan sebuah terminologi bernama Alienasi. Definisinya adalah keterasiingan yang dirasakan oleh manusia atas apa yang dikerjakannya, meliputi produk, relasi sosial, aktifitas produksi, dan kemanusiannya (Swanvry dkk, 2010, pp. 66-67). Kami merasa kebanyakan petani di Indonesia mengalami ini semua. Petani menanam beras, namun kemudian ia kembali membeli beras. Dan yang terutama, panjangnya rantai distribusi pemasaran telah

membuat petani tidak mengenal siapa yang membeli dan mengkonsumsi berasnya. Gambar 1 mungkin akan lebih menjelaskan bagaimana kondisi ini.

Alienasi ini telah membuat Petani tidak mengerti dengan apa yang sedang dikerjakannya. Ia juga akan kebingungan ketika menghadapi perkembangan zaman. Atau misalakan ketika investor asing masuk ke daerahnya. Dalam kasus Mesuji misalkan, kita melihat bagaimana Kapitalisme bertemu dengan kondisi riil petani indonesia yang kemudian berujung pada kekerasan. Oleh karena itu proposal perdamaian ini akan coba menjawab persoalan Bagaimana Memperpendek Rantai Distribusi Produk Pertanian Agar Petani Tidak Mengalami Alienasi? Dengan metode yang nanti akan kami jabarkan, diharapkan petani kemudian akan mengenal siapa konsumen dan pemasar produknya. Petani juga kemudian akan dikondisikan pada sebuah komunikasi yang intens dengan konsumen dan pemasar tersebut. Ini diharapkan dapat menciptakan sebuah hubungan mutualisme antara produsen, pemasar, dan konsumen. Diharapkan kemudian yang terjadi tidak hanya hubungan produksi dan konsumsi yang hangat, melainkan juga hubungan sosial yang erat.

METODOLOGI Program Komunitas Berbasis Pertanian (KBP) Komunitas Berbasis Pertanian (KBP) adalah konsep yang didesain untuk mendorong hubungan kemitraan antara konsumen dan petani, terutama dalam menyokong terciptanya ikatan antara konsumen perkotaan (urban consumers) dan petani pedesaan (rural farmers) melalui hubungan direct marketing yang melampaui kepentingan ekonomi atau isu kesehatan semata. Disamping itu, KPOG dirancang bagi para konsumen agar lebih berpengetahuan (knowledgeable) mengenai bagaimana cara makanan mereka tumbuh. Hal ini menekankan pembinaan persahabatan berlandaskan kepercayaan dan saling menghormati. Kapitalisme selama ini mendorong sikap menghalalkan apapun demi keuntungan, tanpa memperhatikan lingkungan atau kesejahteraan manusia. Kemitraan KBP ini adalah tentang proses menciptakan budaya baru, budaya yang tidak terbatas pada motif keuntungan, dilandasi oleh kesadaran untuk membangun masyarakat berdasarkan nilai-nilai yang memanusiakan manusia.

Tujuan Umum: Tujuan umum program ini adalah mewujudkan pertanian organik berkelanjutan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal melalui kemitraan konsumen dan petani serta mendorong terciptanya ekosistem yang sehat. Tujuan Khusus: mengembangkan model-model pertanian organik berbasis masyarakat lokal yang mampu menjembatani produksi pertanian dan konservasi lingkungan. membangun sistem pemasaran produk-produk pertanian dengan rantai distribusi yang pendek (direct marketing) yang lebih menguntungkan bagi petani maupun konsumen. membina hubungan kemitraan antara petani pedesaan dan konsumen perkotaan yang berlandaskan kepercayaan dan saling menghormati.

meningkatkan kapasitas masyarakat lokal dalam merespon permasalahan-permasalahan pertanian dan lingkungan di tingkat global dan nasional.

Kerangka Konseptual

Rural Farmers

Pemberdayaan Kelompok Tani

Pembinaan Taruna Tani

10 Prinsip Kemitraan

Urban Consumer s
Gerakan Peduli Kesehatan Petani: Penyediaan akses kesehatan bagi petani, wanita dan anak-anak di desa Gerakan Peduli Pendidikan Petani: Menumbuhkan generasi muda yang pintar, menyuasai teknologi informasi dan mencintai pertanian

Sistem Pertanian Organik Seringkali kita mendengar keluhan klasik petani Indonesia, produktivitas hasil panen turun dan biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat. Ada apa sebenarnya? Bukankah negara kita dikenal dengan sebutan negara agraris?

Ketergantungan pada penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia yang semakin mahal harganya menjadikan biaya produksi petani kian meningkat. Awalnya memang menggembirakan. Penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia menjadikan hasil panen petani berlipat ganda. Segalanya menjadi serba mudah untuk menyiasati kondisi alam yang tidak bersahabat dengan bantuan zat kimia tesebut.

Tetapi, kita tidak sadar bahwa zat kimia ibarat candu bagi kondisi tanah sebagai tempat tinggal tanaman. Sebagai contoh, pemberian dosis 1x untuk mendapatkan hasil panen 2x, pada jangka waktu tertentu akan menjadi pemberian dosis 2x untuk mendapatkan hasil panen 2x. Karena apa? Zat kimia merusak struktur tanah. Tanah menjadi sakit, sudah tidak ada lagi mikroorganisme hidup di dalamnya yang sebenarnya sangat membantu mempertahankan keseimbangan struktur tanah secara alami.

Oleh karena itu, Komunitas Berbasis Pertanian (KBP) ingin kembali memulai menerapkan kembali pola bercocok tanam nenek moyang kita dahulu dengan teknologi organik untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Salah satu alasan pentingnya pengembangan pertanian organik adalah persoalan kerusakan lahan pertanian yang semakin parah. Penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus menjadi penyebab menurunnya kesuburan lahan bila tidak diimbangi dengan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati.

Untuk beberapa periode panen, tentunya petani harus siap. Karena, poduktivitas hasil pertanian akan turun karena proses pemulihan struktur tanah.

Kadangkala petani kita disesatkan dengan isu bahwa budidaya organik sangat mahal, Pengembangan pada Organik Hijau sudah membuktikan bahwa praktisi petani padi, apabila menerapkan teknik budidaya organik yang tepat dapat menghemat 60% bahkan lebih sarana produksi dengan hasil meningkat baik mutu maupun jumlahnya. Untuk dapat menjalankan sistem pertanian organik ini secara berkelanjutan para petani di dalam KBP akan disiapkan agar dapat melakukan: o Pembuatan pupuk kompos dan mikroba dari bahan-bahan disekitarnya

o Mengembangkan ramuan pengendali hayati, tanaman pengusir, border, penjebak serangga dari sekitarnya o Semai benih dan teknik penyimpanan benih, sehingga tidak dibutuhkan pembelian benih cukup sekali saja seumur hidupnya o Metoda panen yang lebih bijak, sehingga lossis kehilangan bulir dan pengetahuan ekologi berkelanjutan o Membangun jejaring antar sesama petani organik, saling berbagi pengetahuan kolektif o Menjadi bank benih padi dan benih holtikultura lainnya o Mengembangkan manajemen budidaya berkelanjutan dan berkonsep ekologi o Menjadi peneliti dilahan sendiri o Kemampuan menerapkan teknik tanpa olah tanah, singgang apabila pengetahuannya dalam berbudidaya organik mencukupi, sehingga penghematan sebesar-besarnya biaya produksi dengan hasil maksimal, selain itu ramah lingkungan dan berkelanjutan o Mengarah membangun daerah/desanya dengan konsep jaringan plasma. Desa mandiri mencukupi kebutuhan pangan dan energinya sendiri

10 Prinsip Kemitraan Komunitas Berbasis Pertanian (KBP) Kami menawarkan 10 prinsip yang melandasi kemitraan diantara para petani dan konsumen, diantaranya: 1. Menghasilkan tanaman sesuai dengan perjanjian pra-negosiasi antara petani dan konsumen; 2. Membangun hubungan yang ramah dan kreatif antara petani dan konsumen, tidak terbatas pada hubungan sebagai mitra dagang; 3. Menerima semua produk yang disampaikan oleh petani; 4. Menegosiasikan harga dengan cara yang saling menguntungkan 5. Membangun hubungan yang diperlukan untuk mendapatkan kepercayaan bersama yang diperlukan untuk kelanjutan hubungan; 6. Mengelola self-distribution produk, baik oleh petani atau oleh konsumen; 7. Memungkinkan keterlibatan partisipatif semua anggota, berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi;

8. Mengembangkan minat dalam mempelajari isu-isu sosial dan politik yang terkait dengan pertanian organik; 9. Mempertahankan jumlah yang sesuai baik pada kedua belah pihak (petani dan konsumen) dalam kaitannya dengan kelompok secara keseluruhan; 10. tekun dengan tujuan akhir untuk mencapai keseimbangan dengan alam dan hubungan kesetaraan antara manusia berbasis pertanian organik dan hubungan organik antara petani dan konsumen.

Kemitraan ini sejak awal dirancang agar terdapat rasio yang seimbang (masuk akal) antara jumlah petani dan kelompok konsumen. Pada proyek pertama, kami mentargetkan untuk 20 petani, terdapat 60-100 rumah tangga konsumen yang diatur dalam pos-pos atau koperasi konsumen, dimana anggota kelompok konsumen dapat pergi mengambil pengiriman mingguan yang dihasilkan petani. Agar petani mau mengkonversikan lahan pertaniannya yang semula menggunakan system pertanian konvensional ke system pertanian organic, kami menjamin mereka dengan pasar yang tersedia berupa kelompok konsumen yang berkomitmen berada dalam kemitraan ini. Mekanisme ini dapat berjalan, hanya jika negosiasi diantara konsumen dan petani menghasilkan kesepakatan. Petani bersepakat hanya memproduksi produk-produk pertanian yang diminta oleh konsumen. Dan kita para konsumen membiarkan petani untuk dapat menetapkan harga sendiri dan berkomitmen akan menerima pengiriman semua produk yang dipanen. Dalam hal ini hubungan kemitraan dilandasi sejak awal oleh kepercayaan dan saling menghormati. Petani yang sudah berkomitmen berada dalam kemitraan ini tidak mengambil keuntungan dari kepercayaan konsumen dan menghormati konsumen yang menjadi mitranya, mereka dapat menetapkan harga yang adil dan menanam hanya pada jumlah produksi yang sesuai dengan anggota konsumen yang berada dalam kemitraan. Mekanisme ini ingin

membuktikian bahwa manusia tidak secara inheren berorientasi profit dan membangun hubungan manusia yang baru, yang berlandaskan saling percaya, saling menghormati dan saling memahami. Mekanisme Bagi Hasil dan Resiko

Baik petani maupun konsumen yang berda dalam kemitraan yang baru terbentuk harus dapat mengantisipasi hasil panen yang berkurang secara menyolok selama tahun-tahun pertama setelah konversi ke pertanian organik. Diasumsikan bahwa selama masa transisi serangan hama gulma sangat mungkin terjadi, hasil panen akan sulit untuk ditetapkan, dan berbagai masalah terduga yang kemungkinan akan muncul. Dalam rangka menghilangkan ketakutan dan keraguan para petani seiring dengan penerapan teknik pertanian organik untuk semua ladang mereka, para konsumen anggota kemitraan harus setuju dan berkomitment dengan tiga prinsip berikut: harga dari produk pertanian tersebut akan ditentukan oleh petani seluruh bagian dari produk yang dipanen adalah untuk diterima dan dibagi rata oleh konsumen, dan seluruh kelompok konsumen harus menyediakan deposit sejumlah tertentu yang akan digunakan dalam bantuan darurat kepada para petani jika diperlukan.

Dengan konsumen setuju untuk berbagi risiko yang terkait dengan pertanian dan menjamin pendapatan petani sebelum tanam, insentif bagi petani untuk beralih ke metode pertanian organik terbangun dengan solid . Para petani, pada gilirannya, sepakat untuk membentuk kelompok belajar pertanian organik dan berupaya untuk membangun rotasi tanaman yang layak, bertemu secara teratur dengan para anggota konsumen untuk membahas berbagai isu yang berkaitan dengan makanan dan pertanian, dan mengambil tanggung jawab memberikan hasil setiap minggu ke konsumen. Masalah-masalah yang diantisipasi dapat dikelola dengan perencanaan dan respon yang tepat. manfaat bagi petani yang terlibat dalam kemitraan adalah bahwa mereka dapat mengembangkan hubungan jangka panjang dengan konsumennya, yang dapat mendorong konsumen untuk mendukung petani dengan memperbaharui keanggotaan mereka setiap tahun.

Membina Keterlibatan Konsumen ke Lokasi Pertanian Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu aspek penting dari KBP adalah membangun hubungan antara konsumen dan pertanian di mana makanan mereka diproduksi. Sebuah ikatan yang lebih kuat dapat dibangun jika konsumen anggota didorong untuk mengunjungi pertanian

dan bersosialisasi dengan anggota lain. Para anggota petani dan konsumen dari kemitraan KBP memiliki banyak kesempatan untuk berinteraksi. Para petani memberikan hasilnya kepada konsumen setiap minggu, dan konsumen sering pergi ke desa binaan untuk membantu dengan tugas-tugas pertanian berbagai menghadiri pertemuan, atau hanya melarikan diri dari kemacetan kota. Rakyat kota bersantai di pedesaan pedesaan yang damai dan tenang, tinggal di pendopopendopo yang disediakan bagi pengunjung atau rumah-rumah petani. Anak Konsumen juga memiliki kesempatan untuk tinggal di pedesaan, belajar bagaimana membuat peralatan makan dari bambu, memasak makanan mereka sendiri, dan bertahan mengandalkan diri mereka sendiri. Dengan demikian, persahabatan diharapkan berkembang baik diantara anak-anak serta anggota dewasa dari kemitraan ini.

Program-Program Pendukung: 1. Pemberdayaan Kelompok-Kelompok Tani Pembangunan pertanian berbasis masyarakat lokal harus bersifat kolektif dan berpijak pada kelompok-kelompok petani yang terorganisir dengan baik. Oleh karena itu penguatan institusi masyarakat melalui pendampingan maupun pelatihan menjadi prasyarat penting agar program pengembangan pertanian organik dapat berjalan dengan baik. Upaya penguatan ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif melalui kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan daya kritis masyarakat terhadap persoalan di lingkungan sekitarnya dan bagaimana mengatasi persoalan tersebut. Pertemuan rutin dilaksanakan untuk memfasilitasi proses belajar, bertukar pendapat dan informasi antara anggota kelompok. Pertemuan akan dikonsentrasikan untuk pemetaan

permasalahan,pendekatan masalah, perumusan solusi, dan rencana kerja. Proses ini akan difasilitasi oleh anggota konsumen yang berasal dari para pakar pertanian maupun akademisi di bidang pertanian yang menjadi anggota kemitraan, sebagai bagian dalam proses belajar bersama petani dan agar bisa mengarahkan diskusi kepada pokok permasalahan yang dihadapi. Setiap minggu,fasilitator akan berada didaerah dampingan selama 2 hari untuk dapat menyerap kebutuhan dan menjaga dinamika kelompok.

2. Peningkatan Kapasitas Para Petani dalam memahami konsep dan aplikasi pertanian organik Peningkatan kapasitas masyakarat tentang konsep dan aplikasi pertanian ramah lingkungan dikembangkan untuk mempersiapkan masyarakat dalam implementasi prinsip-prinsip pertanian organik dilapangan. Untuk memfasilitasi tujuan ini akan dilaksanakan beberapa pelatihan: a. b. c. d. e. f. Pelatihan pembuatan pupuk organik (kompos dan pupuk kandang) Pelatihan pengendalian hama ramah lingkungan Pelatihan penanganan pasca panen Pelatihan pembuatan pestisida botani Crosslearning dengan pertanian organik yang sudah maju Pendampingan rutin dengan fasilitator/trainer yang secara periodik mengadakan pertemuan untuk teknik-teknik pertanian organik mulai dari persiapan lahan, pembibitan hingga pasca panen.

3. Implementasi Pertanian Organik Berbekal hasil pelatihan, pertanian organik akan diimplementasikan dilapangan. Beberapa langkah yang akan dibangun:

Persiapan Lahan

Pembuatan Kompos Kebutuhan pupuk organik dirasa sangat besar dikalangan petani sehingga diperlukan pelatihan yang baik dan terorganisir sehingga petani dapat memproduksi pupuk organik dengan kualitas yang baik dan jumlah cukup untuk kebutuhan lahan pertanian organik yang mereka kelola. Diharapkan petani terhindar dari ketergantungan terhadap sarana produksi pertanian kepada tengkulak dan penjual sarana produksi. Belakangan ini juga sudah ada pupuk organik yang diproduksi oleh produsen/pabrik besar,pemasarannya juga sudah sampai ke desa,namun jika petani tidak dapat menghasilkan pupuk organic secara mandiri maka proses ketergantungan terhadap saranaproduksi juga akan terjadi lagi seperti pada pertanian konvensional. Jika ada petani yang memiliki kelebihan pupuk maka ia dapat membantu petani lain yang mungkin membutuhkan bahkan menjual ke daerah, desa lain

yang juga memerlukan. Hal ini juga dapat menjadi peluang usaha juga, kelompok tani juga dapat membuat usaha pembuatan pupuk organic untuk dijual kepada kelompok petani lain yang membutuhkan.

Pembuatan Pupuk Kandang

Pembibitan, Penanaman,dan PerawatanTanaman Pergiliran jenis tanaman Penanamansatu jenis tanaman yang sama dalam jangka waktu lama disuatu lahan akan meningkatkan resiko terserang hama dan penyakit sehingga produktifitas menurun. Untuk menghindari itu maka pergiliran jenis tanaman juga dilakukan dan diawasi pelaksanaannya oleh sesama anggota kelompok tani. Jenis tanaman yang akan ditanam dalam satu kurun waktu juga merupakan kesepakatan antar anggota kelompok agar jenis dan jumlah produksinya nantinya akan dipasarkan merupakan hasil dari kelompk sehingga tidak terjadi tumpang tindih jenis tanaman maupun jumlah yang berlebihan.

Pengamatan regular Hasil menimba pengalaman antar petani didalam kelompok tani menunjukkan bahwa pertanian organic menuntut pemeliharaan yang lebih telaten Pengamatan reguler mengenai pertumbuhan tanaman dan organisme pengganggu tanaman (OPT) akan merupakan proses penting untuk menentukan tindakan preventif dan responsive saat tanaman diserang hama atau penyakit tumbuhan.

PENUTUP Proposal kemitraan KBP ini dengan jelas dimaksudkan untuk mengungkapkan efektivitas konsumen perkotaan bersatu dengan petani organik dalam hubungan jangka panjang berdasarkan kesetaraan dan kepercayaan. Petani mampu bertahan sebagai petani profesional dan konsumen dapat memiliki koneksi langsung ke tanah yang menghasilkan makanan yang mereka konsumsi. Kedua petani dan konsumen dapat memperluas wawasan mereka dan terlibat dalam berbagai kegiatan yang tidak akan mereka miliki pada kesempatan lain. Bekerja bersama menuju suatu visi alternatif mengenai masyarakat yang ditopang oleh pertanian berkelanjutan, peserta terlibat dalam tindakan-tindakan nyata untuk menciptakan nilai-nilai budaya baru dan hubungan sosial baru yang menantang asumsi-asumsi sosio-politik budaya dominan kapitalis.

Daftar Pustaka

Deliarnov. (2006). Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga. Galtung, J. (1969). Violance, Peace, and Peace Research. Oslo: Internatinal Pecae Research Institute. Lellolsima, S. (2012, Apryl 20). www.merdekaonline.com. Retrieved 11 13, 2012, from merdeka online: www.merdekaonlione.com Serikat Petani Indonesia. (2012, May 8). Retrieved November 11, 5, from Serikat Petani Indonesia: spi.or.id Swanvry dkk. (2010). Pengantar Ekonomi Politik. Yogyakarta: Resist Book.

Anda mungkin juga menyukai