REV 01
Paket B
Oleh:
MARET 2023
BAB I PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1. mengerti dan memahami konsep infrastruktur telekomunikasi berbasis teknologi
SDH Standar ITU.G703, G.707
2. memahami tentang sistem transmisi SDH multi layanan
3. memahami topologi jaringan linear, chain dan ring
4. Mengkofigurasi dan menseting perangkat SDH Multiplexer
BAB II LINGKUP PEKERJAAN
2.1 Mengidentifikasi status dan alarm indicator pada front panel perangkat system
transmisi SDH
Proses identfikasi status dan alarm indicator pada frontpanel dilakukan untuk
mengetahui fungsi dari setiap indicator yang ada dan mengecek kondisi alat yang
digunakan masih berkerja dengan normal.
2.2 Mengukur Level Daya Pemancar Optik dan Level Sensitivitas Penerima Optik
Pengukuran level daya pemancar optic dan level sensitivitas dilakukan untuk
mengetahui apakah level daya yg dipancarkan masih baik atau tidak dan
membandingkan nilai level sensitivitas dengan datasheet yang ada pada manual book
BAUDCOM SDH . Alat yang digunakan dalam pengukuran level daya ini adalah
Optical Meter.
2.4 Membangun konektivitas Ethernet melalui Fast Ethernet Interface dan Topologi
NMS membangun jaringan topologi Point to Point, chain, dan Ring
Membangun konektivitas Ethernet bertujuan untuk menghubungkan 2
perangkat SDH BAUDCOM BD-ADTM agar dapat berkomunikasi dan terkoneksi
jaringan internet satu sama lain melalui NMS.
2.5 Membangun konektivitas antar dua antena secara point to point dengan mikrotik
Membangun konektivitas antar 2 antena betujuan untuk menghungkan antenna
dengan antenna agar dapat berkomunikasi satu sama lain dan menggunakan mikrotik
untuk mengkonfigurasinya melalui laptop melalui software Winbox.
BAB III METODE KERJA
Sebelum mengidentifikasi status dan alarm indicator sistem transmisi SDH, perlu diketahui
terlebih dahulu port dan fungsi dari port yang digunakan. Gambar 3.1 di atas adalah gambaran
port yang digunakan. Untuk bagian front panel diguakan optical A input dan ouput, serta
optical, EMU, dan port untuk kabel telepon. Untuk PWR, UALM, NOPA, NOPB, CARD 1,
CARD 2, CARD 3, dan ALS adalah lampu untuk menandakan tersambungnya port di SDH
dengan laptop dan juga kabel telepon.
Ip address: 192.168.1.118
Subnet : 255.255.255.0
Gateway : 192.168.1.119
Ip address: 192.168.1.120
Subnet : 255.255.255.0
Gateway : 192.168.1.122
Gambar 3.3. Gambar Set up pengukuran Mengidentifikasi Status dan Alarm Indikator Sistem
Transmisi SDH
Set up seperti gambar di atas digunakan untuk mengidentifikasi status dan alarm indicator
sistem transmisi SDH. Gunakan cross connext untu menghubungkan SDH1 dan SDH2. Cross
connect adalah jika pada SDH1 menggunakan optical A maka pada SDH2 menggunakan
optical B dan jika pada SDH1 menggunakan port In maka pada SDH2 harus menggunakan port
Out. Selanjutnya, hubungkan laptop menggunakan kabel RJ45 dengan port EMU dan port
phone dihubungkan dengan telepon SDH menggunakan RJ11.
Setelah set up sama seperti gambar di atas, aturlah IP pada laptop dengan network and settings.
Selanjutnya, pilih Internet Protocol Version 4 (TCP/IPv4) maka akan terbuka properties dari
IP4, lalu isilah IP address, subnet mask, dan default gateway sesuai yang ingin digunakan.
Setelah itu, buka aplikasi Run Client dan masukkan username serta password yang digunakan.
Untuk username dan password sama yaitu 0001. Untuk server sudah otomatis terinput.
Selanjutnya klik Ok.
Gambar 3.8. Gambar tampilan awal Run Client setelah masuk menggunakan username dan
password
Setelah berhasil masuk dan terlihat tampilan seperti di gambar 3.8., selanjutnya tambahkan titik
yang akan menjadi lokasi utama sistem multilayanan dimulai, dengan cara klik kanan mouse,
lalu pilih Add NE Device. Setelah itu isi Name dengan kota besar yang diinginkan. Untuk NE
IP diisi dengan IP dari SDH dan untuk NE Address diisi dengan nomor telepon dari SDH.
Gambar 3.9. Gambar tampilan Run Client setelah ditambahkan NE device
Selanjutnya buka rack diagram manager dan perhatikan indicator status alarm di aplikasi
harus sama dengan tampilan pada perangkat SDH. Jika masih ada yang berbeda, lakukan
troubleshooting.
3.2 Mengukur Level Daya Pemancar Optik dan Level Sensitivitas Penerima Optik
NE1 JKT : 192.168.1.119
OPT A OPT B ADDRESS E T31/ E T32/
R3 Z3 2 CON SO LE E MU M UT E PHO NE
U/D ALM O
OUT IN OUT IN MSB LSB PW R UA LM NO PA NO PB CARD 1 CARD 2 CARD 3 ALS E XM 1 E XM 2
Ip address: 192.168.1.118
Subnet : 255.255.255.0
Gateway : 192.168.1.119
Ip address: 192.168.1.120
Subnet : 255.255.255.0
Gateway : 192.168.1.122
Untuk melakukan pengukuran level daya pemancar optic diperlukan optical multimeter dan
pengukuran dilakukan pada bagian OUT pada OPT A serta OPT B di kedua SDH. Langkah
awal pengukuran ialah lakukan cross connect seperti sebelumnya. Untuk melakukan
pengukuran pada SDH1, hubungkan port OUT pada SDH1 ke optical multimeter. Untuk
pengukuran level daya pada SDH2 juga hubungkan port OUT pada SDH2. Lalu, aturlah nilai
λ di rentang 850 nm – 1.625 nm pada optical multimeter. Untuk rentangnya ada pada 850 λ,
1.300 λ, 1.310 λ, 1.490 λ, 1.550 λ, dan 1.625 λ.
Ip address: 192.168.1.118
Attenuator Subnet : 255.255.255.0
Variable Gateway : 192.168.1.119
Ip address: 192.168.1.120
Subnet : 255.255.255.0
Gateway : 192.168.1.122
Ip address: 192.168.1.120
Subnet : 255.255.255.0
Gateway : 192.168.1.122
Untuk melakukan Pengukuran level sensitivitas penerima optic pada input port A
perangkat SDH 1 dihubungkan dengan variable attenuator ke output port B perangkat SDH 2
menggunakan kabel optik LC to FC. Putar – putar variable attenuator hingga alarm NOP A/B
salah satu SDH sudah menyala.
Setelah dilakukan pada Variabel attenuator dan Alarm NOP A/B menyala, maka lepaskan
kabel yang tehubung pada Port output SDH2, lalu variable attenuator dihubungkan ke optical
meter dengan mengunakan kabel FC-FC. Perhatikan sensitivitas yang terukur untuk lamda
1310 nm pada opical meter.
E1 1 IN E1 1 OUT
Atur terlebih dahulu transmit dan receive, sesuaikan dengan port E1 yang sedang dilooping.
Jika port E1 5 yang sedang dilooping, pilihlah E1 5 di transmit dan receive -nya. Lalu, klik
start. Jika pada kolom alarm terdapat kata “LOS” maka port E1 tersebut tidak
baik,sedangkan jika tidak ada tampilan apapun yang muncul, berarti E1 tersebut dalam
kondisi baik. Untuk memudahkan proses pengecekan E1, buatlah tabel yang berisi daftar
E1 yang berada dalam kondisi baik dan tidak baik.
dB
dB
A (1 Mhz)
E1 In E1 Out
Backpanel
E T31/ E T32/ CON SO LE
R3Z32
E XM 1 E XM 2
Ip address: 192.168.1.118
Subnet : 255.255.255.0
Gateway : 192.168.1.119
Ip address: 192.168.1.120
Subnet : 255.255.255.0
Gateway : 192.168.1.122
Untuk melakukan pengukuran BERT, sambungkan OPT A dan OPT B secara cross
connect. Lalu, pada back panel sambungkan E1 input dan E1 output dengan Wandel &
Goltermann PKN-1. Setelah itu, naikkan redaman secara perlahan sambil diperhatikan nilai
received bit error pada kolom bit error dan juga kolom alarm, adakah alarm “LOS” atau
“PATTERN LOS”. Jika ada alarm “LOS” berarti sudah terjadi “LOS” sedangkan jika
sudah ada alarm “PATTERN LOS” berarti hampir terjadi los. Lakukan pengukuran BERT
pada semua E1, baik pada SDH 1 maupun SDH 2.
INTERNET
Backpanel NE2 MDN : 192.168.1.122
E T31/ E T32/ CON SO LE
R3Z32
E XM 1 E XM 2
Ip address: 192.168.1.120
Subnet : 255.255.255.0
Gateway : 192.168.1.122
Untuk membangun konektivitas ethernet melalui fast ethernet interface seperti set up di
atas dengan menghubungkan OPT A dan OPT B dengan cross connect. Untuk OPT A
bagian IN pada SDH1 terhubung dengan OPT B bagian OUT pada SDH2 menggunakan
fiber optic. Selanjutnya, sambungkan port EMU dengan port ETH back panel dengan
laptop menggunakan kabel RJ45 di kedua SDH. Untuk salah satu port back panel SDH
dihubungkan dengan internet. Untuk mengecek terbangunnya NMS dengan melakukan
PING ke SDH. Jika sudah berhasil, maka NMS sudah terbangun.
Antena 1 Antena 2
169.254.1.2 169.254.1.3
Mikrotik
PC 1 PC 2
169.254.1.8
10.10.10.5
Untuk mengatur IP Address pada port ETH1 dengan DHCP Static. Tambahkan IP Address
satu segment dengan network sumber internet. Untuk IP Address internet yang tersambung
dengan mikrotik adalah 192.168.78.1/24 maka pada port ETH1 atur IP Address
192.168.78.5/24. Cara mengaturnya dengan mengklik IP Addresses lalu klik (+) dan
masukkan IP address 192.168.78.5/24, selanjutnya pilih interface ETH1, klik apply lalu
OK.
Untuk port ETH2 yang tersambung dengan antena, harus diatur IP Address yang satu
segment dengan IP Address antena yang digunakan. IP Antena 169.254.1.3/16 maka pada
port ETH2 atur IP Address 169.254.1.10/16. Langkah untuk mengaturnya dengan mengklik
IP Addresses, lalu klik (+) dan masukkan IP Address 169.254.1.10/16 dan pilih interface
ETH2, klik apply, lalu OK.
Untuk port ETH5 atur IP Address yang sama dengan IP Address pada laptop yang
tersambung ke port. Caranya dengan masukkan IP Address yang akan digunakan, pertama
klik IP, Addresses, lalu klik (+) dan masukkan IP Address 10.10.10.1/24 dan pilih interface
ETH5, klik apply lalu OK. Selanjutnya buat DHCP server, dengan cara klik IP, lalu DHCP
Server, DHCP set up, selanjutnya pilih interface ETH5, dan isi IP networknya. Pastikan IP
Gateway sama dengan IP ETH5. Lalu, isi IP networknya. Lalu, atur DNS server dengan IP
ETH5, dan atur lease time.
Selanjutnya harus mengatur default route agar setiap port dapat saling berkomunikasi.
Caranya dengan mengklik IP, lalu klik Route, klik (+), dan isi dst. address dengan 0.0.0.0/0
serta gateway 192.168.78.1, klik apply dan OK.
Untuk port pada mikrotik memperoleh internet atau Network Address Translation, klik IP,
lalu klik Firewall, pilih tab NAT, klik (+), dan pada tab general isi chain dengan srcnat dan
out. Karena ETH1 yang terhubung dengan internet, pilih tab Action, lalu isi Action dengan
masquerade, klik apply dan OK. Selanjutnya, lakukan pengecekan pada PC yang sudah
terhubung dengan mikrotik, tersambung dengan internet atau tidak.
Untuk menghubungkan antena 1 dan antena 2, hubungkan antena dengan laptop, lalu atur
IP Addressnya agar menjadi satu segment dengan IP Address antena yaitu 169.254.1/16.
Langkah yang dapat dilakukan, dengan mengklik network & internet setting, pilih change
adapter options, klik kanan, lalu pilih properties, klik dua kali pada Internet Protocol
Version 4 (TCP/IPv4) dan masukkan IP Address 169.254.1.10, lalu subnet mask dengan
255.255.0.0, Gateway dengan 169.254.1.3, dan yang terakhir DNS dengan 169.254.1.3,
lalu klik OK. Lakukan langkah tersebut kepada kedua antena.
Lalu, buka browser pada laptop, masukkan IP Address antena 169.254.1.3, maka akan
muncul tampilan Cambium Networks. Periksa pada Backhaul Stats, status kedua antenna
terhubung bila sudah ada status connected di timing slave,
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
PENGAMATAN PENGAMATAN
INDIKASI
NAMA DESKRIPSI SEBELUM SETELAH
LED
DIPERBAIKI DIPERBAIKI
Indikator Urgent
alarm , Nyala LED
berwarna merah.
Indikator Non-urgent
alarm, Nyala LED
berwarna kuning.
Indikator remote
device power-down,
RPD
Nyala LED berwarna OFF OFF OFF
A/B
kuning.ON: Remote
power mati
Indikator keberadaan
CARD1/2/. Nyala
LED berwarna hijau.
Indikator general
alarm untuk card1/2/3
(termasuk TLOS dari
TALM1
Port E1 dan 1.ON Merah 1.ON Merah
, ON
LINKDOWN dari
TALM2 2.OFF 2.OFF OFF
Port Ethernet). Nyala
, ON
LED berwarna 3.ON Merah 3.ON Merah
TALM3
merah.
Indikator EOW.
Nyala LED berwarna
hijau.
Tabel 4.1 Identifikasi status dan Alarm indicator pada front panel
Untuk mengidentifikasi Status dan Alarm Indicator harus membangun 2
buah SDH terlebih dahulu, setiap SDH memiliki network elemen 1 dan network
elemen 2 yang dibangun antar 2 tempat/kota yang berbeda,yaitu NE1
MDN(Medan) dan NE2 JKT (Jakarta). Masing-masing NE dibangun oleh SDH
yang terdiri dari OPT A (I/O), OPT B (I/O), kemudian SDH memiliki port MSB
dan LSB yang digunakan untuk addressing nomor SDH dan nilai desimal dari MSB
dan LSB yang diatur tersebut dijadikan sebagai nomor telepon SDH tersebut. Port
phone terkoneksi dengan fix telepon untuk mengkonfirmasi kedua SDH tersebut
telah tersambung ketika panggilan antar telepon SDH dilakukan, yaitu dikonfirmasi
dengan cara menekan nomor desimal dari biner yang ada pada masing masing SDH
. Kemudian menghubungkan port EMU dengan sebuah PC menggunakan kabel RJ-
45, untuk menghubungkan SDH1 dan SDH2 yaitu dilakukan dengan cara, jika pada
SDH1 menggunakan OPT A maka pada SDH2 menggunakan OPT B, dan jika pada
SDH1 menggunakan port IN maka pada SDH2 menggunakan port OUT.
Kemudian terdapat IP untuk dikonfigurasi pada PC yang terhubung pada
kedua SDH yakni :
SDH NE1:
- Ip address : 192.168.1.118
- Subnet : 255.255.255.0
- Gateway : 192.168.1.119
SDH NE2:
- Ip address : 192.168.1.120
- Subnet : 255.255.255.0
- Gateway : 192.168.1.122
Langkah selanjutnya yaitu mengubah IP, subnet mask, dan gateway pada
PC sesuai dengan SDH yang terhubung. Berikut IP yang digunakan pada PC:
Gambar 4. 1 Pengaturan IP Address, Subnet Mask, dan IP SDH1 (Gateway)
pada PC1
4.2 Mengukur Level Daya Pemancar Optik dan Level Sensitivitas Penerima
Optik
-8
850 1300 1310 1490 1550 1625
-9
-10
Daya (dbm)
-11.09
-11 -11.41 -11.51 -11.5
-12.23 -12.21
-12 -12.48 -12.55 -12.65 -12.63
-13.36
-13 -13.62
-14
λ(Nm)
Gambar 4.11 Grafik Hasil pengukuran level daya pemancar pada SDH 1
-2
850 1300 1310 1490 1550 1625
-12
-8.9 -9.02 -9
-17 -8.59
-9.96 -9.72
-22
λ(Nm)
Gambar 4.12 Grafik Hasil pengukuran level daya pemancar pada SDH 2
Berdasarkan buku manual BD-ADTM, nilai level daya dari pemancar
optik memiliki nilai minimum sebesar -15 dBm sedangkan nilai maksimumnya
sebesar -8 dBm. Jika dilihat dari hasil tabel pada SDH 1 baik pada port A dan
port B masih dalam range nilai level daya pemancar optik yang baik, dan hasil
tabel pada SDH 2 pun memiliki nilai level daya yang baik. Dari hasil respon grafik
pengukuran level daya pada SDH 1 pada output port A dan B menunjukkan hasil
respon yang hampir sama yaitu level daya relatif naik turun yang bisa dibilang
signifikan, sedangkan pada hasil respon grafik SDH 2 pada output port A dan B
menunjukkan hasil respon yang cukup berbeda. Lalu perbedaan dari grafik SDH
1 dan 2 adalah besar range dari level daya nya dimana untuk SDH 1 pada kisaran
level daya -11 dBm -14 dBm sedangkan pada SDH 2 pada range level daya -8
dBm -11 dBm. Jika mengacu pada ketentuan level daya yang bagus yaitu kurang
dari -10 dBm, oleh karena itu pada SDH 2 memiliki level daya yang bagus karena
level daya yang dihasilkan pada range -8 dBm hingga -11 dBm. Sementara itu
pada SDH 1 memiliki level daya yang kurang bagus karena memiliki level daya
kisaran -11 dBm hingga -14 dBm. Nilai level daya yang dihasilkan dapat
menghitung nilai sensitivitas penerima dengan menggunakan rumus:
Sensitivitas penerima = Jumlah Level Daya - Rata-rata Level Daya
Hasil yang diperoleh dari SDH1 yaitu ada dua tributary yang dalam
kondisi tidak baik yaitu E1_1 dan E1_7. Sedangkan kondisi E1 yang lainnya
memiliki kondisi yang baik karena tidak menampilkan alarm yang menandakan
bahwa kondisi tidak baik. Dengan begitu selain E1_1 dapat digunakan untuk
mengukur BERT. Sedangkan pada hasil yang diperoleh dari SDH2 yaitu terdapat
satu tributary yang memiliki kondisi tidak baik yaitu E1_7. Sedangkan kondisi E1
yang lainnya memiliki kondisi yang baik karena tidak menampilkan alarm yang
menandakan bahwa kondisi tidak baik. Dengan begitu selain E1_7 dapat
digunakan untuk mengukur BERT.
E1(1) - - - -
E17) - - - -
E17) - - - -
Berdasarkan hasil yang didapat dari kedua tabel diatas, terlihat bahwa
semakin besar nilai attenuasi yang diberikan pada tributary maka semakin besar
pula bit error yang diperoleh. Alarm Pattern LOS menandakan bahwa data bit-
bit yang dikirimkan akan menjadi lemah dan akan hilang. Ketika alarm sudah
menampilkan LOS menandakan bahwa penerima tidak dapat menerima lagi
data yang dikirimkan oleh pengirim. Dari hasil yang diperoleh, alarm pattern
LOS akan muncul saat nilai redaman rata rata sebesar 10dB-13dB dan sinyal
akan sepenuhnya hilang atau LOS saat nilai redaman sebesar 12dB-17dB. Maka
dari itu, kondisi saluran dikatakan baik untuk mentransmisikan data jika nilai
redaman sekecil mungkin dan memiliki maksimal redaman sebesar 11dB.
Gambar 4. 17 Tampilan pada SDH1 dengan kondisi E1_1 dan E1_2 yang
sudah di inactivated oleh SDH2
Gambar 4.16 dan 4.17 merupakan tampilan menu ‘DXC Manager’ pada
masing- masing SDH. Melalui SDH1 (#JKT) dapat mengaktifkan atau
menonaktifkan destination yang ada pada SDH2 (#MDN). Dengan begitu maka
dapat diketahui fungsi dari NMS (Network Management System) yaitu
memonitor setiap destination(tempat tujuan) walaupun dengan jarak yang jauh
tanpa harus mengunjungi tempat dari SDH tersebut.
Pada point to point ini kita akan mengecek konektivitas antar antenna, dimana kita
menggunakan mikrotik untuk dapat mengatur konektivitas antar antenna.
Kemudian kita hubungkan antenna dengan pc agar kita bisa mengecek konektivitas
nya dengan cara melakukan panggilan atau ping dengan ip dari ip pc, antenna 1 dan
juga antenna 2.
Gambar 4.23 konektivitas sudah berhasil
Pada point to point ini menggunakan aplikasi cambium yang berfungsi agar kita
dapat masuk menuju jaringan antenna dengan menggunakan ip. Pada cambium
network ini kita gunakan pada 2 PC. Pada PC pertama kita pakai sebagai Timing
Slave dan PC kedua kita pakai sebagai Master Slave. Agar kita dapat masuk pada
cambium network pertama kita harus mensetting ip jaringan
Berikut ini merupakan isi pada Cambium Netwok beserta penjelasannya:
1. Home → General Status
a. PC 1
b. PC 2
Pada tampilan ini berisi informasi mengenai antenna mulai dari tipe device,
frekuensi kerja antenna, mode timing antenna, versi software yang digunakan,
temperature, dan lain sebagainya. Pada PC 1 merupakan tampilan dari timing slave, dan
untuk PC 2 merupakan tampilan dari timing master, dimana pada tampilan ini dapat
melihat status dari time slave terkoneksi atau tidaknya. Pada percobaan ini antena 1
dan antena 2 sudah terkoneksi satu sama lain yang ditandai pada bagian Timing Slave
Status yang berisi “connected”
Tampilan ini berisi tentang status dari session yang sedang digunakan. Pada menu
session status ini terdapat 3 sub menu, yaitu Session Status Configuration, Reset
Session Counters, Session Status List.
3. Home → Network Interface
a. PC 1
b. PC 2
Tampilan ini berisi tentang network interface atau pengaturan jaringan pada
antenna, di dalamnya terdapat informasi dari Ethernet Interface, IP address, Subnet
Mask, dan lain – lain.
Tampilan ini berisi Mac address, Ip address dan site name di layer neighbors.
5. Configuration → General
a. PC 1
b. PC 2
Tampilan ini berfungsi untuk menginformasikan konfigurasi secara keseluruhan.
6. Configuration → IP
a. PC 1
b. PC 2
8. Statistics → Scheduler
a. PC 1
b. PC 2
Tampilan ini berisi tentang scheduler atau berbagai perhitungan dari Transmit
Uncast Data Count, Transmit Broadcast Data Count, Receive Uncast Data Count, dan lain
sebagainya. Juga untuk melihat rekam kegiatan dalam proses penggunaan cambium
networks berlangsung
9. Statics → VLAN
a. PC 1
a. PC 2
Pada tampilan menu vlan berfungsi untuk menentukan berapa range yang
akan dipakai. Terdapat range dari 1-4094.
10. Tools → Link Capacity Test
a. PC 1
b. PC 2
Pada tampilan Link Capacity Test terdapat dua sub yaitu Link test settings, dan
Current Result Status.
Untuk mengetahui tingkat kesalahan data pada jalur komunikasi pada saat proses
pengiriman data.
12. Logs → AP Sessions
IP PC 1 : 169.254.1.8
IP ANTENA 1 : 169.254.1.2
IP PC 2 : 10.10.10.5
IP ANTENA 2 : 169.254.1.3
Agar dapat mengakses atau memasuki jaringan pada antena, kita harus mengatur ip nya
terlebih dahulu. Kita dapat mengatur ip pc pada ethernet, kemudian kita dapat mengatur
ip antena dengan menggunakan mikrotik yang dimana memerlukan aplikasi Winbox
agar dapat mengatur ip antenna.
Gambar 4.24 Pengaturan IP pada ethernet
Kemudian setelah kita berhasil mengatur IP pc dan IP antena kita dapat mengetes
konektivitas antena dengan masuk ke google chrome kita bisa mengetes
konektivitasnya dengan speedtest.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai Sistem transmisi SDH Multi-
Layanan bahwa sebelum meggunakan perangkat SDH BAUDCOM BD-ADTM harus terlebih
dahulu status dan alarm indikator pada front panelnya untuk mengetahui kualitas dari perangkat
SDH bekerja dengan normal. pada hasil identifikasi status dan alarm yang telah dilakukan
bahwa perangkat yang digunakan berfungsi dengan baik dengan melihat keadaan LED pada
front panel yang sudah sesuai dengan fungsinya.
Pengukuran level daya pemancar optik didapatkan perbedaan hasil level daya pada
SDH1 dan SDH2, dimana pada SDH 1 didapatkan level daya -11 dBm sampai -14 dBm
sedangkan pada SDH 2 didapatkan level daya -8 dBm sampai -11 dBm dapat dismpulkan
bahwa SDH2 memiliki level daya pemancar yang lebih baik dari pada SDH1, yang pada ideal
nya levell daya yang bagus adalah kurang dari -10 dBm. didapatkan pula level sensitivitas yang
terukur yaitu -43.87 dBm. Terdapat perbedaan 9.87 dBm dengan sensitivitas ideal. Dimana
sensitivitas ideal pada λ 1310 nm adalah -34 dBm yang bisa dilihat pada datasheet BD-ADTM.
Dalam pengukuran BERT sinyal tributary 2MBps harus dilakukan pengecekan terlebih
dahulu pada port E1_(n) dengan melakukan looping dengan E1_(n) itu sendiri pada SDH1 dan
SDH2 agar dapat mengetahui kualitas E1_(n). Setelah dilakukan pengecekan lalu mengukur
BERT dengan memberikan redaman mulai dari 0 dB pada setiap port input dan output E1. hasil
pengukuran BERT ini bisa diamati melalui software RayView. hasil pengukuran BERT yang
didapat pada SDH1 bahwa pada rentang 10-12dB sudah mencapai PATTERN LOSS dan pada
rentang 12-16 dB sudah mencapai LOSS. Sedangkan hasil pengukuran BERT yang didapat
pada SDH2 bahwa rata-rata pada rentang 11-13dB sudah mencapai PATTERN LOSS dan pada
rentang 14-17dB sudah mencapai LOSS. E1(4) pada SDH2 menghasilkan BER LOSS terbesar
yaitu 107624 pada kondisi LOSS 17 dB. BER yang dihasilkan akan terus bertambah jika
redaman yang diinputkannya besar (Redaman besar = BER besar).
Pada Percobaan Membangun konektivitas Ethernet melalui Fast Ethernet Interface dan
Topologi NMS dapat dilakukan dengan cara menghubungkan port EMU yang berada pada
frontpanel yang dihubungkan secara looping dengan port 4 ethernet pada backpanel,
hubungkan laptop dan source internet dengan port ethernet yang lain. atur ip laptop sesuai
dengan ip source internet yang disediakan, lalu lakukan pengecekan dengan cara melakukan
ping antar setiap PC. pada percobaan yang telah dilakukan bahwa laptop yang dihubungkan
dengan perangkat SDH dan source internet dapat terkoneksi dengan melakukan ping antar IP
dan dapat terhubung ke jaringan internet.
Pada percobaan Membangun konektivitas antar 2 antena secara point to point
menunjukan bahwa PC 1 dapat melakukan ping sebesar 100% dengan ip pc nya sendiri dan IP
antenna 1, tanpa terpengaruh dengan jarak atau halangan apapun. Namun bila melakukan ping
kepada IP antenna 2 dan IP PC 2, PC 1 hanya berhasil bila jarak antar antenna tidak terhalang
oleh bangunan atau benda apapun, yang artinya antenna 1 harus berhadapan langsung dengan
antenna 2. Dari percobaan yang telah kami lakukan jarak pengetesan kedua antenna tersebut
masih bisa terhubung sejauh 75 meter.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Purnama (2022). Jaringan SDH (Synchronous Digital Hierarchy). [online] Elektronika-
dasar.web.id. Available at: https://elektronika-dasar.web.id/jaringan-sdh-synchronous-
digital-hierarchy/ [Accessed 23 Feb. 2023].