Anda di halaman 1dari 20

Institut Teknologi Bandung

Program Studi Teknik Fisika


Praktikum TF2106 Dosen Eko Mursito Budi, Dr., Ir., M.T., IPM
Laboratorium TF I Damar Rastri Adhika, Dr. S.T., M.Sc.
2 SKS Muhammad Iqbal, Dr.Eng., S.T., M.T.

3 RESPON TRANSIEN (RANGKAIAN RC DAN CR -RR)

3.1 LATAR BELAKANG

Dalam sistem elektronik, sinyal yang datang tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Misalkan saja, diinginkan
sinyal dengan spesifikasi:

• Rentang tegangan 1 – 3 Volt


• Tanpa noise

Namun sinyal yang datang bisa saja memilik rantang yang berbeda, juga penuh noise. Untuk itulah kita perlu
rangkaian pengolah sinyal seperti:

• Menyesuaikan penguatan
• Menghilangkan noise
• Menambah bias / offset

Secara umum, rangkaian pengolah sinyal dapat dibuat dari :

• Rangkaian pasif, berupa resistor, kapasitor, dan induktor. Kadang dilengkapi juga dengan diode.
• Rangkaian aktif, memakai transistor, IC.

Pada praktikum ini kita akan mengamati penggunaan resistor dan kapasitor untuk pengolahan sinyal tersebut.

3.2 KOMPETENSI

Kompetensi yang akan diperoleh selama praktikum ini adalah:

• Menggambar dan mensimulasi rangkaian RC dan CR pada Eagle.


• Merancang rangkaian RC dan CR.
• Menyusun rangkaian RC dan CR (CR-RR) pada breadboard.
• Menggunakan EScope sebagai instrument elektronika untuk uji transien dan analisis AC.
• Menganalisis karakteristik rangkaian dari hasil pengukuran.

TF2106/Modul-3/1
3.3 ALAT & BAHAN

No Item Banyak Keterangan


1 Komputer / laptop dengan Arduino IDE dan EAGLE 1 Disediakan peserta
2 Multimeter (opsional) 1
3 Tang potong 1
4 Breadboard 1 Dari paket
5 Kit EScope 1
6 Resistor 4
7 Kapasitor 2
8 Kabel Secukupnya

3.4 PANDUAN TEKNIS

3.4.1 PENGUKURAN TRANSIEN


Pada praktikum sebelumnya, telah dilakukan pengukuran rangkaian dalam kondisi tunak. Kali ini akan dilakukan
pengukuran transien / dinamik, di mana:

• Rangkaian diberi masukan sinyal standar, berupa gelombang kotak/pulse atau sinus.
• Sinyal luaran dari sistem diukur dengan osiloskop / signal tracer, sehingga dapat diperoleh grafik
luaran (tegangan) terhadap waktu.
• Dengan alat khusus, dapat juga diperoleh grafik amplitudo sinyal terhadap frekuensi.

Skema pengukuran transien ini ditunjukkan pada Gambar 3-1. Pada perangkat lunak EAGLE, simulasi pengukuran
transien ini dapat dilakukan dengan mode Transient atau AC Sweep.

Output
(V)

Waktu (s)

Gambar 3-1 Skema pengukuran transien

TF2106/Modul-3/2
3.4.2 INSTRUMEN PENGUJIAN TRANSIEN
Dalam pengujian transien, rangkaian diumpan dengan sinyal standar berupa gelombang. Untuk itu suatu
instrumen yang disebut generator sinyal (Gambar 3-2). Perhatikan bahwa sinyal yang dihasilkan oleh generator
sinyal ini dapat dialirkan ke suatu rangkaian elektronika sebagai masukan untuk diolah, namun JANGAN sekali-
kali dipakai sebagai sumber daya (ini bukan listrik AC dari jala-jala). Salah satu tipe yang tersedia di Lab adalah 4
MHz/10 MHz Programmable Digital Function Generator GWINSTEK SFG-2004.

Spesifikasi:

• Frequency Range: 0.1Hz~ 4MHz

• High Frequency Accuracy: ± 20ppm

• Frequency Resolution: 100mHz

• Low Distortion Sine Wave: -55dBc,


0.1Hz~200kHz

Gambar 3-2 Generator sinyal

Pengaturan sinyal dapat dilakukan sebagai berikut:

• Bentuk Gelombang: tekan tombol pemilih gelombang, dapat dipilih antara sinus, kotak, atau segitiga,
• Frekuensi: masukkan angkanya pada papan angka, lalu tekan tombol Hz (atau Khz, MHz). Selanjutnya
untuk mengubah secara gradual, bisa dengan memutar knob frekuensi,
• Amplitudo: putar knob gain
• Offset: putar knob offset.

Selain generator sinyal, instrumen pengukuran transien membutuhkan osiloskop/signal tracer (Gambar 3-3).
Perangkat ini dapat menampilkan bentuk sinyal dari generator sinyal dan output dari rangkaian elektronika (dual
channel) sehingga dapat dibandingkan bentuk, amplitudo, frekuensi/periode, dan fasa dari kedua sinyal.

Spesifikasi:

• 20MHz Bandwidth, Dual Channel

• High Sensitivity 1mV/div

• TV Synchronization

• Z-Axis Input

• ALT Triggering Function

Gambar 3-3 Osiloskop

TF2106/Modul-3/3
Instrument generator sinyal dan osiloskop ini biasa digunakan pada mode praktikum Lab TF I secara luring.
Namun pada mode praktikum secara daring, fungsi dari generator sinyal dan osiloskop/signal tracer ini dapat
digantikan dengan modul EScope ESP32.

3.4.3 KOMPONEN KAPASITOR


Kapasitor adalah komponen elektronika pasif yang memiliki kemampuan menyimpan muatan listrik. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menangani kapasitor, yaitu:

• Mengetahui jenisnya (elektrolit, keramik, tantalum , dll.)


• Mengetahui kakinya: polar atau non polar.
• Membaca nilainya, dalam satuan Farad
• Membaca kapasitas/rating tegangannya.

Silahkan membaca referensi tentang hal-hal tersebut.

Nilai kapasitor dapat diketahui dari nilai yang tertera pada badan kapasitor atau diukur dengan multimeter yang
memang menyediakan fitur tersebut (Gambar 3-4). Cara mengukur kapasitansi kapasitor adalah:

1. Pastikan saklar pemilih multimeter ada di posisi pengukuran kapasitor


2. Untuk kapasitor polar, hubungkan probe multimeter positif (probe merah) ke kaki (+) kapasitor dan
probe multimeter negatif (probe hitam) ke kaki (-). Untuk kapasitor nonpolar, hubungkan tanpa perlu
menyesuaikan kutubnya.
3. Pada multimeter, akan terbaca nilai kapasitor ini.

Gambar 3-4 Pengukuran kapasitor polar dengan multimeter

TF2106/Modul-3/4
3.4.4 RANGKAIAN RC
Rangkaian RC adalah rangkaian yang terdiri dari 1 resistor dan 1 kapasitor, seperti ditunjukkan pada Gambar
3-5. Walau sederhana, rangkaian ini memiliki penggunaan yang yang sangat luas, antara lain sebagai:

a. Low Pass Filter: rangkaian yang dapat melewatkan geombang frekuensi rendah, dan sebaliknya
meredam gelombang frekuensi tinggi.
b. Integrator: rangkaian yang menumpuk muatan perlahan-lahan dari arus, seolah-olah sebagai
integrator arus tersebut.

Pada praktikum ini, kita akan menyelidiki kegunaan yang pertama.

Gambar 3-5 Rangkaian RC

3.4.4.1 UJI TRANSIEN STEP


Ketika suatu rangkaian RC mendapat masukan sinyal berbentuk step, atau sinyal gelombang kotak dengan
periode relatif besar, maka pada masing-masing komponen akan mengalir arus transien. Arus transien adalah
arus pada komponen selama belum mencapai kondisi tunak (steady state). Untuk mensimulasikan hal ini,
buatlah rangkaian RC dengan sebuah sumber V1 pada EAGLE seperti yang ditampilkan pada Gambar 3-6. Atur
source setup V1, khususnya “Transient Function” sebagai berikut:

TF2106/Modul-3/5
Gambar 3-6 Source Setup V1 untuk uji step

Selanjutnya keluarkan layar simulasi dan pilih simulation type transien dengan waktu 0 – 0,5 detik, sebagai
berikut (Gambar 3-7):

Gambar 3-7 Pengaturan simulasi transien untuk uji step

TF2106/Modul-3/6
Gambar 3-8 Hasil simulasi transien step rangkaian RC

Hasil simulasi nampak pada Gambar 3-8. Terlihat bahwa sinyal masukan V1 (hijau) naik mendadak dari 0 V
menjadi 1 V. Sementara sinyal luaran V2 (merah) perlahan-lahan mengikuti sampai nantinya sama dengan V1
tersebut. Ketika sinyal luaran V2 sudah tidak mengalami perubahan nilai, maka kondisi ini disebut sebagai
kondisi tunak (steady state).

Selama transien, ada satu titik istimewa pada grafik ini, yaitu ketika sinyal luaran mencapai nilai sekitar 63,2%
dari nilai tunak. Coba gerakkan kursor pada grafik ke titik tersebut. Waktu (time) pada saat sinyal luaran (V2)
mencapai level itu disebut konstanta waktu (time constant) yang diberi simbol τ. Dalam grafik ini, harga τ ≈
0,022 detik. Dari mana asalnya harga istimewa tersebut?

Tabel 3-1 Rumus dasar komponen pasif

Rumusan Resistor Kapasitor Induktor

Arus terhadap 𝑽(𝒕) 𝒅𝑽(𝒕) 𝟏


𝑰(𝒕) = 𝑰(𝒕) = 𝑪 𝑰(𝒕) = ∫ 𝑽(𝒕)𝒅𝒕
tegangan 𝑹 𝒅𝒕 𝑳

Tegangan terhadap 𝑽(𝒕) = 𝑹𝑰(𝒕) 𝟏 𝒅𝑰(𝒕)


𝑽(𝒕) = ∫ 𝑰(𝒕)𝒅𝒕 𝑽(𝒕) = 𝑳
arus 𝑪 𝒅𝒕

Kembali ke persamaan matematis, rumus dasar ketiga komponen RCL adalah seperti pada Tabel 3-1. Sementara
itu, pada suatu rangkaian listrik berlaku:

• Kirchhoff Voltage Law (KVL): jumlah tegangan pada suatu kalang (loop) adalah nol
• Kirchhoff Current Law (KCL): jumlah arus yang masuk ke suatu pertemuan (junction/node) adalah nol.

TF2106/Modul-3/7
Untuk menurunkan persamaan matematis suatu rangkaian listrik, gunakan KVL atau KCL lalu subtitusikan
persamaan dasar RLC yang berbentuk diferensial. Jangan gunakan yang integrasi. Sebagai contoh, untuk
rangkaian RC penurunan persamaannya adalah sebagai berikut:

𝑉1 = 𝑉𝑅 + 𝑉2 → Hukum Kirchoff Tegangan (1)

𝑉1 = 𝑅𝐼 + 𝑉2 → Aplikasikan Hukum Ohm pada resistor (2)

𝑑𝑉2
𝑉1 = 𝑅𝐶 + 𝑉2 → Subtitusi persamaan kapasitor (3)
𝑑𝑡

Pada kasus ini, 𝑉1 merupakan fungsi step, persamaan diferensial ini dapat dipecahkan sehingga didapat solusi
sebagai berikut:
𝑡
𝑉2 = 𝑉1 (1 − 𝑒 −𝑅𝐶 ) (4)

Konstanta waktu (τ) adalah waktu (t) ketika respon natural berharga (e-1), di mana:

𝑉2 = 𝑉1 (1 − 𝑒 −1 ) = 𝑉1 (1 − 0,368) = 0,632𝑉1 (5)

Inilah mengapa menaruh perhatian khusus ketika luaran respon step mencapai 0,632 nilai masukan. Dalam hal
ini, konstanta waktu adalah τ = RC. Sesuai harga komponen R11=1K dan C12=22uF, bisa dihitung τ. Periksalah
apakah kalkulasi itu akan sesuai dengan pengamatan pada simulasi.

3.4.4.2 UJI TRANSIEN SINUS


Pada simulasi sebelumnya sudah kita lihat bahwa ketika diberi masukan berbentuk gelombang kotak, luaran dari
rangkaian ternyata tidak berbentuk gelombang kotak lagi (terjadi distorsi), walau frekuensinya tetap. Bagaimana
respon waktu rangkaian jika diberi masukan berbentuk sinus?

Untuk mencobanya, pada EAGLE atur analog source V1 menjadi “Transien Function Sinusoidal” sebagai berikut
(Gambar 3-9):

Gambar 3-9 Source Setup V1 untuk uji sinus

Selanjutnya pada layar simulasi, pilih simulation type transien dengan waktu 0 – 0,5 detik, lalu simulasikan.

TF2106/Modul-3/8
Gambar 3-10 Hasil simulasi transien sinus rangkaian RC

Dari hasil simulasi (Gambar 3-10), dapat dilihat bahwa:

• Bentuk gelombang tetap


• Frekuensi tetap
• Terjadi pelemahan, di mana amplitudo gelombang luaran berkurang terhadap masukan.
• Terjadi pergeseran fasa, di mana gelombang luaran tertinggal dari gelombang masukan.

Untuk menyelidiki lebih jauh, cobalah simulasi beberapa kali dengan mengubah frekuensi masukan sinus
menjadi: 1, 2, 4, 8, 16 Hertz.

Spoiler, setelah mencoba beberapa kali, akan didapati bahwa untuk semua frekuensi:

• Bentuk gelombang tetap


• Frekuensi tetap
• Semakin tinggi frekuensi, penguatan makin kecil (sinyal luaran V2 makin lemah)
• Semakin tinggi frekuensi, pergeseran fasa makin besar.

3.4.4.3 UJI AC SWEEP


Melakukan uji transien sinus pada banyak frekuensi cukup merepotkan. Oleh karena itu, EAGLE telah
menyediakan mode simulasi AC-Sweep. Pada mode ini, di belakang layar EAGLE akan mengumpankan sinus ke
rangkaian, mencatat sinyal luarannya dan menghitung amplitudo maupun pergesaran fasa. Selanjutnya pada
layar tampilan, akan disajikan grafik gain sinyal terhadap frekuensi. Dalam hal ini, gain dinyatakan dalam dB
sebagai:

𝑉𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑑𝑦 𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒


𝐺𝑎𝑖𝑛 = 20 log( ) (6)
Vinput

TF2106/Modul-3/9
Untuk melakukan simulasi AC sweep, mula-mula tambahkan phase probe pada V1 dan V2 (Gambar 3-11).

Gambar 3-11 Rangkaian RC dengan Voltage Probe dan Phase Probe

Kemudian atur AC Value = 1 pada source setup V1 sebagai berikut (Gambar 3-12):

Gambar 3-12 Source Setup V1 untuk uji AC Sweep

TF2106/Modul-3/10
Selanjutnya keluarkan layar simulasi dan pilih simulation type AC Sweep untuk frekuensi 1 – 20 Hz sebagai
berikut (Gambar 3-13):

Gambar 3-13 Pengaturan simulasi AC Sweep

Gambar 3-14 Hasil simulasi transien AC Sweep rangkaian RC

TF2106/Modul-3/11
Setelah dilakukan simulasi, akan tampil grafik penguatan terhadap frekuensi. Perhatikan bahwa axis (sumbu X)
adalah frekuensi yang dinyatakan secara logaritmik, sementara ordinat (sumbu Y) adalah tegangan luaran dalam
Volt. Tekan tombol [dB On] agar gain dinyatakan dalam dB. Grafik seperti ini dikenal juga sebagai diagram bode.
Diagram bode merupakan plot grafik tegangan luaran dalam Volt terhadap variasi nilai frekuensi input (Hz).

Pada grafik tersebut, nampak bahwa gain sinyal masukan (V1) tetap sepanjang frekuensi sebesar 0 dB (tak ada
pelemahan). Sementara itu, gain sinyal luaran (V2) akan turun seiring naiknya frekuensi (terjadi pelemahan).
Oleh karena itu, rangkaian ini akan meneruskan sinyal frekuensi rendah, dan sebaliknya meredam sinyal
frekuensi tinggi. Kelakuan inilah yang menjadikan rangkaian RC dapat difungsikan sebagai Low Pass Filter (LPF),
maupun noise rejection.

Untuk melihat lebih detail, pada Gambar 3-14 arahkan kursor menuju titik di mana:

• Atenuasi V2 adalah (-3 dB)


• Pergeseran fasa sebesar 45o

Frekuensi di mana transisi terjadi disebut frekuensi cut off. Dari grafik ini, terlihat bahwa V2 turun hingga -3dB
ketika frekuensinya adalah 7,2 Hz. Bagaimana menghitung frekuensi cut-off tersebut?

Frekuensi cut off ini didefinisikan sebagai titik frekuensi di mana reaktansi kapasitif (Xc dalam Ohm) dan resistansi
dari rangkaian RC sederhana tersebut bernilai sama (R = Xc). Reaktansi kapasitif dalam suatu rangkaian AC dapat
dihitung sebagai,

1 (7)
XC =
2𝜋𝑓C

di mana f merupakan frekuensi (dalam Hz) dan C adalah kapasitansi (F). Ketika nilai R sama dengan Xc ini terjadi,
sinyal output melemah menjadi 70,7% dari nilai sinyal input atau gain-nya -3dB dari input (20 log (V2 / V1)).
Meskipun R = Xc, sinyal keluarannya tidak setengah dari sinyal input. Untuk mengetahui pelemahan sebesar
70,7% dari sinyal input, kita dapat menggunakan persaman,

Xc
V2 = V1 (8)
√R2 + Xc2

di mana √R2 + Xc2 dalam rangkaian AC disebut sebagai impedansi rangkaian (Z dalam Ohm). Oleh karena itu,
penjumlahan vektor dari kedua R dan Xc mengakibatkan V2 (Vout) adalah sebesar 0,707 dari V1 (Vin) saat terjadi
transisi/pada posisi frekuensi cut off.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, diagram bode merupakan grafik semilogaritmik, karena rentang
sumbu-X (frekuensi) menggunakan skala logaritmik sedangkan rentang pada sumbu-Y (magnituda). Untuk
membuat sebuah diagram bode, maka hubungan antara masukan dan keluaran dari sistem dalam bentuk fungsi
transfer sangat diperlukan. Fungsi transfer ini merupakan perbandingan antara fungsi masukan dengan
keluaran, dalam domain frekuensi. Secara umum dapat dituliskan dalam persamaan berikut:

𝒀(𝜔)
𝑯(𝜔) = 𝑿(𝜔) ; 𝜔 = 2𝜋𝑓 (9)

Pada kasus rangkaian RC ini, maka yang ditinjau adalah perbandingan antara tegangan sumber V1 dan tegangan
keluaran V2 (dalam fungsi fasor). Dari rangkaian tersebut diketahui terdapat dua komponen, yaitu R1 dan C1,
sehingga didapatkan impedansi total

TF2106/Modul-3/12
1
𝑍𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅 + 𝑗𝜔𝐶 (10)

Nilai tegangan keluaran V2 dapat dihitung dengan menggunakan pembagian tegangan sederhana sebagai
berikut:

1
𝑗ωC
𝑉2 = 1 𝑉1 (11)
𝑅+
𝑗𝜔𝐶

𝑽𝟐 1
𝑯(𝜔) = 𝑽𝟏 = 𝑗𝜔𝐶𝑅+1 (12)

Magnituda dan fasa dari persamaan (11) adalah sebagai berikut:

1 𝜔
𝐻= , Φ = − tan−1 𝜔 (13)
𝜔 2 0
√1+( )
𝜔0

Di mana 𝜔0 = 1/𝑅𝐶 . Jika grafik respon frekuensi dibuat berdasarkan persamaan (13) di atas, maka akan
didapatkan grafik berikut (Gambar 3-15).

Gambar 3-15 Gain terhadap frekuensi

Dengan persamaan-persamaan di atas, cobalah buktikan bahwa pada saat frekuensi cut-off, maka penguatan
adalah -3 dB, dan pergeseran fasa adalah 45 derajat.

Cara lain untuk mendapatkan respon frekuensi dari suatu sistem dapat juga dilakukan dengan membuat bode
plot, yang justru dirasa lebih mudah untuk dilakukan dibandingkan dengan melakukan analisa respon frekuensi
yang telah dijelaskan di atas. Fungsi transfer 𝑯(𝜔) dapat dituliskan dalam fungsi fasor sebagai berikut:

𝑯 = 𝐻∠𝛷 = 𝐻𝑒 𝑗𝛷 (14)

Aplikasikan logaritma natural (ln) pada kedua sisi persamaan (14), sehingga didapatkan

𝑙𝑛 𝑯 = 𝑙𝑛 𝐻 + 𝑙𝑛 𝑒 𝑗Φ = ln 𝐻 + 𝑗Φ (15)

TF2106/Modul-3/13
Berdasarkan persamaan (15), diketahui bahwa persamaan tersebut mengandung komponen riil dan imajiner.
Komponen riil di sini adalah fungsi dari magnituda sedangkan komponen imajiner adalah fungsi dari fasa, di
mana untuk suatu diagram magnitude Bode, gain-nya dituliskan dalam dB adalah,

𝑯𝑑𝐵 = 20 log10 |𝐻| (16)

Untuk kasus rangkaian RC, maka persamaan 𝑯(𝜔) perlu diperhitungkan magnituda dan fasanya sehingga
didapatkan bahwa hasilnya adalah sebagai berikut:

1
𝐻𝑑𝐵 = 20 log10 |1+𝑗𝜔𝐶𝑅 | (17)

Sehingga akan didapatkan diagram bode yang sejenis dengan Gambar 3-16 berikut ini:

Gambar 3-16 Slope penguatan sistem orde 1

Atenuasi sebesar 20 dB/dekade terjadi sebagai akibat dari adanya fungsi logaritma yang digunakan pada sistem
orde-1 ini.

3.4.5 RANGKAIAN CR
Rangkaian CR adalah kebalikan dari rangkaian RC. Seperti terlihat pada Gambar 3-17 berikut,
rangkaian ini terdiri dari sebuah kapasitor (di depan) yang diseri dengan resistor (di belakang).

Gambar 3-17 Rangkaian CR

TF2106/Modul-3/14
Gambar 3-18 Hasil simulasi transien pulse rangkaian CR

Hasil simulasi transien step rangkaian ini diberikan pada Gambar 3-18 di atas. Nampak bahwa luaran justru akan
meloncat naik dengan cepat, lalu perlahan-lahan turun menuju 0 Volt. Konstanta waktu pada grafik ini dapat
dilihat ketika tegangan luaran (V2) mencapai (1 – 0,632) V1. Hasilnya akan sama dengan rangkaian RC, bahwa
harga τ ≈ 0,022 detik.

Sementara itu ketika sinyal masukan turun dari 1V ke 0 Volt, maka sinyal luaran V2 akan meloncat turun menjadi
negative, kemudian naik perlahan menuju 0 Volt. Cukup aneh bahwa ketika catu daya kita bekerja di rentang 0-
5 Volt, kapasitor bisa membuat terjadinya tegangan negatif.

Gambar 3-19 Hasil simulasi AC-sweep rangkaian CR

Gambar berikutnya (Gambar 3-19) memperlihatkan hasil simulasi AC-Sweep. Dapat disimak bahwa, terbalik
dengan rangkaian RC, pada rangkaian CR ini:

TF2106/Modul-3/15
• Semakin tinggi frekuensi, penguatan membesar menuju 0 dB (amplitude V2 membesar).
• Semakin tinggi frekuensi, pergeseran fasa makin kecil.

Karakteristik tersebut membuat rangkaian CR ini bisa difungsikan sebagai High Pass Filter (HPF), ataupun DC
blocker.

3.4.6 RANGKAIAN CR-RR


Pada rangkaian CR, kita lihat bahwa sinyal luaran dapat bernilai negatif. Jika diukur menggunakan ADC EScope
yang rentang pengukurannya 0-3,3 Volt, hal ini berbahaya karena dapat merusak. Untuk mengatasinya, kita
perlu memberi bias / offset dengan memanfaatkan pembagi tegangan (voltage divider) RR. Rangkaian RR ini
dipasang pada tegangan konstan VCC, dalam hal ini 5 Volt. Rangkaian CR-RR ini nampak sebagai berikut (Gambar
3-20):

Gambar 3-20 Rangkaian CR-RR

Pada rangkaian ini, harga R22 dan R23 harus dihitung untuk mendapatkan tegangan bias tertentu, misalkan Vb.
Nantinya dalam pengujian, amplitude pulsa yang digunakan harus lebih kecil dari Vb, sehingga sinyal luaran tidak
akan menjadi negatif. Hasil simulasi transien step rangkaian CR-RR ini nampak sebagai berikut (Gambar 3-21).
Bandingkan dengan simulasi CR sebelumnya.

Gambar 3-21 Hasil simulasi transien pulse rangkaian CR-RR

TF2106/Modul-3/16
3.4.7 ESCOPE UNTUK PENGUKURAN TRANSIEN
Sistem ESP32 untuk pengukuran transien terdiri atas satu DAC untuk mengumpan sinyal masukan ke rangkaian,
dan dua ADC untuk mengukur keluaran dari rangkaian (Gambar 3-22).

Gambar 3-22 Skema pengukuran dengan EScope

Secara umum, pengujian rangkaian elektronika dengan EScope ESP32 ditunjukkan pada Gambar 3-22 di
atas. Pada umumnya, koneksi yang terjadi pada rangkaian instrumentasi elektronika menggunakan EScope
adalah sebagai berikut:

• EScope terhubung dengan suatu komputer/laptop yang telah diinstall Arduino IDE melalui kabel
micro-USB type B sebagai jalur komunikasi data dan daya (hingga 0,5-0,9 A).
• EScope melalui pin AO0 dihubungkan ke input rangkaian elektronika yang dirangkai pada
breadboard untuk memberikan sinyal masukan.
• Output rangkaian dihubungkan ke EScope melalui pin DI0 dan/atau DI1 agar dapat diukur.
• Pin VI- pada EScope digunakan untuk mengukur tegangan, arus, atau hambatan layaknya
mengukur menggunakan multimeter.
• Jack power supply dihubungkan dengan catu daya (adapter/charger HP dengan spesifikasi 5V dan
1-2 A) melalui kabel daya 2,1mmx5,5mm untuk pengujian rangkaian aktif.

Tabel 3-2 berisi syntax perintah yang dapat dikirimkan dari Serial Monitor atau Serial Plotter.

Tabel 3-2 Perintah yang dapat dikirimkan EScope

Mode Uji Perintah Parameter Pengukuran

Operating OP [VA] V : Tegangan luaran EScope akan mengeluarkan


Point DAC tegangan tetap sebesar VA melalui
DAC, dan mengukur tegangan dari
pin input.

TF2106/Modul-3/17
DC-Sweep DC [VA] [VB] VA : tegangan awal EScope akan mengeluarkan
VB : tegangan akhir tegangan tetap mulai dari VA,
secara bertahap naik ke VB
sebanyak .ND kali. Pada setiap
tahap dilakukan pengukuran input
sebanyak .NS kali.
Transient TP [VA] [VB] [FA] VA : tegangan bawah EScope akan mengeluarkan
TS [VA] [VB] [FA] VB : tegangan atas gelombang bentuk tertentu
TS [VA] [VB] [FA] FA : Frekuensi gelombang dengan tegangan bawah VA dan
TF [VA] [VB] [FA] tegangan atas VB, dan frekuensi
FA; dan mengukur input secara
periodik.
AC Sweep AC [VA][VB] VA : tegangan bawah Escope melakukan AC analysis dgn
VB : tegangan atas frekuensi 1-100 Hz (logaritmik).

Kalibrasi CA Kalibrasi otomatis memakai INA219


CT sebagai referensi

Selain perintah itu ada beberapa setting yang bisa diatur pada program EScope (Tabel 3-3).

Tabel 3-3 Perintah setting EScope

Pengaturan Perintah Parameter Pengukuran

Banyak Sampel .NS [N] N : angka 1-100 Mengatur banyaknya sampel/data


1 data = rata-rata dari NS pengukuran

Banyak Data .ND [N] N : angka 1-128 Mengatur banyaknya data/aksi.

Banyak Aksi .NA [N] N : angka 1-100 Mengatur banyaknya pengulangan

Periode Sampel .TS [us] us : waktu (500-5000) Periode per sampel dalam micro-seconds

Periode Data .TD [us] us : waktu (1-30000) Periode per data dalam mili-seconds

Periode Aksi .TA [us] us : waktu (3000- Periode per aksi dalam mili-seconds
30000)
Signal Noise .SN [mV] mv : amplitude (1- Noise akan ditambahkan ke AO
1000)
Melihat setting . Setting akan ditampilkan

Melihat calibrasi .. Kalibrasi akan ditampilkan

TF2106/Modul-3/18
3.5 TUGAS PENDAHULUAN

Pada praktikum ini kita akan melakukan uji ransien pada rangkaian RC maupun CR-RR. Sebagai persiapan,
kerjakan tugas berikut.

1. Pada rangkaian RC maupun CR-RR, digunakan harga R1 = 1K dan C1=22 uF. Hitunglah konstanta waktu
dan frekuensi cut-offnya.
2. Pada rangkaian CR-RR, ingin digunakan rangkaian pembagi tegangan untuk memberi tegangan bias
sekitar 1,5 hingga 2,5 Volt. Dari komponen yang ada di paket, cari harga R22 dan R23 terdekat yang
mungkin digunakan. Semakin besar semakin baik.
3. Gambarkan rangkaian CR-RR di Eagle.
a. Lakukan simulasi transien untuk melihat respon step-nya, dan amati konstanta waktu.
b. Lakukan analisis AC Sweep untuk melihat bode diagram-nya, lalu amati frekuensi cut-off.
4. Untuk persiapan praktikum siapkan alat seperti biasa (multimeter, tang potong), breadboard, EScope,
dan komponen sebagai berikut. Potret kesiapan anda.

Komponen Nilai Rangkaian RC Rangkaian CR-RR

1K 1 1
R1, R21
(sesuai hitungan no 2) 1
R22
(sesuai hitungan no 2) 1
R23
22 uF 1 1
C1, C21

5. Untuk percobaan pertama praktikum, pasang rangkaian RC pada breadboard, di mana:


a. AO0 menjadi masukan ke rangkaian (V1)
b. DI0 mengukur V1 (masuk ke resistor R1)
c. DI1 mengukur V2 (node antara R1 dan C1)

TF2106/Modul-3/19
6. Untuk percobaan kedua, siapkan komponen dan kabel yang diperlukan untuk nantinya memasang
rangkaian CR-RR pada breadboard.
a. AO0 menjadi masukan ke rangkaian (V1)
b. DI0 mengukur V1 (masuk ke kapasitor C21)
c. DI1 mengukur V2 (node antara C21 dan R21)

3.6 PRAKTIKUM

Petunjuk praktikum akan disampaikan menyusul. Harap diunduh dan disiapkan untuk mengikuti penjelasan
asisten, dan melaksanakan praktikum.

3.7 TUGAS & LAPORAN

Tugas dan laporan akan disampaikan menyusul. Harap diperhatikan dan kerjakan sesuai arahan.

3.8 PUSTAKA

Hukum-Hukum Dasar Elektronika:

• https://www.electronics-tutorials.ws/dccircuits/dcp_1.html
• https://www.electronics-tutorials.ws/dccircuits/dcp_2.html
• https://www.electronics-tutorials.ws/dccircuits/dcp_3.html

Kapasitor

• https://www.electronics-tutorials.ws/capacitor/cap_1.html
• https://id.wikihow.com/Membaca-Kapasitor

Rangkaian RCL

• https://www.electronics-tutorials.ws/rc/rc_1.html
• https://www.electronics-tutorials.ws/filter/filter_2.html
• https://www.electronics-tutorials.ws/filter/filter_3.html

TF2106/Modul-3/20

Anda mungkin juga menyukai