Anda di halaman 1dari 5

LARANGAN MENGGUNAKAN PETASAN DI BULAN RAMADHAN

Salma Desviani 200201110236


Syariah dan HAM kelas G
PENDAHULUAN
Pada bulan puasa saat ini, banyak orang berlomba-lomba memproduksi,
memperdagangkan, dan menyalakan mercon atau petasan setelah selesai sholat tarawih. 1
Terutama anak-anak kecil yang tujuan awalnya hanya ingin bermain petasan. Kita tahu
bahwa banyak bahaya yang mengintai disekitar kita karena material yang digunakan dalam
pembuatan mercon ini sangat berbahaya.2 Polisi sering kali memberi himbauan agar
masyarakat jangan mencoba-coba untuk memperdagangkan bahkan menyalakan mercon
dengan alasan keamanan. Tetapi masyarakat menganggap sebuah himbauan tersebut hanya
sebuah kata-kata yang tidak perlu dijalankan asalkan mereka mendapatkan keuntungan dari
penjualan tanpa melihat bahaya-bahaya yang timbul dari barang dagangannya.3
Oleh sebab itu, pihak kepolisian menegaskan siapa pun yang menjual atau
menggunakan petasan bakal dijerat hukuman. 4 Namun pihak kepolisian juga mentoleransi
orang orang yang menggunakan kembang api, tapi sangat menolak untuk pemakaian petasan
karena petasan itu mengeluarkan ledakan dan semburan api sehingga dinilai sangat
membahayakan dan memiliki konsekuensi yang tinggi juga terhadap keamanannya.5 Aturan
yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam larangan penggunaan petasan ini tercantum dalam
Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Dan ancaman pidananya seperti ;
a. Pasal 1 ayat (1) UU No. 12/DRT/1951 yang mengatur :
“Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima,
mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,
membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,
menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan
dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum
dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara
sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”
b. Pasal 187 KUHP yang mengatur: “Barangsiapa dengan sengaja menimbulkan
kebakaran, ledakan atau banjir, diancam:

1
“Mengulik Tradisi Petasan saat Bulan Puasa, Sejak Kapan? - Radio Solopos FM | Lifestyle - Radio Solopos FM,”
diakses 28 Maret 2023, https://www.soloposfm.com/mengulik-tradisi-petasan-saat-bulan-puasa-sejak-
kapan/21229/.
2
Indi Rizky Amalia Agustina dkk., “MENEROPONG ETIKA PROFESI POLISI SAAT DEMONSTRASI: ANTARA
MENJAGA KEAMANAN DAN PELANGGARAN HAM” 03 (2022).
3
Go Christian Bryan Goni, “PERBUATAN MENYIMPAN DAN MEMPERDAGANGKAN BAHAN PETASAN YANG
MENGAKIBATKAN HANCURNYA RUMAH PENDUDUK DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
DAN UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 195,” 2019.
4
Besse Muqita Rijal Mentari, “Saksi Pidana Pembunuhan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan
Hukum Islam,” Al-Ishlah: Jurnal Ilmiah Hukum 23, no. 1 (15 Mei 2020): 1–38,
https://doi.org/10.56087/aijih.v23i1.33.
5
Pratiwi Retno, Encep Abdul Rozaq, dan Redi Hadiyanto, “Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata terhadap
Jual Beli Petasan pada Bulan Ramadhan,” Bandung Conference Series: Sharia Economic Law 2, no. 1 (17 Januari
2022), https://doi.org/10.29313/bcssel.v2i1.497.
1. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan
tersebut diatas timbul bahaya umum bagi orang;
2. Dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan
tersebut diatas timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
c. Dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua
puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa
orang lain dan mengakibatkan orang mati.”6
Namun permasalahan larangan penggunaan petasan ini menjadi kontroversi karena
penggunaan petasan di bulan ramadhan menjadi sebuah perayaan yang biasanya dilakukan
oleh masyarakat yang beragama islam.7 Hal ini juga menjadi sulit untuk memisahkan bulan
suci Ramadan dan tradisi menyalakan petasan karena keduanya saling berkaitan. 8 Hal itu
dapat dilirik dari aktivitas menyalakan petasan sebagai opsi yang dipilih oleh anak-anak
muda seluruh Indonesia guna menyemarakkan bulan yang penuh berkah ini.9 Sehingga, wajar
saat Ramadan tiba, petasan mulai dijual oleh pedagang kaki lama pinggir jalan, hingga
memenuhi etalase pertokoan. 10
Menyalakan petasan juga menjadi perbedaan pendapat bagi generasi muda dan genera
tua karena pendapat mereka yang melarang adanya petasan sering kali mengganggu
ketenangan dalam beribadah namun pendapat mereka yang menyalakan petasan bahwa
euforia ramadhan harus disuarakan.

PEMBAHASAN
Penggunaan petasan dalam merayakan kemeriahan seperti bulan ramadhan adalah hak
asasi dari setiap orang11, karena semua orang dapat merayakan hal atas apapun yang
diinginkannya termasuk dalam penggunaan petasan.12 Apalagi mengingat bahwa bulan
ramadhan yang hanya satu bulan dalam satu tahun maka wajar dilihatnya jika petasan ini
turut memeriahkan dan ada di langit bulan ramadhan. Namun dalam hal ini perlu juga kita
sadari bahwa petasan ini tidak dinikmati hanya oleh kita yang merayakannya atau yang
memiliki petasannya tapi dinikmati dan dirasakan oleh sekitarnya, kita harus paham bahwa
yang memiliki HAM dalam kehidupan tidak hanya kita yang ingin meraayakan. Ada juga
orang yang ingin merayakan ramadhan dengan penuh ketenangan dalam beribadan, ada orang
yang terganggu dengan suara ledakan, dan ada juga orang yang menyelamatkan dirinya dari
bahaya petasan. Dalam hal ini kita juga harus memenuhi hak orang lain.
6
Mauliza Setiawan dan Adi Hermansyah, “POLICE ENFORCEMENT EFFORTS IN DOING AGAINST ILLEGAL
DISTRIBUTION FIRECRACKERS,” 2018.
7
‫ﻒﻴﻛﻥﺎﻀﻣﺭ ﺮﻬﺷ ﻞﺒﻘﺘﺴﻧ‬, “Bagaimana Cara Menyambut Ramadhan,” t.t.
8
“Dentuman Meriam dan Petasan, Meriahnya Sambut Ramadhan pada Masa Kolonial,” diakses 28 Maret
2023, https://nasional.kompas.com/read/2019/05/14/03030011/dentuman-meriam-dan-petasan-meriahnya-
sambut-ramadhan-pada-masa-kolonial.
9
“Polisi Larang SOTR hingga Main Petasan Selama Ramadhan, Ini Sanksinya - Islami Liputan6.com,” diakses 28
Maret 2023, https://www.liputan6.com/islami/read/5238291/polisi-larang-sotr-hingga-main-petasan-selama-
ramadhan-ini-sanksinya.
10
Agustina dkk., “MENEROPONG ETIKA PROFESI POLISI SAAT DEMONSTRASI: ANTARA MENJAGA KEAMANAN
DAN PELANGGARAN HAM.”
11
Dr H Safria Andy, “Hakikat Puasa Ramadhan dalam Perspektif Tasawuf (Tafsir Q.S Al-Baqarah: 183),” t.t.
12
Aris Rauf, “MAQASID SYARI’AH DAN PENGEMBANGAN HUKUM (Analisis Terhadap Beberapa Dalil Hukum),”
t.t.
Dalam hal ini petasan memiliki potensi kontradiktif dengan maqashid Asy-Syari'ah
(tujuan-tujuan diberlakukan syari'at) yang antara lain hifzh an-Nafs (menjaga keselamatan
jiwa) dan (menjaga nilai harta-benda) dua potensi ini cukup meggolongkan petasan sebagai
hal tidak dapat dibenarkan oleh agama.13 Namun perlu dibenarkan juga bahwa petasan
memiliki nilai syi'ar Ramadan, tapi kita harus melihatnya lagi dalam keadaannya jika
memang petasan ini memiliki esensi yang penting untuk ramadhan dan jika dilihat esensi ini
terjadi di masa lalu. Sekarang, masyarakat umumnya tidak lagi menilai petasan sebagai syi'ar,
tetapi sebagai gangguan khas Ramadan.14 Larangan petasan dalam tingkatan maqashid
syariah ini terdapat dalam Al-Dharuriyah, yang berarti kepentingan esensial dan merupakan
kebutuhan pokok, utama atau paling mendasar dalam kehidupan manusia (kebutuhan primer).
Baik menyangkut pemeliharaan kemaslahatan yang berorientasi akhirat ataupun
kemaslahatan duniawi. Apabila kemaslahatan tersebut tidak terpenuhi, maka
mengakibatkan mafsadah (kerusakan atau bahaya) sehingga dari hal ini dapat menyebabkan
kehidupan manusia menjadi cedera, cacat bahkan sampai kematian. Oleh karena itu lima hal
penting tentang memelihara agama, jiwa, keturunan, harta dan akal merupakan kebutuhan
primer yang dipelihara.15
Maka dari itu syi’ar ramadhan yang harus nya tetap disuarakan itu adalah tadarus
yang jelas pahalanya akan allah tambahkan ketika kita membacanya. 16 Maka dari itu
penggunaan petasan di bulan puasa untuk zaman sekarang tidak digunakan kembali karena
dapat menyebabkan hal-hal yang mencelakakan dan juga hal ini berkaitan dengan
pemborosan yang dilakukan karena sama saja kita membakar harta kita yang telah kita
kumpulkan.17 Selain itu penggunaan petasan untuk memeriahkan bulan puasa dan perayaan
lainnya mungkin bisa dinikmati dan di gunakan di tempat yang lebih aman untuk pemakaian
sekali du kali mungkin masi tidak bermasalah tapi jika sampai larut malam dan mengganggu
hak hak orang lain itu yang di maksud dengan menyalahi HAM dan Maqasid Syariah. 18
Bahkan jika seandainya petasan sebagai sarana syi'ar Ramadan dapat dianggap benar, maka
potensi dan kasus-kasus kerusakan yang telah ditimbulkan dalam ini akan memaksa kita
untuk meninjau kembali apakah fungsi syiar itu tidak justru menjadi bumerang bagi nilai
Ramadan di mata masyarakat luas, mengingat di balik suka cita menyambut Ramadan
terselip pula kekhawatiran akan dampak yang ditimbulkan oleh permainan petasan.19
Kita sebagai umat muslim mungkin boleh bangga untuk merayakan bulan puasa ini
dengan hati gembira tapi kita juga harus paham bahwa yang hidup di negara indonesia bukan
lah penduduk yang beragama islam tapi, agama non-islam juga ikut dalam penduduk yang
harus kita hargai keberadaannya, agar terciptanya kerukunan dan kedamaian negara

13
Ahmad Suganda, “Urgensi dan Tingkatan Maqashid Syari’ah dalam Kemaslahatan Masyarakat,” Jurnal At-
Tadbir : Media Hukum dan Pendidikan 30, no. 1 (31 Januari 2020): 1–16,
https://doi.org/10.52030/attadbir.v30i01.28.
14
Suganda.
15
Devy Khairani, “EKSISTENSI MAQASHID SYARIAH PADA TINGKATAN PENERAPANNYA,” t.t.
16
Faisal Yahya Yacob dan Faisal Ahmad Shah, “METODE PENENTUAN AWAL RAMADHAN DAN HARI RAYA
MENURUT ULAMA DAYAH ACEH,” Jurnal Ilmiah Islam Futura 16, no. 1 (17 Juli 2017): 9,
https://doi.org/10.22373/jiif.v16i1.741.
17
“Toleransi dalam Kehidupan Beragama – Character Building,” diakses 29 Maret 2023,
https://binus.ac.id/character-building/2020/05/toleransi-dalam-kehidupan-beragama/.
18
Muhammad Hasbulloh Huda, “Relevansi Essensial Hak Manusia dan al Maqâshid al Syarî‘ah,” 2017.
19
Thomas Jefferson, “HAK ASASI MANUSIA:,” t.t.
indonesia, maka dari itu dibentuk lah UU darurat yang mengatur tentang larangan
penggunaan petasan.20

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Indi Rizky Amalia, Nurul Alifatin, Muhammad Syaifuddin, dan Jazil Rifqi.
“MENEROPONG ETIKA PROFESI POLISI SAAT DEMONSTRASI: ANTARA
MENJAGA KEAMANAN DAN PELANGGARAN HAM” 03 (2022).
Andy, Dr H Safria. “Hakikat Puasa Ramadhan dalam Perspektif Tasawuf (Tafsir Q.S Al-
Baqarah: 183),” t.t.
“Dentuman Meriam dan Petasan, Meriahnya Sambut Ramadhan pada Masa Kolonial.”
Diakses 28 Maret 2023.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/14/03030011/dentuman-meriam-dan-
petasan-meriahnya-sambut-ramadhan-pada-masa-kolonial.
Goni, Go Christian Bryan. “PERBUATAN MENYIMPAN DAN MEMPERDAGANGKAN
BAHAN PETASAN YANG MENGAKIBATKAN HANCURNYA RUMAH
PENDUDUK DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
DAN UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12
TAHUN 195,” 2019.
Huda, Muhammad Hasbulloh. “Relevansi Essensial Hak Manusia dan al Maqâshid al
Syarî‘ah,” 2017.
Jefferson, Thomas. “HAK ASASI MANUSIA:,” t.t.
Khairani, Devy. “EKSISTENSI MAQASHID SYARIAH PADA TINGKATAN
PENERAPANNYA,” t.t.
“Mengulik Tradisi Petasan saat Bulan Puasa, Sejak Kapan? - Radio Solopos FM | Lifestyle -
Radio Solopos FM.” Diakses 28 Maret 2023. https://www.soloposfm.com/mengulik-
tradisi-petasan-saat-bulan-puasa-sejak-kapan/21229/.
“Menko PMK: Toleransi Antar-Umat Beragama Kunci Kemajuan Bangsa | Kementerian
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.” Diakses 29 Maret
2023. https://www.kemenkopmk.go.id/menko-pmk-toleransi-antar-umat-beragama-
kunci-kemajuan-bangsa.
Mentari, Besse Muqita Rijal. “Saksi Pidana Pembunuhan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dengan Hukum Islam.” Al-Ishlah: Jurnal Ilmiah Hukum 23, no. 1 (15
Mei 2020): 1–38. https://doi.org/10.56087/aijih.v23i1.33.
“Polisi Larang SOTR hingga Main Petasan Selama Ramadhan, Ini Sanksinya - Islami
Liputan6.com.” Diakses 28 Maret 2023.
https://www.liputan6.com/islami/read/5238291/polisi-larang-sotr-hingga-main-
petasan-selama-ramadhan-ini-sanksinya.
Pratiwi Retno, Encep Abdul Rozaq, dan Redi Hadiyanto. “Tinjauan Hukum Islam dan
Hukum Perdata terhadap Jual Beli Petasan pada Bulan Ramadhan.” Bandung
Conference Series: Sharia Economic Law 2, no. 1 (17 Januari 2022).
https://doi.org/10.29313/bcssel.v2i1.497.
Rauf, Aris. “MAQASID SYARI’AH DAN PENGEMBANGAN HUKUM (Analisis
Terhadap Beberapa Dalil Hukum),” t.t.
Setiawan, Mauliza, dan Adi Hermansyah. “POLICE ENFORCEMENT EFFORTS IN
DOING AGAINST ILLEGAL DISTRIBUTION FIRECRACKERS,” 2018.
20
“Menko PMK: Toleransi Antar-Umat Beragama Kunci Kemajuan Bangsa | Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,” diakses 29 Maret 2023, https://www.kemenkopmk.go.id/menko-
pmk-toleransi-antar-umat-beragama-kunci-kemajuan-bangsa.
Suganda, Ahmad. “Urgensi dan Tingkatan Maqashid Syari’ah dalam Kemaslahatan
Masyarakat.” Jurnal At-Tadbir : Media Hukum dan Pendidikan 30, no. 1 (31 Januari
2020): 1–16. https://doi.org/10.52030/attadbir.v30i01.28.
“Toleransi dalam Kehidupan Beragama – Character Building.” Diakses 29 Maret 2023.
https://binus.ac.id/character-building/2020/05/toleransi-dalam-kehidupan-beragama/.
Yacob, Faisal Yahya, dan Faisal Ahmad Shah. “METODE PENENTUAN AWAL
RAMADHAN DAN HARI RAYA MENURUT ULAMA DAYAH ACEH.” Jurnal
Ilmiah Islam Futura 16, no. 1 (17 Juli 2017): 9.
https://doi.org/10.22373/jiif.v16i1.741.
‫ﻒﻴﻛﻥﺎﻀﻣﺭ ﺮﻬﺷ ﻞﺒﻘﺘﺴﻧ‬. “Bagaimana Cara Menyambut Ramadhan,” t.t.

Anda mungkin juga menyukai