PENDAHULUAN
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-1
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-2
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
Tahun 2010 – 2030. Pelaksanaan revisi RTRW Kota Malang juga mempertimbangkan
peraturan atau kebijakan terkait penataan ruang yang muncul setelah ditetapkannya
RTRW Kota Malang Tahun 2010 – 2030. Dengan dinamika perkembangan kota, dan
mengacu pada hasil peninjauan kembali, maka dilakukan revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Malang Tahun 2021 – 2041 sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria Dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2018 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten
Dan Kota (Lampiran III) serta Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Pedoman
Penyusunan Basis Data Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten Dan
Kota, Serta Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota.
PENDAHULUAN I-3
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-4
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-5
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-6
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
14. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);
15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);
17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
PENDAHULUAN I-7
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-8
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-9
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-10
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
35. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
36. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);
37. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
38. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4828);
39. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042);
40. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk
dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);
41. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran
PENDAHULUAN I-11
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-12
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6634);
49. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6642);
50. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
51. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2007 tentang Perizinan
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan di Jawa Timur (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 Nomor 6 Seri E);
52. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa
Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Nomor 1 Seri E);
53. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional, dan Penataan Pasar Modern di
Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Nomor
2 Seri E);
54. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan Sampah Regional Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2010 Nomor 4 Seri E);
55. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 Nomor 3 Seri D);
56. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pedoman
Persiapan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
(Berita Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2016 Nomor 6 Seri E);
57. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 80 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan
Ruang pada Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional di Provinsi Jawa Timur;
dan
PENDAHULUAN I-13
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
58. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah Kota Malang
Tahun 2011 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang Nomor
4).
PENDAHULUAN I-14
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-15
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-16
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-17
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-18
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-19
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-20
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-21
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-22
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-23
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-24
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-25
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-26
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
c) taman
d) wisata alam dan taman wisata alam laut.
3) kawasan taman buru; dan/atau
4) kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
dapat meliputi:
a) kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, yang
dapat meliputi:
(1) suaka pesisir;
(2) suaka pulau kecil;
(3) taman pesisir; dan/atau
(4) taman pulau kecil.
b) kawasan konservasi maritim, yang dapat meliputi:
(1) daerah perlindungan adat maritim; dan/atau
(2) daerah perlindungan budaya maritim.
c) kawasan konservasi perairan.
d. kawasan lindung geologi, meliputi:
1) kawasan cagar alam geologi, dapat meliputi:
a) kawasan keunikan batuan dan fosil;
b) kawasan keunikan bentang alam; dan/atau
c) kawasan keunikan proses geologi.
2) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah,
dapat meliputi:
a) kawasan imbuhan air tanah; dan/atau
b) sempadan mata air.
e. kawasan rawan bencana yang tingkat kerawanan dan probabilitas
ancaman atau dampak paling tinggi, meliputi:
1) kawasan rawan bencana gerakan tanah (termasuk tanah
longsor);
2) kawasan rawan bencana letusan gunung api; dan/atau
PENDAHULUAN I-27
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-28
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-29
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-30
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-31
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-32
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-33
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-34
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-35
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-36
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-37
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-38
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-39
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-40
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-41
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-42
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
5) sewa ruang;
6) urun saham;
7) penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
8) kemudahan perizinan.
Sementara ketentuan disinsentif adalah perangkat atau upaya yang
diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang
dibatasi pengembangannya. Ketentuan disinsentif disusun berdasarkan:
a. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah kota,
penetapan kawasan strategis kota;
b. ketentuan umum zonasi kota; dan
c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
Ketentuan disinsentif berupa:
a. fiskal berupa pengenaan pajak yang tinggi; dan/atau
b. non fiskal berupa:
1) kewajiban pemberi kompensasi;
2) pensyaratan khusus dalam perizinan;
3) kewajiban memberi imbalan; dan/atau
4) pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.
Ketentuan disinsentif meliputi:
a. dari pemerintah kota kepada pemerintah daerah lainnya, dapat
berupa:
1) pengajuan pemberian kompensasi dari pemerintah daerah
penerima manfaat kepada daerah pemberi manfaat atas
manfaat yang diterima;
2) pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
3) pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pemerintah daerah
pemberi manfaat kepada investor yang berasal dari daerah
penerima manfaat.
PENDAHULUAN I-43
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-44
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-45
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-46
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-47
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-48
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-49
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-50
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-51
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
8. Analisis bentuk dan struktur kota serta arah pengembangannya dalam kurun
waktu perencanaan, termasuk identifikasi sistem pusat-pusat permukiman
(sistem perkotaan) yang didasarkan pada hasil identifikasi sebaran daerah
fungsional perkotaan(functional urban area) yang ada di wilayah kota.
Analisis ini juga dilengkapi dengan analisis interaksi antarpusat-pusat
permukiman atau jangkauan pelayanan yang ada di wilayah kota. Analisis ini
dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis antara lain skala
gutman, skalogram, indeks sentralitas, sociogram, christaller, rank size rule,
zipf’s rank-size distribution (tata jenjang kota-kota), indeks keutamaan,
dan/atau metode analisis lainnya.
9. Analisis lingkungan hidup, antara lain meliputi inventarisasi gas rumah kaca
serta kapasitas adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim;
10. Analisis pengurangan risiko bencana; dan
11. Analisis kemampuan keuangan pembangunan daerah, sekurang-kurangnya
meliputi:
a. Sumber penerimaan daerah dan alokasi pembiayaan pembangunan; dan
b. Prediksi peningkatan kemampuan keuangan pembangunan daerah.
12. Isu strategis pengembangan wilayah kota;
a. Potensi dan masalah penataan ruang wilayah kota, termasuk kaitannya
dengan wilayah sekitarnya;
b. Peluang dan tantangan penataan ruang wilayah kota, termasuk
kaitannya dengan wilayah sekitarnya;
c. Bentuk pola dan kecenderungan pengembangan dan kesesuaian
kebijakan pengembangan kota;
d. Perkiraan kebutuhan pengembangan wilayah kota yang meliputi
pengembangan struktur ruang, seperti sistem perkotaan dan sistem
prasarana, serta pengembangan pola ruang yang sesuai dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada dengan menggunakan potensi
yang dimiliki, mengelola peluang yang ada, serta dapat mengantisipasi
tantangan pembangunan ke depan; dan
PENDAHULUAN I-52
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-53
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-54
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-55
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-56
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-57
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-58
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-59
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-60
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
25. Kawasan strategis Kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup daerah terhadap
ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan serta merupakan bagian tidak
terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah kota;
26. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi;
27. Sistem Wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah;
28. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan nasional dan/atau provinsi;
29. Pusat Pelayanan Kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau
administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional;
30. Sub pusat Pelayanan Kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau
administrasi yang melayani sub wilayah kota;
31. Pusat Pelayanan Lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau
administrasi lingkungan permukiman kota;
32. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang
berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki;
33. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang, meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap, dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi
lalu lintas yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah, dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;
34. Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna
antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan wilayah;
PENDAHULUAN I-61
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
35. Jalan Arteri Sekunder adalah Jalan yang menghubungkan kawasan primer
dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan
sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kedua;
36. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna
antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan
wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal;
37. Jalan Kolektor Sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga;
38. Jalan Lokal Sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan,
kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan;
39. Jalan Lingkungan Sekunder adalah jalan yang menghubungkan antarpersil dalam
kawasan perkotaan;
40. Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan
sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol;
41. Terminal Penumpang Tipe A adalah Terminal Penumpang yang berfungsi
melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan antarkota antarprovinsi
(AKAP), angkutan lintas batas antarnegara, angkutan antarkota dalam provinsi
(AKDP), angkutan kota (AK), serta angkutan pedesaan (ADES);
42. Terminal Penumpang Tipe B adalah Terminal Penumpang yang berfungsi
melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan antarkota dalam provinsi
(AKDP), angkutan kota (AK), serta angkutan pedesaan (ADES);
43. Terminal Penumpang Tipe C adalah Terminal Penumpang yang berfungsi
melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan kota (AK) dan angkutan
perdesaan (ADES);
44. Jembatan adalah jalan yang terletak di atas permukaan air dan/atau di atas
permukaan tanah;
PENDAHULUAN I-62
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
45. Jaringan Jalur Kereta Api Antarkota adalah jalur kereta api antarkota yang
melintasi wilayah kabupaten/kota untuk melayani perpindahan orang dan/atau
barang;
46. Jaringan Jalur Kereta Api Perkotaan adalah jalur kereta api dalam kota untuk
melayani perpindahan orang di wilayah kota dan/atau perjalanan ulang-alik
dalam kota;
47. Jaringan Jalur Kereta Api Khusus adalah jalur kereta api yang hanya digunakan
untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tertentu dan tidak digunakan
untuk melayani masyarakat umum;
48. Stasiun Penumpang adalah tempat perhentian kereta api untuk keperluan naik
turun penumpang;
49. Energi adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan
tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik;
50. Jaringan Minyak dan Gas Bumi yang Menyalurkan Gas Bumi dari Kilang
Pengolahan-Konsumen adalah jaringan yang menyalurkan seluruh kebutuhan
gas bumi di permukaan tanah atau di bawah permukaan tanah dari kilang
pengolahan-konsumen;
51. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah saluran
tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang (konduktor) di udara
bertegangan nominal 35 kV sampai dengan 230 kV;
52. Saluran Udara Tegangan Menengah yang selanjutnya disingkat SUTM adalah
saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang (penghantar) di udara
bertegangan di bawah 35 kV sesuai standar di bidang ketenagalistrikan;
53. Saluran Udara Tegangan Rendah yang selanjutnya disingkat SUTR adalah
Saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat (penghantar) di udara
bertegangan di 220 volt sampai dnegan 1000 volt sesuai standar di bidang
ketenagalistrikan;
54. Gardu Listrik adalah bangunan sebagai tempat distribusi arus listrik;
PENDAHULUAN I-63
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-64
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
sarana pengelolaan air limbah domestik, termasuk pipa/kabel bawah laut air
limbah;
66. Instalasi Pengelolaan Air Limbah yang selanjutnya disingkat IPAL adalah tempat
pengolahan limbah cair hasil buangan;
67. Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya
disingkat B3 adalah satu kesatuan sarana dan prasarana pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3);
68. Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle yang selanjutnya
disingkat TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,
pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan;
69. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat
sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau
tempat pengolahan sampah terpadu;
70. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat
memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan;
71. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disingkat TPST adalah
tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang,
pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah;
72. Jalur Evakuasi Bencana adalah jalan yang dikhususkan untuk jalur evakuasi bila
terjadi bencana;
73. Tempat Evakuasi Bencana adalah tempat yang digunakan untuk kegiatan
memindahkan korban bencana dari lokasi bencana ke tempat yang aman atau
penampungan pertama untuk mendapatkan tindakan penanganan lebih lanjut;
74. Jaringan Drainase Primer adalah jaringan untuk menampung dan mengalirkan air
lebih dari saluran drainase sekunder dan menyalurkan ke badan air penerima;
75. Jaringan Drainase Sekunder adalah jaringan untuk menampung air dari saluran
drainase tersier dan membuang air tersebut ke jaringan drainase primer;
76. Jaringan Drainase Tersier adalah jaringan untuk menerima air dari saluran
penangkap dan menyalurkannya ke jaringan drainase sekunder;
PENDAHULUAN I-65
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
77. Jalur Sepeda adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka
Jalan, yang memiliki lebar cukup untuk dilewati satu sepeda, selain sepeda
motor;
78. Jaringan Pejalan Kaki adalah ruas pejalan kaki, baik yang terintegrasi maupun
terpisah dengan jalan, yang diperuntukkan untuk prasarana dan sarana pejalan
kaki serta menghubungkan pusat-pusat kegiatan dan/atau fasilitas pergantian
moda;
79. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya;
80. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan;
81. Badan Air adalah air permukaan bumi yang berupa sungai, danau, embung,
waduk, dan sebagainya;
82. Kawasan Perlindungan Setempat adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
kegiatan pemanfaatan lahan yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dalam tata
kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara
lestari, serta dapat menjaga kelestarian jumlah, kualitas penyediaan tata air,
kelancaran, ketertiban pengaturan, dan pemanfaatan air dari sumber-sumber air.
Termasuk di dalamnya kawasan kearifan lokal dan sempadan yang berfungsi
sebagai kawasan lindung antara lain sempadan pantai, sungai, mata air, situ,
danau, embung, dan waduk, serta kawasan lainnya yang memiliki fungsi
perlindungan setempat;
83. Kawasan Sempadan Sungai adalah bagian dari kawasan peruntukan lindung
yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan, penggunaan, dan
pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai dapat dilaksanakan sesuai
dengan tujuannya;
84. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam;
PENDAHULUAN I-66
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
85. Rimba Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohonpohon yang
kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun
tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang;
86. Taman Kota adalah lahan terbuka yang yang berfungsi sosial dan estetik sebagai
sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain yang ditujukan untuk
melayani penduduk satu kota atau bagian wilayah kota;
87. Taman Kecamatan adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu
kecamatan;
88. Taman Kelurahan adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu
kelurahan;
89. Taman RW adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW,
khususnya kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan
masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut;
90. Taman RT adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup
1 (satu) RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT
tersebut;
91. Pemakaman adalah penyediaan ruang terbuka hijau yang berfungsi utama
sebagai tempat penguburan jenazah. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai
daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim
mikro serta tempat hidup burung serta fungsi sosial masyarakat di sekitar seperti
beristirahat dan sebagai sumber pendapatan;
92. Jalur Hijau adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang
terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang
pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi
elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau;
93. Kawasan Sempadan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah kawasan di
sekitar jaringan transmisi tenaga listrik yang menyalurkan tenaga listrik tegangan
tinggi, ekstra tinggi dan/atau ultra tinggi yang ditetapkan untuk menghindarkan
dampak negatif pengaruh medan elektromagnetik terhadap lingkungan
PENDAHULUAN I-67
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-68
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
103. Kawasan Peternakan adalah Kawasan yang secara khusus diperuntukkan untuk
kegiatan peternakan atau terpadu dengan komponen usaha tani (berbasis
tanaman pangan, perkebunan, hortikultura atau perikanan) berorientasi ekonomi
dan berakses dan hulu sampai hilir;
104. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang
lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri;
105. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi
kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
106. Kawasan Pariwisata merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata
atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata baik alam, buatan,
maupun budaya;
107. Kawasan Permukiman adalah bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik, berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan;
108. Kawasan Perumahan adalah kawasan yang terdiri atas kelompok rumah tinggal
yang mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilengkapi
dengan fasilitasnya;
109. Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial adalah fasilitas yang dibangun oleh
pengembang pada lingkungan perumahan dan kawasan komersial;
110. Kawasan Infrastruktur Perkotaan adalah kawasan yang digunakan untuk
penyediaan infrastruktur/sarana dan prasarana lainnya yang mendukung
kegiatan permukiman perkotaan/kegiatan utama bukan pertanian (selain fasum
fasos, RTNH dan tempat evakuasi bencana);
111. Kawasan Instalasi Pengelolaan Air Limbah atau yang selanjutnya disingkat IPAL
adalah peruntukan tanah yang terdiri atas daratan dengan batas batas tertentu
yang berfungsi untuk tempat pembuangan segala macam air buangan (limbah)
PENDAHULUAN I-69
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
yang berasal dari limbah-limbah domestik, industri, maupun komersial dan lain-
lainnya;
112. Kawasan Instalasi Pengelolaan Air Minum atau yang selanjutnya disingkat IPAM
adalah peruntukan tanah yang terdiri atas daratan dengan batas-batas tertentu
yang berfungsi untuk menurunkan konsentrasi polutan dalam air, sehingga
meningkatkan kualitas air agar memenuhi persyaratan kualitas air minum;
113. Kawasan Tempat Pemrosesan Akhir atau yang selanjutnya disingkat TPA adalah
peruntukan tanah di daratan dengan batas-batas tertentu yang digunakan
sebagai tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk terakhir
perlakuan sampah;
114. Kawasan Pembangkitan Tenaga Listrik adalah bagian dari kawasan budidaya
yang dikembangkan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik;
115. Kawasan Campuran adalah kawasan yang direncanakan terdiri atas minimal 3
fungsi (campuran hunian dan non-hunian) dengan luas 0,5-60 Ha, dengan
kepadatan menengah hingga tinggi yang terintegrasi baik secara fisik maupun
fungsi, dalam bentuk vertikal, horizontal, atau kombinasi keduanya,
berkeseuaian, saling melengkapi, saling mendukung terhubung antara satu
dengan lainnya sebagai satu kesatuan, serta merupakan kawasan ramah pejalan
kaki, dan dilengkapi oleh prasarana dan sarana yang memadai;
116. Kawasan Perdagangan dan Jasa adalah kawasan yang difungsikan untuk
pengembangan kegiatan usaha yang bersifat komersial, tempat bekerja, tempat
berusaha, serta tempat hiburan dan rekreasi, serta fasilitas umum/sosial
pendukungnya;
117. Kawasan Perkantoran adalah kawasan yang difungsikan untuk pengembangan
kegiatan pelayanan pemerintahan dan tempat bekerja/berusaha, tempat
berusaha, dilengkapi dengan fasilitas umum/sosial pendukungnya;
118. Kawasan Transportasi adalah kawasan yang dikembangkan untuk menampung
fungsi transportasi skala regional dalam upaya untuk mendukung kebijakan
pengembangan sistem transportasi yang tertuang di dalam rencana tata ruang
yang meliputi transportasi darat, udara, dan laut;
PENDAHULUAN I-70
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
119. Kawasan Pertahanan dan Keamanan adalah kawasan yang dikembangkan untuk
menjamin kegiatan dan pengembangan bidang pertahanan dan keamanan
seperti instalasi pertahanan dan keamanan, termasuk tempat latihan, kodam,
korem, koramil, dan sebagainya;
120. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang kondisi atau karakteristiknya
sering dan berpotensi mengalami kejadian bencana;
121. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan atau yang selanjutnya disingkat
KKOP adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar
bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam
rangka menjamin keselamatan penerbangan;
122. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah kesesuaian antara rencana
kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RTRW;
123. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah dokumen yang
menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan
RTRW;
124. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah dokumen yang
menyatakan kesesuaian antara rencena kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan
RTRW;
125. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission
yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh
Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau
walikota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi;
126. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintahan lain
dalam penyelenggaraan penataan ruang;
127. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas
kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan
bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang yang dalam peraturan ini
adalah dalam proses perencanaan tata ruang; dan
PENDAHULUAN I-71
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
128. Forum Penataan Ruang Daerah adalah wadah di tingkat daerah yang bertugas
untuk membantu Pemerintah Daerah dengan memberikan pertimbangan dalam
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
PENDAHULUAN I-72
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
subtansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok yang dilengkapi
peraturan zonasi sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang
sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang
dan rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang dapat berupa rencana tata ruang
kawasan strategis dan rencana detail tata ruang. Kedudukan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Malang, dijabarkan kedudukannya pada Gambar 2.1.
PENDAHULUAN I-73
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-74
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
c. fisik wilayah;
d. sosial kependudukan;
e. ekonomi wilayah;
f. sebaran ketersediaan dan kebutuhan sarana dan prasarana;
g. penguasaan tanah;
h. sistem pusat permukiman untuk wilayah daerah provinsi atau
kabupaten dan bentuk serta struktur kota untuk wilayah daerah kota;
i. lingkungan hidup;
j. pengurangan risiko bencana; dan
k. kemampuan keuangan pembangunan daerah.
4. Penyusunan konsep, meliputi;
a. alternatif konsep rencana;
b. pemilihan konsep rencana; dan
c. erumusan rencana terpilih menjadi muatan RTRW Provinsi dan RTRW
Kabupaten/Kota.
5. Penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang RTRW
Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota, meliputi:
a. penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah tentang
RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota;
b. penyusunan rancangan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi dan
RTRW Kabupaten/Kota; dan
c. pembahasan rancangan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi atau
RTRW Kabupaten/Kota.
PENDAHULUAN I-75
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-76
REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG
PENDAHULUAN I-77