Anda di halaman 1dari 2

Pertama, adalah model puufikasi (pembersihan) ilmu, Islamisasi.

Dalam hal ini ada


dua tokoh yang sering disebut sebagai penggagas model purifikasi atau Islamisasi,
yakni Islamil Al-Faruqi dan Muhammad Naquib al-Atas. Bagi AlFaruqi, sebagaimana
dikutp Abudin Nata, bahwa pendekatan yang dipakai adalah menuangkan Kembali
seluruh khasanah pengetahuan Barat dalam kerangka Islam yang dalam praktriknya
“tak lebih” dari usaha penulisan kembali buku-buku teks dalam berbagai disiplin ilmu
dengan wawansan ajaran Islam.34 Model Al-Faruqi ini ditempuh dengan empat
Langkah, yakni; (1) penguasaan khasanah ilmu pengetahuan Muslim; (2) penguasaan
khasanah ilmu pengetahuan masa kini (3) identifikasi kekukarangan-kekuarangan
ilmu pengetahuan itu dalam kaitannya dengan ideal Islam; dan (4) merekonstruksi
ilmu-ilmu tersebut sehingga menjadi suatu paduan yang selaras dengan wawasan dan
ideal Islam.35 Sementara Muhammad Naquib al-Attas yang selairan dengan konsep
integrasi ilmu alFaruqi, tantangan untuk mengatasi keterbelakangan di kalangan Umat
Islam dan mengejar ketertinggalan dari Barat adalah dengan pertama-pertama
pengetahuan Barat harus dibersihkan dahulu dari unsur-unsur asing bagi ajaran Islam,
kemudian merumuskan serta memadukan unsur-unsur Islam yang esenssial kedalam
konsep-konsep kunci, sehingga menghasilkan suatu komposisi yang merangkum
pengetahuan inti itu. Pembersihan tersebut dilakukan dengan membersihkan dari
unsur-unsur sekularistik yang memisahkan agama dan urusan keduaniaan dan ilmu
pengetahuan terutama wawasan yang bersifat transedental, metafisik, spiritual, moral
dan keyakinan pada Tuhan. Ilmu dari Barat juga harus dibersihkan dari pandangan
anthropo-centred (semata-mata bertumpu pada panca indra, akal dan usaha manusia)
yang dilengkapi dengan teo-centred; menghilangkan paham liberalistic dengan
memasukkan paham keharusan manusia untuk tunduk pada aturan Tuhan
sebagaimana terdapat dalam wahyu.36 Singkatknya dalam pendekatan purifikasi
Islamisme, ilmu harus dibersihkan dan mendapatkan unsur-unsur transedental.
Kelima, model interkonektifitas-Fungsional yang ditawarkan Amin Abdullah. Model
ini menempatkan Alqur’an dan al-Sunnah yang ditopang dengan ilmu bahasa,
metodologi, dan basic Science mendorong untuk melakukan kajian terhadap
kandungannya untuk melahirkan rumpun ilmu agama Islam dalam bentuk ulum al-
Din, al-Fikr, al_Islamya dan Dirasah Islamiyah (Islamic Studies), yang selanjutnya
mendorong penelitian dan pengembangan ilmu-ilmu alam yang dipadukan dengan
Teknik yang mengahsilkan teknologi yang berguna untuk mendukung pekaksanaan
ajaran agama. Amien Abdullah40 yang banyak menekuni isu-isu filsafat ilmu
pengetahuan menyebutkan bahwa usaha mempertemukan ilmuilmu agama dan ilmu-
ilmu umum (sekuler) bukan dimaksudkan untuk alasan-alsan pragmatis, tetapi lebih
dari itu untuk membangun suatu paradigma keilmuan yang saling terhubungkan satu
sama lain. Menurut Parluhutan Siregar, rekonstruksi pemikiran Amin Abdullah
didasarkan pada beberapa argumentasi. Pertama, kitab suci (termasuk al-Qur’an dan
Sunnah) perlu dipandang sebagai kebenaran yang berlapislapis. Kedua, meskipun
kebenaran dalam kitab suci adalah multlak, namun kebenaran kitab suci perlu dilihat
dari berbebagai sudut pandang keilmuan, sehingga ajaran agama yang berlapis-lapis
tersebut bisa diketahui dan dipahami dalam dunia kontemporer. Ketiga, kitab suci
tidak hadir di ruang hampa tetapi hadir dalam kenyataan historis pada waktu
penurunannya yang tidak bisa ditutup-tutupi telah memberikan warna terhadap corak
ajaran kitab suci.41 Keempat, perlu membangun kembali secara sistematis dan
ekstensif paham keagamaan di dunia kontemporer dengan tidak hanya mencukupkan
diri belajar dari agama sendiri, tetapi juga perlu berdialog dengan agama lain, serta
perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.42 Itulah sebabnya Amien Abdullah
mendorong jejaring pengetahuan, yang berarti bahwa dalam mengajarkan Dirasat
Islamiyah perlu mendorong berbagai pendekatan dengan menghubungkan asumsi
dasar, kerangka teori, paradigma, metodologi serta epistemologi yang dimiliki oleh
satu disiplin ilmu dan disiplin ilmu yang lain untuk memperluas horizon dan
cakrawala analisis keilmuan.43 Keenam, model pohon ilmu yang diperkenalkan oleh
Imam Suprayogo, dimana akarnya kukuh menghunjam ke bumi, menggambarkan
ilmu alat yang harus dikuasai oleh sbeaikbaiknya oleh setiap mahasiswa, yaitu bahasa
Arab dan bahasa Inggris, logika, pengantar ilmu alam, dan ilmu-ilmu sosial. Batang
pohon tersebut adalah al-Qur’an, al-Hadits, pemikiran Islam, sirah nabawiyah, dan
sejarah Islam. Adapun dahannya adalah sejumlah ilmu dengan berbagai cabangnya
seperti ilmuilmu alam, ilmu sosial dan humaniora. Tanah yang subur adalah keharusan
menumbuhkan kultur kehidupan yang Islami dan kegiatan spiritual. Buah yang
dihasilkan menggambar produk pendidikan Islam, yaitu iman, amal shaleh, dan
akhlakul karimah

Anda mungkin juga menyukai