Anda di halaman 1dari 23

Plagiarism Checker X Originality Report

Similarity Found: 53%

Date: Monday, October 03, 2022


Statistics: 3723 words Plagiarized / 6962 Total words
Remarks: High Plagiarism Detected - Your Document needs Critical Improvement.
-------------------------------------------------------------------------------------------

Enzim merupakan suatu proses metabolisme yang berperan sebagai biokatalis untuk
setiap reaksi metabolisme yang terjadi pada makhluk hidup. Dalam aktifitas enzim
sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti konsentrasi, suhu ataupun pH. Pada
kondisi yang normal enzim sendiri dapat bekerja secara optimal dalam reaksi
katabolisme maupun anabolisme. Enzim pada aktifitasnya bekerja secara spesifik
terhadap substrat yang akan dikatalisisnya maka dari itu kita dapat mengetahui berapa
besar aktivitas yang telah dilakukan. Seperti contoh adalah enzim yang bekerja untuk
mendegrasi amilum adalah amilase.

Jenis sampah yang sering berada di rumah adalah sampah organik. Sampah organik
memiliki banyak sekali manfaat jika diolah dengan benar, misalnya dibuat menjadi
pupuk kompos atau dibuat menjadi eco-enzyme. Eco-enzyme pertama kali ditemukan
dan dikembangkan di Thailand oleh Dr. Rosukan Poompanvong yang aktif pada riset
mengenai enzim selama lebih dari 30 tahun. Poompanvong menerima penghargaan dari
FAO PBB atas penemuannya. Dr. Joean Oon, Director of the Centre for Naturopathy and
Protection of Families in Penang (Malaysia), membantu menyebar luaskan manfaat dari
eco-enzym (Sasetyaningtyas, 2020).

Eco enzyme atau dalam Bahasa Indonesia disebut eko enzim adalah larutan zat organik
kompleks yang diproduksi dari proses fermentasi sisa organik, gula, dan air. Cairan
eco-enzyme ini memiliki warna coklat gelap dan memiliki aroma yang berbau asam atau
aroma segar yang cukup kuat (Utpalasari dan Dahliana, 2020). Dengan cairan
eco-enzyme yang banyak manfaatnya akan membuat lingkungan kita menjadi lebih
baik. Diantaranya adalah membersihkan air sungai atau air got di depan rumah kita.

Gerakan membuat eco-enzyme dilakukan beramai-ramai di rumah masing-masing yang


dikoordinir oleh Lingkungan Filipus, kemudian cairan yang sudah jadi disiramkan ke
saluran got disekitar rumah masing-masing, sebagai pembersih serbaguna dan
sebagainya. Praktikum mengenai cara pembuatan eco-enzyme perlu dilakukan
mengingat banyaknya manfaat dari cuka apel ini sendiri. Praktikum ini berguna untuk
mempelajari proses pemanfaatan sampah organik menjadi produk eco-enzyme melalui
proses fermentasi. 1.1. 1.1. Rumusan Masalah 1) Apa saja kandungan senyawa yang
terdapat di dalam eco-enzyme? 2) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pH pada
eco-enzyme? 3) Bagaimana pengaruh limbah sayur dan buah terhadap pH eco-enzyme?
1.2.

Tujuan 1) Mengetahui kandungan senyawa yang terdapat di dalam eco-enzyme. 2)


Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pH pada eco-enzyme. 3) Mengetahui
pengaruh limbah sayur dan buah terhadap pH eco-enzyme. 1.3. Manfaat 1) Dapat
menjadi sumber literasi praktikan mengenai pengaruh penambahan inokulum dalam
pembuatan eco-enzyme. 2) Dapat memberikan pembaca mengenai fermentasi
ecoenzym.. 3) Dapat menjadi acuan praktikan di masa yang akan datang mengenai
pemanfaatan sampah organik menjadi eco-enzyme. 1.5.

Hipotesis 1) Eco-enzyme berasal dari kulit buah yang banyak mengandung senyawa
metabolit sekunder, senyawa ini diproduksi oleh mikroba yang terdapat pada kulit buah
atau bahan organik yang digunakan (Yuliana dan Handayani, 2022). 2) Waktu fermentasi
dan penggunaan molase yang digunakan memiliki dampak yang penting terhadap
tingkat pH (Ronny, 2022). 3) Hasil larutan eco-enzyme dari bahan organik berupa buah
menyebabkan parameter kimia bersifat asam dengan nilai pH rendah (Utpalasari, R. L.,
dan Dahliana, I).BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Definisi Sampah Secara sederhana, sampah merupakan materi, bahan maupun segala
sesuatu yang tidak diinginkan, baik itu merupakan sisa atau residu maupun buangan
(Daffa, 2021). Meski demikian, dalam konsep perundang-undangan, sampah dapat pula
muncul, ada maupun timbul akibat proses alam yang berbentuk padat. Sampah tidak
muncul akibat proses alam, atau dengan kata lain bahwa materi-materi yang muncul
akibat proses alam tidaklah dinamakan sampah, sebab yang ada hanyalah
produk-produk yang tidak bergerak.

Sampah (waste) dalam pengertian yang tidak jauh berbeda sampah yaitu sebagai bahan
yang dibuang atau terbuang; merupakan hasil aktivitas manusia atau alam yang sudah
tidak digunakan lagi karena sudah diambil unsur atau fungsi utamanya (Putra dkk,
2022). Sebagai hasil dari aktivitas manusia, maka besar kecil atau banyak tidaknya,
timbulan sampah akan tetap ada selama manusia masih beraktivitas. Akan tetapi
menurut Anwar, aktifitas yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) bukanlah
aktifitas biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk ke dalam
kategori sampah.

Sampah organik adalah sampah yang dapat membusuk dan terurai sehingga bisa diolah
menjadi kompos. Misalnya, sisa makanan, daun kering, sayuran, dan lain-lain.
Pengelolaan sampah organik dengan cara pengomposan merupakan cara yang paling
efektif karena dapat mengendalikan bahaya yang mungkin terjadi. Pengomposan adalah
penguraian dan pemantapan bahan organik, secara biologi dengan suhu yang tinggi.
Hasil akhir dari pengomposan tersebut adalah bahan yang cukup bagus untuk
diaplikasikan ke tanah. Pengomposan tersebut dapat dilakukan dengan cara yang
bersih, namun tanpa menghasilkan kegaduhan baik diluar maupun di dalam suatu
ruangan.

Teknologi yang dilakukan pada proses pengomposan ini cukup beragam. Sampah
Anorganik adalah sampah yang susah membusuk dan tidak dapat diuraikan kembali.
Namun keunggulannya yaitu dapat didaur ulang menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Contohnya botol plastik, kertas bekas, karton, kaleng bekas dan masih banyak lagi.
Pengelolaan sampah Anorganik ini sulit untuk dikelola lagi menjadi bahan ramah
lingkungan. Sehingga pengelolaan sampah organik ini agar tidak menjadi polusi
menjadi masalah lingkungan hidup.

Selain pengertian sampah secara umum yang sering digunakan untuk menyatakan
limbah padat, sampah didefinisikan pula berdasarkan sudut pandang lainnya (Kahfi,
2017). Sudut pandang ekonomi sendiri sampah diartikan sebagai sisa-sisa bahan yang
mengalami perlakuan-perlakuan baik. Hal ini karena sudah diambil bagian utamanya,
atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya yang ditinjau dari
segi sosial ekonimi tidak ada harganya.

dapat diartikan sebagai bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktifitas manusia
maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomi. Dari segi lingkungan, sampah
dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan (Widiyanto dkk,
2020). Menurut kamus istilah lingkungan hidup, sampah mempunyai definisi sebagai
bahan yang tidak mempunyai nilai, bahan yang tidak berharga untuk maksud biasa.
Sampah juga merupakan bahan rusak, barang yang cacat dalam pembikinan
manufaktur, materi berkelebihan, atau bahan yang ditolak. Senada dengan pengertian
tersebut adalah definisi yang dinyatakan dalam SNI tahun 2002.

Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Berdasarkan
beberapa pengertian tersebut terlihat bahwa sampah merupakan materi/bahan sisa atau
lebih (baik oleh manusia maupun alam) yang tidak diperlukan, tidak berguna, tidak
mempunyai nilai, serta tidak berharga. Sampah yang akhirnya terbuang (dibuang)
maupun ditolak, yang merupakan materi/bahan yang dapat mengganggu bahkan
membahayakan (fungsi) lingkungan.

Sementara sumber timbulan/timbunan sampah tersebut berasal dari kegiatan penghasil


sampah seperti pasar, rumah tangga, perkotaan (kegiatan komersial/ perdagangan),
fasilitas-fasilitas umum lainnya, dan kegiatan lain. Kegiatan tersebut seperti dari industri
dengan limbah yang sejenis sampah. Sumber sampah di masyarakat terkait erat dengan
memanfaatan lahan atau tempat pembuangan yaitu tempat penampungan sementara
(TPS) atau tempat penampungan akhir (TPA). Beberapa sumber sampah sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis antara lain: perumahan, komersil, institusi,
konstruksi dan pembongkaran, pelayanan jasa dan perkotaan, unit pengolahan, industri,
dan pertanian/perkebunan.

Permasalahan pengelolaan persampahan menjadi sangat serius utamanya di perkotaan


akibat kompleksnya permasalahan yang dihadapi dan kepadatan penduduk yang tinggi
(Nafurbenan dkk, 2022). Hal ini menyebabkan pengelolaan persampahan sering
diprioritaskan penanganannya di daerah perkotaan. Permasalahan dalam pengelolaan
sampah yang sering terjadi antara lain perilaku dan pola hidup masyarakat masih
cenderung mengarah pada peningkatan laju timbulan sampah (Sholihah dan akliyah,
2022).

Hal ini membebani pengelola kebersihan, keterbatasan sumber daya, anggaran,


kendaraan personil sehingga pengelola kebersihan belum mampu melayani seluruh
sampah yang dihasilkan. Timbulnya permasalahan sampah saat ini tidak terlepas dari
perilaku warga masyarakat sebagai penghasil sampah, maupun lemahnya aturan terkait
hal tersebut. Kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak warga masyarakat yang
belum melakukan pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga dengan baik.

Contohnya mulai dari memilah sampah, menyimpannya, dan membuang sampah pada
tempatnya, sementara kelemahan aturan dan kordinasi antar lembaga disinyalir ikut
memberi andil terhadap permasalahan tersebut. Menjawab persoalan persampahan
tersebut diciptakanlah berbagai opsi, berupa konsep pengelolaan sampah yang
penekanannya terletak pada perubahan paradigma masyarakat. Secara umum dalam
memandang sampah, misalnya bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan
sampah.

Disamping memperkenalkan berbagai model pengelolaan dan penanganan sampah


yang dimulai dari rumah tangga sampai pada TPA dan akhirnya diperkuat melalui
instrumen-instrumen hukum yang berlaku. 2.2. Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat Peningkatan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan industri yang seakin
pesat akan memberikan dampak pada jumlah sampah yang dihasilkan. Sampah tersebut
antara lain sampah plastic, kertas, produk kemasan yang mengandung B3 (Bahan
Beracun Berbahaya).

Jumlah dan jenis sampah, sangat tergantung dari gaya hidup dan jenis material yang
kita konsumsi semakin meningkat perekonomian dalam rumah tangga maka semakin
bervariasi jumlah sampah yang dihasilkan. Selain kondisi-kondisi yang telah dijelasakan
tersebut masih dijumpai timbulan atau buangan sampah yang berada di sungai
sehingga memberikan dampak negatif pada lingkungan hidup yang akhirnya
menganggu kesehatan manusia. Pengolahan sampah domestik ini tentunya harus
menjadi perhatian bersama. Sejatinya, dengan pengelolaan yang benar, rumah tangga
dapat mengurangi signifikan produksi sampahnya.

Dalam pengelolaan sampah rumah tangga, ada beberapa langkah yang tidak terlalu
rumit yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir produksi sampah-sampah hasil rumah
tangga, di antaranya: 1) Hindari penggunaan plastik, terutama plastik sekali pakai. 2)
Belilah makanan/minuman yangminim kemasan. Tren pembelian makanan secara daring
menggunakan aplikasi transportasi online membuat konsumsi kemasan makanan dan
minuman juga semakin tinggi. 3) Lakukanlah daur ulang. Sampah organik dapat kita
daur ulang menjadi kompos, sementara sampahanorganik dapat kita daur ulang
menjadi barang-barang bernilai ekonomis seperti mengolah sampah bungkus kopi
menjadi tas, mengubah botol menjadi pot, dan sebagainya.

4) Donasikan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Perilaku konsumtif manusia


seringkali menyebabkan banyak barang yang tidak kita pergunakan lagi, meski
kondisinya masih lumayan bagus. Daripada tidak kita pergunakan sampai akhirnya rusak
dan menjadi onggokan sampah, lebih baik kita donasikan kepada mereka yang
memerlukan, baik itu untuk perorangan maupun untuk lembaga. Sampah adalah limbah
yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Bogar dkk, 2019).

Pada umumnya paradigma masyarakat terhadap sampah dengan sifat padat yang
dihasilkan dari aktivitas rumah tangga atau industri, adalah benda yang yang tidak lagi
diinginkan atau tidak bernilai ekonomis. Dengan adanya UU No. 18 /2008 tentang
Pengelolaan Sampah maka perlu suatu pengelolaan sampah dengan maksimal. Adapun
upaya pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara Reuse, Reduce, dan Recycle (3
R) (Hayati dkk, 2021). Ketiga hal tersebut merupakan kegiatan memperlakukan sampah
dengan cara, menggunakan kembali, mengurangi dan mendaur ulang. Ada beberapa
cara agar sampah yang dihasilkan dapat diproses dan dikelola dengan baik yaitu: 1.

Reuse (menggunakan kembali) : yaitu penggunaan kembali sampah secara langsung,


baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain. 2. Reduce (mengurangi): yaitu
mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah. 3. Recycle
(mendaurulang): yaitu memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses
pengolahan. Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat adalah suatu
pendekatan pengelolaan sampah (Natalia dkk, 2021). Hal tersebut didasarkan pada
kebutuhan dan permintaan masyarakat yang direncanakan, dilaksanakan, dikontrol dan
dievaluasi bersama masyarakat. Pemerintah dan lembaga lainnya sebagai motivator dan
fasilitator.

Fungsi motivator adalah memberikan dorongan agar masyarakat siap memikirkan dan
mencari jalan keluar terhadap persoalan sampah yang mereka hadapi. Tetapi jika
masyarakat belum siap dengan hal ini, maka fungsi pemerintah atau lembaga lain
adalah menyiapkan terlebih dahulu. Misalnya dengan melakukan pelatihan, study
banding dan memperlihatkan program yang sukses. Pada saat ini terutama di kota besar
peningkatan timbulan sampah perkotaan (2-4 %/tahun) yang tidak diikuti dengan
ketersediaan prasarana dan sarana persampahan yang memadai.

Hal ini berdampak pada pencemaran lingkungan yang selalu meningkat dari tahun ke
tahun. Dengan mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, maka beban pencemaran
akan selalu menumpuk di lokasi Tempat penampungan akhir (TPA) dan pengelolaan
sampahnya tidak memenuhi standard yang telah dipersyaratkan. Kebiasaan membakar
sampah memang sudah membudaya di masyarakat baik itu di perdesaan maupun di
perkotaan (Wati dkk, 2021). Jenis-jenis sampah saat ini cenderung didominasi oleh
sampah sintetis kimia seperti plastik, karet, styrofoam, logam, kaca dan lain-lain.

Apabila sampah tersebut dibakar maka akan mengeluarkan gas-gas beracun yang dapat
membahayakan kesehatan masyarakat yang menghirupnya dan memperburuk kualitas
lingkungan udara. Misalnya hasil pembakaran sampah plastik menghasilkan gas dioxin
yang mempunyai daya racun 350 kali dibandingkan asap rokok. Dioxin termasuk super
racun dan bersifat karsinogenik bila masuk kedalam jaringan tubuh manusia terutama
saraf dan paru-paru, sehingga dapat mengganggu sistem saraf dan pernafasan
termasuk penyebab kanker.

Pembakaran styrofoam tidak baik karena akan menghasilkan CFC yang dapat merusak
lapisan ozon sehingga berbahaya bagi manusia. Tumpukan sampah pada rempat
pembuangan sampah sementara maupun tempat pembuangan akhir akan
menghasilkan lindi. Leachate/lindi merupakan jens limbah cair yang timbul akibat
masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas
materi-materi terlarut. Materi ini termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi
biologis. Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan sangat
bervariasi dan berfluktuasi.

Leachate/lindi yang tidak ditangani dengan baik yaitu tanpa melalui pengolahan dapat
memberikan dampak negative pada lingkungan antara lain timbulnya bau sehingga
menguranggi estetika, timbulnya penyakit. Vektor atau pembawa penyakit yang
ditimbulkan dari tempat sampah adalah thypus, disentri dengan vector pembawa
penyakit adalah lalat, kecoa, tikus dan lain sebagainya (Sembiring dkk, 2018). Produsen
sampah utama adalah masyarakat, sehingga mereka harus bertanggung jawab terhadap
sampah yang mereka produksi (Prihatin, 2022). Konsep penangan sampah yang baik
adalah penanganan sampah yang dimulai di sumber.

Semakin dekat dengan sumbernya maka semakin besar rasa memiliki (sense of
belonging) dan rasa tanggung jawab orang untuk mengelola sampahnya. Misalnya jika
suatu sampah hasil rumah tangga desa A yangg dibuang ke desa B, secara sosial pasti
akan ada penolakan oleh desa B, karena desa B tidak mempunyai sense of belonging
terhadap sampah dari desa A. Oleh karena itu, lebih baik sampah hasil rumah tangga
desa A dibuang dan dikelola sendiri oleh desa A itu sendiri.

Sumber sampah yang berasal dari masyarakat sebaiknya dikelola oleh masyarakat yang
bersangkutan agar mereka bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri. Jika
sampah dikelola oleh pihak lain atau orang yang tidak berkompeten biasanya mereka
kurang bertanggung jawab bahkan cenderung destruktif. Disamping itu, kemampuan
pemerintah baik dari sisi manajemen dan pendanaan masih terbatas, misalnya
kemampuan pemda kabupaten Tangerang dalam mengelola sampah hanya sebesar 30
persen.

Jika tanggung jawab sampah hanya diserahkan pada pemerintah setempat, maka
mustahil permasalahan sampah ini sendiri akan dapat terselesaikan secara baik dan
berkelanjutan. Berbasis masyarakat bukan berarti dalam pengoperasiannya selalu harus
dilakukan oleh masyarakat, tetapi boleh juga dilakukan oleh lembaga atau badan
profesional yang mampu dan diberi mandat oleh masyarakat. Yang penting adalah apa
yang layak dan realistis dilakukan untuk memecahkan masalah sampah yang dihadapi
oleh masyarakat trersebut.

Misalnya kalau secara realistis masyarakat tidak mampu dari sisi waktu dan manajemen
untuk mengoperasikan maka jangan diserahkan pengoperasiannya pada masyarakat.
Lebih baik masyarakat didorong untuk mencari dan menunjuk lembaga profesional atau
perorangan yang mampu dan dipercaya untuk mengoperasikan waktu dan manajemen
yang ada. Perlunya partisipasi masyarakat untuk berperan aktif dalam mengelola
sampahnya dan dapat dimulai dari rumah tangga dengan cara pemilahan sampah
organik, sampah anorganik mapun sampah B3. Hal ini nantinya yang terangkut ke TPA
hanya sisanya saja.

Dengan pemilahan sampah tersebut maka sampah organik dapat diolah kembali
menjadi kompos sedangkan sampah anorganik dapat dirubah menjadi bentuk lain
sehingga bernilai ekonomis serta dapat dijadkan briket sampah. Perlunya pengawasan
yang berkelanjutan dari instansi terkait untuk memantau keberhasilan dalam
pengelolaan sampah berbasis masyarakat. 2.3. Fermentasi Eco-Enzyme Eco-enzyme
adalah cairan multifungsi yang dihasilkan dari proses fermentasi 3 bulan dengan bahan
sederhana, gula merah/tetes tebu, limbah atau sampah organik dengan menggunakan
komposisi 1:3:10 (Fajri dkk, 2022).

Selama proses fermentasi eco-enzyme ini, akan menghasilkan ozon dan oksigen, ini
setara dengan yang dihasilkan oleh 10 pohon. beberapa manfaat eco-enzyme yaitu
dapat membersihkan sungai yang tercemar polusi, antiseptik pada tubuh, menyuburkan
tanah yang kering dan sebagai pengganti produk kimia rumah tangga harian. Rumah
tangga menghasilkan limbah organik seperti sisa makanan, buah, sayur dan limbah
unorganik seprti plastik dan botol kemasan. Limbah tersebut dibuang ke tong sampah
tanpa dipilah. Limbah buah dan sayur bisa dimanfaatkan untuk dibuat produk eco
enzym.

Eco-enzym adalahlarutan zat organik kompleks yang diproduksi dari proses fermentasi
sisa organik, gula, dan air. Cairan eco-enzyme ini berwarna coklat gelap dan memiliki
aroma yang asam/segar yang kuat. Cairan ini merupakan cairan serbaguna yang bisa
dimanfaatkan untuk bersih-bersih rumah, deterjen, racun bagi hama pertanian ( Ramli
dan Hamzah. 2017). Pembuatan enzim ini juga memberikan dampak yang luas bagi
lingkungan secara global maupun ditinjau dari segi ekonomi.

Ditinjau manfaat bagi lingkungan, selama proses fermentasi enzim berlangsung,


dihasilkan gas O3 yang merupakan gas yang dikenal dengan sebutan ozon.
Sebagaimana diketahui jika satu kandungan dalam eco-enzyme adalah asam asetat ),
yang dapat membunuh kuman, virus dan bakteri (Nurdin dkk, 2021). Sedangkan
kandungan Enzyme itu sendiri adalah lipase, tripsin, amilase dan ampu
membunuh/mencegah bakteri patogen. Selain itu juga dihasilkan (Nitrat) dan (Karbon
trioksida) yang dibutuhkan oleh tanah sebagai nutrient.
Dari segi ekonomi, pembuatan enzim dapat mengurangi konsumsi untuk membeli
cairan pembersih lantai ataupun pembasmi serangga. Produk eco-enzyme
membutuhkan waktu selama 3 bulan untuk menjadi hasil fermentasi yang disebut
eco-enzyme. Selama proses pembuatan eco-enzyme ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan. Pada minggu pertama dan minggu keempat wadah tempat fermentasi
dibuka dan dilakukan pengadukan beberapa saat dan setelah itu ditutup lagi dengan
rapat. Selama proses pengadukan maka akan terjadi periatiwa pelepasan ozon ( ) yang
secara langsung pelepasan tersebut ikut menciptakan kontribusi penambahan di udara
bebas (Megah dkk, 2018). 2.4.

Manfaat Kandungan Eco-Enzyme Eco-enzyme merupakan hasil olahan limbah dapur


yang difermentasi dengan menggunakan gula. Limbah dapur yang diolah adalah yang
berupa ampas buah dan sayuran. Pada dasarnya, eco-enzyme mempercepat reaksi
bio-kimia di alam untuk menghasilkan enzim yang berguna menggunakan sampah buah
atau sayuran. Enzim dari "sampah" ini adalah salah satu cara manajemen sampah yang
memanfaatkan sisa-sisa bahan dapur yang tidak dipakai lagi untuk menjadi sesuatu
yang bermanfaat.

Eco-enzyme dapat digunakan sebagai pupuk alami dan pestisidia yang efektif sehingga
menekan biaya dan dapat dibuat dengan cara yang mudah. Setelah proses fermentasi
selama 3 bulan maka eco-enzyme siap dipanen. Saring terlebih dahulu untuk
memisahkan cairan dengan residu. Residu hasil dari fermentasi bisa kembali digunakan
dengan menambahkan kulit buah yang akan digunakan. Jika dilihat dari cara pembuatan
eco-enzyme yang mengolah sampah dapur menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
lingkungan, berkaitan erat dengan tujuan dari Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN).

Hari Peduli Sampah Nasional HPSN ini merupakan peringatan penting bagi masyarakat
Indonesia untuk peduli terhadap sampah-sampah yang dihasilkan setiap tahunnya di
Indonesia. Masalah sampah haruslah menjadi fokus seluruh komponen masyarakat,
mulai dari pemerintah hingga kita yang setiap harinya membuang sampah. Salah satu
cara untuk mengolah sampah dengan bijak adalah membuat eco-enzyme. Pengelolaan
sampah yang benar dapat menjaga kelestarian lingkungan (Nahdi dkk, 2021). Dengan
begitu kesehatan masyarakat juga dapat terjaga. Eco-enzyme memiliki segudang
manfaat yang cukup baik.

Cairan eco-enzyme ini merupakan cairan serbaguna yang bisa dimanfaatkan untuk
berbagai pembersih seperti : 1) Pembersih lantai 2) Pembersih toilet 3) Pembersih dapur
4) Pembersih piring 5) Pembersih udara Hadirnya eco-enzyme yang membawa
segudang manfaat, masalah sampah menjadi teratasi. Kita jadi lebih hemat karena tak
mesti terus beli pembersih, dan lebih sehat karena bebas bahan kimia buatan.
Eco-enzyme dalam pembuatannya membutuhkan container berupa wadah yang terbuat
dari plastik, penggunaan bahan yang terbuat dari kaca sangat dihindari karena dapat
menyebabkan wadah pecah akibat aktivitas mikroba fermentasi.

Eco-enzyme tidak memerlukan lahan yang luas untuk proses fermentasi seperti pada
pembuatan kompos dan tidak memerlukan bak komposter dengan spesifikasi tertentu.
Jenis sampah organik yang diolah menjadi eco-enzyme hanya sisa sayur atau buah yang
mentah (Prasetio dkk, 2021). Fermentasi yang menghasilkan alkohol dan asam asetat
yang bersifat disinfektan hanya dapat diaplikasikan pada produk tanaman karena
kandungan karbohidrat (gula) di dalamnya. Proses pembusukan dan fermentasi daging
berbeda dengan tanaman.

Daging akan cepat membusuk dan menghasilkan patogen pada suhu yang tidak
teregulasi. Jika ingin membuat eco-enzyme, atau ingin sampah organik Anda diolah
oleh agen sampah, pastikan sampah sisa sayur dan buah terpisah dari sampah organik
atau non-organik lainnya. Sampah organik yang tidak layak untuk dipakai untuk
pembuatan eco-enzyme. Contohnya seperti daun-daun kering dari sampah kebun,
batok kelapa, ampas tebu, kepala nanas, kulit singkong, kulit ubi, talas, dan lain-lain.

Sampah dapur yang sudah terkena minyak atau yang sudah berada ditempat
pembuangan sampah umum juga tidak layak digunakan.2.5. Penelitian Terkait
Eco-Enzyme Penelitian Agustina dan Pratiwi (2021) menjelaskan pengolahan limbah
akomodasi menjadi eco-enzyme pada pelaku wisata di desa sidemen bali. Penelitian ini
bertujuan untuk mengenalkan pengolahan limbah akomodasi menjadi eco-enzyme
pada pelaku wisata di Desa Sidemen Karangasem Bali.

Metode yang dilakukan yaitu melalui tahap perencanaan meliputi survey lokasi dan
diskusi dengan Pokdarwis Desa Sideman, dilanjutkan dengan observasi di villa Desa
Sidemen terkait waste manajement akomodasi, selanjutnya menyusun program
kegiatan. Pelaksanaan kegiatan ini sendiri dilakukan melalui seminar dan workshop dan
diakhiri dengan evaluasi kegiatan kepada para masyarakat sekitar. Berdasarkan metode
yang disampaikan maka perlunya dilakukan beberapa hal terlebih daluhu. Pertama,
melakukan survei lokasi dan berkoordinasi dengan aparat desa, pengelola, masyarakat,
dan Pokdarwis Desa Sidemen. Menyusun kegiatan pengelolaan limbah akomodasi di
Desa Sidemen. Menyiapkan bahan pembuatan eco-enzyme.

Melaksanakan seminar dan workshop eco-enzyme dengan peserta pelaku wisata


akomodasi di Desa Sidemen. Kegiatan diawali penyampaian materi dilanjutkan dengan
praktek pembuatan eco-enzyme. Selama kegiatan pengabdian masyarakat ini, seluruh
peserta yang hadir sangat antusias dari mengikuti pemaparan materi hingga praktek
pembuatan eco-enzyme. Penelitian yang telah dilakukan mendapatkan hasil bahwa para
pelaku wisata akomodasi yang berada di Desa Sidemen Karangasem Bali sangat
antusias dan merasakan manfaat-manfaat yang diberikan dari kegiatan tersebut.

Peserta juga mampu memanfaatkan limbah organik yang dihasilkan dari akomodasi
pariwisata menjadi produk eco-enzyme ini sendiri. Kehadiran para peserta pelaku wisata
Desa Sidemen kurang lebih sebanyak 48% dan kehadiran peserta internal Kampus IPBI
dan stakeholder di Desa Sidemen Karangasem sebanyak 80%. Pembuatan eco-enzyme,
hadir sebagai solusi terbaik bagi ibu rumah tangga dalam mengolah sampah organik
menjadi produk yang lebih bermanfaat (Sari dkk, 2021). Hasil evaluasi kegiatan ini
sendiri cukup memuaskan.

masyarakat menyambut baik kegiatan ini serta dari hasil kuisioner kegiatan ini memberi
manfaat. peserta yang hadir sangat antusias dan merasakan manfaat kegiatan tersebut.
Peserta juga mampu memanfaatkan limbah organik hasil akomodasi pariwisata menjadi
eco-enzyme. Enzim merupakan suatu proses metabolisme yang berperan sebagai
biokatalis untuk setiap reaksi metabolisme yang terjadi pada makhluk hidup. Dalam
aktifitas enzim sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti konsentrasi, suhu
ataupun pH. Pada kondisi yang normal enzim sendiri dapat bekerja secara optimal
dalam reaksi katabolisme maupun anabolisme.

Enzim pada aktifitasnya bekerja secara spesifik terhadap substrat yang akan
dikatalisisnya maka dari itu kita dapat mengetahui berapa besar aktivitas yang telah
dilakukan. Seperti contoh adalah enzim yang bekerja untuk mendegrasi amilum adalah
amilase. Jenis sampah yang sering berada di rumah adalah sampah organik. Sampah
organik memiliki banyak sekali manfaat jika diolah dengan benar, misalnya dibuat
menjadi pupuk kompos atau dibuat menjadi eco-enzyme. Eco-enzyme pertama kali
ditemukan dan dikembangkan di Thailand oleh Dr. Rosukan Poompanvong yang aktif
pada riset mengenai enzim selama lebih dari 30 tahun. Poompanvong menerima
penghargaan dari FAO PBB atas penemuannya. Dr.

Joean Oon, Director of the Centre for Naturopathy and Protection of Families in Penang
(Malaysia), membantu menyebar luaskan manfaat dari eco-enzym (Sasetyaningtyas,
2020). Eco enzyme atau dalam Bahasa Indonesia disebut eko enzim adalah larutan zat
organik kompleks yang diproduksi dari proses fermentasi sisa organik, gula, dan air.
Cairan eco-enzyme ini memiliki warna coklat gelap dan memiliki aroma yang berbau
asam atau aroma segar yang cukup kuat (Utpalasari dan Dahliana, 2020). Dengan cairan
eco-enzyme yang banyak manfaatnya akan membuat lingkungan kita menjadi lebih
baik.
Diantaranya adalah membersihkan air sungai atau air got di depan rumah kita. Gerakan
membuat eco-enzyme dilakukan beramai-ramai di rumah masing-masing yang
dikoordinir oleh Lingkungan Filipus, kemudian cairan yang sudah jadi disiramkan ke
saluran got disekitar rumah masing-masing, sebagai pembersih serbaguna dan
sebagainya. Praktikum mengenai cara pembuatan eco-enzyme perlu dilakukan
mengingat banyaknya manfaat dari cuka apel ini sendiri. Praktikum ini berguna untuk
mempelajari proses pemanfaatan sampah organik menjadi produk eco-enzyme melalui
proses fermentasi. 1.1. 1.1.

Rumusan Masalah 1) Apa saja kandungan senyawa yang terdapat di dalam eco-enzyme?
2) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pH pada eco-enzyme? 3) Bagaimana
pengaruh limbah sayur dan buah terhadap pH eco-enzyme? 1.2. Tujuan 1) Mengetahui
kandungan senyawa yang terdapat di dalam eco-enzyme. 2) Mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi pH pada eco-enzyme. 3) Mengetahui pengaruh limbah sayur dan
buah terhadap pH eco-enzyme. 1.3. Manfaat 1) Dapat menjadi sumber literasi praktikan
mengenai pengaruh penambahan inokulum dalam pembuatan eco-enzyme. 2) Dapat
memberikan pembaca mengenai fermentasi ecoenzym..

3) Dapat menjadi acuan praktikan di masa yang akan datang mengenai pemanfaatan
sampah organik menjadi eco-enzyme. 1.5. Hipotesis 1) Eco-enzyme berasal dari kulit
buah yang banyak mengandung senyawa metabolit sekunder, senyawa ini diproduksi
oleh mikroba yang terdapat pada kulit buah atau bahan organik yang digunakan
(Yuliana dan Handayani, 2022). 2) Waktu fermentasi dan penggunaan molase yang
digunakan memiliki dampak yang penting terhadap tingkat pH (Ronny, 2022).

3) Hasil larutan eco-enzyme dari bahan organik berupa buah menyebabkan parameter
kimia bersifat asam dengan nilai pH rendah (Utpalasari, R. L., dan Dahliana, I).BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sampah Secara sederhana, sampah merupakan materi,
bahan maupun segala sesuatu yang tidak diinginkan, baik itu merupakan sisa atau
residu maupun buangan (Daffa, 2021). Meski demikian, dalam konsep
perundang-undangan, sampah dapat pula muncul, ada maupun timbul akibat proses
alam yang berbentuk padat.

Sampah tidak muncul akibat proses alam, atau dengan kata lain bahwa materi-materi
yang muncul akibat proses alam tidaklah dinamakan sampah, sebab yang ada hanyalah
produk-produk yang tidak bergerak. Sampah (waste) dalam pengertian yang tidak jauh
berbeda sampah yaitu sebagai bahan yang dibuang atau terbuang; merupakan hasil
aktivitas manusia atau alam yang sudah tidak digunakan lagi karena sudah diambil
unsur atau fungsi utamanya (Putra dkk, 2022). Sebagai hasil dari aktivitas manusia, maka
besar kecil atau banyak tidaknya, timbulan sampah akan tetap ada selama manusia
masih beraktivitas.

Akan tetapi menurut Anwar, aktifitas yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan
industri) bukanlah aktifitas biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak
termasuk ke dalam kategori sampah. Sampah organik adalah sampah yang dapat
membusuk dan terurai sehingga bisa diolah menjadi kompos. Misalnya, sisa makanan,
daun kering, sayuran, dan lain-lain. Pengelolaan sampah organik dengan cara
pengomposan merupakan cara yang paling efektif karena dapat mengendalikan bahaya
yang mungkin terjadi. Pengomposan adalah penguraian dan pemantapan bahan
organik, secara biologi dengan suhu yang tinggi.

Hasil akhir dari pengomposan tersebut adalah bahan yang cukup bagus untuk
diaplikasikan ke tanah. Pengomposan tersebut dapat dilakukan dengan cara yang
bersih, namun tanpa menghasilkan kegaduhan baik diluar maupun di dalam suatu
ruangan. Teknologi yang dilakukan pada proses pengomposan ini cukup beragam.
Sampah Anorganik adalah sampah yang susah membusuk dan tidak dapat diuraikan
kembali. Namun keunggulannya yaitu dapat didaur ulang menjadi sesuatu yang
bermanfaat. Contohnya botol plastik, kertas bekas, karton, kaleng bekas dan masih
banyak lagi. Pengelolaan sampah Anorganik ini sulit untuk dikelola lagi menjadi bahan
ramah lingkungan.

Sehingga pengelolaan sampah organik ini agar tidak menjadi polusi menjadi masalah
lingkungan hidup. Selain pengertian sampah secara umum yang sering digunakan untuk
menyatakan limbah padat, sampah didefinisikan pula berdasarkan sudut pandang
lainnya (Kahfi, 2017). Sudut pandang ekonomi sendiri sampah diartikan sebagai sisa-sisa
bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan baik.

Hal ini karena sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena
sudah tidak ada manfaatnya yang ditinjau dari segi sosial ekonimi tidak ada harganya.
dapat diartikan sebagai bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktifitas manusia
maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomi. Dari segi lingkungan, sampah
dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan (Widiyanto dkk,
2020). Menurut kamus istilah lingkungan hidup, sampah mempunyai definisi sebagai
bahan yang tidak mempunyai nilai, bahan yang tidak berharga untuk maksud biasa.

Sampah juga merupakan bahan rusak, barang yang cacat dalam pembikinan
manufaktur, materi berkelebihan, atau bahan yang ditolak. Senada dengan pengertian
tersebut adalah definisi yang dinyatakan dalam SNI tahun 2002. Sampah adalah limbah
yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak
berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi
investasi pembangunan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut terlihat bahwa
sampah merupakan materi/bahan sisa atau lebih (baik oleh manusia maupun alam)
yang tidak diperlukan, tidak berguna, tidak mempunyai nilai, serta tidak berharga.

Sampah yang akhirnya terbuang (dibuang) maupun ditolak, yang merupakan


materi/bahan yang dapat mengganggu bahkan membahayakan (fungsi) lingkungan.
Sementara sumber timbulan/timbunan sampah tersebut berasal dari kegiatan penghasil
sampah seperti pasar, rumah tangga, perkotaan (kegiatan komersial/ perdagangan),
fasilitas-fasilitas umum lainnya, dan kegiatan lain. Kegiatan tersebut seperti dari industri
dengan limbah yang sejenis sampah. Sumber sampah di masyarakat terkait erat dengan
memanfaatan lahan atau tempat pembuangan yaitu tempat penampungan sementara
(TPS) atau tempat penampungan akhir (TPA).

Beberapa sumber sampah sendiri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis antara
lain: perumahan, komersil, institusi, konstruksi dan pembongkaran, pelayanan jasa dan
perkotaan, unit pengolahan, industri, dan pertanian/perkebunan. Permasalahan
pengelolaan persampahan menjadi sangat serius utamanya di perkotaan akibat
kompleksnya permasalahan yang dihadapi dan kepadatan penduduk yang tinggi
(Nafurbenan dkk, 2022). Hal ini menyebabkan pengelolaan persampahan sering
diprioritaskan penanganannya di daerah perkotaan.

Permasalahan dalam pengelolaan sampah yang sering terjadi antara lain perilaku dan
pola hidup masyarakat masih cenderung mengarah pada peningkatan laju timbulan
sampah (Sholihah dan akliyah, 2022). Hal ini membebani pengelola kebersihan,
keterbatasan sumber daya, anggaran, kendaraan personil sehingga pengelola
kebersihan belum mampu melayani seluruh sampah yang dihasilkan. Timbulnya
permasalahan sampah saat ini tidak terlepas dari perilaku warga masyarakat sebagai
penghasil sampah, maupun lemahnya aturan terkait hal tersebut.

Kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak warga masyarakat yang belum


melakukan pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga dengan baik. Contohnya mulai
dari memilah sampah, menyimpannya, dan membuang sampah pada tempatnya,
sementara kelemahan aturan dan kordinasi antar lembaga disinyalir ikut memberi andil
terhadap permasalahan tersebut. Menjawab persoalan persampahan tersebut
diciptakanlah berbagai opsi, berupa konsep pengelolaan sampah yang penekanannya
terletak pada perubahan paradigma masyarakat.

Secara umum dalam memandang sampah, misalnya bentuk peran serta masyarakat
dalam pengelolaan sampah. Disamping memperkenalkan berbagai model pengelolaan
dan penanganan sampah yang dimulai dari rumah tangga sampai pada TPA dan
akhirnya diperkuat melalui instrumen-instrumen hukum yang berlaku. 2.2. Pengelolaan
Sampah Berbasis Masyarakat Peningkatan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan
industri yang seakin pesat akan memberikan dampak pada jumlah sampah yang
dihasilkan.

Sampah tersebut antara lain sampah plastic, kertas, produk kemasan yang mengandung
B3 (Bahan Beracun Berbahaya). Jumlah dan jenis sampah, sangat tergantung dari gaya
hidup dan jenis material yang kita konsumsi semakin meningkat perekonomian dalam
rumah tangga maka semakin bervariasi jumlah sampah yang dihasilkan. Selain
kondisi-kondisi yang telah dijelasakan tersebut masih dijumpai timbulan atau buangan
sampah yang berada di sungai sehingga memberikan dampak negatif pada lingkungan
hidup yang akhirnya menganggu kesehatan manusia.

Pengolahan sampah domestik ini tentunya harus menjadi perhatian bersama. Sejatinya,
dengan pengelolaan yang benar, rumah tangga dapat mengurangi signifikan produksi
sampahnya. Dalam pengelolaan sampah rumah tangga, ada beberapa langkah yang
tidak terlalu rumit yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir produksi sampah-sampah
hasil rumah tangga, di antaranya: 1) Hindari penggunaan plastik, terutama plastik sekali
pakai. 2) Belilah makanan/minuman yangminim kemasan. Tren pembelian makanan
secara daring menggunakan aplikasi transportasi online membuat konsumsi kemasan
makanan dan minuman juga semakin tinggi. 3) Lakukanlah daur ulang.

Sampah organik dapat kita daur ulang menjadi kompos, sementara sampahanorganik
dapat kita daur ulang menjadi barang-barang bernilai ekonomis seperti mengolah
sampah bungkus kopi menjadi tas, mengubah botol menjadi pot, dan sebagainya. 4)
Donasikan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Perilaku konsumtif manusia
seringkali menyebabkan banyak barang yang tidak kita pergunakan lagi, meski
kondisinya masih lumayan bagus. Daripada tidak kita pergunakan sampai akhirnya rusak
dan menjadi onggokan sampah, lebih baik kita donasikan kepada mereka yang
memerlukan, baik itu untuk perorangan maupun untuk lembaga.

Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik
harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan (Bogar dkk, 2019). Pada umumnya paradigma masyarakat terhadap
sampah dengan sifat padat yang dihasilkan dari aktivitas rumah tangga atau industri,
adalah benda yang yang tidak lagi diinginkan atau tidak bernilai ekonomis. Dengan
adanya UU No. 18 /2008 tentang Pengelolaan Sampah maka perlu suatu pengelolaan
sampah dengan maksimal. Adapun upaya pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan
cara Reuse, Reduce, dan Recycle (3 R) (Hayati dkk, 2021).
Ketiga hal tersebut merupakan kegiatan memperlakukan sampah dengan cara,
menggunakan kembali, mengurangi dan mendaur ulang. Ada beberapa cara agar
sampah yang dihasilkan dapat diproses dan dikelola dengan baik yaitu: 1. Reuse
(menggunakan kembali) : yaitu penggunaan kembali sampah secara langsung, baik
untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain. 2. Reduce (mengurangi): yaitu mengurangi
segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah. 3. Recycle (mendaurulang): yaitu
memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses pengolahan. Pengelolaan
Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat adalah suatu pendekatan pengelolaan sampah
(Natalia dkk, 2021).

Hal tersebut didasarkan pada kebutuhan dan permintaan masyarakat yang


direncanakan, dilaksanakan, dikontrol dan dievaluasi bersama masyarakat. Pemerintah
dan lembaga lainnya sebagai motivator dan fasilitator. Fungsi motivator adalah
memberikan dorongan agar masyarakat siap memikirkan dan mencari jalan keluar
terhadap persoalan sampah yang mereka hadapi. Tetapi jika masyarakat belum siap
dengan hal ini, maka fungsi pemerintah atau lembaga lain adalah menyiapkan terlebih
dahulu. Misalnya dengan melakukan pelatihan, study banding dan memperlihatkan
program yang sukses.

Pada saat ini terutama di kota besar peningkatan timbulan sampah perkotaan (2-4
%/tahun) yang tidak diikuti dengan ketersediaan prasarana dan sarana persampahan
yang memadai. Hal ini berdampak pada pencemaran lingkungan yang selalu meningkat
dari tahun ke tahun. Dengan mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, maka beban
pencemaran akan selalu menumpuk di lokasi Tempat penampungan akhir (TPA) dan
pengelolaan sampahnya tidak memenuhi standard yang telah dipersyaratkan.

Kebiasaan membakar sampah memang sudah membudaya di masyarakat baik itu di


perdesaan maupun di perkotaan (Wati dkk, 2021). Jenis-jenis sampah saat ini cenderung
didominasi oleh sampah sintetis kimia seperti plastik, karet, styrofoam, logam, kaca dan
lain-lain. Apabila sampah tersebut dibakar maka akan mengeluarkan gas-gas beracun
yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat yang menghirupnya dan
memperburuk kualitas lingkungan udara. Misalnya hasil pembakaran sampah plastik
menghasilkan gas dioxin yang mempunyai daya racun 350 kali dibandingkan asap
rokok.

Dioxin termasuk super racun dan bersifat karsinogenik bila masuk kedalam jaringan
tubuh manusia terutama saraf dan paru-paru, sehingga dapat mengganggu sistem saraf
dan pernafasan termasuk penyebab kanker. Pembakaran styrofoam tidak baik karena
akan menghasilkan CFC yang dapat merusak lapisan ozon sehingga berbahaya bagi
manusia. Tumpukan sampah pada rempat pembuangan sampah sementara maupun
tempat pembuangan akhir akan menghasilkan lindi. Leachate/lindi merupakan jens
limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah,
melarutkan dan membilas materi-materi terlarut. Materi ini termasuk juga materi
organik hasil proses dekomposisi biologis.

Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan sangat bervariasi
dan berfluktuasi. Leachate/lindi yang tidak ditangani dengan baik yaitu tanpa melalui
pengolahan dapat memberikan dampak negative pada lingkungan antara lain timbulnya
bau sehingga menguranggi estetika, timbulnya penyakit. Vektor atau pembawa penyakit
yang ditimbulkan dari tempat sampah adalah thypus, disentri dengan vector pembawa
penyakit adalah lalat, kecoa, tikus dan lain sebagainya (Sembiring dkk, 2018).

Produsen sampah utama adalah masyarakat, sehingga mereka harus bertanggung


jawab terhadap sampah yang mereka produksi (Prihatin, 2022). Konsep penangan
sampah yang baik adalah penanganan sampah yang dimulai di sumber. Semakin dekat
dengan sumbernya maka semakin besar rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa
tanggung jawab orang untuk mengelola sampahnya. Misalnya jika suatu sampah hasil
rumah tangga desa A yangg dibuang ke desa B, secara sosial pasti akan ada penolakan
oleh desa B, karena desa B tidak mempunyai sense of belonging terhadap sampah dari
desa A.

Oleh karena itu, lebih baik sampah hasil rumah tangga desa A dibuang dan dikelola
sendiri oleh desa A itu sendiri. Sumber sampah yang berasal dari masyarakat sebaiknya
dikelola oleh masyarakat yang bersangkutan agar mereka bertanggung jawab terhadap
sampahnya sendiri. Jika sampah dikelola oleh pihak lain atau orang yang tidak
berkompeten biasanya mereka kurang bertanggung jawab bahkan cenderung
destruktif.

Disamping itu, kemampuan pemerintah baik dari sisi manajemen dan pendanaan masih
terbatas, misalnya kemampuan pemda kabupaten Tangerang dalam mengelola sampah
hanya sebesar 30 persen. Jika tanggung jawab sampah hanya diserahkan pada
pemerintah setempat, maka mustahil permasalahan sampah ini sendiri akan dapat
terselesaikan secara baik dan berkelanjutan. Berbasis masyarakat bukan berarti dalam
pengoperasiannya selalu harus dilakukan oleh masyarakat, tetapi boleh juga dilakukan
oleh lembaga atau badan profesional yang mampu dan diberi mandat oleh masyarakat.

Yang penting adalah apa yang layak dan realistis dilakukan untuk memecahkan masalah
sampah yang dihadapi oleh masyarakat trersebut. Misalnya kalau secara realistis
masyarakat tidak mampu dari sisi waktu dan manajemen untuk mengoperasikan maka
jangan diserahkan pengoperasiannya pada masyarakat. Lebih baik masyarakat didorong
untuk mencari dan menunjuk lembaga profesional atau perorangan yang mampu dan
dipercaya untuk mengoperasikan waktu dan manajemen yang ada.

Perlunya partisipasi masyarakat untuk berperan aktif dalam mengelola sampahnya dan
dapat dimulai dari rumah tangga dengan cara pemilahan sampah organik, sampah
anorganik mapun sampah B3. Hal ini nantinya yang terangkut ke TPA hanya sisanya
saja. Dengan pemilahan sampah tersebut maka sampah organik dapat diolah kembali
menjadi kompos sedangkan sampah anorganik dapat dirubah menjadi bentuk lain
sehingga bernilai ekonomis serta dapat dijadkan briket sampah. Perlunya pengawasan
yang berkelanjutan dari instansi terkait untuk memantau keberhasilan dalam
pengelolaan sampah berbasis masyarakat. 2.3.

Fermentasi Eco-Enzyme Eco-enzyme adalah cairan multifungsi yang dihasilkan dari


proses fermentasi 3 bulan dengan bahan sederhana, gula merah/tetes tebu, limbah atau
sampah organik dengan menggunakan komposisi 1:3:10 (Fajri dkk, 2022). Selama proses
fermentasi eco-enzyme ini, akan menghasilkan ozon dan oksigen, ini setara dengan
yang dihasilkan oleh 10 pohon. beberapa manfaat eco-enzyme yaitu dapat
membersihkan sungai yang tercemar polusi, antiseptik pada tubuh, menyuburkan tanah
yang kering dan sebagai pengganti produk kimia rumah tangga harian.

Rumah tangga menghasilkan limbah organik seperti sisa makanan, buah, sayur dan
limbah unorganik seprti plastik dan botol kemasan. Limbah tersebut dibuang ke tong
sampah tanpa dipilah. Limbah buah dan sayur bisa dimanfaatkan untuk dibuat produk
eco enzym. Eco-enzym adalahlarutan zat organik kompleks yang diproduksi dari proses
fermentasi sisa organik, gula, dan air. Cairan eco-enzyme ini berwarna coklat gelap dan
memiliki aroma yang asam/segar yang kuat. Cairan ini merupakan cairan serbaguna
yang bisa dimanfaatkan untuk bersih-bersih rumah, deterjen, racun bagi hama pertanian
( Ramli dan Hamzah. 2017).

Pembuatan enzim ini juga memberikan dampak yang luas bagi lingkungan secara global
maupun ditinjau dari segi ekonomi. Ditinjau manfaat bagi lingkungan, selama proses
fermentasi enzim berlangsung, dihasilkan gas O3 yang merupakan gas yang dikenal
dengan sebutan ozon. Sebagaimana diketahui jika satu kandungan dalam eco-enzyme
adalah asam asetat ), yang dapat membunuh kuman, virus dan bakteri (Nurdin dkk,
2021).

Sedangkan kandungan Enzyme itu sendiri adalah lipase, tripsin, amilase dan ampu
membunuh/mencegah bakteri patogen. Selain itu juga dihasilkan (Nitrat) dan (Karbon
trioksida) yang dibutuhkan oleh tanah sebagai nutrient. Dari segi ekonomi, pembuatan
enzim dapat mengurangi konsumsi untuk membeli cairan pembersih lantai ataupun
pembasmi serangga. Produk eco-enzyme membutuhkan waktu selama 3 bulan untuk
menjadi hasil fermentasi yang disebut eco-enzyme. Selama proses pembuatan
eco-enzyme ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Pada minggu pertama dan
minggu keempat wadah tempat fermentasi dibuka dan dilakukan pengadukan beberapa
saat dan setelah itu ditutup lagi dengan rapat.

Selama proses pengadukan maka akan terjadi periatiwa pelepasan ozon ( ) yang secara
langsung pelepasan tersebut ikut menciptakan kontribusi penambahan di udara bebas
(Megah dkk, 2018). 2.4. Manfaat Kandungan Eco-Enzyme Eco-enzyme merupakan hasil
olahan limbah dapur yang difermentasi dengan menggunakan gula. Limbah dapur yang
diolah adalah yang berupa ampas buah dan sayuran. Pada dasarnya, eco-enzyme
mempercepat reaksi bio-kimia di alam untuk menghasilkan enzim yang berguna
menggunakan sampah buah atau sayuran.

Enzim dari "sampah" ini adalah salah satu cara manajemen sampah yang memanfaatkan
sisa-sisa bahan dapur yang tidak dipakai lagi untuk menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Eco-enzyme dapat digunakan sebagai pupuk alami dan pestisidia yang efektif sehingga
menekan biaya dan dapat dibuat dengan cara yang mudah. Setelah proses fermentasi
selama 3 bulan maka eco-enzyme siap dipanen. Saring terlebih dahulu untuk
memisahkan cairan dengan residu. Residu hasil dari fermentasi bisa kembali digunakan
dengan menambahkan kulit buah yang akan digunakan.

Jika dilihat dari cara pembuatan eco-enzyme yang mengolah sampah dapur menjadi
sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan, berkaitan erat dengan tujuan dari Hari Peduli
Sampah Nasional (HPSN). Hari Peduli Sampah Nasional HPSN ini merupakan peringatan
penting bagi masyarakat Indonesia untuk peduli terhadap sampah-sampah yang
dihasilkan setiap tahunnya di Indonesia. Masalah sampah haruslah menjadi fokus
seluruh komponen masyarakat, mulai dari pemerintah hingga kita yang setiap harinya
membuang sampah. Salah satu cara untuk mengolah sampah dengan bijak adalah
membuat eco-enzyme.

Pengelolaan sampah yang benar dapat menjaga kelestarian lingkungan (Nahdi dkk,
2021). Dengan begitu kesehatan masyarakat juga dapat terjaga. Eco-enzyme memiliki
segudang manfaat yang cukup baik. Cairan eco-enzyme ini merupakan cairan
serbaguna yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai pembersih seperti : 1) Pembersih
lantai 2) Pembersih toilet 3) Pembersih dapur 4) Pembersih piring 5) Pembersih udara
Hadirnya eco-enzyme yang membawa segudang manfaat, masalah sampah menjadi
teratasi. Kita jadi lebih hemat karena tak mesti terus beli pembersih, dan lebih sehat
karena bebas bahan kimia buatan.
Eco-enzyme dalam pembuatannya membutuhkan container berupa wadah yang terbuat
dari plastik, penggunaan bahan yang terbuat dari kaca sangat dihindari karena dapat
menyebabkan wadah pecah akibat aktivitas mikroba fermentasi. Eco-enzyme tidak
memerlukan lahan yang luas untuk proses fermentasi seperti pada pembuatan kompos
dan tidak memerlukan bak komposter dengan spesifikasi tertentu. Jenis sampah organik
yang diolah menjadi eco-enzyme hanya sisa sayur atau buah yang mentah (Prasetio dkk,
2021).

Fermentasi yang menghasilkan alkohol dan asam asetat yang bersifat disinfektan hanya
dapat diaplikasikan pada produk tanaman karena kandungan karbohidrat (gula) di
dalamnya. Proses pembusukan dan fermentasi daging berbeda dengan tanaman.
Daging akan cepat membusuk dan menghasilkan patogen pada suhu yang tidak
teregulasi. Jika ingin membuat eco-enzyme, atau ingin sampah organik Anda diolah
oleh agen sampah, pastikan sampah sisa sayur dan buah terpisah dari sampah organik
atau non-organik lainnya. Sampah organik yang tidak layak untuk dipakai untuk
pembuatan eco-enzyme.

Contohnya seperti daun-daun kering dari sampah kebun, batok kelapa, ampas tebu,
kepala nanas, kulit singkong, kulit ubi, talas, dan lain-lain. Sampah dapur yang sudah
terkena minyak atau yang sudah berada ditempat pembuangan sampah umum juga
tidak layak digunakan.2.5. Penelitian Terkait Eco-Enzyme Penelitian Agustina dan Pratiwi
(2021) menjelaskan pengolahan limbah akomodasi menjadi eco-enzyme pada pelaku
wisata di desa sidemen bali.

Penelitian ini bertujuan untuk mengenalkan pengolahan limbah akomodasi menjadi


eco-enzyme pada pelaku wisata di Desa Sidemen Karangasem Bali. Metode yang
dilakukan yaitu melalui tahap perencanaan meliputi survey lokasi dan diskusi dengan
Pokdarwis Desa Sideman, dilanjutkan dengan observasi di villa Desa Sidemen terkait
waste manajement akomodasi, selanjutnya menyusun program kegiatan. Pelaksanaan
kegiatan ini sendiri dilakukan melalui seminar dan workshop dan diakhiri dengan
evaluasi kegiatan kepada para masyarakat sekitar. Berdasarkan metode yang
disampaikan maka perlunya dilakukan beberapa hal terlebih daluhu.

Pertama, melakukan survei lokasi dan berkoordinasi dengan aparat desa, pengelola,
masyarakat, dan Pokdarwis Desa Sidemen. Menyusun kegiatan pengelolaan limbah
akomodasi di Desa Sidemen. Menyiapkan bahan pembuatan eco-enzyme.
Melaksanakan seminar dan workshop eco-enzyme dengan peserta pelaku wisata
akomodasi di Desa Sidemen. Kegiatan diawali penyampaian materi dilanjutkan dengan
praktek pembuatan eco-enzyme. Selama kegiatan pengabdian masyarakat ini, seluruh
peserta yang hadir sangat antusias dari mengikuti pemaparan materi hingga praktek
pembuatan eco-enzyme.

Penelitian yang telah dilakukan mendapatkan hasil bahwa para pelaku wisata akomodasi
yang berada di Desa Sidemen Karangasem Bali sangat antusias dan merasakan
manfaat-manfaat yang diberikan dari kegiatan tersebut. Peserta juga mampu
memanfaatkan limbah organik yang dihasilkan dari akomodasi pariwisata menjadi
produk eco-enzyme ini sendiri. Kehadiran para peserta pelaku wisata Desa Sidemen
kurang lebih sebanyak 48% dan kehadiran peserta internal Kampus IPBI dan stakeholder
di Desa Sidemen Karangasem sebanyak 80%.

Pembuatan eco-enzyme, hadir sebagai solusi terbaik bagi ibu rumah tangga dalam
mengolah sampah organik menjadi produk yang lebih bermanfaat (Sari dkk, 2021). Hasil
evaluasi kegiatan ini sendiri cukup memuaskan. masyarakat menyambut baik kegiatan
ini serta dari hasil kuisioner kegiatan ini memberi manfaat. peserta yang hadir sangat
antusias dan merasakan manfaat kegiatan tersebut. Peserta juga mampu memanfaatkan
limbah organik hasil akomodasi pariwisata menjadi eco-enzyme.

INTERNET SOURCES:
-------------------------------------------------------------------------------------------
1% - noberanagbio.blogspot.com › 2011 › 11
1% - parahyangan.co.id › 2022/04/29 › manfaat-dan-cara
1% - sustaination.id › manfaat-dan-cara-membuat-eco
1% - zerowaste.id › zero-waste-lifestyle › eco-enzyme
1% - lintar.untar.ac.id › repository › pengabdian
<1% - www.kompasiana.com › kenali-lebih-dalam-eco-enzyme
<1% - www.coursehero.com › file › p76j0d8
3% - www.coursehero.com › file › 94704079
<1% - binus.ac.id › bandung › 2021
1% - journal.uinsgd.ac.id › index › jra
1% - journal.uin-alauddin.ac.id › index
1% - moveon.psikologiup45.com › 2021 › 06
1% - www.maxmanroe.com › vid › umum
1% - thegorbalsla.com › sampah
<1% - dlhk.jogjaprov.go.id › pengelolaan-sampah-rumah-tangga
<1% - www.kompasiana.com › tutymohamad › 6175474006310e4e2
<1% - repository.upnjatim.ac.id › 4399/3/1652010074_BAB 2
1% - eprints.umm.ac.id › 79404 › 62
<1% - www.tipsorganik.com › pengertian-sampah-organik
1% - roboguru.ruangguru.com › question › suatu-bahan-yang
<1% - duniakumu.com › pengelolaan-sampah-pengertian
1% - sinta.unud.ac.id › uploads › dokumen_dir
<1% - eprints.undip.ac.id › 82145 › 3
<1% - eprints.itenas.ac.id › 1497/5/05 Bab 2 242014043
1% - digilib.unhas.ac.id › uploaded_files › temporary
1% - eprints.ums.ac.id › 82835 › 1
<1% - www.viva.co.id › gaya-hidup › inspirasi-unik
<1% - www.cleanipedia.com › id › manfaat-membuang-sampah
1% - text-id.123dok.com › document › zwwk5v0z-efektivitas
<1% - www.neliti.com › publications › 212856
<1% - www.semanticscholar.org › paper › PENGELOLAAN-SAMPAH
3% - widyasari-press.com › wp-content › uploads
1% - garuda.kemdikbud.go.id › documents › detail
<1% - ejournal.unib.ac.id › index › andromeda
3% - environment-indonesia.com › sampah-domestik-jadi
<1% - www.rumah.com › pengelolaan-sampah-38192
<1% - dlh.bulelengkab.go.id › informasi › detail
1% - eprints.walisongo.ac.id › id › eprint
1% - dlh.kulonprogokab.go.id › files › Bab 2_ Permukiman
<1% - dlh.semarangkab.go.id › wp-content › uploads
1% - educationcontent.blogspot.com
1% - jurnalintelektiva.com › index › jurnal
<1% - bisakimia.com › 2015/11/19 › cfc-sebagai-penyebab
1% - www.indonesian-publichealth.com › dampak-leachate
1% - www.researchgate.net › profile › Buddin-Al-Hakim-2
<1% - www.sehatq.com › artikel › penyakit-yang-bisatimbul
4% - pplp-dinciptakaru.jatengprov.go.id › sampah › file
1% - eprints.uad.ac.id › 8012/1/30-55-1-SM
1% - id.scribd.com › doc › 19229978
1% - siat.ung.ac.id › files › wisuda
1% - sumbar.litbang.pertanian.go.id › index › info-tek
<1% - klikhijau.com › read › berapa-lama-proses-fermentasi
<1% - ssgi.or.id › id › manfaat-eco-enzyme
<1% - www.saturadar.com › 2022 › 02
2% - www.kompasiana.com › meyfanurisnaeni5752 › 622f
<1% - lpmnuansa.undip.ac.id › eco-enzyme-starategi
1% - www.kompasiana.com › mengenal-eco-enzyme
<1% - asarhumanity.or.id › 2022/02/21 › ini-dia-sejarah
<1% - laundry.drop.id › tujuan-pengelolaan-sampah
<1% - tabloidsinartani.com › detail › indeks
1% - www.kompas.tv › article › 191271
2% - waste4change.com › blog › eco-enzyme
<1% - cybex.pertanian.go.id › detail-print
<1% - jombangkab.go.id › opd › pertanian
5% - ijocs.rcipublisher.org › index › ijocs
<1% - ojs.ummetro.ac.id › index › sinarsangsurya
<1% - chocolate-purplepharmacy.blogspot.com › 2011 › 04

Anda mungkin juga menyukai