Anda di halaman 1dari 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sampah Organik dan Anorganik Sampah ialah barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Organik ialah zat yang berasal dari makhluk hidup. Sementara, anorganik adalah benda / zat yang terdiri dari selain manusia, tumbuhan, hewan, dan benda tak hidup. ( Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3 Dewan Pendidikan Nasional ) Sumber lain menyebutkan, sampah ialah barang barang buangan atau kotoran. Sementara, organik ialah barang yang dilengkapi dengan organ (alat alat) atau yang berkenaan dengan organ ( Kamus Umum Bahasa Inodonesia ). Sampah organik adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, rumah tangga atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sayuran, kulit buah, dan daun. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/ hancur) secara alami. ( http://adikristanto.net )

Sedangkan sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan melalui proses yang cukup lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol kaca, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian. (http://adikristanto.net) Sampah adalah semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga dan tempat perdagangan dikenal dengan limbah municipal yang tidak berbahaya (non hazardous). Arwin Arin Rinendra (2010) menyatakan bahwa sampah organik yaitu sampah yang mudah membusuk,, seperti sisa makanan, sayuran, daun daun kering, dan sebagainya. Sementara sampah anorganik yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik, wadah pembungkus makanan, botol, kaleng, besi dan sebagainya. (Sampah Domestik Dilema dan Oportunity) Soewedo (1983) menyatakan bahwa sampah adalah bagian dari

sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan yang biologi.

Komposisi Sampah Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti

sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos. 2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton. Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik, sebesar 60 70%, dan sampah anorganik sebesar 30%. (http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_0604/ isi_4.htm)

2.2 Pemahaman Anak Sekolah Mengenai Membuang Sampah Meskipun tingkat kelas sudah besar dan ada fasilitas yang menunjang, namun tetap saja banyak siswa yang belum mampu membuang sampah pada tempat sampah sesuai jenisnya. Hal ini disebabkan karena

10

pemahaman siswa pada pembedaan jenis sampah-sampah tersebut masih kurang. (http://www.tunashijau.org/index.htm) Pembelajaran yang melibatkan siswa memudahkan topik bahasan tertentu dipahami. Apalagi, pembelajaran ditambah media yang dekat dengan keseharian siswa. (Kompas, 5 Maret 2010) Kenyataannya, kerap dijumpai masalah saat pendidikan lingkungan diterapkan di tengah masyarakat. Kendalanya, partisipasi masyarakat terhadap lingkungan masih rendah. Terutama masalah sampah. Penyebabnya adalah kurangnya pemahaman terhadap masalah sampah itu sendiri, serta rendahnya komitmen masyarakat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Disinilah mahasiswa berperan aktif mencerdaskan masyarakat. (http://ittelkomtoday.blogspot.com/2009/09/cerdaskan-masyarakatpeduli-sampah.html ) Ketika seseorang membuang sampah dengan seenaknya mungkin itu juga dilakukan secara tidak sadar di alam bawah sadarnya bahwa apa yang dilakukannya memang sudah sesuai dengan makna dari kata membuang sampah. Jadi mungkin di alam bawah sadar orang tersebut membuang sampah pada tempatnya itu ya dengan seenaknya saja. Berbeda bila katanya diubah menjadi menempatkan sampah pada tempatnya. Maka di alam bawah sadar maka akan muncul pemahaman dan dorongan untuk menaruh sampah sesuai dengan tempatnya, yaitu tempat sampah. Mungkin dari sini kita dapat mulai untuk menanamkan kepada para anak-anak kita untuk menempatkan

11

sampah pada tempatnya dan tidak membuang sampah pada tempatnya tapi seenaknya. (http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=13306)

2.3 Mengolah Sampah Organik dan Anorganik Proses pengolahan yang dimaksud yaitu melalui pemisahan dan pengelompokan menurut komposisi sampah yang ada serta pemanfaatan dan daur ulang sampah yang masih dapat digunakan kembali. Pengolahan yang dilakukan pada sampah ditujukan agar mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh sampah baik itu secara kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas, sampah dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi makhluk hidup dan lingkungan. Sedangkan dari segi kuantitas apabila sampah tidak diolah maka dapat menumpuk dan menjadi masalah dalam penyediaan tempat pembuangannya yang pada akhirnya dapat menyebabkan efek dari segi kualitas. Oleh sebab itu, sampah tidak dapat seenaknya (setelah dikumpulkan) langsung dibuang atau ditimbun tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan sampah ini dilakukan oleh sektor informal yang biasanya hanya dipandang sebelah mata dan tidak dipedulikan oleh pemerintah dan masyarakat. Walaupun sektor informal tidak diakui dalam aturan legal tetapi mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat besar dalam sistem pengelolaan sampah di Indonesia. Sistem informal terbentuk karena adanya dorongan kebutuhan untuk survive sebagian masyarakat yang secara

12

tidak sadar ikut berperan serta dalam penanganan sampah. Sistem informal memandang sampah sebagai sumber daya ekonomi berupa kegiatan pemungutan, pemilahan dan penjualan sampah untuk didaur ulang. Rangkaian kegiatan ini melibatkan pemulung, lapak, bandar dan industri daur ulang dalam rangkaian sistem perdagangan. Pemulung, yang merupakan kepanjangan tangan dari sektor informal, mengumpulkan sampah-sampah langsung dari sumbernya di masyarakat. Sampah-sampah yang dipungut oleh pemulung biasanya berasal dari jenis anorganik atau nonbiodagradable (tidak mudah membusuk). Contohnya sampah dari bekas logam, plastik, kertas, karton dll. Sampahsampah jenis ini dapat dikatakan sangat bernilai dari sudut pandang ekonomi karena dapat diolah dan digunakan kembali. Selain itu dari sudut pandang lingkungan juga sangat menguntungkan karena sampah-sampah tersebut sangat sulit untuk terurai di alam sehingga akan menyebabkan dampak pencemaran yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup dan

lingkungan. Setelah sampah tersebut dipungut, maka para pemulung akan membawanya ke lapak atau bandar untuk dikumpulkan serta dilakukan pemilahan dan pengelompokan sampah berdasarkan jenis dan komposisi yang ada untuk selanjutnya dilakukan proses daur ulang (recycle) dan daur pakai (reuse) ( http://affan-enviro.com ) Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan memberikan sampah organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber

13

energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai kompos.. Dengan melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai "pabrik" pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis tanaman lainnya. Bagi mereka yang senang dengan budidaya tanaman/sayuran organik maka kompos dari LRB adalah alternatif yang dapat digunakan sebagai pupuk sayurannya.( http://www.biopori.com/tim.php) Salah satu bentuk pemanfaatan sampah adalah dengan mengolah sampah rumah tangga menjadi kompos (pupuk) untuk menyuburkan tanaman. Pembuatan sampah ini, kata Masrawati, staf DPLH, dapat dilakukan oleh setiap anggota keluarga. Prosesnya pun cukup mudah. Sampah harus dipisahkan antara sampah organik dan nonorganik. Setelah itu, sampah disimpan dalam satu wadah, diberi kapur, dan zat kimia lainnya. Kemudian, ditutup rapat selama tiga minggu. Tumpukan sampah ini kemudian akan mengalami proses pembusukan menjadi kompos. (http://digilib-

ampl.net/index.php)

14

2.4 Kesadaran Masyarakat Mengenai Sampah Ada beberapa macam sampah di kota Surabaya yang menumpuk di Lahan Pembuangan Akhir (LPA) Benowo. Seperti sampah plastik, sampah kaleng minuman, sampah botol kaca, sampah makanan dan pakaian bekas. (http://www.tunashijau.org/2010/0427sdnpb.htm) SUMBER Tumpukan sampah yang ada di Kelurahan Perbutulan, Kecamatan Sumber tepatnya di samping Sungai Cipager sekarang tidak telihat lagi. Karena, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) menutup tumpukan sampah tersebut dengan bilik bambu. Bilik bambu sepanjang 10 meter tersebut dipasang. Pemasangan bilik bambu ini dalam upaya mengelabui agar tim piala adipura yang datang hari Sabtu (17/4) tidak melihat adanya tumbukan sampah yang dibuang masyarakat. Soalnya, wilayah Perbutulan menjadi salahsatu lokasi titik pantau penilaian. Kepala Bidang Pertamanan dan Kebersihan DCKTR Ir H Felyanto Tamzil MM membenarkan adanya pemasangan bilik bambu tersebut. Karena, selama ini pihaknya cukup kerepotan untuk mengurus masalah sampah liar. (Radar Cirebon) Mental model masyarakat yang secara bias memaknai sampah sebagai barang yang tidak berguna sehingga perlu dibuang atau disingkirkan menghapuskan pemikiran pemanfaatan kembali (re-use) pada sampahsampah tersebut. Di sisi lain, makna kebersihan yang mendera pikiran kita adalah bentuk penyingkiran atau pemindahan sampah dari suatu tempat ke

15

tempat lain, tanpa menemukan pemecahan dari akar permasalahannya. Hal ini menyebabkan kian tingginya onggokan sampah diberbagai sudut pemukiman masyarakat, hingga tragisnya banyak pemerintah daerah yang mengeluh karena terbatasnya TPA. Pemahaman yang keliru tersebut kian didukung oleh tidak adanya peraturan yang tegas dan mengikat seluruh warga terhadap fenomena sampah ini. Hal ini menyebabkan kian tumbuhnya sikap pesimistis masyarakat terhadap segala permasalahan sampah ini. Ditambah lagi sedikitnya informasi dan pemahaman atas fenomena tersebut kian menguatkan pemikiran kita tentang equivalensi antara tumpukan sampah dengan tumpukan masalah. Kekeliruan cara berfikir tersebut pada akhirnya menyebabkan salahnya pengambilan kebijakan penanganan sampah oleh berbagai pihak terkait. Saat ini cara berfikir para pengambil kebijakan dan masyarakat pada umumnya menempatkan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sebagai solusi akhir bagi proses pembuangan sampah. Namun ternyata, seperti kita lihat sendiri, hal ini tidak menyelesaikan dampak masalah yang diakibatkan oleh sampah tersebut. Disatu sisi pemukiman masyarakat bebas dari gangguan sampah, akan tetapi di sisi lain, disekitar TPA, tidak sedikit pula masyarakat yang merasa dijejali berbagai masalah dari penanganan sampah yang salah tersebut. (http://tjahjo82.blogspot.com/2007/01/paradigma-sampah.html) Namun menurut Rohaji, pemahaman masyarakat mengenai masalah sampah sampai saat ini masih kurang, dibuktikan dengan terus meningkatnya

16

produksi sampah, khususnya sampah rumah tangga yang setiap harinya mencapai 60% dari total sampah di Indonesia. (http://www.beritabandoeng.com/berita/2009-03/walhi-ajakmasyarakat-manfaatkan-sampah/berita/2009-04/pemahaman-masalahsampah-warga-kurang/) Kesadaran masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung

pemerintah dalam menangani permasalahan sampah. Kalau masyarakat masih terus berperilaku seperti ini, permasalahan sampah tidak akan kunjung selesai. (http://www.airinrachmidiany.net/berita/tangerang-selatan/485-

kepedulian-masyarakat-terhadap-pengelolaan-sampah-harusditingkatkan.html) Sampah merupakan suatu tantangan dan masalah yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Secara teori, sampah sangat mudah dalam pengelolaannya namun dalam prakteknya sangatlah sulit. Sampah dapat dihasilkan melalui proses alami maupun proses produksi yang dilakukan dalam kehidupan manusia. Bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga

17

pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.( UU No.18 th. 2008 ) Dari beberapa pendapat di atas, penulis sependapat dengan pendapat Arwin Arin Rinendra (2010) yang menyatakan bahwa sampah organik yaitu sampah yang mudah membusuk,, seperti sisa makanan, sayuran, daun daun kering, dan sebagainya. Sementara sampah anorganik yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik, wadah pembungkus makanan, botol, kaleng, besi dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai