Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : Andika Kurniawan

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 043632354

Kode/Nama Mata Kuliah : ESPA4227/Ekonomi Moneter

Kode/Nama UPBJJ : 21/Jakarta

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Berikut adalah contoh-contoh yang dilandasi tiga motif memegang uang, yaitu motif transaksi, motif
berjaga-jaga, dan motif untuk spekulasi.
a. Motif transaksi
i. Membayar tagihan listrik dan air bulanan dengan uang yang dipegang.
ii. Membeli bahan makanan di pasar atau supermarket.
iii. Membayar uang kuliah atau biaya sekolah.
iv. Membayar cicilan kendaraan atau rumah.
v. Membeli tiket transportasi, seperti tiket pesawat atau kereta api.
b. Motif Berjaga-jaga
i. Menabung sebagian uang yang dipegang untuk keperluan darurat.
ii. Membeli asuransi atau investasi jangka panjang.
iii. Menyimpan uang di rumah untuk cadangan atau keadaan darurat.
iv. Membeli emas atau properti sebagai investasi jangka panjang.
v. Menabung untuk keperluan pensiun.
c. Motif Spekulasi
i. Membeli saham atau obligasi untuk mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga di
masa depan.
ii. Membeli mata uang atau emas dengan harapan dapat menjualnya di masa depan dengan
harga yang lebih tinggi.
iii. Membeli kripto aset, seperti Bitcoin atau Ethereum, dengan harapan harga akan naik di
masa depan.
iv. Bertransaksi saham atau trading forex untuk mencari keuntungan dari perbedaan harga
jual dan beli.
v. Membeli koleksi barang-barang langka atau seni sebagai investasi jangka panjang.
2. Hal tersebut berarti bahwa jumlah uang yang beredar bersifat otonom, dalam artian bahwa jumlah uang
beredar tersebut tidak dipengaruhi oleh tingkat bunga pasar uang. Di Indonesia, jumlah uang beredar
menurut pandangan ini ditunjukkan oleh jumlah uang primer. Walaupun besarnya uang primer ini tidak
dipengaruhi oleh tingkat bunga pasar uang, akan tetapi jumlah uang primer tersebut dipengaruhi oleh
kebijakan otoritas moneter dalam menentukan instrumen-instrumen “Bank Indonesia Rate/BI Rate” yang
akan menjadi signal suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan besarnya Giro Wajib Minimum
(minimum reserve requirement; GMW) yang ditetapkan Bank Indonesia. Karena besarnya jumlah uang
beredar ditentukan secara otonom oleh otoritas moneter, maka bentuk kurva penawaran uang (Ms)
adalah vertikal seperti gambar di bawah.

3. Bank syariah tidak hanya bisa digunakan oleh golongan tertentu saja. Seperti halnya bank konvensional,
bank syariah dapat digunakan oleh siapa saja yang memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
Perbedaan utama antara bank syariah dengan bank konvensional lainnya terletak pada prinsip dasar yang
digunakan dalam aktivitas perbankan. Bank syariah beroperasi dengan menerapkan prinsip syariah yang
didasarkan pada hukum Islam, sementara bank konvensional beroperasi dengan menerapkan prinsip
dasar perbankan konvensional.
Prinsip dasar perbankan syariah melarang penggunaan bunga dalam transaksi keuangan dan tidak
memperbolehkan spekulasi atau judi dalam investasi. Sebagai gantinya, bank syariah menggunakan
konsep bagi hasil atau profit sharing untuk membagi keuntungan dan risiko dengan nasabah dalam
kegiatan investasi. Dalam sistem bagi hasil, bank syariah dan nasabah membagi keuntungan berdasarkan
kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya.
Selain itu, bank syariah juga memperhatikan etika dan moralitas dalam aktivitas perbankannya, termasuk
dalam pemilihan investasi. Bank syariah hanya akan melakukan investasi pada bisnis yang halal dan
memperhatikan aspek sosial serta lingkungan.
Dalam hal produk dan layanan, bank syariah menyediakan produk dan layanan yang sesuai dengan prinsip
syariah, seperti akad murabahah, akad mudharabah, akad musyarakah, dan akad ijarah. Sedangkan bank
konvensional menyediakan produk dan layanan seperti pinjaman, kartu kredit, deposito, dan rekening
giro.
Dalam regulasi, bank syariah juga harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk memastikan bahwa aktivitas perbankannya
sesuai dengan prinsip syariah.
4. Menurut Keynes, permintaan uang untuk transaksi dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Semakin tinggi
tingkat pendapatan semakin besar keinginan memegang uang kas untuk transaksi, ketergantungan
permintaan uang untuk transaksi terhadap pendapatan dapat dijelaskan dengan gambar berikut:

Permintaan uang untuk tujuan transaksi ditunjukkan dengan Ltr’ Dalam halini Keynes mengikuti jejak Klasik
bahwa permintaan untuk transaksi tergantung pendapatan, namun perbedaannya terletak pada
penekanan motif spekulasi dan peranan tingkat bunga dalam menentukan permintaan uang untuk
spekulasi. Secara matematis, permintaan uang untuk tujuan transaksi (Md) dirumuskan sebagai berikut.

𝑀𝑀𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑘𝑘𝑘𝑘
Dimana Y meripakan tingkat pendapatan yang berhubungan positif dengan permintaan uang untuk
transaksi (Nopirin, 1998).
Permintaan uang yang muncil sebagai akibat dari motif transaksi didasarkan pada asumsi bahwa orang
beminat untuk memegang sebagai “bridge the interval between the receipt of income and its
disbursement”. Dengan demikian Keynes dapat menerima pendapat Cambridge yang menyatakan orang
memegang uang untuk memenuhi dan memperlancar transaksi yang mereka lakukan. Disini dianggap
bahwa permintaan uang nominal untuk tujuan transaksi dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional.
Keynes sebenarnya tidak mengabaikan pengaruh suku bunga terhadap permintaan uang untuk tujuan
transaksi, namun Keynes tidak menekankan peranan suku bunga dalam analisisnya.
5. Dalam teori klasik, V (velocity) dianggap sebagai suatu konstanta karena pada saat itu diasumsikan bahwa
ada hubungan yang tetap antara jumlah uang yang beredar dan tingkat harga. Dalam konteks ini, V dapat
dihitung sebagai rasio antara nilai transaksi dan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu, dalam teori
klasik, V diasumsikan sebagai suatu konstanta karena nilai transaksi dianggap sebagai suatu faktor yang
tetap.
Menurut Fisher, pada dasarnya orang bersedia memegang uang karena kegunaannya dalam proses
transaksi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan. Faktor-faktor kelembagaan misalnua metode
pembayaran yang biasanya dilakukan oleh masyarakat (harian, mingguan dan bulanan), tingkat
moneterisasi masyarakat, penggunaan alat pembayaran yang lain seperti kartu kredit dan kualitas
komunikasi. Faktor-faktor kelembagaan ini pada umumnya hanya bersifat sporadic dan akan berpengaruh
terhadap V. Namun, disini dianggap bahwa dalam jangka pendek faktor-faktor kelembagaan tersebut
tidak berubah sehingga V dianggap tetap (Hayati, 2006)

Anda mungkin juga menyukai