Anda di halaman 1dari 16

Pajak

penghasilan
Dr. Richard, SE MBA
1) Orang pribadi:
 Dalam negeri: > 183 hari/thn dan niat tinggal di Indonesia.
Pajak atas penghasilan di Indonesia dan LN, berdasarkan
penghasilan netto, dan wajib menyampaikan SPT.
 Luar negeri: < 183 hari/thn, pajak hanya yang bersumber dari
Indonesia, berdasarkan penghasilan bruto, tidak wajib
menyampaikan SPT
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak;
3) Badan (PT, CV, BUMN/BUMD, koperasi, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik); dan
4) Bentuk Usaha Tetap
TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
1) Kantor perwakilan negara asing;
2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka dengan
syarat:
 Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut,
 Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3) Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
 Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan
 Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud
pada angka 3 dengan syarat:
• Bukan warga negara Indonesia, dan
• Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia
Objek pajak adalah penghasilan, yaitu tambahan kemampuan
ekonomi yang diterima atau diperoleh WP, antara lain:
1) Imbalan atas pekerjaan;
2) Hadiah atau undian;
3) Laba usaha;
4) Keuntungan atas penjualan barang;
5) Deviden;
6) Royalti;
7) Bunga;
8) Sewa;
9) keuntungan selisih kurs mata uang asing;
10) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
11) premi asuransi
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
 Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat
 Harta hibah
 Warisan
 Harta termasuk setoran tunai sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal.
 Natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
 Pembayaran dari perusahaan asuransi (asuransi kesehatan,
kecelakaan, bea siswa);
 Dividen (cadangan laba yang ditahan)
 Dana pensiun;
 Beasiswa, dll
BIAYA PENGURANG PAJAK

 Biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha.


 Penyusutan dan amortisasi.
 Iuran dana pensiun.
 Kerugian karena penjualan atau pengalihan asset.
 Kerugian selisih kurs valas.
 Biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
 Beasiswa, magang dan pelatihan.
 Piutang yang dinyatakan tidak dapat ditagih.
 Sumbangan bencana nasional.
 Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembang di Indonesia.
 Sumbangan dalam rangka pembinaan olah-raga.
 Biaya pembangunan infrastruktur sosial.
BIAYA TIDAK SEBAGAI PENGURANG PAJAK

 Pembagian laba, termasuk deviden untuk pemegang polis.


 Biaya untuk keperluan pribadi pemegang saham, sekutu atau
anggota.
 Pembentukan dana cadangan.
 Premi asuransi yang dibayar WP perorangan.
 Penggantian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan bagi seluruh pegawai.
 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
 Aset yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan dan warisan, kecuali
yg diatur oleh UU PPh seperti zakat wajib pemeluk agama, dll.
 Pajak penghasilan (angsuran PPh psl 25 tidak mengurangi pajak
tahunan).
 Sanksi administrasi (berupa denda, bunga).
TARIF PAJAK BADAN

 PPH: WP Badan dan BUT tarif flat 25 %

 UURI no 7 Thn 2021 tentang Harmonisasi Peraturan


Perpajakan (HPP)
• HPP  tariff 22%
• Note:
 WP Badan DN berbentuk perseroan terbuka dengan saham min
40% di Bursa Efek di Indonesia dapat tarif lebih rendah 3%.
TARIF PAJAK BADAN
PP RI no 30 tahun 2020, Pengurangan Tarif Badan Usaha (penangan pandemi
covid-19):
 Perusahaan Terbatas, tarif:
a) 22% yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 202l; dan
b) 20% yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022.

 PT Terbuka (go public) dapat memperoleh tarif sebesar 3% (tiga persen)


lebih rendah, yaitu:
a) 19% yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 202l; dan
b) 17% yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022.

UU HPP :
 Omset < Rp 500 juta bebas pajak
 Badan Tarif 22%, untuk PT Terbuka (go public) 3% lebih rendah
TARIF PAJAK BADAN
TARIF PAJAK PERORANGAN
PERHITUNGAN PAJAK
WP Perorangan:

Masa Pandemi : Pendapatan ≤ Rp 200 juta  Tidak kena pajak (sementara)

WP Badan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sejak 1 Januari
2016 (PTKP sama menurut ketentuan lama dan baru):
1) Rp. 54.000.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
2) Rp. 4.500.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
3) Rp. 54.000.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dimana:
a) Penghasilan istri telah dipotong oleh satu pemberi kerja;
b) Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan pekerjaan
suami
4) Rp. 4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga
CONTOH PERHITUNGAN – PPH (KETENTUAN LAMA)
Penghasilan Kena Pajak tahun 2020 sebesar Rp75.000.000,-
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki
NPWP adalah:
5% x Rp50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
15% x Rp25.000.000,- = Rp 3.750.000,- (+)
Jumlah = Rp 6.250.000,-

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki
NPWP adalah:
5% x 120% x Rp50.000.000,- = Rp 3.000.000,-
15% x 120% x Rp25.000.000,- = Rp 4.500.000,- (+)
Jumlah = Rp 7.500.000,-

Catatan:
 PKP Rp 75 juta, dibagi sesuai pajaknya, yaitu:
a) Rp 50 juta (pertama) dikenakan pajak 5%;
b) Dan Rp 25 juta berikutnya (75 juta – 50 juta) dikenakan pajak 15%.
 Sedangkan jika tidak punya NPWP ditambahkan 20%  dikali 120%.
CONTOH PERHITUNGAN – HPP (KETENTUAN BARU)
Penghasilan Kena Pajak tahun 2022 sebesar Rp75.000.000,-
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki
NPWP adalah:
5% x Rp60.000.000,- = Rp 3.000.000,-
15% x Rp15.000.000,- = Rp 2.250.000,- (+)
Jumlah = Rp 5.250.000,-

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki
NPWP adalah:
5% x 120% x Rp60.000.000,- = Rp 3.600.000,-
15% x 120% x Rp15.000.000,- = Rp 2.700.000,- (+)
Jumlah = Rp 6.300.000,-

Catatan:
 PKP Rp 75 juta, dibagi sesuai pajaknya, yaitu:
a) Rp 60 juta (pertama) dikenakan pajak 5%;
b) Dan Rp 15 juta berikutnya (75 juta – 60 juta) dikenakan pajak 15%.
 Sedangkan jika tidak punya NPWP ditambahkan 20%  dikali 120%.
Latihan Soal
1. Anton, Andi, Abu dan Budi serta Candra masing-masing
mempunyai Penghasilan Kena Pajak setahun sebesar Rp. 240 juta,
Rp 480 juta, Rp 600 juta, dan Rp 600 juta serta Rp 7 miliar. Berapa
masing-masing pajak penghasilan dari 5 orang WP tsb, dimana
hanya Budi yang tidak memiliki NPWP, hitung berdasarkan
Peraturan lama (PPh) dan Peraturan Baru (HPP).

2. Pak Hasan mempunyai penghasilan netto Rp 200 juta dengan status


kawin dan 2 anak, istri tidak bekerja. Berapa pajak
penghasilannya? (Peraturan lama & Baru).

3. Dengan data yang sama seperti nomor 2, tapi jumlah anak Pak
Hasan adalah sebanyak 4 orang, berapa pajak penghasilannya?
(Peraturan lama & Baru).

4. PT Senang pada tahun 2020 memiliki peredaran bruto sebesar Rp


60 miliar dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp 5 miliar.
Berapa pajak penghasilnya.

Anda mungkin juga menyukai