Anda di halaman 1dari 11

BAB II

LANDASAN TEORETIS

Kerangka BAB II

2.1 Konsep Pengembangan Model


2.1.1 Media Pembelajaran
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan
sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima
(Heinich, 2002). Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa
pesan dari komunikator menuju komunikan (Daryanto, 2010).
Menurut AECT 1977 menyatakan media adalah apa saja yang digunakan untuk
menyalurkan informasi. Sementara menurut Suparman (1997) media merupakan alat yang
digunakan untuk menyalurkan pesan dan informasi dari pengirim pesan kepada penerima pesan.
Selanjutnya menurut Munadi (2008), media dimaknai sebagai saluran informasi.
Kata media pembelajaran merupakan kata yang tak pernah asing kita dengar. Media
pembelajaran mengandung arti apa saja yang digunakan oleh pengajar sebagai media yang
digunakan dalam pembelajaran (Arsyad, 2012). Menurut Gagne (1974) bahwa media
pembelajaran komponen pada lingkungan pembelajaran yang membantu pembelajar untuk
belajar. Menurut Briggs (1977), media adalah sarana fisik yang digunakan untuk mengirim pesan
kepada peserta didik sehingga merangsang mereka untuk belajar.

2.1.2 Pengembangan Media Pembelajaran


Secara garis besar kegiatan pengembangan media pembelajaran terdiri atas tiga langkah
besar yang harus dilalui, yaitu kegiatan perencanaan, produksi dan penilaian. Sementara itu,
dalam rangka melakukan desain atau rancangan pengembangan program media. Arief Sadiman,
dkk, memberikan urutan langkah-langkah yang harus diambil dalam pengembangan program
media menjadi 6 (enam) langkah sebagai berikut:
a) Menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa
b) Merumuskan tujuan intruksional (Instructional objective) dengan operasional dan khas
c) Merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung tercapainya tujuan
d) Mengembangkan alat pengukur keberhasilan
e) Menulis naskah media
f) Mengadakan tes dan revisi

2.1.3 Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran


Pada dasarnya fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai sumber belajar dan
bermanfaat untuk mempermudah proses belajar mengajar. Menurut Rosyada (2008) fungsi
media pembelajaran diantaranya sebagai: a) Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar;
b) Fungsi semantik yaitu kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata; c) Fungsi
manipulatif yaitu didasarkan pada ciri (karakteristik); d) Fungsi psikologis yaitu psikologis-
atensi yaitu menigkatkan siswa terhadap materi ajar, psikologis-afektif yaitu menggugah
perasaan emosi siswa terhadap sesuatu, psikologis-kognitif yaitu siswa memperoleh dan
menggunakan bentuk representasi yang mewakili objek yang dihadapi.
Selain sebagai sumber belajar media berfungsi juga untuk perkembangan siswa. Fungsi
media pembelajaran khususnya media visual (yang hanya bisa dilihat) menurut Arsyad (2009)
adalah (1) fungsi atensi, (2) fungsi afektif, (3) fungsi kognitif, (4) fungsi kompensatoris. Siswa
dapat lebih mudah dalam memahami materi, karena menarik untuk dipelajari dengan adanya
media, serta guru juga lebih mudah dalam mengajarkan materi. Sehingga proses pembelajaran
yang nyaman dalam arti siswa dan guru sama-sama aktif dapat lebih mudah untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Fungsi Media dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan media
memiliki fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan psikologis sehingga diperlukan untuk
siswa dalam berproses belajar.

2.1.4 Klasifikasi Media Pembelajaran


Menurut Daryanto (2011) bahwa klasifikasi media pembelajaran dilakukan berdasarkan
tujuan pemakaian dan karakteristik jenis media. Ada lima model yang dikenalkan oleh Daryanto
dari informasi peneliti-peneliti luar, diantaranya sebagai berikut:
a) Menurut Schramm, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan sederhana. Media
dikelompokkan menurut daya liputan, yaitu 1) liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan
faksimile; 2) liputan terbatas pada ruangan seperti film, video, slide, poster audio tape; 3) media
untuk belajar individual seperti buku, modul, program belajar komputer dan telepon.
b) Menurut Gagne, media diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok, yaitu benda untuk
didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar lisan, gambar bergerak, film bersuara,
dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan
kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu pelontar
belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi kondisi eksternal, menuntun cara
berfikir, memasukkan ahli ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik.

c) Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu; visual diam, film, televisi, obyek
tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak, dan sajian lisan.
Kesembilan kelompok tersebut disesuaikan dengan tujuan belajar, antara lain; info faktual,
pengenalan visual, prinsip dan konsep prosedur, ketrampilan, dan sikap.

d) Menurut Gerlach dan Elly, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan
kelompok, yaitu benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam, gambar
bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi.

2.1.5 Prinsip-Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran


Menurut Mahnun, (2012) pemilihan media hendaknya memperhatikan beberapa prinsip:
1. Raharjo yaitu; a) kejelasan maksud dan tujuan pemilihan media; apakah untuk keperluan
hiburan, informasi umum, pembelajaran dan sebagainya, b) familiaritas media, apakah untuk
keperluan hiburan, informasi umum, pembelajaran dan sebagainya, c) sejumlah media dapat
diperbandingkan karena adanya beberapa pilihan yang kiranya lebih sesuai dengan tujuan
pengajaran.

2. Winkel : pemilihan media disamping melihat kesesuaiannya dengan tujuan instruksional


khusus, materi pelajaran, prosedur didaktis dan bentuk pengelompkan siswa, juga harus
dipertimbangkan soal biaya (cost factor), ketersediaan peralatan waktu dibutuhkan (avaibility
factor), ketersediaan aliran listrik, kualitas teknis (technical cuality), ruang kelas, dan
kemampuan guru menggunakan media secara tepat (technical know-how).
3. Ely (1982): pemilihan media seyogyanya tidak terlepas dari konteksnya bahwasanya media
merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Karena itu, meskipun tujuan
dan isinya sudah diketahui, faktor-faktor lain seperti karakteristik siswa, strategi belajar-
mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilaiannya
juga perlu dipertimbangkan.

4. Dick dan Carey (1978) disamping kesesuaian dengan perilaku belajarnya, setidaknya masih
ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media, yaitu pertam
ketersediaan sumber setempat, artinya bila media yang bersangkutan tidak terdapat pada sumber-
sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri. Kedua adalah apakah untuk membeli
atau memproduksi sendiri tersebut ada dana, tenaga dan fasilitasnya. Ketiga adalah faktor yang
menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang
lama, artinya bisa digunakan dimanapun dengan peralatan yang ada di sekitarnya dan kapanpun
serta mudah dijinjing dan dipindahkan.

2.1.6 Pengembangan media pembelajaran Game Berbasis Android


Suatu usaha memberikan inovasi pembelajaran adalah menggunakan media pembelajaran
dengan game komputer. Game di sini adalah suatu produk permainan berbasis komputer yang
berisikan suatu tantangan atau alur cerita yang harus diselesaikan oleh si pengguna komputer
(Enjang dkk 2012 : 124). Pembelajaran berbasis game adalah suatu cara belajar yang digunakan
dalam menganalisis interaksi antara sejumlah pemain maupun perorangan yang menunjukkan
strategi-strategi yang rasional. Game komputer adalah permainan video yang dimainkan pada
komputer pribadi dengan dilengkapi dengan perangkat komputer yang mendukung.

2.2 Konsep Model yang Dikembangkan


2.2.1 Game
Pada zaman ini sangat banyak perangkat lunak yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, salah satu contohnya adalah permainan atau yang biasa disebut game. Menurut
Schell, Jesse (2008:37) game adalah suatu aktivitas pemecahan masalah yang dilakukan dengan
sebuah peraturan permainan. Sebuah game memiliki peraturan tersendiri. Di dalam game
terdapat beberapa masalah atau rintangan yang harus diselesaikan oleh pemain. Pemain dibatasi
dengan aturan tertentu yang sudah dibuat oleh perancang game tersebut untuk memecahkan atau
melewati masalah yang ada.

2.2.2 Game Edukasi


Game edukasi sangat menarik untuk dikembangkan. Ada beberapa kelebihan darigame
edukasi dibandingkan dengan metode edukasi konvensional. Salah satu kelebihan utama game
edukasi adalah pada visualisasi dari permasalahan nyata. Game edukasi unggul dalam beberapa
aspek jika dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Salah satu keunggulan yang
signifikan adalah adanya animasi yang dapat meningkatkan daya ingat sehingga anak dapat
menyimpan materi pelajaran dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan metode
pengajaran konvensional.

2.2.3 Konsep Pengembangan Game Edukasi Ali Kode dan Campur Kode
Game sebagai permainan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan media pembelajaran
di semua tingkatan. Pada beberapa tingkatan game sangat bervariatif sehinga muncul jenis-jenis
game dengan pola tertentu pada sesuai jenjangnya. Pada jenjang PAUD (Pendidikan Anak Usia
Dini) game dibuat sederhana (Alifia, Palupi, and .Jumiatmoko 2022; Harris and Isyanti 2021;
Solfiah, Hukmi, and Febrialismanto 2021) untuk mengenalkan konsep dasar dari aksara dan
angka. Pada jenjang sekolah dasar konsep game edukatif bahkan dibuat dengan media yang
sederhana yaitu power poin(Eveline Siregar and Frista D. Ramadhani 2022; Rohita and
Nurfadilah 2022).
Media pembelajaran sebagai salah satu cara untuk menyampaikan materi terbukti dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa di tingkatan SD (Hartati, Fatmawati, and Krismilah 2020;
Supriyono 2018).
Media pembelajaran berbasis game edukatif dalam pembelajaran bahasa. Dalam konsep
dasar pengenalan beberapa aksara. PenelitianSupriyono et al. (2016) mengembangkan penelitian
tentang game dukatif aksara jawa dengan menguji software berbasis desktop kepada responden.
Penelitian Sofiana & Asmawati, (2022) Melakukan pengenal huruf pada kemampuan membaca
permulaan, bahkan jika dilihat dari konteks linguistik secara umum dalam Ilmu membaca Al-
Quran (Tajwid) penelitian (Abidin and Listyorini 2018) yang mengkaji game dukatif membaca
Al-Quran berbasis android dinilai lebih interaktif dalam penerapannya. Pada bahasa asing yang
sering dipelajari di dindonesia terdapat beberapa penelitian yang mengkaji hal tersebut (Diharjo
2020; Fawzani and Nurjannah 2022; Fidriyani and Karnadi 2020; Nurcholis et al. 2021;
Riswanto and Soraya 2022). Penelitian-penelitian yang ditemukan kebanyakan adalah penelitian
tentang Bahasa Indonesia, Bahasa Ingris, Bahasa Arab, dan Bahasa Mandarin.
Dalam media pembelajaran game edukatif dapat dibagi dalam beberapa media
salasatunya adalah Board game, desktop (komputer), dan Android (gawai). Pengembangan
media pembelaran dalam tiga media ini memiliki keungulannya masing-masing. Dalam media
board game atau game klasik tidak memerlukan internet maupun listrik, pengunaannya
pleksibel, namun dalam distribusinya kurang baik karena memerlukan perpindahan fisik. Media
desktop dan media android lebih mudah untuk distribusi karena bisa melalui perpindahan data
dan proses instalasi untuk kemudian diterapkan dalam gawai masing-masing. Media dekstop dan
media android memiliki perbedaan dalam pengunaannya. Media dekstop memiliki keungulan
layar yang lebih lebah dan fokus peserta didik yang lebih terarah karena dalam pengunaanya
terbatas pada media yang cukup besar. Pada media android media pembelajaran cenderung
pleksibel dan mudah dibawa kemana-mana sehinga peserta didik memiliki fleksibilitas
pengunaan (Christopoulou and Xinogalos 2017).
Media android memiliki kelebihan yang paling ungul untuk peserta didik. Game android
Peserta didik (1) dapat mengakses informasi-informasi yang dibutuhkan meskipun itu adalah
hasil penelitian orang lain (dengan legalitas copypaste). (2) Peserta didik dapat mengakses
sumber pengetahuan lebih mudah dibanding sebelum penerapan manfaat teknologi, karena
pengaksesan informasi telah banyak dipergunakan dengan media gadget (HP, Ipad, Mobile Tab).
(3) Materi-materi pelajaran akan tampil secara interaktif dan menarik, serta penyampaiannya
akan lebih konseptual. (4) Materi-materi pendidikan dapat diakses melalui belajar jarak jauh jika
terkendala oleh biaya dan waktu (Verawati and Comalasari 2019).
Pada pembelajaran di mahasiswa, terdapat beberapa konsep game yang bisa diterapkan
berdasarkan kesuksesan penelitian. Dari beberapa konsep game untuk siswa menurut (Sidiq and
Simamora 2022) genre game ada action, fighting, shooter, racing, sport, adventure, strategi da,
role playing game. Sementara itu menurut (Novayani 2019) game dibagi menjadi Simulasi,
stategi, aksi, puzel, dan role-playing game.
Dari genre game yang ada, untuk mengajarkan pembelajaran sosiolingustik dinilai dari
segi permainan yang memungkinkan ada interaksi sosial dan lebih relavan dengan pembelajaran
maka peneliti meninjau permainan RPG lebih cocok untuk mahasiswa dalam belajar bahasa
wewengkon. Penilaian peneliti juga didukung data beberapa game RPG yang berhasil diterapkan
di tingkatan mahasiswa.
Penelitian (Dyson et al. 2016) menyatakan bahwa Game RPG dapat meningkatkan
kreativias mahasiswa di Taiwan. Bahkan dalam penelitan game RPG mampu meningkatankan
emosi kreativitas mahasiswa. Game RPG dinilai dari penelitian ini mampu mengembangkan
emosional mahasiswa dan kreativitas mahasiswa. Dalam penelitian (Krebt 2017) ada efektivitas
pengunaan Role Play dalam peningkatan berbicara mahasiswa asing dalam melafalkan bahasa
ingris. Bahkan (Topîrceanu 2017) melakukan analisis dan sintentesis tentang game dengan
pendekatan role play yang membuktikan bahwa ada peningkatan motivasi di kelas ketika
mengunakan pendekatan ini dalam pembelajaran yang berbasis game.
Dari banyak penelitian yang dikemukakan maka penelitian ini akan mengunakan media
android dan membuat game berbasis Role-Play Game (RPG) untuk mahasiswa dalam materi
sosiolinguistik. Materi yang dibuat berfokus pada alih kode dan campur kode yang berkaitan
dengan bahasa wewengkon kuningan. Dalam beberapa kata kunci peneliti sulit menemukan data
pendukung tentang penelitian game berbasis sosio linguistik. Penelitian yang belum banyak
dilakukan terkait topik ini menyimpulkan bahwa Game Edukasi Berbasis Android pada materi
sosiolinguistik memiliki nilai kebaharuan yang sangat tingi.

2.3 Kerangka Teoretik


2.3.1 Alih Kode
Alih kode adalah gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubah. Berbeda dengan
Apple yang mengatakan alih kode itu terjadi antar bahasa, maka (Hymes 1972) mengatakan alih
kode bukan terjadi antar bahasa, melainkan juga terjadi antar ragam-ragam bahasa dan gaya
bahasa yang terdapat dalam satu bahasa. Dengan demikian, alih kode itu merupakan gejala
peralihan pemakaian bahasa yang terjadi karena situasi dan terjadi antar bahasa serta antar ragam
dalam satu bahasa.
Alih kode merupakan penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa lain dalam satu
peristiwa bahasa sebagai strategi untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau
karena adanya partisipan lain. Penyebab terjadinya alih kode tersebut, maka harus dikembalikan
kepada pokok persoalan sosiolinguistik, yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa,
kapan, dan dengan tujuan apa.
2.3.2 Campur Kode
Campur kode adalah suatu keadaan berbahasa bilamana orang mencampur dua atau lebih
bahasa dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain,
unsur-unsur yang menyisip tersebut tidak lagi mempunyai fungsi sendiri. Campur merupakan
pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke
dalam bahasa yang lain secara konsisten. Secara lebih mendalam, (Thelander and Reichard 1979)
menjelaskan bahwa campur kode adalah suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase
yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan
masingmasing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri sendiri

2.3.3 Bahasa Sunda Wewengkon Kuningan


Bahasa Sunda adalah sebuah bahasa dari cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa
Austronesia. Bukti bahwa bahasa Sunda termasuk rumpun Austronesia, di antaranya terdapat
kata Lisung (Lesung) dalam bahasa Sunda, lesung (Jawa), lisuh (Kawi), lesong (Madura), lisong
(Dayak), losong (Tagalog) .Kata kelingking dalam bahasa Indonesia, kelingking (Malay),
kingking (Maanjan), kingki (Sakalava Malagasy), kingking (Proto-Austronesia). Kata gunting
dalam bahasa Sunda disebut gunting pula dalam bahasa Tagalog. Selain itu, walaupun bahasa
Sunda tidak serumpun dengan bahasa Jepang, tetapi disebabkan oleh migrasi manusia dari
selatan termasuk Indonesia ke Jepang terdapat pula kata campur dalam bahasa Sunda digunakan
kata champon dalam bahasa Jepang.
Indonesia memiliki keberanekaragaman budaya dan bahasa, setiap wilayah memiliki
keunikan masing-masing. Terutama bahasa di dalam satu lingkungan Tatar Sunda pun banyak
sekali perbedaan. Perbedaan tersebut berada dalam tataran fonologi, tataran makna suatu kata
atau kalimat. Bahasa yang berlaku dalam satu daerah masyarakat bahasa saja disebut bahasa
dialek atau bahasa wewengkon, sedangkan bahasa Sunda standar disebut bahasa Sunda lulugu.
Sesuai dengan luasnya wilayah Tatar Sunda, sebelah barat mulai dari wilayah Banten,
selatan Banjar dengan perbatasan Cilacap, sebelah timur sampai Kali Pemali (Cipamali) di
wilayah Brebes, maka bahasa dialek pun sangat banyak mulai dari bahasa Sunda dialek Banten,
dialek Kuningan, dialek Ciamis, dialek Cirebon, dialek Sumedang, dialek Karawang, dan
sebagainya. Para pakar lain berpendapat bahwa bahasa Sunda dibedakan menjadi enam dialek
yaitu dialek barat, dialek utara, dialek selatan, dialek tengah timur, dialek timur laut, dan dialek
tenggara. Dialek Barat dipertuturkan di daerah Banten selatan. Dialek Utara mencakup daerah
Sunda utara termasuk kota Bogor dan beberapa bagianPantura. Lalu dialek Selatan adalah dialek
Priangan yang mencakup kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu dialek Tengah Timur
adalah dialek di sekitar Majalengka. Dialek Timur Laut adalah dialek di sekitar Kuningan, dialek
ini juga dipertuturkan di beberapa bagian Brebes, Jawa Tengah. Akhirnya dialek Tenggara
adalah dialek sekitar Ciamis. (Prawirasumantri, 2007).

2.4 Rancangan Model


2.4.1 Rancangan Pengembangan Game Edukasi
Berikut rancangan pengembangan game edukasi alih kode dan campur kode bermuatan
Bahasa wewengkon Kuningan
Mekanisme Permainan:
a) Pemain akan memulai permainan di sebuah desa kecil di wewengkon Kuningan dan
bertemu dengan penduduk setempat yang akan berbicara dengan mereka dalam bahasa
Kuningan.
b) Pemain harus belajar bahasa Kuningan dan memahami konteks dan alih kode bahasa
yang terjadi selama percakapan dengan penduduk setempat.
c) Selama interaksi dengan penduduk setempat, pemain akan memperoleh poin pengalaman
untuk keterampilan bahasa Kuningan mereka, yang akan membantu mereka naik ke
tingkat kelas yang lebih tinggi dan membuka kemampuan bahasa Kuningan yang lebih
tinggi.
d) Pemain juga akan belajar tentang budaya dan adat istiadat yang berbeda dari penduduk
setempat, yang akan membantu mereka memahami pentingnya alih kode dan campur
kode dalam berkomunikasi dengan orang dari latar belakang budaya yang berbeda.
e) Pemain harus menyelesaikan berbagai misi atau quest yang berkaitan dengan budaya dan
bahasa Kuningan untuk membuka akses ke tingkat yang lebih tinggi di permainan.
Tujuan Permainan:
a) Tujuan utama permainan adalah membantu pemain memahami konsep alih kode dan
campur kode dalam bahasa wewengkon Kuningan dan pentingnya keterampilan bahasa
yang luas untuk berkomunikasi dengan orang dari latar belakang budaya yang berbeda.
b) Selain itu, pemain juga akan memperoleh pengetahuan tentang budaya dan adat istiadat
yang berbeda di wewengkon Kuningan, yang akan membantu mereka menjadi lebih
berpengetahuan dan memahami perbedaan budaya.
Gameplay:
a) Pemain dapat memilih karakter mereka sendiri, baik itu laki-laki maupun perempuan, dan
membuka kunci keterampilan bahasa dan quest baru seiring permainan berlangsung.
b) Setiap quest akan mengharuskan pemain untuk memecahkan masalah dan tantangan,
termasuk mengumpulkan informasi tentang budaya Kuningan, menghafal kosakata
bahasa Kuningan, dan melakukan interaksi sosial dengan penduduk setempat.
c) Selama permainan, pemain akan menerima umpan balik dan panduan untuk
meningkatkan keterampilan bahasa mereka dan memahami konteks alih kode bahasa
yang terjadi dalam percakapan dengan penduduk setempat.
d) Pemain dapat berinteraksi dengan penduduk setempat melalui pilihan dialog, yang
mencakup penggunaan bahasa Kuningan dan bahasa Indonesia.

2.4.2 Flowchart Pengembangan


Mulai

1. Pemain memulai permainan di desa kecil di wewengkon Kuningan.


2. Pemain diperkenalkan dengan penduduk setempat yang akan berbicara dengan bahasa
Kuningan.
3. Pemain berinteraksi dengan penduduk setempat untuk memperoleh poin pengalaman dan
meningkatkan keterampilan bahasa Kuningan mereka.
4. Pemain belajar tentang budaya dan adat istiadat yang berbeda dari penduduk setempat.
5. Pemain menyelesaikan berbagai misi atau quest yang berkaitan dengan budaya dan bahasa
Kuningan untuk membuka akses ke tingkat yang lebih tinggi di permainan.
6. Pemain akan terus berinteraksi dengan penduduk setempat dan menghadapi tantangan baru
seiring permainan berlangsung.
7. Selama interaksi dengan penduduk setempat, pemain akan memperoleh pemahaman tentang
konteks alih kode dan campur kode bahasa Kuningan.
8. Pemain dapat berinteraksi dengan penduduk setempat melalui pilihan dialog, yang mencakup
penggunaan bahasa Kuningan dan bahasa Indonesia.
9. Pemain memperoleh umpan balik dan panduan untuk meningkatkan keterampilan bahasa dan
memahami konteks alih kode bahasa yang terjadi dalam percakapan dengan penduduk setempat.
10. Pemain mencapai tujuan utama permainan, yaitu memahami konsep alih kode dan campur
kode dalam bahasa wewengkon Kuningan dan pentingnya keterampilan bahasa yang luas untuk
berkomunikasi dengan orang dari latar belakang budaya yang berbeda.

Selesai

Anda mungkin juga menyukai