Anda di halaman 1dari 3

TUHAN MERANGKAI CERITA YANG INDAH DALAM

KELUARGA KU

Oleh Gina , Yogyakarta

Aku mempunyai keluarga yang utuh. Kami tinggal di bawah satu atap—ayah, ibu, dua kakak
perempuan yang sudah berumah tangga, dan aku. Kami sering berkumpul dan makan
bersama, bahkan saling bercerita satu sama lain. Melihat kebersamaan keluarga kami, aku
berpikir bahwa ini adalah waktu di mana ayah dan ibuku dapat menikmati masa tua mereka
bersama anak cucunya.

Namun, keluargaku mengalami pergumulan hebat di akhir tahun 2018. Ayah dan ibuku
hampir setiap hari bertengkar. Hal kecil menjadi besar dan hal besar semakin menjadi-jadi.
Aku seperti dibawa ke dalam ingatan masa lalu. Ketika aku duduk di bangku sekolah dasar,
seringkali aku melihat orang tuaku bertengkar sampai ibuku menangis. Tidak ada yang bisa
kulakukan, hingga aku harus kembali menyaksikan kejadian serupa setelah sekian waktu
lamanya mereka tidak bertengkar. Aku mengira bahwa ketika usia mereka semakin tua,
mereka akan semakin rukun. Nyatanya, bukan itu yang terjadi. Keadaan ini hampir
membuatku membenci ayah dan ibuku.

Suatu hari, ayah dan ibuku kembali bertengkar. Meskipun aku termasuk anak yang cuek di
mata mereka, namun percayalah, hatiku hancur melihatnya. Mereka bertengkar tentang hal
yang sama, yang bagiku terkesan konyol. Ayahku menuduh Ibu berselingkuh, meski pada
kenyataannya Ibu tidak berselingkuh. Ketika mereka bertengkar, aku berdiam diri dan
memilih masuk ke dalam kamar sambil mencoba mendengarkan perdebatan mereka.
Pertengkaran itu berlangsung cukup lama, sampai ayahku jatuh sakit karena memikirkan hal
tersebut. Aku juga sering melihat raut wajah Ibu yang sedih dan enggan untuk makan.

Awalnya aku berpikir bahwa ini hanyalah pertengkaran biasa. Namun, perkiraanku salah.
Ayah mengumpulkan kami, ketiga anaknya, lalu bercerita tentang kegelisahan
hatinya—demikian juga Ibu. Mereka menyalahkan satu sama lain, bahkan sampai
menggunakan ayat Alkitab dalam perdebatannya.

Tibalah di satu titik di mana Ayah mengatakan bahwa ia ingin berpisah dengan Ibu. Seketika
itu juga, aku ingin menangis dan marah karena aku tidak menyangka Ayah akan memikirkan
dan mengatakan hal itu. Namun, aku menahan tangisku dan memilih untuk memberanikan
diri berbicara dengan mereka. Hati kecilku tidak tahan memendam perasaan kecewa hingga
aku berkata kepada Ayah, “Jika Ayah mengenal soal kasih, seharusnya Ayah tidak melakukan
perpisahan. Kasih itu tidak pendendam, tidak pencemburu, tidak egois. Sama seperti yang
Tuhan Yesus katakan.”

Setelah itu, aku pergi dan masuk ke dalam kamar. Aku menangis dan berbicara kepada
Tuhan, “Mengapa hal ini terjadi dengan keluargaku? Padahal, Tuhan sedang menempatkan
aku di pelayanan keluarga, dimana aku harus melayani keluarga lain. Bagaimana bisa aku
melayani keluarga lain jika keluargaku saja hancur? Apa yang Tuhan mau?”

Mungkin aku terdengar seperti sedang marah. Tetapi, di saat aku hancur dan sedih, aku
merasa Tuhan mengingatkanku akan suatu hal. Tuhan mengizinkan hal ini terjadi dalam
keluargaku bukan sekedar untuk pertumbuhan keluargaku, tetapi Ia juga memiliki tujuan
besar untuk memulihkan keluarga lain melalui apa yang keluargaku alami. Saat itu juga hati
kecilku tahu, bahwa Tuhan berjanji ayah dan ibuku tidak akan berpisah. Keyakinanku
diperkuat melalui firman Tuhan dalam Roma 8:28 yang berkata:

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.

Saat mendapatkan ayat tersebut, Tuhan mengingatkanku bahwa melalui setiap badai
kehidupan yang datang, Tuhan tidak hanya ingin membuat kita belajar untuk mengenal kasih
Allah. Lebih dari itu, Tuhan memiliki tujuan besar, yaitu untuk keselamatan orang banyak.
Tuhan dapat memakai masalah yang kita alami untuk memberkati orang lain yang mengalami
pergumulan yang sama. Nyatanya, melalui kejadian ini aku semakin mengerti tentang
pergumulan dalam keluarga yang memampukanku untuk melayani keluarga lain sesuai yang
Tuhan inginkan.

Ketika mendapatkan jawaban itu, aku berdoa pada Tuhan dan berserah sepenuhnya pada
rencana Tuhan. Aku selalu percaya pada janji-Nya, walaupun aku harus terlebih dahulu
mengalami lmusim yang menyakitkan. Ketika aku terus bergumul, Tuhan melepaskan
kedamaian bagi keluargaku. Kata “pisah” yang pernah dikatakan Ayah tidak pernah terdengar
lagi. Lebih dari itu, kedua orang tuaku saling meminta maaf satu dengan yang lain.

Tuhan Yesus hebat! Pesanku untuk teman-teman semua adalah, biarkan Tuhan merangkai
cerita melalui setiap musim kehidupan yang ada. Ketika kita mengalami pergumulan, saat
itulah Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk dipakai dalam pelayanan bagi-Nya. Tuhan
rindu untuk memakai kita menjadi saluran berkat-Nya bagi orang lain yang butuh lawatan
kasih-Nya. Tuhan memampukan kita untuk melakukan panggilan-Nya. Amin.

“Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada
rencana-Mu yang gagal” Ayub 42:
Nama : Hizkia Maharaja Simbolon
Kelas : XI - IPA 3

Anda mungkin juga menyukai