Anda di halaman 1dari 2

Renungan Jam Kudus, Kamis 01 Juni 2023

Namanya Surof. Ia adalah seorang imam muda yang pandai bicara. Tiap kali ia bertutur dan
membawa pesan-pesan homili di Gereja, banyak orang terpikat padanya. Apalagi kalau di dalam
khotbahnya, ia bernyanyi sambil bermain musik; anak-anak, remaja, hingga orang dewasa sangat
tertarik. Romo Surof ini pun punya akun Instagram dan tiktok dengan followers dan pengikut yang
berjibun. Konten-kontenya selalu disukai dan diapresiasi. Romo Surof memang pandai memikat hati dan
menjadi romo Idola di sana-sini.
Suatu ketika ada seorang gadis beceloteh di Grup WA rekan-rekan OMK sembari memposting
cuplikan khotbah Rm. Surof: “Ayo teman-teman, kita ikut misanya Romo Surof, ini romo bener-bener
paket komplit.” Sesaat kemudian, banyak OMK membalas pesan tersebut dengan emoticon api, senyum,
love, like, smile yang semuanya terkesan memuji dan mengapresiasi pesan yang dikirimkan oleh si gadis.
Singkat cerita, kisah itu tenggelam dalam kecepatan informasi media masa.
***
Romo, para frater, ibu, bapak dan rekan-rekan muda yang terkasih, kita adalah murid-murid
Kristus yang dipanggil untuk memepersembahkan diri. Apa arti memepersembahkan diri itu? Apakah
mempersembahkan diri itu seperti menunjukkan, ini loh diri saya. Ini loh saya dengan media sosial saya.
Ini loh saya dengan status saya. Sadar atau tidak, mempersembahkan diri berarti semua menujuk pada,
aku, aku, aku. Seperti kata Rene Decartes seorang filsuf terkenal abad pencerahan. Ia mengatakan,
“cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada”.
Menarik, kalau kita merenungkan teks Ibrani ini, “Aku datang untuk melaksanakan kehendak-
Mu, ya Allah.” Kehendak Allah itulah yang mengerakkan Kristus hadir ke dunia dan menyelamatkan
manusia. Bukan karena usaha manusia yang dengan jerih payahnya mempersembahkan korban
bakaran, tetapi karena Allah sendiri menghendaki Yesus hadir ke dunia dengan memasuki sejarah umat
manusia. Kristus mempersembahkan Diri-Nya bukan untuk melakukan kehendaknya, tetapi kehendak
Allah. Itulah makna persembahan diri. Persembahan diri berarti menarik orang lain untuk tinggal dalam
Allah bukan malah menarik orang lain untuk memuji diri kita sendiri. Jangan kita mengganti sebuah
pepatah latin, (AMDG) “Ad Maiorem Dei Gloriam”, yang artinya Semua demi kemuliaan Allah yang
Mahabesar, menjadi (Ad Maiorem Diri Gue). Lalu apa itu persembahan diri yang sesuai dengan
kehendak Allah. Mari simak kisah berikut ini.
Memar

Aggnggap saja dirimu saat ini adalah anak seorang tukang kue yang setiap hari membuat bolu. Kala itu,
kamu berada di dapur untuk membantu ibumu, sebenarnya jika kamu seorang laki-laki, kamu ingin pergi
bermain sepak bola, jika kamu perempuan, kamu ingin pergi dengan teman-teman lainnya untuk
bercanda tawa. Ibumu memintamu untuk memanggang sebuah bolu di dalam oven. Karena waktu itu
anda bekerja sambal terpaksa. Akibatnya, tanganmu beberapa kali bersentuhan dengan besi oven yang
panas hingga membuatnya memar membiru.

“Udah lah bu… Panas loh… kena ovennya terus tanganku.” Anda segera melempar keluhan dari
dekat panggangan sembari mengebas-ngebaskan tangan. Seketika anda berlari mengucurkan air keran
untuk membasahi tangan yang tersulut panasnya oven.

“Udah lah, ibu aja, capek aku…” Keluhan anda semakin menjadi-jadi. Kali ini anda mengucapkan
sembari membasahi tangan dengan air mengalir. Anda melirik ke arah ibu anda yang sedang fokus pada
adonan kue. Karena tidak digubris, lantas, anda lari ke kamar sembari menangis kesakitan.
Di kamar, anda berbaring sembari menangis kesakitan dan mulai ada penyesalan. Anda melihat
ada bagian tangan yang melepuh. Tak disangka-sangka, ibu anda datang dan melihat anda dari balik
pintu kamar.

“Mana, apa yang kena? Anda hanya dapat menjawab pertanyaan itu dengan tangisan yang
semakin keras.

Masih dari balik pintu kamar, ibu anda melanjutkan perkataannya.

“Kamu tuh ya gitu aja nyerah. Kamu baru kali ini aja kena oven, udah ngeluh. Bayangin, ibu yang
bertahun-tahun jualan kue, manggang kue, berkali-kali ibu kena oven. Untuk siapa? Ibu nggk ngeluh.
Semua itu untuk anak-anak ibu.”

Setelah mendengar perkataannya, anda terdiam bersama rasa pedih yang menusuk batin. Ya
bukan lagi mulut yang berteriak, tetapi batin anda yang merongrong sedih. Anda merasa telah bersikap
tidak pantas pada orangtua anda. Dia yang sudah banting tulang untuk keluarga, berkali-kali tangannya
terluka, oh, tak sebanding dengan apa yang anda rasa. Memar yang membekas di tangan anda, kini
menjadi kekuatan bagi anda untuk berjuang dan berusaha tidak mengecewakan orangtua anda.

Mempersembahkan diri itu seperti mencintai dalam diam, sunyi, kadang tak dihargai. Tapi,
persembahan diri itu berbicara banyak untuk mengubah hati banyak orang menjadi lebih baik. Mungkin,
saat ini anda sedang lesu seperti si anak tukang kue tadi, tapi anda berniat untuk memeprsembahkan
diri anda bagi orangtuam, sahabat, adik, kakak, panggilan, dll. Semua berusaha anda perjuangkan
sampai nggetih, sampai memar. Bawalah semuanya itu bersama Tuhan, karena dia yang menggerakkan
hati kita untuk berkorban, untuk datang, dan membawa kehendak Tuhan dalam hidup kita.

Bila mana semua belum sesuai rencana, jangan katakan, mengapa Tuhan mengapa semua tidak
baik-baik saja, tapi berdoalah, Tuhan apa yang Kau kehendaki supaya aku belajar dari pengalaman ini. Di
sanalah, anda sedang menghayati persembahan diri. Amin.

Anda mungkin juga menyukai