Anda di halaman 1dari 9

BAB EMPAT

Pertanyan-Pertanyaan untuk Memperkenalkan Siapa Yesus

Saya jadi ingat pada Dave Nicholl, seorang pelatih dari Windsor, Colorado. Seperti
begitu banyak dari kita, Dave merasa tidak perlu untuk membagikan imannya. Pada
waktu itu gerejanya mulai berdoa supaya orang-orang percaya memiliki gairah dan
hati yang hancur untuk mereka yang terhilang. Beberapa hari sesudahnya, dua siswa
tingkat atas di sekolahnya terbunuh dalam insiden tragis yang terjadi di sebuah
pesta. Esok harinya, Tuhan merombak ulang hati Dave. Dia merasa yakin bahwa dosa
berdiam diri dengan tidak membagikan iman percaya kepada Kristus takkan lagi jadi
bagian dari hidupnya.

Tidak lama setelahnya, dia berkesempatan menyampaikan hadiah berupa buku-buku


kepada siswa-siswa yang akan lulus. Sembari dia menemui anak-anak muda itu di
rumah-rumah mereka, dia mendapat banyak peluang untuk membagikan kisah Injil. Oleh
anugerah Allah serta komitmen Dave dan upayanya yang terus menerus, lebih dari
tujuh puluh orang di Windsor menerima Kristus sebagai Juru Selamat.

Dave mengatakan, “Sepanjang tahun ini aku membagikan imanku dengan cara yang
berbeda-beda, tapi ‘Menceritakan tentang Yesus tanpa rasa takut’ merupakan
pendekatan yang paling mudah untuk dipakai. Aku cuma memulai proses memberi dan
menerima. Pertanyaan-pertanyaan yang aku ajukan memungkinkan orang-orang untuk
menceritakan isi hati mereka, kemudian firman Tuhan memungkinkan Roh Kudus mengubah
hati mereka. Hasilnya luar biasa.”

Apabila Dave bisa melakukannya, maka Saudara juga bisa. Saudara hanya perlu
mengetahui pertanyaan-pertanyaan apa yang tepat untuk diajukan.

Percakapan Pembuka untuk Mencairkan Suasana

Kita sudah membahas bahwa orang akan menerima Injil setelah dia mendengarnya lebih
dulu sebanyak rata-rata 7,6 kali. Bagaimana kita bisa mengetahui bila hati
seseorang sudah ada di titik 7,6 ini? Kita takkan tahu, sampai kita mengajukan
beberapa pertanyaan penggali untuk mengetahui sejauh mana Tuhan sudah bekerja
sehingga kita bisa ikut bekerja bersama Dia.

Mengajukan pertanyaan ini tidak ubahnya seperti memakai termometer daging.


Bayangkan Anda sedang memasak di rumah. Kapan saja Saudara memasak ayam panggang,
biasanya Saudara menggunakan termometer daging untuk mengetahui suhu di dalam
daging. Bila tidak, Saudara tidak akan tahu apakah daging itu sudah matang atau
belum, sedangkan di dalamnya ada variabel seperti ketebalan daging atau perubahan
suhu di dalam oven.

Tentu saja tidak mungkin saya pergi menemui orang-orang sambil membawa termometer
dan menanyakan, “Apakah Anda sedang memasak?” Tetapi, saya bisa menyelipkan
beberapa pertanyaan ke dalam percakapan yang saya lakukan untuk mengetahui apakah
Allah sedang bekerja dan apakah hati mereka sudah terbuka. Sebagai contoh: bila
saya berbicara dengan seorang wanita, saya bisa bertanya, “Menurut Anda, apa yang
menjadi masalah terbesar yang dihadapi wanita di masa kini?” Kadang-kadang saya
menggodanya dan menambahkan, “Jawabannya tidak boleh ‘pria’.”

Dia mungkin tergelak, lalu mengungkit soal tekanan waktu.

Saya merespons, “Menit ini Anda harus jadi ibu yang serbabisa. Menit berikutnya
Anda harus jadi seorang wanita yang karirnya melejit. Saya tidak habis pikir
bagaimana seorang wanita bisa melakukannya di tengah masyarakat seperti ini. Omong-
omong, apakah Anda menganut keyakinan tertentu?”
Apakah Saudara perhatikan bahwa topiknya sudah beralih? Di tengah percakapan
seperti apa pun, saya bisa menyelipkan satu dari lima pertanyaan untuk
memperkenalkan siapa Yesus, yang sebentar lagi kita pelajari, untuk melihat apakah
Allah sedang bekerja. Apakah Saudara melihat betapa mudahnya bagi kita memasukkan
sebuah termometer rohani?

Dengan mengajukan pertanyaan terakhir tadi, “Apakah Anda menganut keyakinan


tertentu?” tiba-tiba kita berada di jalur yang ingin kita lalui. Kita sedang
bergegas menuju Injil Yesus Kristus.

Kadang-kadang, saya bertanya pada seorang pria, “Apa olahraga favorit Anda?”
Sering kali jawabnya adalah, “Sepakbola.”

Saya akan berkata, “Sungguh menakjubkan betapa banyaknya uang yang didapat sejumlah
atlet. Tapi kemudian yang Anda dapati, mereka menyiakan-nyiakan hidup mereka dengan
mengonsumsi narkoba dan melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Pernahkah Anda
memikirkan berapa jumlah uang yang harus didapatkan agar hidup seseorang menjadi
sempurna?”

Sering kali jawabannya adalah, “Sangat banyak.”


Saya menjawab, “Ya, itu betul. Apa Anda menganut keyakinan tertentu?”

Tiba-tiba kami berdua beralih dari pembicaraan soal sepakbola pada masalah rohani
hanya dengan satu pertanyaan.

Pertanyaan favorit lainnya yang bisa digunakan untuk mencairkan suasana adalah,
“Omong-omong, Anda berjemaat di gereja mana?”

Saya sering mendapat jawaban seperti ini, “Saudara sepupuku seorang pendeta di
Nebraska,” atau, “Aku berjemaat di gereja yang besar dan catnya putih, tapi aku
lupa namanya.” Jawaban-jawaban seperti ini harus membuat Saudara tanggap.

Saya pernah mengajukan pertanyaan ini di sebuah restoran di Alaska pada seorang
pramuniaga. Ketika dia mengisi ulang cangkir teh saya, saya bertanya padanya,
“Apakah Anda berjemaat di suatu gereja?”

Wajahnya memerah. Saya pikir dia bakal pingsan, kemudian dia mundur beberapa
langkah dan mengatakan, “Saya sedang memikirkannya beberapa minggu terakhir ini.”

Nah! Lalu kami pun berdiskusi mengenai masalah rohani.

Pernah juga saya duduk di sebelah seorang wanita di dalam pesawat. Di akhir
penerbangan itu, saya bertanya, “Apakah ini destinasi terakhir Anda?”
“Ya.”
“Anda bekerja di mana?”
“Saya teknisi di perusahaan Hughes Aircraft.”
“Luar biasa. Apakah Anda berjemaat di suatu gereja?”
Dia menjawab, “Saya seorang Katolik Koptik.”

Kami berbincang selama dua setengah menit sebelum pesawat kami menuju terminal
bandara.

Lalu saya mengajukan satu pertanyaan yang belum pernah saya ajukan sebelumnya,
“Bagaimana cara orang Katolik Koptik memperoleh keselamatannya?”

Dia memandang saya dan berkata, “Saya sendiri masih memikirkannya.”

Oh ya ampun, kami sudah tiba di titik 7,6 dan kami kehabisan waktu. Tiba-tiba sang
pilot menyampaikan pengumuman. Tubuh saya membeku, sebab saya ingin memberitahunya
bagaimana caranya memperoleh keselamatan. Saat saya mendengar pengumuman dari sang
pilot, saya tergelak sebab saya melupakan pengajaran saya sendiri. Allah berdaulat
dan memegang kendali. Sang pilot mengatakan, “Mohon maaf Bapak Ibu, kita belum bisa
merapat ke terminal. Masih ada pesawat yang transit di sana, karena itu kita perlu
pindah ke apron” (tempat parkir pesawat).

Dia tertawa dan saya harus tersenyum. Tuhan, Engkau berdaulat.


Kami mendapat lebih banyak waktu. Saya bisa memberitahunya dan menyaksikan dia
mengundang Kristus ke dalam hatinya.

Percakapan pembuka seperti ini akan memudahkan Saudara mengajak orang lain
melakukan percakapan yang mengarah kepada Tuhan. Dan bila Saudara butuh ide lain,
Saudara bisa melakukan percobaan sederhana ini. Temuilah rekan, teman, atau kerabat
Saudara dan katakan kepadanya, “Bisakah engkau membantuku melakukan survei lima
pertanyaan ini?”

Maka selanjutnya Saudara akan mendapati, Saudara membagikan iman Saudara.

Lima Pertanyaan

Saya ingat sedang duduk bersama John di sebuah restoran. Saya dikenalkan padanya
oleh seorang teman yang mengajaknya bersamanya. Saya berbincang sebentar dengan
teman saya itu, kemudian saya berpaling pada John dan bertanya, “Apakah Anda
menganut keyakinan tertentu?”

“Ya,” jawab John. “Aku pernah menganut beberapa agama. Aku pernah berjemaat di
Gereja Katolik, menganut paham Christian Science, dan pernah mempelajari beberapa
agama di dunia.”

Tanggapan saya adalah, “Hmmmmm.”


Saya pun bertanya, “Menurut Anda, siapakah Yesus Kristus itu?”
“Kelihatannya Dia orang baik, seorang guru, dan seorang nabi yang ingin membuat
perbedaan di dunia ini.”

“Hmmmmm,” kata saya. “Apakah menurut Anda surga atau neraka ada?”
“Aku tak tahu,” jawab John. “Kadang-kadang bumi ini terasa seperti neraka.”

Saya tersenyum dan bertanya, “Kalau Anda meninggal, menurut Anda ke manakah Anda
akan pergi?”

John menjawab, “Kalau surga itu ada, aku pasti pergi ke sana.”
“Kenapa Anda berpikir Tuhan akan membolehkan Anda masuk ke sana?”
“Karena pada dasarnya aku menjalani hidup yang baik,” jawab John.

Lalu dengan senyum saya yang paling menawan, saya bertanya, “Kalau ternyata apa
yang Anda yakini itu salah, apakah Anda ingin bisa mengetahuinya?”

“Tentu,” John mengatakan.

Perhatikan apa yang terjadi. Di akhir pertanyaan saya itu, John mengizinkan saya
untuk membagikan iman saya kepada dirinya. Saya melakukannya, dan saya dengan
gembira memberitahukan bahwa John telah menerima Kristus sebagai Juru Selamatnya,
dan berjalan bersama Yesus selama lebih dari delapan tahun.

Menurut Anda, kenapa John dan saya tidak bertengkar? Mengapa kami tidak melakukan
debat intelektual dan membahas agama-agama yang ada di dunia? Bagaimana caranya
sehingga kami tak perlu berdebat?

Penyebab hal itu terjadi adalah karena saya mengajukan sebuah pertanyaan.
Mengapa pertanyaan itu sendiri efektif? Salah satu alasannya adalah karena
kebanyakan orang punya pendapat untuk hampir setiap topik, dan mereka senang
membagikannya. Kedua, pertanyaan itu berhasil guna karena membuat Saudara sebagai
penanya memegang kendali tanpa harus membuat rekan bicara Saudara membela diri.

Saudara akan terus mengajukan pertanyaan dengan sikap yang bersahabat, karena
Saudara tak pernah berusaha membuat seseorang sepakat dengan Saudara. Sebaliknya
yang perlu Saudara lakukan hanyalah duduk dan menyimak jawabannya.

Prinsip Hmmmmm

Saat saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan tadi, apa pun yang dikatakan si


penjawab, saya tidak pernah menimpali. Yang akan Saudara dengar dari saya hanya,
“Hmmmmm.” Banyak suami dan istri tahu, bahwa berdebat dengan orang yang jawabannya
hanya, “Hmmmmm,” itu sulit.

Meski begitu, di dalamnya ada prinsip yang sedang bekerja. Prinsip ini mengingatkan
saya bahwa bila Saudara sungguh-sungguh peduli—mengasihi seseorang dengan sungguh—
maka Saudara akan mendengarkan dengan penuh perhatian. Selagi Saudara mendengar apa
yang teman Saudara bicarakan, Saudara mungkin bisa mengerti kalau ternyata teman
Saudara sedang menghadapi masalah seperti merasa sendiri, hampa, pedih, ataupun
marah. Saudara akan bisa mengerti seberapa jauhkah hatinya terbuka pada Allah.

Lima pertanyaan “untuk memperkenalkan siapa Yesus” yang bisa Saudara ajukan
tersebut antara lain:

1. Apakah Anda menganut keyakinan tertentu?


2. Bagi Anda, siapakah Yesus Kristus?
3. Apa Anda percaya surga atau neraka itu ada?
4. Bila Anda meninggal, menurut Anda ke mana Anda akan pergi? Bila ke surga, apa
alasannya?
5. Bila ternyata yang Anda yakini itu salah, apakah Anda ingin bisa
mengetahuinya?

Pertanyaan-pertanyaan ini berperan sebagai saluran. Saudara bisa mulai mengajukan


pertanyaan manapun dari kelimanya sesuai dorongan hati Saudara. Pertanyaan pertama
biasanya saya lontarkan untuk mencairkan suasana. Pertanyaan tersebut adalah:

1. Apakah Anda menganut keyakinan tertentu?

Saya tidak pernah menanyakan, “Apa Anda percaya akan adanya Tuhan?” karena
pertanyaan itu sering dianggap menyinggung perasaan. Rekan bicara saya bisa merasa
bahwa keyakinannya akan Tuhan bukanlah urusan saya. Meski begitu, kebanyakan orang
merasa senang kalau ditanya mengenai keyakinan mereka karena mereka senang
menyampaikan pendapat mereka.

Ketika saya menanyakan hal ini, beberapa orang memberi jawaban sepanjang dua detik,
dan beberapa yang lain memberi jawaban sepanjang sepuluh menit. Panjangnya jawaban
mereka tidak penting. Yang penting adalah Saudara mendengar mereka saat mereka
membuka hatinya pada Saudara.

Saya ingat suatu kali sedang mengantri di sebuah restoran lokal. Seorang wanita di
depan saya berpakaian ala Zaman Baru dengan perhiasan-perhiasan berbentuk jimat.
Saya tergelitik untuk bertanya padanya, “Kenapa Anda memakai semua perhiasan ini?”

Dia berkata bahwa dia adalah seorang cenayang, seorang penyihir yang baik hati.
Lalu saya bertanya, “Apa kita bisa berbincang-bincang sambil minum kopi?”

“Tentu saja.”

Saya duduk di depan meja kopi dari kayu dan bertanya padanya, “Apakah Anda menganut
keyakinan tertentu?”

Jarum jam-tangan saya bergeser dua puluh menit saat saya mendengar penjelasan
tentang kepercayaannya kepada sihir, dan jawaban saya hanya, “Hmmmmm.”

Sebetulnya sebagai orang yang kompetitif dan tidak sabaran (berkepribadian tipe A),
saya tidak tahan diam berlama-lama. Saya ingin menyela ucapannya dan mengoreksi
keyakinannya. Tapi yang saya lakukan justru sebaliknya, saya mendengarkan dengan
kasih.

Jadi siapa pun yang bicara, entah seorang penyihir yang berbicara selama dua puluh
menit atau orang yang menjawab cepat, “Ya, itu betul,” saya tidak menimpali. Saya
hanya mengajukan pertanyaan berikutnya.

2. Bagi Anda, siapakah Yesus Kristus?

Pertanyaan ini bisa dipakai untuk membedakan manakah orang yang religius dan
manakah orang yang punya relasi dengan Tuhan. Orang yang religius sering memberi
jawaban dengan mengatakan seperti ini, “Yesus adalah Anak Allah atau Orang yang
mati di atas kayu salib. Dia adalah Putra tunggal Allah.”

Pernyataan ini secara teologis benar, tetapi tidak memiliki kesan kedekatan.

Bila saya mengajukan pertanyaan yang sama kepada Saudara, saya harap jawaban
Saudara adalah seperti ini, “Dia adalah Tuhanku dan Penyelamatku.”

Apakah dalam jawaban Saudara terdapat kata aku? Jawaban yang Saudara berikan
menggambarkan seperti apakah hubungan pribadi Saudara dengan Kristus.

3. Apakah Anda percaya surga atau neraka itu ada?

Suatu kali ada seorang wanita mendatangi rumah saya untuk menjual sesuatu. Saat dia
datang, pertanyaan pertama yang saya ajukan padanya adalah, “Apakah Anda percaya
surga atau neraka itu ada?”
“Tentu saja tidak, ” jawabnya.
Kemudian saya mengajukan pertanyaan berikutnya.

4. Bila Anda meninggal, menurut Anda ke mana Anda akan pergi?

Wanita itu menjawab, “Sudah jelas ke surga.”


Ini menarik; wanita ini percaya bahwa dia akan pergi ke satu tempat yang dia
sendiri tidak percayai. Penyebab ini terjadi adalah karena tadinya dia menjawab
dari pikirannya, tapi kemudian dia menjawab dari hatinya.

Saudara bisa merespons dengan pertanyaan lain, “Menurut Anda kenapa Tuhan akan
membolehkan Anda masuk ke surga?”

Dengan pertanyaan ini, kita bisa ajukan pertanyaan terakhir untuk menolong Saudara
mencapai tujuan. Inilah satu pertanyaan yang memungkinkan Saudara membuka Alkitab
Saudara dan membagikan firman Tuhan.

5. Bila ternyata yang Anda yakini itu salah,


apakah Anda ingin bisa mengetahuinya?

Ini pertanyaan penting. Orang takut kehilangan peluang untuk memperoleh info yang
benar.

Jawaban atas pertanyaan ini hanya ada dua: ya atau tidak. Bila jawabannya adalah
ya, Saudara bisa lanjut ke tahap berikutnya.

Saya ingin katakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Dalam enam belas tahun terakhir
saya mengajukan pertanyaan ini, tak pernah sekalipun saya mendengar kata tidak.

Akan saya perjelas. Bila saya bertanya kepada seseorang, “Kalau ternyata yang Anda
yakini itu salah, apakah Anda ingin bisa mengetahuinya?” bisa jadi orang itu
menjawab dengan tegas, “Tidak!”

Saya diam saja.


Lalu yang saya dengar selanjutnya dari orang itu adalah, “Bill, apa kau takkan
memberitahukannya padaku?”
Saya menjawab, “Kupikir kau tak ingin tahu.”

Dan selanjutnya terulang lagi. Saya membuka Alkitab saya, lalu meminta orang itu
untuk membaca beberapa perikop yang saya pilih, yang kita bahas di bab berikutnya.

Gunakan Sesuai Kebutuhan

Perlu Saudara catat: Saudara tak harus memulai percakapan pembuka dan bisa langsung
mengajukan pertanyaan mana pun dari lima “pertanyaan untuk memperkenalkan siapa
Yesus”. Contohnya: belum lama ini saya bertemu seseorang yang sudah di titik 7,6
dengan melontarkan salah satu pertanyaan tadi.

Saya sedang ada di bandara dan mendekati seorang pegawai maskapai. Saya berkata
kepadanya, “Saya suka mengajukan sebuah pertanyaan untuk orang Eropa.”

Matanya menatap tajam dari atas lensa silindernya. “Apa yang ingin Anda ketahui?”

“Saya penasaran,” kata saya, “kalau saat ini juga Anda meninggal, menurut Anda ke
manakah Anda akan pergi?”

Wajahnya melembut. “Itu pertanyaan terpenting yang pernah diajukan seseorang kepada
saya.”

Dengan segera saya tahu bahwa Tuhan sedang bekerja dalam hidupnya. Saya merasa
terhomat bekerja bersama Tuhan dan membagikan iman saya kepadanya. Saya pun duduk
di sampingnya dan menceritakan kisah Injil. Hati saya bergetar, karena dia membuka
hatinya untuk Kristus.

Saudara Tidak Mungkin Gagal

Saat Saudara mulai mengajukan kelima pertanyaan tadi, saya pikir Saudara akan
merasa takjub setelah mendapati bahwa orang-orang bersikap terbuka. Tetapi harap
diingat, motivasi Saudara melakukan penginjilan haruslah karena Saudara mengasihi
Allah dan sesama. Di sini Saudara bukan hanya melakukan pekerjaan; Saudara sedang
berbuat bakti dan menyatakan iman percaya Saudara pada Kristus Yesus. Oleh sebab
itu, berdoalah tiap hari supaya Allah membuka peluang-peluang dalam hidup Saudara.
Karena seperti Yesus mengerjakan apa yang Bapa-Nya kerjakan, itu jugalah yang harus
Saudara kerjakan.

Yohanes mengatakan, “Maka Yesus menjawab mereka, kata-Nya: ‘Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau
tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang
dikerjakan Anak’” (Yohanes 5:19).

Minggu ini sambil Saudara mencari-cari peluang, berdoalah, “Bapa, apa yang sedang
Kau kerjakan? Bagaimana saya bisa bekerja bersama-Mu?”

Selanjutnya **praktikkan iman Saudara, dan selipkan “Pertanyaan-Pertanyaan untuk


Memperkenalkan Siapa Yesus” saat Saudara berdialog dengan rekan Saudara. Bila
Saudara mendapati Allah bahwa sedang bekerja, ikutlah bekerja bersama-Nya. Bagikan
beberapa perikop Alkitab pada rekan Saudara. Apa pun responsnya, jangan merasa
kecewa bila setelah Saudara mengajaknya berdialog, rekan Saudara itu tidak mau
diajak berdoa untuk memohon pengampunan dosa. Saudara tidak bisa gagal. Ingat,
Saudara berhasil saat Saudara sudah membagikan iman Saudara dan hidup seperti Yesus
Kristus. Keberhasilan Saudara tidak ada kaitannya dengan apakah Saudara menuntun
seseorang untuk percaya kepada Tuhan.

Mengatasi Rasa Takut

Mungkin, Saudara berkata dalam pikiran dan hati Saudara, “Aku takut membagikan
imanku.”

Itu tidak masalah. Rasul Paulus melakukannya dengan rasa takut, kelemahan, dan
kegentaran yang sama besarnya. Tetapi dia tetap melakukannya. Saya tidak berjanji
ketakutan Saudara akan sirna seluruhnya, tetapi Saudara akan semakin mudah
melakukannya. Saya berjanji bahwa saat Saudara membagikan iman Saudara, maka iman
Saudara di dalam Tuhan akan naik ke level yang baru.

Saya masih ingat saat saya mengejutkan Wendy, seorang tetangga Kristen yang
menakjubkan yang sangat pemalu. Dia selalu mengajak bayinya berjalan-jalan dengan
kereta bayi. Satu hari dia menuju ke rumah saya bersama bayinya, dan saya berkata,
“Saya paham Anda orang Kristen.”
“I-ya.”
“Anda berjemaat di gereja mana?” tanya saya.
Ketika dia memberitahukannya, saya berbalik dan memanggil Paul. Dia di atap rumah
sedang memperbaiki pipa genteng.

“Paul, ada orang yang aku ingin untuk kau temui.” Paul menuruni tangga, dan berdiri
dengan sopan.
Saya berkata, “Paul, Wendy ingin membagikan iman percayanya dan dia ingin
memberitahumu bagaimana caranya berjumpa dengan Kristus Yesus.”

Saya pun melangkah pergi.

Mata Wendy membelalak. Tapi dalam keadaan tertekan, dia mempercayai Allah dan
membagikan imannya. Paul pun percaya kepada Tuhan.

Allah berdaulat dan maut takkan menang atas Saudara. Saudara tak mungkin
mengacaukannya. Allah ingin mengajarkan kepada Saudara bahwa Dia bisa bekerja lewat
hidup Saudara meskipun Saudara memiliki kekurangan dalam kepribadian, karunia
rohani, ataupun talenta. Saudara harus tahu bahwa Pelatih Dave Nicholl bukan satu-
satunya orang yang ingin Allah pakai. Tidak ada orang Kristen yang biasa-biasa
saja, karena kita semua punya kuasa Roh Kudus yang tinggal di dalam kita. Minggu
ini dan di sepanjang sisa hidup Saudara, saya harap Saudara menantikan apa yang
akan Allah kerjakan dalam hidup Saudara. Kiranya Saudara selalu berdoa seperti ini,
“Tuhan, di manakah saat ini Engkau sedang bekerja?”

Sebelum D. L. Moody menjadi penginjil, dia dibawa kepada Kristus oleh seorang
penjual sepatu yang terlihat biasa saja. Kalau Allah memakai Saudara untuk
melakukan hal yang sama juga bagi kemuliaan-Nya, bukankah itu menarik?

Turut Bersukacita

Suatu kali saya dihubungi oleh seorang petugas kepolisian. Dia membicarakan soal
pesta penghargaan di mana saya diminta untuk berdoa pada esok malam. Kemudian saya
berkata kepada Will, “Ayo kita makan siang.”

Dia mengatakan, “Aku tidak bisa. Aku harus pergi dan bertemu Jeannie. Apa kau ingat
dia? Besok dia dianugerahi penghargaan.”

“Bukankah dia wanita yang terkapar saat mencoba melindungi seorang pria di halte
bus dan terkena tembakan?”

“Benar, dia orangnya,” kata Will.


Saya berkata, “Tapi Will, penghargaan yang dia peroleh itu cuma sementara.
Bagaimana kalau kau memberinya penghargaan yang bersifat kekal?”

Will langsung menjawab. “Temui aku di Conoco.”


Saya berjumpa Will di sana, dan dia mengantar saya ke apartemen Jeannie yang hanya
terdiri dari satu kamar tidur.

Allah memegang kendali. Rupanya saudara laki-lakinya dan terapisnya baru saja
pergi. Jadi kami bisa bertiga saja. Saya menatap wajah Jeannie yang tersenyum dan
mengatakan, “Nama saya Pendeta Bill Fay. Saya ke sini mau mengajukan beberapa
pertanyaan. Apakah Anda berjemaat di satu gereja?”

“Aku Kristen Baptis, tapi aku tidak diselamatkan.”


“Bagaimana bisa?”
“Aku merokok.”

Saya menanyakan beberapa pertanyaan lagi dan membacakan beberapa perikop Alkitab.
Kemudian saya menggenggam tangan Jeannie untuk memimpinnya di dalam doa.

Saya bisa mendengar Will berjalan-jalan mengitari ruangan itu. Tangannya terangkat
ke udara, dan jarinya teracung kepada Tuhan. Dia berseru, “Tuhan baik s’tiap saat!
S’tiap saat Tuhan baik.”

Besoknya pada pesta penghargaan, Jeannie mengatakan, “Aku menerima penghargaan ini
mewakili Yesus Kristus, yang setelah menyelamatkan hidupku, memberi aku hidup yang
kekal.”

Saya memandang ke sekeliling, dan melihat Will berdiri di belakang kerumunan dan
mulai berjalan memutar lagi, seraya berseru, “Tuhan baik s’tiap saat! S’tiap saat
Tuhan baik.”

Bila Saudara ingin mulai mengalami sukacita dan kegirangan yang dirasakan Will,
mulailah membagikan iman Saudara.

Evaluasi

Daftar percakapan lain untuk mencairkan suasana


Silakan lihat daftar lengkapnya pada lampiran 1

Lima Pertanyaan untuk Memperkenalkan Siapa Yesus

Pertanyaan-pertanyaan ini berfungsi sebagai saluran. Saudara bebas memilih mulai


dari nomor berapa pun sesuai dorongan hati Saudara. Atau saudara boleh langsung
menuju “Perikop-Perikop untuk memperkenalkan Siapa Yesus”.

1. Apakah Anda menganut keyakinan tertentu?


2. Bagi Anda, siapakah Yesus itu?
3. Menurut Anda, apakah surga atau neraka ada?
4. Kalau Anda meninggal, menurut Anda ke manakah Anda akan pergi? Bila ke surga,
apa alasannya?
5. Bila ternyata yang Anda yakini itu salah, apakah Anda ingin bisa
mengetahuinya?

Sampai titik ini, Saudara boleh bertanya, "Bolehkah saya membagikan beberapa ayat
firman Tuhan kepada Anda?” Apabila jawabannya adalah ya, bukalah Alkitab Saudara
dan lanjutkan ke tahap berikutnya. Bila jawabannya tidak, jangan berbuat apa pun.
Tetapi ingat, Saudara tidak gagal. Saudara sudah bersikap taat dengan membagikan
injil; hasilnya serahkan saja ke tangan Tuhan.

Catatan: Tahap ini dan tahap-tahap lain dalam “Melakukan Presentasi”, bisa
ditemukan dalam bentuk singkatan pada lampiran 1 dan 2 sebagai referensi ringkas
untuk Saudara.

Anda mungkin juga menyukai