PENGANTAR AKUNTANSI II
OLEH
1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
D. Akuntansi kas 7
E. Rekonsiliasi Bank 8
F. Kas kecil 12
2
C. Anjak piutang 24
B. Aktiva tetap 43
Daftar Pustataka 47
3
Bab 1
PENGENDALIAN INTERNAL
DAN AKUNTANSI UNTUK KAS
4
B. KARAKTERISTIK PENGENDALIAN INTERNAL
5
melakukan perhitungan kas di bagian kas dan mencocokkan dengan catatan,
tindakan ini akan dapat mengurangi tindak kecurangan oleh pemegang kas.
b. Pemisahan Tugas
Sistem pengendalian internal yang baik adalah sistem yang memisahkan
fungsi operasi dan fungsi akuntansi. Mialnya pemegang buku pembantu
piutang tidak boleh merangkap menjadi petugas penagihan piutang.
c. Prosedur dokumentasi
Prosedur untuk mendokumentasikan setiap transaksi yang terjadi, karena
proses penjurnalan hanya mungkin dilakukan secara benar jika transaksi
yang telah terjadi dibuatkan dokumennya.
e. Pengendalian fisis
Pengendalian fisis terutama berkaitan dengan pengamanan aset.
D. AKUNTANSI KAS
1. Pengertian Kas
Kas adalah alat pertukaran (pembayaran). Aset harus memenuhi dua
kriteria agar dapat disebut kas. Pertama, ia harus siap digunakan setiap saat
untuk membayar semua kewajiban yang ada sekarang. Kedua, ia harus bebas
6
dari ikatan-ikatan apa pun yang membatasi penggnaannya untuk melunasi
kewajiban.
Menurut IAI (2018), kas terdiri atas saldo kas di perusahaan (cash on hand)
dan saldo rekening giro. Kas di perusahaan terdiri atas uang kertas dan uang
logam. Rekening giro adalah rekening bank yang dapat ditarik kembali oleh
perusahaan kapan pun perusahaan menghendakinya.
Beberapa pos berikut tidak dikelompokkan sebagai kas, meskipun
tampaknya sekilas dapat dipandang sebagai kas, yaitu :
a. Deposito berjangka, misalnya berjangka 1, 3, 6 atau 12 bulan
b. Uang tunai yang telah dibatasi penggunaannya untk tujuan-tujuan khusus,
misalnya untuk dana ekspansi pabrik dan untuk dana pelunasan
kewajiban jangka panjang
c. Simpanan di bank yang dibatasi penggunaannya. Misalnya untuk jaminan
letter of credit.
d. Cek mundur (post-dated check), yakni cek yang baru dapat diuangkan
pada tanggal tertentu di masa yang akan datang. Cek mundur pada tanggal
neraca diklasifikasi sebagai piutang.
e. Cek kosong (non-sufficient fund check). Cek kosong adalah cek yang
tidak cukup dananya. Cek kosong diperlukan sebagai piutang.
f. Perangko dan materai. Pos ini diklasifikasi sebagai bahan habis pakai.
E. REKONSILIASI BANK
Menurut ridwan (2018:12) rekonsiliasi bank
1. Laporan Bank
Setiap akhir bulan, giran (pemegang rekening giro) menerima laporan
bank. Laporan ini berisi informasi cek-cek yang telah diuangkan, setoran-
setoran yang telah diterima, dan saldo harian. Selain itu laporan bank
mengikutsertakan informasi mengenai mengenai memo debit dan memo kredit.
Memo debit adalah pengurangan atas rekening giro selain dari cek
7
yang dikeluarkan oleh giran. Misalnya memo debit untuk biaya bank dan cek
kosong. Memo kredit adalah penambhan saldo rekening giro selain dari setoran
langsung giran. Misalnya adalah memo kredit untuk jasa giro dari bank dan
setoran dari pihak lain.
2. Rekonsiliasi Bank
Apabila perusahaan rekening giro di bank akan terpelihara dua catatan, yaitu
catatan perusahaan dan catatan bank. Oleh karena keduanya mencatat pos yang
sama, maka seharusnya dua catatan itu menghasilkan saldo yang sama. Dalam
kenyataannya dua catatan itu dapat menunjukkan saldo yang berbeda, sehingga
perlu dilakukan rekonsiliasi.
Penyebab perbedaan itu pada dasarnya ada dua. Pertama adalah yang
diakibatkan oleh beda waktu mencatat dan ini sering terjadi. Kedua adalah
akibat kesalahan. Berikut ini penyebab perbedaan karena beda waktu mencatat,
bagaimana cara menemukannya dan perlakuannya dalam laporan rekonsiliasi
bank:
2. Cek yang masih beredar, yakni cek yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan
tetapi belum dibayar oleh bank. Ini terjadi karena pihak yang menerima cek
dari perusahaan belum menguangkan ke bank. Cara menemukan jumlah cek
yang masih beredar adalah dengan membandingkan seluruh cek yang telah
dikeluarkan (periksa bonggol cek) dengan cek-cek yang telah dibayarkan
oleh bank. Cek-cek yang belum dibayar oleh bank adalah cek yang masih
beredar atau outstanding check. Dalam rekonsiliasi bank, cek ini
diperlakukan sebagai pengurang saldo bank.
3. Penerimaan yang telah diakui dan dicatat oleh bank tetapi belum dicatat oleh
perusahaan. Cara menemukan pos ini adalah dengan mencari lkode memo
kredit dalam laporan bank. Dalam rekonsiliasi bank, penerimaan demikian
diperlakukan sebagai penambah saldo perusahaan.
4. Pengeluaran yang telah diakui dan dicatat oleh bank tetapi belum dicatat oleh
perusahaan, misalnya biaya bank dan cek kosong. Cara menemukan pos ini
adalah dengan mencari kode memo debit dalam laporan bank.
8
Dalam laporan rekonsialis bank, pos demikian diprlakukan sebagai
pengurang saldo perusahaan.
Apabila keempat tipe penyebab dia atas telah direkonsiliasi maka saldo
bank dan saldo perusahaan akan sama. Jika tidak sama, maka harus dicari
penyebab lain, yakni kesalahan. Kesalahan mungkin hanya pada buku giran
atau buku bank atau kedua-duanya.
Untuk menemukan kesalahan ini telusuri catatan perusahaan dan
bandingkan dengan bukti-bukti pendukungnya. Kesalahan bank dapat
ditemukan dengan menelusuri pos-pos yang ada dim laporan bank. Jika tidak
sesuai dengan catatan perusahaan yang benar, maka itulah kesalahan bank.
Contoh: Pada 1 Juni 2017, PT. ABC membuka rekening giro di Bank
Mandiri dengan setoran mula-mula sebesar Rp500.000. Saldo menurut
PT.ABC pada akhir Juni 2009 menunjukkan angka Rp 60.200, sedangkan
menurut Bank Mandiri adalah Rp 61.600. Setelah dilakukan prosedur
rekonsiliasi, diketahui bahwa perbedaan saldo di atas disebabkan oleh hal-
hal berikut :
1. Setoran dalam perjalanan Rp60.200
2. Cek yang masih beredar Rp18.700 terdiri dari :
Cek nomor 010 sebesar Rp10.000
Cek nomor 015 sebesar Rp8.700
3. Jasa giro yang diberikan oleh bank kepada perusahaan sebesar Rp10.500
dan biaya bank yang dibebankan ke perusahaan sebesar Rp11.200
4. Cek sebesar Rp11.800 yang diterima perusahaan dari PT.XYZ dan sudah
diseor ke bank dinyatakan kosong oleh bank
5. Bank berhasil menagihkan wesel nominal Rp15.000. terhadap jumlah
ini, bank membebankan biaya tagih atau biaya inkaso sebesar Rp1.200
Dari data diatas, maka laporan (kertas kerja) rekonsiliasi akan tampak
sebagai berikut :
PT. ABC
Laporan Rekonsiliasi Bank
Per 30 Juni 2017
9
PT. ABC
Laporan Rekonsiliasi Bank
Per 30 Juni 2017
Setelah jurnal penyesuaian diposting maka saldo akun kas di bank akan
menunjukkan saldo yang benar yaitu Rp61.500 seperti yang tampak berikut
ini :
10
Kas di bank
Tanggal Uraian Debit Kredit Saldo D/K
Juni 31 Saldo (sebelum penyesuaian) - - 60.200 (D)
31 Penyesuaian (wesel minus 13.800 - 74.000 (D)
biaya tagih)
31 Penyesuaian (jasa giro) 10.500 - 84.500 (D)
31 Penyesuaian (cek kosong) - 11.800 72.700 (D)
31 Penyesuaian (biaya bank) - 11.200 61.500 (D)
F. KAS KECIL
11
Menggunakan dana kas kecil
Contoh : sama dengan yang diatas hanya saja tidak ada pengisian kembali.
Jurnal penyesuaian adalah sebagai berikut :
Des 31 Biaya langganan koran 100.000
Biaya bahan habis pakai 25.000
Biaya makanan kecil 50.000
Dana kas kecil 175.000
(mengakui biaya dan menyesuaian dana kas kecil)
Andaikan jurnal penyesuaian di atas telah diposting, maka saldo dana kecil
pada akhir tahun 2009 menjadi Rp325.000 (Rp500.000-Rp175.000). itulah
jumlah dana kas kecil yang akan dilaporkan di neraca per 31 Juli.
12
Jan 2 Dana Kas Kecil 175.000
Biaya langganan koran 100.000
Biaya bahan habis pakai 25.000
Biaya makanan kecil 50.000
(membalik jurnal penyesuaian kas kecil akhir tahun lalu)
Dengan data diatas, jurnal pengisian kembali pada tanggal 15 Januari 2018
adalah sebagai berikut :
Jan 15 Biaya langganan koran 100.000
Biaya bahan habis pakai 75.000
Biaya makanan kecil 50.000
Kas di Bank 225.000
(mencatat pengisian kembali)
13
Selisih Kas
Oleh karena sulitnya uang kecil (receh), maka sering terjadi selisih kas.
Misalnya, perusahaan melakukan penjulan tunai pada tanggal 25 Maret
2017 dengan harga Rp11.890, tetapi uang kas yang benar-benar diterima
hanyalah Rp10.900. Jurnal untuk mencatat penerimaan kas dari
penjualan ini adalah sebagai berikut :
14
Bab 2
INVESTASI
A. AKUNTANSI UNTUK INVESTASI DALAM UTANG OBLIGASI
Menurut fahmi (2014: 30) Biaya pembelian utang obligasi adalah semua
biaya yang dibayarkan ditambah biaya yang terkait, misalnya komisi pialang
(broker’s commision).
Contoh : Dibeli utang obligasi PT Lewis sebesar Rp1.000.000 pada kurs 102,
biaya broker Rp5.300 dan bunga terutang Rp10.200
Jurnal
Pendapatan bunga
10.200 -
Kas
- 1.035.000
Penyelesaian :
Nilai investasi dalam utang obligasi PT Lewis :
Nilai kurs ( 102/100 * 1.000.000) = Rp1.020.000
Biaya Broker = 5.300 +
= Rp1.025.300
15
Contoh : Utang obligasi PT.Deska sebesar Rp50.000.000 bunga 8% jangka
waktu 8 tahun dibeli oleh PT Ana tanggal 1 Juli secara langsung dan tingkat
bunga pasar 11 %. Harga pembelian Rp41.706.000 ditambah bunga terutang
sebesar Rp1.000.000 dari tanggal 1 April, tanggal terakhir pembayaran bunga.
Pendapatan Bunga
1.000.000 -
Kas
- 42.706.000
16
Bunga yang Diterima 2.000.000
(50.000.000 * 8% * 6/12) -
Jumlah yang diamortisasi Rp 294.000
Jurnal :
Pendapatan bunga
- 294.000
• Jika investasi dalam utang obligasi dijual sebelum tanggal jatuh tempo,
penjual akan menerima harga jual yaitu mengurangi komisi dan biaya
pembelian lainnya ditambah bunga terutang sejak tanggal pembayaran
terakhir.
• Diskon / premium diamortisasikan lebih dahulu untkuk periode berjalan
• Laba / rugi dicatat saat mencatat cash proceeds
Jurnal
17
Penyelesaian :
1 Jan – 30 Juni = 6 Bulan
Pendapatan bunga Rp2.589.000
(47.080.000 * 11% * 6/12)
Bunga yang diterima Rp2.000.000
(50.000.000 * 8% * 6/12 ) -
Jumlah yang diamortisasi Rp 589.000
Jurnal
Penyelesaian :
Bunga terutang (1April-30 Juni)
(50.000.000*8%*3/12) = Rp1.000.000
Nilai buku investasi dalam utang obligasi 1 Jan Rp47.080.000
Disagio 589.000
+
Nilai buku investasi dalam utang obligasi 30 Juni 47.669.000
Penjualan 47.350.000
-
Rugi Penjualan Rp 319.000
18
2. Metode ekuitas (equity method)
Metode Harga Pokok (Cost Method)
Metode harga pokok harus mempertimbangkan semua biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh saham (cost of stock)dan harus pula diperhatikan tanggal
pembelian, tanggal pencatatan dan tanggal pembayaran deviden.
Contoh : PT. ABC membeli 1.000 saham biasa (common stocks) dari PT XYZ
tanggal 5 Juli seharga Rp50.000.000. kemudian diasumsikan deviden yang
diperoleh sebesar Rp1.200 per lembar diumumkan tanggal 1 Agustus dan
dibayarkan tanggal 31 Agustus kepada pemegang saham yang namanya dicatat
tanggal 31 Juli
Jurnal (Investor)
- Membeli Saham PT XYZ
Contoh: Tanggal 1 Maret, PT. Moco membeli 100 lembar saham milik PT.
Champion (common stock) seharga Rp59.000 ditambah biaya broker
Rp50.000. Tanggal 30 April PT. Champion mengumumkan deviden sebesar
Rp2.000 per lembar dibayarkan tanggal 15 Juni dan pencatatannya tanggal 15
Mei.
Jurnal (Investor)
19
15 Juni Kas 200.000 -
Pendapatan dividen - 200.000
20
Bab 3
PIUTANG USAHA
Menurut riyanto (2014: 37) Piutang usaha adalah tagihan kepada pihak ketiga
dari transaksi usaha, tanpa wesel yang akan diterima dalam bentuk uang tunai.
21
umumnya dicatat hanya ketika perusahaan menerima pelunasan dalam masa
potongan. Potongan penjualan kemudian dilaporkan sebagai pengurang
penjualan di laporan laba (rugi).
Rabat adalah potongan yang diberikan berdasar katalog (daftar harga). Jika
dikatalog disebutkan harga barang Rp100.000 dan rabat 20%, maka yang
harus dibayar oleh konsumen adalah Rp100.000-
(20%*Rp100.000)=Rp80.000. Sedangkan potongan tunai adalah potongan
yang diberikan kepada konsumen yang membayar dalam masa potongan.
Masa potongan sering ditulus dengan simbol 2/10,n/30. Artinya batas
pembayaran adalah 30 hari sejak tanggal transaksi, masa potongan adalah 10
hari dan pembeli yang membayar dalam masa potongan diberi potongan tunai
2% dari Rp80.000
Contoh : Pada tanggal 15 Desember 2009 Firma Syansuri menjual barang
dagangan kepada banyak pelanggan. Harga jual total adalah Rp150.000.
dalam katalog tertera trade discont 20%. Jadi harga jual setelah rabat adalah
Rp120.000. Potongan tunai yang dijanjikan adalah sebagaimana syarat
2/10,n/30. Berikut beberapa transaksi berkaitan dengan penjulan diatas.
1. Pada 20 Desember firma menerima pelunasan untuk faktur Rp30.000
2. Pada 21 Desember firma menerima dan menyetujui pengembalian
barang dari pelanggan yang dulu fakturnya sebesar Rp15.000
3. Pada 27 Desember firma menerima pelunasan untuk faktur sebesar
Rp25.000
20 Kas 29.400 -
(30.000-(20%*30.000))
Potongan Penjualan 600 -
Piutang Usaha - 30.000
(Mencatat pelunasan dengan
potongan tunai)
21 Retur Penjualan 15.000 -
Piutang Usaha - 15.000
(Mencatat retur penjualan kredit)
27 Kas 25.000 -
Piutang Dagang - 25.000
22
C. ANJAK PIUTANG
Andaikan seluruh jurnal pada contoh diatas sudah diposting, maka akan
piutang usaha akan bersaldo debit Rp20.000 sebagaimana tampak berikut ini :
Piutang Usaha
Tanggal Uraian Debit Kredit Saldo D/K
Des 15 Penjualan Kredit 120.000 - 120.000 D
20 Pelunasan - 30.000 90.000 D
21 Retur Penjualan Kredit - 15.000 75.000 D
27 Pelunasan - 25.000 50.000 D
30 Dianjakkan Ke Bank - 30.000 20.000 D
Niaga
23
Dengan anggapan bahwa (i) tidak terjadi lagi transaksi sampai akhir tahun
2017, dan (ii) semua piutang usaha akan dapat ditagih semuanya, maka piutang
usaha yang disajikan di neraca akhir tahun 2017 adalah Rp20.000.
24
kerugian piutang ditandingkan dengan penjualan tahun 2010 karena bersal
dari risiko pemberian kredit tahun 2017. Akun cadangan piutang
taktertagih dilaporkan sebagai pengurang akun piutang usaha.
b. PENGHAPUSAN PIUTANG
Piutang Usaha
Tanggal Uraian Debit Kredit Saldo D/K
2011
Jan 1 Saldo - - 50.000 D
Maret 1 Penghapusan - 1.050 48.950 D
2011
Jan 1 Saldo - - 3.100 K
Maret 1 Penghapusan 1.050 - 2.050 K
25
Penghapusan piutang mengurangi akun-akun piutang usaha dan cadangan
piutang taktertagih. Oleh karena itu, nilai realisasi bersih sebelum dan
sesudah penghapusan tetap sama, sebagaimana ilustrasi berikut :
Sebelum Sesudah
Penghapusan Penghapusan
Piutang Usaha Rp50.000 Rp48.950
Cadangan Piutang Taktertagih 3.100 2.050
Kas 1.050
Piutang Usaha – CV BOKEK 1.050
(mencatat penerimaan kas)
26
E. DASAR UNTUK MENAKSIR KERUGIAN PIUTANG
Terdapat dua dasar yang dapat digunakan sebagai alat untuk menaksir
kerugian piutang yaitu : (i) persentase dari penjualan satu periode (sering
disebut pendekatan laba-rugi) dan (ii) persentase dari saldo piutang akhir
periode (sering disebut pendekatan neraca). Untuk menentukan dasar atau
pendekatan mana yang akan dipakai tergantung pada kehendak managemen
terhadap biaya dan pendapatan di satu pihak, dan terhadap nilai realisasi bersih
dari piutang di lain pihak.
Jika kita menggunakan persentase dari penjualan, maka yang kita
utamakan adalah matching antara biaya dan pendapatan. Dengan kata lain, kita
mengutamakan penentuan jumlah kerugian piutang, sedangkan jumlah
cadangannya hanya merupakan sampingan.
Sebaliknya, jika kita menggunakan persentase dari saldo piutang, maka
yang kita utamakan adalah nilai realisasi kas bersih yang dapat diterima dari
piutang, dengan kata lain, kita mengutamakan penentuan jumlah cadangan,
sedangkan jumlah kerugiannya hanya merupakan sampingan.
27
b. PERSENTASE DARI SALDO PIUTANG
Menurut metode ini, saldo akun cadangan diturunkan dari analisis piutang
secara individual. Kita harus menyiapkan sebuah skedul (sering disebut
skedul umur) yang menggolongkan pelanggan berdasarkan jangka waktu
sebelum membayar. Oleh karena tekanannya pada waktu, maka analisis ini
disebut analisis umur piutang. Setelah piutang digolongkan berdasar
umurnya, maka cadangan piutang taktertagih ditentukan dengan cara
mengalikan persentase ketaktertagihan dengan piutang-piutang menurut
golongan tersebut. Persentase tersebut ditentukan berdasarkan pengalaman
masa lampau.
Persentase
Taksiran 2% 4% 8% 20%
Taktertagih
Taksiran
Taktertagih 22.900 3.900 7.400 3.600 8.000
Total
28
Taksiran taktertagih total Rp22.900 adalah jumlah piutang yang
diperkirakan tidak dapat ditagih. Jadi, jumlah ini menunjukkan saldo
seharusnya dalam akun cadangan pitang taktertagih.
Anggaplah bahwa sebelum penyesuaian, saldo akun Cadangan Piutang
Taktertagih adalah Rp0. Jurnal penyesuaian yang dibuat adalah sebagai
berikut :
F. PENYAJIAN DI NERACA
29
disajikan setelah Piutang Wesel. Berikut adalah contoh penyajian Piutang
Usaha di neraca.
Aset Lancar
Piutang Usaha Rp465.000
(-) Cadangan Piutang Taktertagih 22.900
Nilai Realisasi Bersih Rp442.100
30
Bab 4
PERSEDIAAN
A. PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI PERSEDIAAN
31
selanjutnya. Kesalahan penentuan nilai persediaan juga akan berpengaruh pada
nilai persediaan yang disajikan di neraca. Contoh berikut dapat memberikan
gambaran pengaruh kesalahan penentuan nilai persediaan.
Berikut data jumlah persediaan dan informasi lkainnya PT EMESCE untuk
dua periode akuntansi:
1. Nilai persediaan yang benar dan hanya salah untuk dua periode :
Tahun 2017
32
Pers. Awal 240.000 220.000
Pembelian 1.000.000 1.000.000
BTUD 1.240.000 1.220.000
Pers. Akhir (300.000) (940.000) (300.000) (920.000)
Laba Kotor 860.000 880.000
Operasi
Tahun 2016
Aktiva lancar :
Persediaan Rp240.000 Rp220.000
Modal :
Modal Pemilik Sama dengan yang Terlalu besar Rp20.000
seharusnya
Tahun 2017
Aktiva lancar :
Persediaan Rp300.000 Rp300.000
Modal :
Modal Pemilik Sama dengan yang Terlalu kecil Rp20.000
Seharusnya
Dari gambar 4.1 dan 4.2 dapat diketahui bahwa, apabila nilai persediaan dicatat
terlalu rendah sebesar Rp20.000 berakibat pada harga pokok penjualan terlalu
tinggi dan laba kotor operasi terlalu rendah sebesar Rp20.000 pada tahun 2016.
Kesalahan tersebut juga berpengaruh pada nilai persediaan yang dicantumkan
di aktiva lancar terlalu rendah Rp20.000 dan modal pemilik terlalu besar
Rp20.000. pada tahun 2006, harga pokok penjualan terlalu besar Rp20.000 dan
laba kotor operasi terlalu kecil Rp20.000. sedangkan pada neraca tahun 2016
akan menyajikan modal pemilik dalam jumlah yang terlalu kecil sebesar
Rp20.000.
33
a. PENGHITUNGAN FISIK PERSEDIAAN
34
yang masih dalam perjalanan tidak boleh dimasukkan dalam
penghitungan fisik persediaan
• Barang Konsinyasi. Barang-barang yang dititipkan kepada pihak lain
masih menjadi hak milik penitip sampai barang tersebut terjual, sehingga
harus tetap dihitung dalam penghitungan fisik. Demikian juga apabila
perusahaan mempunyai titipan barang dari perusahaan lain harus
dikeluarkan dalam penghitungan fisik.
• Barang Yang Dipisahkan. Barang-barang yang diproduksi berdasarkan
kontrak yang telah disepakati sebelumnya, walaupun belum dikirim kepada
pemesan tetapi hak atas barang sudah berpindah ke tangan pemesan sehingga
hars dikeluarkan dari penghitngan fisik persediaan.
Ada dua sistem akntansi yang utama untuk pembelian dan penjulan
barang dagangan, yaitu sistem periodik dan sistem perpetual.
a. SISTEM PERIODIK
35
dilakukan penghitungan harga pokok penjulaan melalui proses penyesuaian
akhir tahun.
b. SISTEM PERPETUAL
Menurut mulyadi (2017:18) Dalam sistem perpetual, baik jumlah
penjualan maupun biaya pokok penjualan akan dicatat pada setiap penjualan.
Cara demikian dapat dilakukan karena informasi tentang persediaan diikuti
mutasi masuk-keluarnya, dalam sebuah buku pembantu persediaan. Sehingga
harga pokok barang yang terjual dapat diketahui setiap saat. Sama seperti sistem
periodik, potongan tunai yang diberikan perusahaan akan catat pada akun yang
terpisah, yaitu akun potongan penjualan. Apabila terjadi pengembalian barang,
selain mencatat adanya retur penjualan, juga mencatat pengurangan harga
pokok penjualan dan barang dagangan yang diterima kembali.
Sedangkan pembelian barang dagangan dicatat pada akun persediaan
barang. Akun ini didebit sebesar harga faktur pada saat pembelian. Potongan
tunai pembelian yang diterima dan retur pembelian dicatat sebagai pengurang
akun persediaan. Sedangkan biaya angkut pembelian dicatat sebagai penambah
akun persediaan. Sedangkan biaya angkut pembelian dicatat sebagai penambah
akun persediaan. Pembayaran biaya angkut penjlan barang dagangan, dicatat
pada akun Biaya angkut penjualan dan diperlakukan sebagai biaya operasi.
37
4. Potongan tunai Dicatat pada akun Dicatat pada akun
Pembelian Pot. Pembelian (K) persediaan (D)
38
Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) Masuk Pertama Keluar Pertama
(MPKP) mengasumsikan unit persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau
digunakan terlebih dahulu sehingga unit yang tertinggal dalam persediaan
akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian. 3. Metode Rata-rata Biaya
rata-rata biaya tiap unit yaitu biaya tiap unit ditentukan berdasarkan biaya rata-
rata tertimbang dari unit yang serupa pada awal periode dan biaya unit yang
serupa yang dibeli atau diproduksi selama satu periode. Perhitungan rata-rata
dapat dilakukan berkala atau pada setiap penerimaan kiriman, tergantung pada
keadaan entitas.
Jenis-jenis metode penilaian persediaan menurut Stice (2009) adalah
sebagai berikut:
1. Identifikasi Khusus Biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual
selama periode berjalan dan ke barang yang ada ditangan pada akhir
periode berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut. Metode identifikasi
khusus memerlukan suatu cara untuk mengidentifikasikan biaya historis
dari setiap unit persediaan. Dengan identifikasi khusus, arus biaya yang
dicatat disesuaikan dengan arus fisik barang.
2. Metode Biaya Rata-rata Metode biaya rata-rata membebankan biaya rata-
rata yang sama ke setiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa
barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu
rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga.
3. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (First-In, First-Out – FIFO)
Metode masuk pertama, keluar pertama (first-in, first-out – FIFO)
didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang lebih
dahulu masuk. 4. Metode Masuk Terakhir, Keluar Terakhir (Last-In, First-
Out – LIFO) Metode masuk terakhir, keluar pertama (last-in, first- out –
LIFO) didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang
terjual. 13 Metode penilaian persediaan dan harga pokok penjualan
berdasarkan biaya pembelian.
menurut Kartikahadi (2012) adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Khusus (Spesific Identification) Metode identifikasi khusus
lazimnya diaplikasikan untuk perdagangan atau perusahaan dagang yang
khusus atau unik dan lazimnya bernilai tinggi. Misalnya barang antik, gaun
pengantin yang dirancang khusus, bangunan rumah, kapling tanah menurut
lokasi dan ukuran, dan lainlain.
2.Rata-rata (Average) Dalam metode rata-rata atau metode rata-rata
tertimbang (weighted average) biaya barang tersedia untuk dijual
(persediaan awal dan pembelian) dibagi dengan unit yang tersedia untuk
dijual, untuk mendapatkan biaya rata-rata per unit.
Apabila perusahaan menggunakan metode pencatatan periodik, maka biaya
rata-rata per unit hanya akan dihitung di akhir periode saja. Sedangkan
dalam metode pencatatan perpetual, setiap kali dilakukan pembelian maka
akan dihitung biaya rata-rata per unit yang baru. 3. Masuk Pertama Keluar
Pertama (First In First out – FIFO) Metode ini mengasumsikan bahwa
barang yang pertama dibeli merupakan barang yang pertama
39
dijual. Keunggulan metode ini terletak pada nilai persediaan yang
dilaporkan di laporan keuangan (neraca).
Karena barang yang dibeli pertama diasumsikan dijual pertama kali dan
barang yang dilaporkan sebagai persediaan di neraca mencerminkan harga
perolehan yang terakhir sehingga dalam keadaan perputaran persediaan
normal, nilai persediaan di neraca mendekati nilai sekarang dari
persediaan. Metode harga pokok penjualan dan harga pokok persediaan
akhir menurut Baridwan (2008) antara lain sebagai berikut: 1. Identifikasi
Khusus Metode identifikasi khusus didasarkan pada anggapan bahwa arus
barang harus sama dengan arus biaya. Untuk itu perlu dipisahkan tiaptiap
jenis barang berdasarkan harga pokoknya dan untuk masingmasing
kelompok dibuatkan kartu persediaan sendiri, sehingga masingmasing
harga pokok bisa diketahui. 2. Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO)
Harga pokok persediaan akan dibebankan sesuai dengan urutan terjadinya.
Apabila ada penjualan atau pemakaian barang- barang maka harga pokok
yang dibebankan adalah harga pokok yang paling terdahulu, disusul yang
masuk berikutnya. Persediaan akhir dibebani harga pokok terakhir. 3.
Rata-rata Tertimbang (Weighted Average)
Dalam metode ini barang-barang yang dipakai untuk diproduksi atau dijual
akan dibebani harga pokok rata-rata. Perhitungan harga pokok 14 rata-rata
dilakukan dengan cara membagi jumlah harga perolehan dengan
kuantitasnya. 4. Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP/LIFO) Barang-
barang yang dikeluarkan dari gudang akan dibebani dengan harga pokok
pembelian yang terakhir disusul dengan yang masuk sebelumnya.
Persediaan akhir dihargai dengan harga pokok pembelian yang pertama
dan berikutnya. 5. Persediaan Besi/Minimum Dalam metode ini dipakai
anggapan bahwa perusahaan memerlukan suatu jumlah persediaan
minimum (besi) untuk menjaga kontinuitas usahanya. Persediaan
minimum (besi) ini dianggap sebagai suatu elemen yang harus selalu tetap,
sehingga dinilai dengan harga pokok yang tetap. 6. Biaya Standar
(Standard Costs) Dalam perusahaan manufaktur yang memakai sistem
biaya standar, persediaan barang dinilai dengan biaya standar, yaitu biaya-
biaya yang seharusnya terjadi. Biaya standar ini ditentukan di muka, yaitu
sebelum proses produksi dimulai, untuk bahan baku, upah langsung dan
biaya produksi tidak langsung. Apabila terdapat perbedaan antara biaya-
biaya yang sesungguhnya terjadi dengan biaya standarnya,
perbedaanperbedaan itu akan dicatat sebagai selisih. 7. Harga Pokok Rata-
rata Sederhana (Simple Average) Harga pokok persediaan dalam metode
ini ditentukan dengan menghitung rata-ratanya tanpa memperhatikan
jumlah barangnya. Apabila jumlah barang yang dibeli berbeda-beda maka
metode ini tidak menghasilkan harga pokok yang dapat mewakili seluruh
persediaan. 8. Harga Beli Terakhir (Latest Purchase Price) Dalam metode
ini persediaan barang yang ada pada akhir periode dinilai dengan harga
pokok pembelian terakhir tanpa
40
mempertimbangkan apakah jumlah persediaan yang ada melebihi jumlah
yang dibeli terakhir. 9. Metode Nilai Penjualan Relatif Metode ini dipakai
untuk mengalokasikan biaya bersama (joint costs) kepada masing-masing
produk yang dihasilkan/dibeli. Masalah alokasi ini dapat timbul dalam
usaha dagang maupun usaha manufaktur. Dalam perusahaan dagang
apabila dibeli beberapa barang yang harganya menjadi satu, timbul
masalah berapakah harga pokok masing-masing barang tersebut.
Pembagian biaya bersama ini dilakukan berdasar nilai penjualan relatif
dari masing-masing barang tersebut. 10. Metode Biaya Variabel (Direct
Costing) Dalam metode ini harga pokok produksi dari produk yang
dihasilkan oleh perusahaan hanya dibebani dengan biaya produksi yang
variabel yaitu bahan baku, upah langsung dan biaya produksi tidak
langsung variabel. Biaya produksi tidak langsung yang tetap akan
dibebankan sebagai biaya dalam periode yang bersangkutan dan tidak
ditunda dalam persediaan. 15 Berdasarkan uraian di atas, masing-masing
metode penilaian persediaan akan menghasilkan nilai harga pokok
penjualan dan persediaan akhir yang berbeda-beda pada laporan keuangan.
Penggunaan metode penilian persediaan ini tergantung pada kebijakan
perusahaan dalam mengambil keputusan. 2.5 Perbandingan Metode FIFO,
LIFO dan Average Ada beberapa perbedaan antara metode penilaian
persediaan FIFO, LIFO dan Average. Menurut Baridwan (2008),
perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut: Metode MPKP/FIFO akan
mengakibatkan nilai persediaan dalam neraca dicantumkan dengan harga
sekarang sedangkan dengan metode MTKP/LIFO akan dicantumkan
dengan harga mula-mula yang biasanya tidak pernah berubah, sedangkan
metode rata-rata tertimbang/average hasilnya mendekati metode
MPKP/FIFO. Penggunaan metode MPKP/FIFO dalam keadaan harga-
harga naik akan menghasilkan kenaikan laba bruto dan dalam keadaan
harga-harga turun akan berakibat penurunan laba bruto. Sebaliknya dalam
keadaan harga-harga naik, metode MTKP?LIFO akan menghasilkan
penurunan laba dan dalam keadaan harga-harga turun akan berakibat
kenaikan laba bruto. Laba bruto yang diperoleh dengan cara ratarata
tertimbang/average akan memberikan hasil yang mendekati metode
MPKP/FIFO. Dari uraian di atas dapat disimpulkan perbandingan antara
metode FIFO, LIFO dan Average sebagai berikut: FIFO• - Menghasilkan
harga pokok penjualan yang rendah - Menghasilkan laba kotor yang tinggi
- Menghasilkan persediaan akhir yang tinggi LIFO• - Menghasilkan harga
pokok penjualan yang tinggi - Menghasilkan laba kotor yang rendah -
Menghasilkan persediaan akhir yang rendah Average• - Menghasilkan
harga pokok penjualan, laba kotor dan persediaan akhir yang mendekati
metode FIFO 16 2
41
Bab 5
PIUTANG WESEL
Piutang wesel adalah tagihan kepada pelanggan dari transaksi usaha yang
dilengkapi dengan instrumen kredit berupa wesel, promes, ataupun aksep dan akan
diterima dalam bentuk tunai di masa mendatang.
42
• ”Setahun setelah tanggal 14 Agustus 2017, saya berjanji akan
membayar. .. ”.
• ”Dua bulan setelah tanggal 6 Juni 2017, saya berjanji akan
membayar. .. ”.
• ”Seratus dua puluh hari setelah tanggal 15 Agustus 2017,
saya berjanji akan membayar. .. ”.
Apabila jangka waktu wesel dinyatakan dengan dasar bulanan, maka jatuh
temponya cukup ditentukan dengan menghitung jumlah bulan dari tanggal
dikeluarkannya wesel (tanggal wesel).Misalnya, jatuh tempo wesel 3 bulan
tertanggal 1Mei adalah 1 Agustus. Promes yang bertanggal akhir bulan,
akan jatuh tempo akhir bulan juga. Misalnya,promes 1 bulan tertanggal 31
Mei akan jatuh tempo pada tanggal 30 Juni.
B. AKTIVA TETAP
43
250.000 Harga Perolehan 7.000.000 Jurnal untuk mencatat perolehan aktiva tetap
adalah Komputer 7.000.000 Kas 7.000.000 Untuk penghitungan harga perolehan
dan pencatatan keempat klasifikasi aktiva tetap diatas dapat dibaca di buku
Haryono Jusup halaman 156 s/d 159. Terdapat berbagai cara dalam memperoleh
aktiva tetap, yang akan mempengaruhi penentuan harga perolehan. Berbagai cara
tersebut antara lain : pembelian secara tunai; pembelian kredit; pembelian dengan
wesel bunga; pembelian gabungan (dalam satu paket); membangun sendiri aktiva
dan adanya sumbangan dari pihak lain. a. Pembelian Tunai Dalam pembelian
secara tunai, harga perolehan adalah harga belibersih setelah dikurangi potongan
tunai ditambah dengan pengeluaran-pengeluaran.
Misal : dibeli mesin pabrik Rp. 55.000.000, pengeluaran yang berkaitan
dengan pembelian mesin antara lain : PPN sebesar Rp. 5.500.000; Premi asuransi
sebesar Rp. 550.000 dan biaya pemasangan sebesar Rp. 1.450.000 maka harga
perolehannya : Harga beli : 55.000.000 PPN : 5.500.000 Premi asuransi :
550.000 Biaya pemasangan : 1.450.000 Harga perolehan 62.500.000 Jurnal Mesin
pabrik 62.500.000 Kas 62.500.000 b. Pembelian dengan Kredit Pembelian secara
kredit jangka panjang pada umumnya melibatkan bunga. Bunga dapat ditetapkan
secara eksplisit dan secara implisit. Bunga eksplisit dalam pembelian kredit adalah
bunga yang ditetapkan secara jelas/terus terang Bunga implisit : bunga yang
ditetapkan tidak secara terus terang sehingga harus mencari terlebih dahulu
bunganya.
Baik secara eksplisit maupun secara implisit bunga tidak boleh dimasukkan
dalam menghitung harga perolehan karena bunga bukan merupakan pengorbanan
untuk memperoleh aktiva tetap, tetapi pengorbanan untuk menggunakan dana
pihak lain. Contoh bunga elsplisit Pada tanggal c. Pembelian dengan
Menggunakan Wesel Berbunga Dalam pembelian aktiva dengan jumlah rupiah
yang besar, kadangkadang perusahaan membayarnya dengan wesel erbunga.
Biasanya pembeli diwajibkan membayar uang muka dan sisanya dibayar dengan
wesel berbunga dimana bunga wesel dibayar pada saat jatuh tempo wesel tersebut.
Harga perolehan aktiva dihitung dengan jumlah uang muka ditambah nilai nominal
wesel. Sedangkan biaya bunga merupakan biaya pendanaan (financing cost) yang
dicatat dengan mendebet rekening biaya bunga.
Contoh : PT FEDNY membeli peralatan pabrik dengan harga tunai 120.000.000
Uang muka yang diberikan sebesar 20.000.000 dan sisanya dibayar dengan wesel
berbunga janka waktu 1 tahun bunga 10 %. Jurnal untuk mencatat pembelian
aktiva tetap tersebut : Peralatan pabrik 120.000.000 Kas 20.000.000 Utang wesel
100.000.000 (untuk mencatat uang muka dan penarikan utang wesel) Pada saat
jatuh tempo wesel, dibayarkan nilai nominalnya ditambah dengan bunga sebesar
10.000.000 ( 100.000.000 x 10%) dan dicatat dalam jurnal
: Utang wesel 100.000.000 Biaya bunga 10.000.000 Kas 110.000.000 d. Pembelian
dalam satu paket (gabungan) Pembelian dalam satu paket (gabungan) sering
disebut sebagai pembelian secara lump-sum. Harga paket (borongan)didasarkan
pada harga perolehan masing-masing aktiva tetap yang ditentukan dengan harga
pasar .
44
Misal: PT LISA pada tanggal 1 januari 2010 membeli tanah, gedung dan
peralatan dengan harga total 100.000.000 dan harga pasar masingmasing sebesar
45.000.000 untuk tanah, 75.000.000 untuk gedungnya dan 30.000.000 untuk
peralatan. Hitunglah alokasi harga perolehan masing-masing aktiva tersebut dan
buatlah jurnalnya. Golongan Harga Pasar % dari HP & Perhitungan Alokasi Tanah
45.000.000 30 % x 100.000.000 30.000.000 Gedung 75.000.000 50 % x
100.000.000 50.000.000 Peralatan 30.000.000 20 % x 100.000.000 20.000.000
150.000.000 100 % 100.000.000 Jurnal untuk mencatat pembelian aktiva tetap
secara gabungan Tanah, gedung & peralatan 100.000.000 Kas 100.000.000 Jurnal
untuk mencatat alokasi harga perolehan masing-masing aktiva Tanah
30.00.00 Gedung 50.000.000 Peralatan 20.000.000 Tanah, gedung & peralatan
100.000.000 e. Membangun sendiri Perusahaan terkadang membangun sendiri
aktiva tetapnya.
Misalkan perusahaan membangun sendiri kantornya, garasi ataupun
gudangnya. Harga perolehan aktiva yag dibangun sendiri oleh perusahaan terdiri
dari harga material atau bahan bangunan yang dipakai, upah tenaga kerja, dan
biaya lain-lain meliputi listrikdan depresiasi aktiva tetap perusahaan yang
digunakan untuk membangun. Dimunkinkan pula adanya biaya bunga jika
perusahaan dala membangun meminjam dari pihak luar sehingga biaya bunga
dimasukkan dalam unsur harga perolehan tetapi hanya biaya bunga selama masa
konstruksi saja. Jika setelah masa konstruksi belum lunas maka biaya bunga
dibebankan sebagai biaya periodik dalam kelompok biaya diluar usaha dalam
laporan laba rugi. Jika harga perolehan aktiva dengan membangun sendiri lebih
kecil dari (lebih rendah) dari harga aktiva sejenis, perusahaan tidak diperkenankan
mengakui adanya keuntungan akibat membangun sendiri. f. Sumbangan Aktiva
tetap dapat diperoleh dari sumbangan, misalnya sumbangan dari pemerintah atau
lembaga lain. Meski untuk memperoleh sumbangan tidak ada pengorbanan yang
dikeluarkan, akuntansi tetep mencatatnya karena akuntansi merupakan alat
pertanggugjawaban. Aktiva tetap dari sumbangan didebit dan akun lawannya
adalah modal sumbangan. Nilainya adalah sebesar nilai wajar pada saat
sumbangan itu diterima.
Contoh: Pada tanggal 27 januari 2017 PT Bejobanget menerima sumbangan
dari pemerintah daerah berupa tanah. Nilai wajar tanah dilokasi setempat adalah
75 juta. Hitunglah harga perolehan tanah dan buatlah jurnal yang diperlukan.
Karena nilai wajar tanah sebesar 75 juta rupiah maka harga perolehan tanah
sumbangan tersebut sebesar 75 juta rupiah juga. Jurnal : 27/1 Tanah 75.000.000
Modal dari sumbangan 75.000.000
45
produksi/unit yang diharapkan akan diperoleh dari aktiva tetap tersebut.
Akumulasi depresiasi aktiva tetap menggambarkan jumlah depresiasi yang telah
dibebankan sebagai biaya, bukan menggambarkan dana yang telah dihimpun. a.
Akuntansi untuk penyusutan Terdapat 3 faktor yang harus dipertimbangkan dalam
penyusutan : 1. Harga perolehan (cost) Harga perolehan suatu aktiva meliputi
seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan perolehan dan penyiapannya untuk
dapat digunakan. 2. Nilai residual atau nilai sisa (residual value / salvage value)
Jumlah yang diperkirakan dapat direalisasikan pada saat aktiva tersebut tidak
digunakan lagi 3. Masa atau umur manfaat aktiva tetap Aktiva tetap memiliki masa
manfaat terbatas. Keterbatasan tersebut karena berbagai faktor seperti keausan,
kecacatan, kemerosotan nilai, kerusakan (kecuali tanah)
Metode penyusutan Ada 4 metode penyusutan aktiva tetap yang dikenal secra
umum yaitu:
1. Metode Garis Lurus (Straight-Line Method)
2. Metode Unit Produksi (Units-of-Production Method) atau satuan hasil
3. Metode saldo menurun (Declining Balance Method)
4. Metode jumlah angka tahun (Sum-of-the-Years-Digits Method)
46
DAFTAR PUSTAKA
7. Endang R, Sri, dkk, 2011. Modul Mengelola Dana Kas Kecil. Jakarta:Erlangga
8. Fahmi, Irham dan Lavianti, Novi, 2009, Teori Portofolio dan Analisis Investasi,
Alfabeta, Bandung.
47
11. Moh.Wahyudin Zarkasyi, (2015), Sistem Pengendalian Internal pada Badan
Usaha Manufaktur, Perbankan dan Jasa Keuangan Lainnya, Bandung:Aflabeta.
48