Anda di halaman 1dari 55

PENYEBARAN ISLAM DAN PENGARUHNYA TERHADAP

KEHIDUPAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA


(Di ajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara)

Dosen pengampu :
Drs. Sumarjono, M. Si
Robit Nurul Jamil, M. Pd

Di susun oleh :

M. Ilham Nurdiansyah 200210302036


Silvia Eka Rahayu 200210302038
M. Aqil Fadhil 200210302042
Riana Dea Marita 200210302088

KELAS B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatNya sehingga makalah dengan judul “Penyebaran Islam Dan
Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Bangsa – Bangsa Asia Tenggara” ini dapat
tersusun hingga selesai. Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Sejarah Asia Tenggara, yaitu bapak Drs. Sumarjono,
M.Si., dan bapak Robit Nurul Jamil, S.Pd., M.Pd, yang telah memberikan
dukungan penuh sekaligus bimbingan kepada kami untuk menyusun makalah ini,
serta memberikan motivasi kepada kami untuk terus meningkatkan kualitas
dalam berkarya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam
mata kuliah Sejarah Asia Tenggara. Selain itu, pembuatan makalah ini juga
bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempuraan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi
para pembaca.

Jember, 10 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 3
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 3
BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................. 4
2.1 Kedatangan Islam di Kawasan Asia Tenggara ...................................... 4
2.2 Penyebaran dan Pengaruh Islam di Kawasan Asia Tenggara ............... 10
2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Kawasan
Asia Tenggara ......................................................................................... 16
BAB 3 PENUTUP ........................................................................................... 50
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 50
3.2 Saran ...................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 51

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asia Tenggara merupakan kawasan tempat tinggal muslim terbesar di


dunia. Islam dapat ditemukan sebagai agama mayoritas di negara Indonesia,
Malaysia, dan Brunei Darussalam. Islam juga dapat ditemukan di negara
Myanmar, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam, meskipun sebagai
agama yang minoritas. Pada tahun 2014, terdapat sekitar 240 juta Muslim di
Asia Tenggara, yang berarti 42% dari jumlah populasi penduduk di Kawasan
Asia Tenggara. Hal ini sama halnya dengan terdapat sekitar 25% dari total
penduduk Muslim yang ada di dunia dengan jumlah 1.57 milyar jiwa.

Sebelum membahas mengenai kedatangan Islam di kawasan Asia


Tenggara, sebaiknya perlu adanya pembedaan tentang kedatangan Islam,
penyebaran Islam, dan Islamisasi. Untuk kedatangan Islam, biasanya akan
dibuktikan dengan melihat peninggalan sejarah berupa batu tertulis, batu nisan,
prasasti, maupun yang lainnya. Dengan adanya bukti yang ditemukan tersebut
kemudian dapat diperkirakan awal kedatangan Islam di suatu tempat tertentu.
Namun perlu di ingat bahwa kedatangan Islam di suatu tempat ini tidak selalu
berarti bahwa masyarakat setempat telah menganut Islam (Helmiati, 2014: 8).

Perkembangan Islam di Asia Tenggara, tidak lepas dari proses


masuknya Islam pada Abad ke-7 Masehi yang bertepatan dengan semakin
luasnya penaklukan kekhalifahan Islam di Semenanjung Arab. Masuk dan
berkembangnya Islam di Asia Tenggara telah melalui proses damai yang
terjadi selama berabad – abad lamanya. Penyebaran Islam di Asia Tenggara
dilakukan tanpa adanya pergolakan politik, ekspansi militer, maupun adanya
paksaan. Islam masuk melalui jalur perdagangan, perkawinan, dakwah, dan
bercampurnya atau pembauran oleh masyarakat Muslim Arab, Persia, dan
India dengan para penduduk pribumi.

1
Masuknya Islam ke berbagai wilayah di Asia Tenggara tidak berada
pada waktu yang bersamaan, tetapi berlangsung selama berabad – abad, dan
tidak selalu merata di seluruh tempat. Kondisi pada wilayah – wilayah di Asia
Tenggara juga berada dalam situasi politik dan kondisi sosial budaya yang
tidak sama. Karena perbedaan keadaan inilah, tidaklah mudah untuk menjawab
kapan, di mana, mengapa, dan dalam bentuk seperti apa Islam mulai
menimbulkan dampak pada masyarakat Asia Tenggara untuk pertama kalinya
(Helmiati, 2014: 8 - 9).

Banyak peneliti yang mengatakan bahwa Islam telah datang ke Asia


Tenggara sejak abad pertama ke-7 Masehi. Pendapat ini dikemukakan oleh
Arnold yang didasarkan pada sumber – sumber China yang menyebutkan
bahwa mendekati akhir perempatan ketiga abad ke-7M, terdapat seorang
pedagang dari Arab yang menjadi pemimpin dari sebuah pemukiman Arab
Muslim di pesisir pantai Sumatera. Sebagian dari orang – orang Arab ini
dilaporkan melakukan perkawinan dengan para perempuan lokal, sehingga
komunitas Muslim di pesisir pantai Sumatera ini terdiri dari orang – orang Arab
pendatang dan penduduk lokal. Bukti lain yang menunjukkan Islam telah
masuk di Asia Tenggara sejak ke-7 Masehi adalah adanya bukti arkeologis
berupa batu nisan yang bertuliskan huruf Arab Kufi dengan menyebutkan nama
Ahmad bin Abu Ibrahim bin Abu Aradah yang wafat pada hari Kamis 29 safar
431H. Batu nisan ditemukan di jalu pelayaran dan perdagangan di Pharang,
Campa Selatan, daerah Vietnam saat ini. Selanjutnya ditemukan pula batu
nisan dengan keadaan yang sudah rusak, dengan model tulisan yang lebih mirip
dengan tulisan Jawi (Arab-Melayu) yang berisi tentang pembayaran pajak,
tempat tinggal, dan hutang – piutang. Kedatangan Islam sejak abad ke-7
Masehi di beberapa daerah di Asia Tenggara dapat dikatakan masih dalam
tahap pembentukan komunitas muslim, yang terdiri dari pedagang. Kemudian
pada ke-13 – 16 Masehi, barulah mulai terlihat pengaruh dari penyebaran Islam
di Asia Tenggara (Herawati, 2018: 119 – 120).

2
Catatan China juga menyebutkan bahwa Dinasti Tang, lebih tepatnya
pada abad ke-9 dan 10 Masehi, orang – orang Ta-Shih sudah berada di daerah
Kanton (Kan-fu) dan Sumatera. Ta-Shih ini merupakan sebutan untuk orang –
orang Arab dan Persia yang sudah menjadi Muslim. Adanya hubungan dagang
antara negara di Asia bagian barat dan timur yang bersifat internasional, dapat
dikatakan bahwa hal tersebut merupakan akibat dari kegiatan kerajaan Islam
yang berada di bawah pemerintahan Bani Umayyah di bagian barat dan
Kerajaan Cina zaman Dinasti Tang di Asia bagian Timur serta Kerajaan
Sriwijaya di Asia Tenggara (Rabbani, 2013: 70).

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana kedatangan aliran – aliran Islam di Kawasan Asia Tenggara?
b. Bagaimana penyebaran Islam di Kawasan Asia Tenggara?
c. Bagaimana pengaruh Islam di Kawasan Asia Tenggara?
d. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan Kerajaan – Kerajaan Islam di
Kawasan Asia Tenggara?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui aliran – aliran Islam di Kawasan Asia Tenggara.
b. Untuk mengetahui penyebaran Islam di Kawasan Asia Tenggara.
c. Untuk mengetahui pengaruh Islam di Kawasan Asia Tenggara.
d. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan Kerajaan – Kerajaan
Islam di Kawasan Asia Tenggara.

3
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Kedatangan Islam di Kawasan Asia Tenggara

Kedatangan Islam sering dibuktikan dengan menelaah situs-situs sejarah seperti


prasasti, batu bertulis, batu nisan dan sejenisnya. Dari bukti-bukti tersebut, diyakini
bahwa awal mula munculnya Islam di suatu tempat tertentu. Masuknya Islam di
suatu tempat tidak selalu berarti bahwa masyarakat setempat telah menerima Islam.
Konversi Islam dari suatu masyarakat sering berlangsung selama ± ½ abad dengan
masuknya Islam itu sendiri (Kusdiana, 2006:8).
Islam masuk ke Asia Tenggara melalui proses damai selama berabad-abad.
Penyebaran Islam di Nusantara tersebut merupakan cara yang sistematis, terencana
dan tanpa kekuatan militer, yakni dibawa oleh para ulama dalam misi menyebarkan
Islam (Ahmad, 2019:3). Penyebaran Islam di wilayah ini terjadi tanpa pergolakan
politik melalui ekspansi emansipasi yang melibatkan kekuatan militer, pergolakan
politik, atau pemaksaan struktur kekuasaan, dan norma-norma sosial dari luar
negeri. Sebaliknya, Islam masuk melalui perdagangan, perkawinan, dakwah, dan
asimilasi komunitas Muslim Arab, Persia, dan India dengan masyarakat pribumi
(Kusdiana, 2006:8–9). Berbeda dengan kedatangan pertama agama Kristen yang
dibawa oleh para penjajah terutama dari Belanda. Pengkhotbah memiliki misi
perdamaian, bukan perang. Yang dibawa adalah ilmu, bukan senjata. Islamisasi
dengan damai digambarkan oleh Thomas W. Arnold sebagai berikut: bukti bahwa
pelaksanaan dakwah secara damai oleh Islam selama 600 tahun terakhir mewarnai
gerakan dakwah".
Masuknya Islam ke berbagai wilayah Asia Tenggara tidak berada dalam satu
waktu yang bersamaan, melainkan berlangsung selama berabadabad, dan tidak
merata di seluruh tempat. Kondisi wilayah-wilayah Asia Tenggara pada saat itupun
berada dalam situasi politik dan kondisi budaya yang berbeda-beda. Misalnya, pada
paruh kedua abad ke-13, para penguasa Sumatera Utara (sekarang Aceh) sudah
menganut Islam. Pada saat yang sama hegemoni politik di Jawa Timur masih di
tangan raja-raja beragama Syiwa dan Budha seperti Kerajaan Kediri dan Kerajaan

4
Singasari. Begitupula kerajaan Islam Demak baru berdiri bersamaan dengan
melemahnya kekuasaan Majapahit, karena itu tidaklah mudah menjawab “kapan,
dimana, mengapa dan dalam bentuk apa” Islam mulai menimbulkan dampak pada
masyarakat Asia Tenggara untuk pertama kalinya.
1) Sejarah Awal Kedatangan Islam

Awal mula kedatangan Islam di Asia Tenggara memunculkan


perdebatan panjang di antara para sejarawan yang mengkaji sejarah Islam
di Asia Tenggara. Persoalan ini sangat dimaklumi, sebab pembicaraannya
mengacu pada peristiwa yang terjadi berabad-abad lalu, yang memerlukan
data-data sejarah untuk berspekulasi dan menginterpretasikan kejadian itu,
bukan hanya cerita turun-temurun yang begitu banyak tersebar pada ingatan
nenek moyang kita.
Perdebatan tentang awal mula hadirnya Islam di wilayah ini,
setidaknya memunculkan beberapa teori, dengan banyak sejarawan yang
saling mendukung dan saling membantah. Perdebatan itu berada pada
beberapa pertanyaan pokok, kapan, di mana, dari mana, dan oleh siapa,
Islam hadir ke Asia tenggara. Perdebatan ini, setidaknya dimulai pada abad
ke-19. Ada beberapa teori tentang masuknya Islam ke kawasan Asia
Tenggara, seperti teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari India, Arab
dan Persia (Saleh, 2021:173-174).
a. Islam Asia Tenggara Berasal dari India
Sejawaran yang mendukung teori ini, adalah J. Pijnappel, S. Keyzer,
C.S. Hurgronje, J.P. Moquette, R.A. Kern. B.H.M Vlekke, J. Gonda, B.J.O.
Schrieke, G.W.J Drewes, R.O. Winstedt, D.G.E. Hall, G.H. Bousquet.
Mereka berargumen bahwa Islam datang ke wilayah ini pada abad ke-12, di
mana argumennya disandar- kan pada keberadaan jalur perdagangan
internasional, Mazhab, dan kemiripan batu nisan atau gaya penulisan antara
sebagian wilayah India dan kepulauan Nusantara. Di antara pendukung teori
ini, juga memunculkan secara spesifik dari wilayah mana di bagian India
Islam di wilayah ini berasal, Pijnapel menduga dari Gujarat dan Malabar
atas dasar kesamaan Mazhab; Hurgronje menduga dari Deccan di anak

5
benua India sekitar abad ke-12; Moquette, menduga dari Gujarat atas dasar
kesamaan batu nisan di Pasai dan Cambay; Fatimi, menduga dari Bengal,
Morrison, menduga dari Koromandel pada akhir abad ke-13, dan
membantah teori Gujarat dan Bengal atas dasar ketidak sesuaian mazhab, di
mana ketika Raja Pertama kerajaan Islam Pasai wafat pada 1297, Gujarat
masih kerajaan Hindu, barulah setahun kemudian ditaklukkan oleh
penguasa Muslim.
Adapun beberapa bukti dari teori ini adalah:
- Terdapat batu marmar pada batu nisan yang mempunyai ciri buatan
India, contohnya di batu nisan Raja Malik Pasai.
- Unsur budaya India amat dijumpai di Negara-negara Asia Tenggara
(Saleh, 2021:173-174).
b. Islam Asia Tenggara Berasal dari Arab
Teori ini dikemukakan oleh J. Crawfurd (1820), S. Keyzer (1859),
G.K. Niemann (1861), J.J. Hollander (1861), P.J. Veth (1878), al-Attas, dan
beberapa sejarawan Indonesia. secara spesifik T.W Arnold (1913) menduga
berasal dari Coromandel dan Malabar atas dasar kesamaan Mazhab dan
terbukanya jalur perdagangan dari Coromandel ke Nusantara; Arnold juga
Marrison tidak bisa memungkiri akan kemungkinan Islam berasal langsung
dari Arabia, karena sebab Arabia telah sibuk dalam perdagangan lintas
negara sejak abad 1 H, hal ini didukung oleh sumber-sumber China tentang
adanya pedagang Arab menjadi pemimpin dalam pemukiman masyarakat
Muslim di pesisir Sumatra; S. Keyzer menunjuk Mesir atas dasar kesamaan
Mazhab yang berkembang dikedua wilayah; Niemann dan Hollander
menunjuk Hadramaut; Naquib al-Attas yang memfokuskan kajiannya
sejarah literatur yang berkembang di Nusantara, setelah abad ke-10,
menyimpulkan bahwa literatur yang diproduksi oleh para ulama-ulama awal
dipengaruhi oleh tradisi Arab dan bukan India; terakhir, pada1963
dilaksanakan seminar tentang Masuknya Islam ke Indonesia, yang
kemudian menyimpulkan Islam masuk ke wilayah ini sejak abad 1 H dan
langsung berasal dari Arab.

6
Adapun beberapa bukti dari teori ini yaitu:
- Telah ada perkampungan Arab di Sumatera (Barus) pada 625 M
(menurut literatur China Tingkok7.
- Persamaan penulisan dan kesusastraan Asia Tenggara dan Arab
- Karya-karya yang menceritakan pengislaman raja oleh Syeikh dari
tanah Arab, misalnya hikayat raja-raja Samudera Pasai mengatakan
Raja Malik diislamkan oleh ahli sufi dari Arab yaitu Syeikh Ismail
(Saleh, 2021:175).
c. Islam Asia Tenggara Berasal dari Persia
Teori ini didukung oleh P.A Hoesein Djajadiningrat, Abu Bakar
Atjeh, dan M. Dahlan Mansur yang menaruh dugaan Islam berasal dari
Persia atas dasar kesamaan tradisi dan kebudayaan yang hidup di beberapa
wilayah di Nusantara, seperti peringatan Asyura, Sufisme Syekh Siti Jenar
dan al-Hallaj, Pengejaan Huruf Arab. Kesamaan budaya tersebut sebagai
bukti dari teori ini.
Namun teori ini dibantah oleh Saifuddin Zuhri dan Hamka. Pada
wilayah Daratan, muncul juga argumentasi tentang awal mula kedatangan
Islam, misalnya di Vietnam yang dulunya berada di bawah kekuasaan
kerajaan Champa (abad ke-2 s/d 17) Islam masuk di wilayah kerajaan
Champa pada abad ke-8, S.Q. Fatimi (1963) menduga bahwa Islam berasal
dari Persia dan Arab. Maspero (1951) dan Ravaisse (1922) dengan
menggunakan dokumen bergaya tulis Kufi, terdapat tulisan tahun 1025,
1035, dan 1039, dengan terjemahan bahasa Cham, keduanya menduga
bahwa Muslim pada tahun itu telah terlibat dalam aktivitas politik, hukum,
dan telah terlibat dalam interaksi dengan kerajaan. Hal ini masuk akal, sebab
dahulu kerajaan Champa termasuk kerajaan yang menguasai jalur
perdagangan di laut China selatan, yang telah menjadi jalur perdagangan
internasional pada abad itu (Saleh, 2021:175-176).

7
2) Pembawa Ajaran Islam

Penelitian tetang siapa pembawa Islam ke Nusantara merupakan


pembahasan yang erat hubungannya dengan kapan dan dari mana masuknya
Islam ke wilayah ini. Penelusurannya dimulai sejak awal adanya rute-rute
perdagangan dan pelayaran antara kepulauan-kepulauan Nusantara dengan
berbagai daerah di Asia Tenggara, India, Cina dan Timur Tengah. Pembawa
ajaran Islam ke Wilayah Nusantara adalah terdiri dari para pedagang dan
para sufi. (Ghofur, 2011:164).
a. Teori Pedagang
Islam disebarkan oleh para pedagang. Para sejarawan barat
menyoroti peran pedagang dalam penyebaran Islam. Menurut mereka,
para pedagang muslim menyebarkan Islam sambil berdagang. Kemudian
mereka berinteraksi dengan penduduk pribumi dalam jangka pendek
(sambil menunggu musim pelayaran) untuk berpindah ke negara asal
atau negara lain. Dalam jangka panjang saudagar yang pernah datang ke
Nusantara atau yang belum mulai bermukim berbaur bahkan
melangsungkan perkawinan dengan penduduk pribumi. Dari perkawinan
ini lahir komunitas baru, terutama di pesisir-pesisir pantai.
Hubungan nusantara dalam bidang perdagangan dengan orang-
orang Arab jauh lebih awal sebagaimana dikemukakan oleh Wan Husein
Azmi dalam seminar Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara
yang diselenggarakan di Aceh tahun 1980 M. Menurutnya saudagar-
saudagar Arab tiba di gugusan-gugusan pulau-pulau Nusantra jauh
sebelum Islam lahir. Mereka datang menelusuri dua jalur yaitu; pertama,
jalur laut dimulai dari Ad’n di Selatan Semenanjung tanah Arab menuju
Gujarat Kambay, Sailon. Dari Sailon mereka menju ke gugusan-gugusan
pulau Melayu Nusanntara. Kedua, jalur darat, yaitu dimulai dari Damsyik
menuju Syiria, Khurasan, Parsi, dari Khurasan juga menuju Balakh,
Afganistan. Dari Balakh juga menuju Bamir kemudian ke Kasyikar,
Shina, menuju Khurtan kemudian menyeberangi padang pasir Ghobi

8
untuk menuju Sangtu, kemudian ke Hansu akhirnya dari sinilah mereka
bergerak menuju gugusan-gugusan pulau nusantara.
A.H. Johns menjelaskan bahwa sukar dipercaya bila para
pedagang muslim yang melakukan pelayaran untuk berdagang semuanya
mereka sekaligus berfungsi sebagai penyebar Islam. Jika memang
mereka aktif dalam penyiaran Islam, mengapa Islam baru kelihatan abad
ke-12 M. padahal jauh sebelumnya (abad ke-7 dan 8 M) para pedagang
sudah berinteraksi dengan pribumi. Tidak ada bukti pada abad itu
terdapat penduduk pribumi dalam jumlah besar masuk Islam (Ghofur,
2011:164).
b. Teori Sufi
Menurt Azyumardi Azra, berpendapat bahwa yang menjadi
penyebar Islam adalah para sufi pengembara sekaligus berprofesi sebagai
pedagang yang berperan uatama dalam pensyiaran ajaran Islam.
Keberhasilan para sufi dalam syiar Islam lebih disebabkan dalam
menyajikan Islam menggunakan kemasan yang atraktif, yaitu
menekankan kesesuaian Islam dengan tradisi lama atau kontinuitas,
ketimbang perubahan drastis dalam kepercayaan dan praktik keagamaan
lokal (Hindu dan Buddha). Di samping itu para sufi suka menawarkan
pertolongan, misalnya menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita
rakyat dan mengimbangi ilmu magis yang berkembang dalam
masyarakat (Ghofur, 2011:164).
Dari hubungan antara pedagang-pedagang bangsa Arab dengan
masyarakat kepulauan Nusantara, maka terjadilah hubungan lintas social
budaya. Adanya interkasi dengan kedua belah pihak yang saling mengenal
secara perlahan dan intensif. Kebanyakan sarjana Barat memegang teori
bahwa para penyebar pertama Islam di Nusantara adalah para pedagang
muslim yang menyebarkan Islam sembari melakukan aktifitas perdagangan
dan dakwah Islam. Elaborasi lebih lanjut dari teori ini adalah bahwa para
pedagang muslim tersebut melakukan perkawinan dengan perempuan-
perempuan penduduk local. Dengan terjadinya pembentukan keluarga-

9
keluraga muslim dipinggiran pesisir-pesisir pantai Nusantara, maka nucleus
komunitas muslim pun tercipta yang pada gilirannya memainkan andil besar
dalam penyebaran Islam, bukan hanya di wilayah pesisir, pedalaman bahkan
akhirnya menyentuh wilayah istana sentris (merambah ke pusat-pusat
kerajaan Hindu-Budha) (Ghofur, 2011:164-165).

2.2 Penyebaran dan Pengaruh Islam di Kawasan Asia Tenggara


Dalam sub-bab pembahasan ini, akan dijelaskan mengenai penyebaran
Islam di beberapa negara Kawasan Asia Tenggara.
a. Brunei Darussalam

Terdapat berbagai versi mengenai sejarah awal masuknya Islam di


Brunei Darussalam. Menurut Azyumardi Azra, sejak tahun 977 Kerajaan
Borneo telah mengutus seorang yang bernama P’u Ali ke Istana Cina. P’u Ali
ini sebenarnya adalah seorang yang bernama Abu Ali. Versi lainnya,
diterangkan bahwa sekitar abad VII pedagang Arab dan sekaligus sebagai
pendakwah datang ke Brunei Darussalam (Helmiati, 2014: 215).

Menurut John L. Esposito orang Brunei menerima Islam pada abad ke


XIV atau XV setelah pemimpin Brunei dinobatkan sebagai Sultan Johor.
Sebagai seorang Sultan berarti memiliki tanggung jawab untuk menjunjung
tinggi terhadap pelaksanaan ajaran agama di wilayah kekuasaannya. Dengan
dikukuhkannya raja Brunei menjadi seorang Sultan, maka orang – orang
Melayu secara luas dapat menerima Islam. Dari sini dapat dilihat bahwa
penyebaran dan perkembangan Islam di Brunei Darussalam berpola top down.
Pola top dwon ini merupakan sebuah pola penerimaan Islam oleh masyarakat
kalangan atas atau kalangan elite, dan penguasa kerajaan, yang kemudian
disosialisasikan kepada masyarakat bawah. Karena pola penyebaran Islam di
Brunei menggunakan pola top down maka proses penyebaran Islam di Brunei
cepat menyebar dan berkembang. Penyebaran dan perkembangan Islam di
Brunei sangat didukung sepenuhnya oleh pihak pemerintahan kesultanan yang

10
menerapkan konsep kepemimpinan Sunni (Ahlu sunnah wa al-Jamaah)
(Herawati, 2018: 121).

Masuknya Islam ke Brunei Darussalam memang memberikan pengaruh


kehidupan beragama, namun hal ini tidak menjadikan masyarakat Brunei
meninggalkan adat dan tradisi yang sudah ada. Artinya, masyarakat Brunei
tetap menjalankan adat dan tradisi yang sudah turun menurun selama hal
tersebut memperkaya khazanah keislaman. Hingga saat ini masih terlihat jelas
ajaran Islam di Brunei berakulturasi dengan adat istiadat, misalnya saja dalam
acara pernikahan diadakan berdasarkan syariat Islam, tanpa mengabaikan
tradisi setempat (Hidayat, 2014: 28).

b. Malaysia

Sejarah masuknya Islam di Masyarakat tidak bisa terlepas dari kerajaan


– kerajaan Melayu. Sebelum Islam masuk ke Asia Tenggara, Malaysia sudah
berada di jalur perdagangan dunia yang menghubungkan antara kawasan –
kawasan di Arab dan India dengan wilayah Cina. Malaysia juga merupakan
tempat transit atau persinggahan sekaligus pusat perdagangan yang sangat
penting. Sehingga tidak mengherankan apabila Malaysia menjadi wilayah
bertemunya berbagai keyakinan dan agama dari sebuah interaksi yang
kompleks (Herawati, 2018: 122).

Masuknya Islam di Malaysia dilakukan oleh para pedagang dari India,


Persia, dan Arab. Penyebaran Islam di sini melalui jalur damai, tidak
menggunakan kekuatan militer sebagaimana seperti yang ada di wilayah Timur
Tengah, Afrika, dan Asia Selatan. Dengan memanfaatkan kepintaran, para
pedagang ini melakukan penyebaran Islam dengan cara memperkenalkan
toleransi dan persamaan di antara manusia. Hal ini menyebabkan daya tarik
tersendiri bagi masyarakat Malaysia, yang saat itu masih banyak yang
memeluk agama Hindu yang di dalamnya terdapat sistem kasta. Hal inilah yang
menjadi penyebab agama Islam di terima oleh orang Melayu, karena berkaitan
degan keluhuran dari agama Islam itu sendiri (Helmiati, 2014: 112).

11
Sama halnya dengan penyebaran di Brunei Darussalam, penyebaran
Islam di Malaysia juga menggunakan pola top down. Pemerintah Malaysia
menggunakan Islam sebagai agama resmi negara. Warisan undang-undang
Malaka yang berisi tentang hukum Islam yang berdasarkan konsep Qur’aniy
berlaku di Malaysia (Herawati, 2018: 124).

c. Singapura

Singapura merupakan Negara yang memiliki penduduk Muslim yang


Minoritas. Hal ini jika diurut melalui sejarahnya, keberadaan Islam di
Singapura tak lepas dari keberadaan Etnis Melayu yang mendiami pulau
tersebut (Herawati, 2018: 125).

Pada akhir abad ke-14 wilayah Singapura menjadi wilayah bagian


kekuasaan Malaka. Hal ini berawal ketika Singapura dikuasai oleh Raja
Parameswara. Penguasa baru Tumasik ini di kemudian hari diserang oleh
armada Majapahit, dan terdesak ke Malaka. Di wilayah yang disebut terakhir
inilah Parameswara membangun kerajaan Malaka, dan banyak berhubungan
dan bergaul dengan para pedagang Muslim, khususnya yang datang dari bandar
– bandar di Sumatera yang beragama Islam. Hal ini pada gilirannya membuat
Parameswara memeluk agama Islam, dan bergelar Sultan Iskandar Shah.
Demikian juga dengan para penggantinya, juga memeluk agama Islam. Pada
saat itu Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan yang penting di
kawasan ini, bahkan dapat disebut sebagai pusat perdagangan di Asia. Di kota
ini bertemu para pedagang dari tanah Arab, Gujarat, Parsi, Benggali, Pegu,
Siam, negeri Cina pada satu pihak, dan pedagang dari Sumatera, Jawa, Maluku
dan kepulauan kecil lainnya pada pihak lain. Oleh karenanya –Malaka saat itu–
selain berfungsi sebagai pusat perdagangan, juga berfungsi sebagai pusat
penyebaran Islam di Asia Tenggara. Sehingga dapat dikatakan, melalui Malaka
ekspansi dan penyebaran Islam di Asia Tenggara mengalami kemajuan yang
sangat berarti (Helmiati, 2014: 191).

12
Singapura mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di
Asia Tenggara. Peran penting tersebut perlahan - lahan berakhir ketika
kekuasaan kolonial semakin kokoh, dan terus berlanjut ketika pada akhirnya
Singapura memisahkan diri dari negara federasi Malaysia dan menjadi negara
republik yang merdeka pada tahun 1965; umat Islam menjadi minoritas,
selanjutnya komunitas Muslim yang sebagian besar adalah bangsa Melayu
menempati posisi kelas dua di bawah etnis Cina. Wajah Islam di Singapura
tidak jauh beda dari wajah muslim di negeri jirannya, Malaysia. Banyak
kesamaan, baik dalam praktik ibadah maupun dalam kultur kehidupan sehari-
hari. Barangkali hal ini dipengaruhi oleh sisa warisan Malaysia, ketika negara
kecil itu resmi pisah dari induknya, Malaysia, pada tahun 1965 (Helmiati, 2014:
189).

d. Filipina

Sejarah masuknya Islam di Filipina tidak dapat dilepaskan dari kondisi


sosio-kultural wilayah tersebut sebelum kedatangan Islam. Sebelum
kedatangan Islam, Filipina adalah sebuah wilayah yang dikuasai oleh kerajaan-
kerajaan. Islam dapat masuk dan diterima dengan baik oleh penduduk setempat
setidaknya karena ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai tradisi yang
telah mereka lakukan selama ini.

Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu


dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama
Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang
menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja
Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat). Ia tiba
di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwah-kan Islam di
kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya
Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk
Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis. Ada pula
pendapat yang lain mengenai masuknya Islam datang ke kepulauan Sulu.
Bahwa Islam datang ke Sulu pada abad ke-9 melalui perdagangan. Tapi itu

13
tidak menjadi faktor yang penting dalam sejarah Sulu, sampai abad ke 13 ketika
orang-orang menyebarkan Islam (da’i) mulai pertama kali tinggal di Buasna
(Jolo) kemudian di daerah-daerah lain kepulauan Sulu.

Dakwah Islam terus berlangsung sampai tersebar ke hampir ke seluruh


Filipina termasuk di kota Manila, hanya saja penyebarannya terhenti ketika
orang-orang Spanyol datang di bawah Agustin de Lagasapi sekitar 1565, maka
sejak itu pula Filipina dijajah sekaligus dijadikan lahan penyebarkan agama
Kristen Katolik. Namun penguasaan penjajah tersebut tidak berhasil
menduduki semua daerah dalam wilayah Filipina, kesultanan Islam di
Mindanau dan Sulu berhasil mempertahankan diri dari serangan Portugis dari
arah Selatan (Hasaruddin, 2019: 36).

e. Thailand

Thailand merupakan negara yang berbentuk kenegaraan konstitusional


dengan ibu kotanya Bangkok agama penduduk negeri ini adalah Buda Islam
dan Kristen. Penduduk yang serta agama Islam diperkirakan lebih kurang 10%
dari 73 propinsi di Thailand. Umat Islam mendiami wilayah bagian selatan
yaitu Pattani, Yallah, Marathiwat dan Satu. Pada daerah ini umat Islam
berjumlah sekitar 80%. Daerah ini merupakan daerah yang subur dan banyak
menghasilkan tambang.

Masyarakat Islam Pattani pada umumnya adalah keturunan bangsa


melayu yang taat beragama. Sayangnya pemerintah Thailand yang Budhisme
sejak dahulu sampai sekarang kurang memperhatikan nasib umat Islam.
Mereka dituduh sebagai sparatis muslim sehingga pemerintah Thailand selalu
memburu mereka. Umat di bawah pemerintahan Budhisme benar-benar
mengalami nasib yang memprihatinkan. Dari segi pendidikan mereka sangat
terbelakang, karena mereka hanya di beri kesempatan mengenyam pendidikan
sampai ketingak SLTA saja. Selebihnya jika mereka ingin meneruskan
pelajaran agama, harus berusdaha sendiri keluar negri misalnya kenegrinegri
timur tengah.

14
Hampir selama 2 abad masyarakat muslim Pattani ingin memisahkan
diri dari pemerintah Thailand akan tetapi pemerintah selalu menghalanginya
karena daerahdaerah Muslim merupakan daerah yang strategis dan sangat
subur. Masyarakat muslim Pattani yang mengolah tanah dan menghasilkan
bahan makanan justru tidak dapat menikmati hasil karyanya.

Pendidikan agama pada umumnya diselenggarakan di pondok. Orang


Muslim Pattani yang belajar agama di timur tengah setelah kembali ke
daerahnya, mereka mendirikan pondok-pondok dalam sistem pendidikan dan
bangunan ada yang masih kuno dan modern. Mereka mempunyai 26 Majelis
Ulama’ Islam. Majelis ini bertugas untuk mengurus segala sesuatu tentang
umat Islam Pattani.

f. Vietnam

Komunitas Camp adalah warga Kerajaan Campa, suatu kerajaan besar


di Asia Tenggara pada abad ke 7. Kontak dagang dengan berbagai Negara
tetangga telah membuka jalan bagi masuknnya agama Islam kerajaan ini. Islam
masuk ke Campa diperkirakan pada tahun 1607. Banyak warga Campa yang
kemudian memeluk Islam, tak hanya warga biasa, keluarga kerajaan banyak
yang memeluk Islam. Campa terletak di Vietnam tengah, garis lintang 17 utara
hingga Saigon, merupakan sebuah kerajaan tertua yang pernah ada dalam
singgungan dalam satu teks Cina pada akhir abad ke 17 M. Kemudian karena
gangguan Vietnam, proses pengislaman itu berlaku sebagian saja dan tidak
menyeluruh (Yuliyaningsih, Reni ,dkk).

Pedagang laut Muslim yang dikenal pernah berhenti di pelabuhan


Kerajaan Campa dalam perjalanan menuju Cina pada awal sejarah. Namun
bukti pertama dari penyebaran Islam terjadi pada zaman Dinasti, dokumen dari
Cina yang mencatat bahwa Camp membiasakan diri dengan Islam diakhir
tahun ke 10 dan awal ke 11. Jumlah pengikut mulai meningkat karena kontak
dengan Kesultanan Malaka meluas pada tahun 1471 pada saat runtuhnya
Kerajaan Champa, dan Islam tidak menjadi agama utama samapai pertengahan

15
ke 17 (Domili, Ricky, 2017: 5). Orang orang Muslim Campa sebelum serangan
kerajaan Vietnam pada abad ke 15, terdiri dari beberapa etnis yaitu, Arab, India,
Pakistan, Afganistan, dan Melayu. Etnis-etnis inilah yang membawa islam ke
Campa. Namun setelah adanya serangan dari kerajaan Vietnam, etnis-etnis ini
menyebar ke seluruh wilayah Asia Tenggara (Halimi, Asep).

Dari penjelasan penyebaran Islam di beberapa negara yang berada di


Kawasan Asia Tenggara maka dapat disimpulkan bahwa, Negara-negara di Asia
Tenggara yang mayoritas penduduknya muslim dikarenakan Islam diterima dengan
pola top dawn, yaitu pola penerimaan Islam oleh masyarakat elit, penguasa kerajaan,
kemudian disosialisasikan dan berkembang kepada masyarakat bawah.

2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan – Kerajaan Islam di Kawasan


Asia Tenggara.
1) Kesultanan Samudera Pasai (Abad ke-13)
Samudera Pasai merupakan kesultanan Islam pertama di Indonesia.
Letak kesultanan ini di Aceh Utara. Sultan pertama Samudera Pasai adalah
Malikush Shaleh. Letak Samudera Pasai sangat strategis sebagai pusat
pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Banyak pedagang muslim dari
Arab, Cina dan India datang untuk berdagang dan menyebarkan Islam.
Kesultanan ini memperoleh sumber pendapatan yang besar dari pajak
perdagangan dan pelayaran. Samudera Pasai ditaklukkan Portugis pada
1521. Sejarah Kesultanan Samudera Pasai dapat diketahui antara lain
dengan ditemukannya uang dirham emas dengan tulisan nama sultan yang
memerintah Samudera Pasai.
2) Kesultanan Malaka (Abad ke-15)
Kesultanan ini terletak di Semenanjung Malaka. Islam di Malaka
berasal dari Kesultanan Samudera Pasai. Pendiri Kesultanan Malaka
merupakan Paramesywara, seseorang pangeran dari Sriwijaya.
Paramesywara menikah dengan gadis sultan Samudera Pasai serta setelah
itu masuk Islam. Kesultanan Malaka menggapai puncak kejayaan pada
masa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah( 1445- 1459). Kesultanan ini

16
runtuh kala Portugis melanda serta mengalahkan Malaka pada 1511. Aset
sejarah Kesultanan Malaka barupa mata duit yang ialah aset dari akhir abad
ke- 15 serta benteng AFarmosa yang ialah fakta penaklukkan Malaka oleh
pasukan Portugis.
a. Dini berdirinya Kesultanan Malaka
Kerajaan Malaka di tepi laut barat semenanjung malaka ialah
suatu kota pelabuhan besar yang posisinya menghadap ke laut. Posisi
semacam ini pula dipunyai oleh kerajaan kerajaan Maritim yang lain
semacam Banten, Batavia, Gresik, Makasar, Ternate, serta lain lain.
Daerah pusat kerajaan dikelilingi benteng serta di lintasi oleh ataupun
bersebelahan dengan sungai yang sediakan air buat keperluan tiap hari
penduduknya.
Pada masa kejayaannya, Kerajaan Malaka ialah pusat
perdagangan serta penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pertumbuhan
Kerajaan Malaka di bermacam bidang disebabkan oleh posisi serta
posisinya yang strategis dalam kegiatan pelayaran serta perdagangan
pada masa itu.
Pembentukan kerajaan Malaka diprediksi terdapat kaitannya
dengan perang kerabat di Majapahit sehabis Hayam Wuruk( 1360- 89
Meter) wafat dunia. Sewaktu perang kerabat tersebut, Parameswara,
Putra raja Sriwijaya Palembang ikut ikut serta sebab dia menikah
dengan salah seseorang gadis Majapahit.
Parameswara kalah dalam perang melawan kerajaan majapahit
tersebut serta melarikan diri ke Tumasik( saat ini Singapore) yang
terletak di dasar pemerintahan Siam dikala itu. dia menewaskan
penguasa Tumasik, yang bernama Temagi serta setelah itu menobatkan
dirinya selaku penguasa baru. Perkara ini dikenal oleh Kerajaan Siam
serta memutuskan buat menuntut balas atas kematian Temagi.
Parameswara serta pengikutnya mengundurkan diri ke Muar serta
kesimpulannya hingga di Malaka kemudian membuka suatu kerajaan
baru di situ pada tahun 1402 Meter.

17
Kehadiran islam ke Malaka terjalin tahun 1406 Meter, kala
Parameswara menganut Islam serta mengubah nama jadi Muhammad
Iskandar Syah. Pengislamannya diiringi oleh pembesar- pembesar istana
serta rakyat jelata. Dengan demikian Islam mulai tersebar di Malaka.
Parameswara( Muhammad Iskandar Syah) memerintah sepanjang 12
tahun. Baginda mengalami Malaka selaku suatu kampung serta
meninggalkannya selaku suatu kota dan pusat perdagangan terutama di
Selat Malaka, sehingga orang- orang Arab menggelarinya selaku
malakat( perhimpunan seluruh orang dagang). Kitab sejarah
melayu( The Malay Annals), turun menggambarkan kalau raja Malaka,
Megat Iskandar Syah, merupakan orang awal di kesultanan itu yang
memeluk agama Islam. Berikutnya dia memerintahkan segenap
warganya baik yang berkedudukan besar ataupun rendah buat jadi
Muslim.
b. Periode Pemerintahan
Raja/ Sultan yang memerintah di Malaka merupakan selaku berikut:
1) Parameswara yang bergelar Muhammad Iskandar Syah( 1402—
1414)
2) Megat Iskandar Syah( 1414—1424)
3) Sultan Muhammad Syah( 1424- 1444)
4) Sri Parameswara Dewa Syah( 1444—1445)
5) Sultan Mudzaffar Syah( 1445—1459)
6) Sultan Mansur Syah( 1459—1477)
7) Sultan Alauddin Riayat Syah( 1477—1488)
8) Sultan Mahmud Syah( 1488—1551)
c. Kehidupan Politik
Dalam melaksanakan serta menyelenggarakan politik negeri,
nyatanya para sultan menganut mengerti politik hidup berdampingan
secara damai( co- existence policy) yang dijalankan secara efisien.
Politik hidup berdampingan secara damai dicoba lewat ikatan
diplomatik serta jalinan pernikahan. Politik ini dicoba buat melindungi

18
keamanan internal serta eksternal Malaka. 2 kerajaan besar pada waktu
itu yang wajib diwaspadai merupakan Tiongkok serta Majapahit.
Hingga, Malaka setelah itu menjalakan ikatan damai dengan kedua
kerajaan besar ini. Selaku tindak lanjut dari politik negeri tersebut,
Parameswara setelah itu menikah dengan salah seseorang gadis
Majapahit. Sultan- sultan yang memerintah sehabis
Prameswara( Muhammad Iskandar Syah)) senantiasa melaksanakan
politik bertetangga baik tersebut. Selaku fakta, Sultan Mansyur
Syah( 1459- 1477) yang memerintah pada masa dini puncak kejayaan
Kerajaan Malaka pula menikahi seseorang gadis Majapahit selaku
permaisurinya. Di samping itu, ikatan baik dengan Tiongkok senantiasa
dilindungi dengan silih mengirim utusan. Pada tahun 1405 seseorang
duta Tiongkok Ceng Ho tiba ke Malaka buat mempertegas kembali
persahabatan Tiongkok dengan Malaka. Dengan demikian, kerajaan-
kerajaan lain tidak berani melanda Malaka. Pada tahun 1411, Raja
Malaka balas berkunjung ke Tiongkok beserta istri, putra, serta
menterinya. Segala rombongan tersebut berjumlah 540 orang.
Sesampainya di Tiongkok, Raja Malaka beserta rombongannya
disambut secara besar- besaran. Ini ialah tanda- tanda kalau, ikatan
antara kedua negara tersebut terjalin dengan baik. Dikala hendak
kembali ke Malaka, Raja Muhammad Iskandar Syah menemukan
hadiah dari Kaisar Tiongkok, antara lain ikat pinggang bertatahkan
kualitas manikam, kuda beserta sadel- sadelnya, seratus ons emas serta
perak, 400. 000 kwan duit kertas, 2600 untai duit tembaga, 300 helai
kain khasa sutra, 1000 helai sutra tulen, serta 2 helai sutra berbunga
emas. Dari hadiah- hadiah tersebut bisa ditarik kesimpulan kalau, dalam
pemikiran Tiongkok, Malaka merupakan kerajaan besar serta
diperhitungkan. Di masa Sultan Mansur Syah, pula terjalin pernikahan
antara Hang Li Po, gadis Maharaja Yung Lo dari dinasti Ming, dengan
Sultan Mansur Shah. Dalam prosesi pernikahan ini, Sultan Mansur Shah
mengirim Tun Perpateh Puteh dengan serombongan pengiring ke negara

19
Cina buat menjemput serta bawa Hang Li Po ke Malaka. Rombonga ini
datang di Malaka pada tahun 1458 dengan 500 orang pengiring. Dalam
pengabdiannya demi kebesaran Malaka, Laksamana Hang Tuah
diketahui mempunyai semboyan berikut. 1) Esa lenyap 2 terbilang 2)
Tidak Melayu lenyap di bumi. 3) Tuah sakti hamba negara. Laksamana
yang kebesaran namanya bisa disamakan dengan Gajah Mada ataupun
Adityawarman ini merupakan tangan kanan Sultan Malaka, serta kerap
dikirim ke luar negara mengemban tugas kerajaan. Dia memahami
bahasa Keling, Siam serta Tiongkok. Sampai dikala ini, orang Melayu
masih mengagungkan Hang Tuah, serta keberadaanya nyaris jadi mitos.
Tetapi demikian, Hang Tuah tidaklah seseorang tokoh gaib. Ia wafat di
Malaka serta dimakamkan di tempat asalnya, Sungai Duyung di Singkep.
d. Kehidupan Sosial
Semenjak Kerajaan Malaka berkuasa, jalan perdagangan
internasional yang lewat Selat Malaka terus menjadi ramai. Bertepatan
dengan melemahnya kekuatan Majapahit serta Samudera Pasai,
kerajaan Malaka tidak mempunyai persaingan dalam perdagangan.
Tidak terdapatnya saingan di daerah tersebut, mendesak kerajaan
Malaka membuat aturan- aturan untuk kapal yang lagi melintasi serta
berlabuh di Semenanjung Malaka. Ketentuan tersebut merupakan
diberlakukan pajak bea cukai buat tiap benda yang tiba dari daerah
barat( luar negara) sebesar 6% serta upeti buat orang dagang yang
berasal dari daerah Timur( dalam negara). Tingkatan keorganisasian
pelabuhan ditingkatkan dengan membuat peraturan tentang syarat-
syarat kapal yang berlabuh, kewajiban memberi tahu nama jabatan serta
tanggung jawab untuk kapal- kapal yang lagi berlabuh, serta sebagainya.
Raja serta pejabat kerajaan ikut dan dalam perdagangan dengan
mempunyai kapal serta awak- awaknya. Kapal tersebut disewakan
kepada orang dagang yang hendak menjual barangnya ke luar negara.
Tidak hanya peraturan- peraturan tentang perdagangan, kerajaan

20
Malaka memberlakukan bahasa Melayu selaku bahasa formal dalam
perdagangan serta diplomatik.
e. Kehidupan Sosial
Dalam pemerintahannya, raja menunjuk seseorang patih buat
mengurusi kerajaan, dari patih diteruskan kepada bawahannya yang
terdiri dari bupati, tumenggung, bendahara raja, serta seterusnya.
Permasalahan perpajakan diurus seseorang tumenggung yang
memahami daerah tertentu, urusan perdagangan laut diurus oleh
syahbandar serta urusan perkapalan diurus oleh laksamana. Kekayaan
para raja serta pejabat kerajaan terus menjadi meningkat akibat dari
penarikan upeti serta usaha menyewakan kapal. Duit yang didapat
dipakai buat membangun istana kerajaan, membuat mesjid, memperluas
pelabuhan, serta digunakan buat kebutuhan tiap hari yang cenderung
elegan.
Indikasi munculnya kecemburuan sosial diakibatkan oleh
dominasi para bangsawan serta orang dagang dalam kehidupan
bermasyarakat. Perihal inilah yang jadi pemicu lemahnya Kerajaan
Malaka.
f. Kebudayaan Malaka
Pada kehidupan budaya, pertumbuhan seni sastra Melayu hadapi
pertumbuhan yang pesat semacam timbulnya karya- karya sastra yang
menggambarkan tokoh- tokoh kepahlawanan dari Kerajaan Malaka
semacam Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir serta Hikayat Hang
Jebat. Pertumbuhan seni sastra Indonesia pada era Islam pada biasanya
tumbuh di daerah- daerah Malaka( Melayu) serta Pulau Jawa. Aset karya
sastra Islam ini bisa dibedakan jadi 4 tipe, ialah:
1) Hikayat
Hikayat merupakan hasil karya sastra yang pada prinsipnya
sama semacam dongeng, tetapi hikayat bercorak Islam. Secara
simpel kita bisa membuat definisi hikayat kalau hikayat merupakan
dongeng spesial agama Islam. Contoh hikayat yang populer antara

21
lain: Hikayat Raja- raja Pasai yang menggambarkan sejarah
berdirinya Kerajaan Samudera Pasai, Hikayat Kepahlawanan Hang
Tuah, serta Hikayat Amir Hamzah yang menggambarkan
perlawanan Amir Hamzah melawan raja kafir yang bernama
Nursewan.
2) Suluk
Suluk merupakan karya sastra yang berisi tentang tasawuf
menimpa keesaan serta keberadaan Allah SWT. Contoh suluk
merupakan Suluk Wujil karya Sunan Bonang yang berisi wejangan
Sunan Bonang kepada Wujil abdinya yang mencari keluhuran budi
walaupun badannya khas. Contoh suluk selanjutnya merupakan
Suluk Sukarsa yang menggambarkan tentang seorang bernama
Sukarsa yang lagi mencari ilmu sejati buat memperoleh
kesempurnaan hidup.
3) Syair
Syair merupakan puisi lama yang masing- masing baitnya
terdiri dari 4 baris yang berakhir dengan bunyi yang sama. Contoh
syair yang populer antara lain: Syair Perahu, Syair Sang Burung
Pingai, Syair Abdul Muluk serta lain- lain. Syair dikala ini tumbuh
serta digunakan dalam lagu- lagu terkenal modern yang dibawakan
oleh musisi yang mempunyai kepedulian terhadap budaya Melayu.
Aliran musik yang memakai syair antara lain serta pop Melayu.
4) Riwayat serta Nasihat
Apakah yang diartikan dengan riwayat? Apa pula
kelainannya dengan nasihat? Pada dasarnya, kedua tipe sastra Islam
tersebut muat nilai- nilai yang sama. Riwayat serta nasihat
merupakan tipe sastra Islam yang mengisahkan kehidupan para Nabi
beserta nasihat- nasihatnya. Tiap cerita nabi mempunyai pelajaran
hidup yang berharga buat diteladani oleh manusia dikala ini. Contoh
riwayat merupakan Kitab Manik Maya yang berisi tentang
penciptaan dunia. Contoh karya sastra Islam riwayat yang populer

22
merupakan Kitab Bustanussalatin karya Ar- Raniri. Kitab
Bustanussalatin berisi tentang cerita penciptaan bumi, permasalahan
agama serta hukum dalam Islam, serta riwayat nabi- nabi semenjak
jaman Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad SAW. Cerita raja-
raja Islam di India, Malaka, Pahang serta Aceh kerap diabadikan
dalam wujud karya sastra riwayat.
g. Keruntuhan
Mahmud Syah memerintah Malaka hingga tahun 1511, dikala bunda
kota kerajaan tersebut diserbu pasukan Portugis di dasar pimpinan
Alfonso de Albuquerque. Serbuan diawali pada 10 Agustus 1511 serta
sukses direbut pada 24 Agustus 1511. Sultan Mahmud Syah melarikan
diri ke Bintan serta mendirikan ibukota baru di situ. Pada tahun 1526
Portugis membumihanguskan Bintan, serta Sultan setelah itu melarikan
diri ke Kampar, tempat ia meninggal 2 tahun setelah itu. Umur Malaka
nyatanya lumayan pendek, cuma satu separuh abad. Sesungguhnya,
pada tahun 1512, Sultan Mahmud Syah yang dibantu Dipati Unus
melanda Malaka, tetapi kandas merebut kembali daerah ini dari Portugis.
Sejarah Melayu tidak menyudahi hingga di mari. Sultan Melayu lekas
memindahkan pemerintahannya ke Muara, setelah itu ke Pahang, Bintan
Riau, Kampar, setelah itu kembali ke Johor serta terakhir kembali ke
Bintan. Begitulah, dari dulu bangsa Melayu ini tidak bisa dipisahkan.
Kolonialisme Baratlah yang memecah belah persatuan serta kesatuan
Melayu. (Kerajaan_Malaka_dan_penyebaran_islam_doc, n.d.)
3) Kesultanan Islam Pattani (Abad ke-15)
Kehadiran Islam di Pattani dimulai dengan kedatangan Syekh Said,
mubalig dari Pasai, yang berhasil menyembuhkan raja Pattani bernama
Phaya Tu Nakpa yang lagi sakit parah. Phaya Tu Nakpa( 1486- 1530)
beragama Budha sehabis itu masuk Islam dan bergelar Sultan Ismail Syah.
Kesultanan Pattani hadapi kemajuan pesat sehabis menjalakan jalinan
dagang dengan Kesultanan Malaka. Kesultanan Pattani sehabis itu jadi
pusat perdagangan dan pelabuhan, sangat utama buat orang dagang dari

23
Cina dan India. Kejayaan Pattani berakhir sehabis dikalahkan Kerajaan
Siam dari Bangkok. Peninggalan sejarah Pattani berupa nisan kubur yang
diucap Batu Aceh yang melambangkan keakraban jalinan dengan Samudera
Pasai.
Merunut dari jejak sejarahnya, Patani yakni kesultanan yang cukup
berarti dalam pertumbuhan daerah perdagangan dan penyebaran Islam di
alam Melayu. Patani jadi begitu berarti dalam sejarah Islamisasi dan
pertumbuhan perdagangan karena yakni salah satunya kota pelabuhan dan
pusat perdagangan Islam yang sangat pengaruhi yang pernah mencuat di
perairan laut Cina selatan. Merujuk pada catatan pelawat- pelawat Tiongkok,
wilayah Patani telah dikenali sejak abad kedua Masehi, melalui jalinan
dagang antara orang dagang Cina dengan negeri- negara di Asia Tenggara.
Mereka mengenali sesuatu negeri bernama" Lang- ya- hsiu" maupun
Langkasuka3 yang terletak di tepi laut timur semenanjung tanah Melayu
antara Senggora( Songkhla) dan Kelantan dengan ibukota terletak di dekat
daerah Yarang. Dalam catatannya disebutkan jika wilayah ini yakni daerah
perdagangan dengan adanya pelabuhan buat para pelaut. Angkatan laut Cina
disaat hendak menyebrangi wilayah teluk Siam dalam perjalanannya ke
Vietnam, ke Semenanjung Melayu, telah menghasilkan daratan ini.
Untuk ahli sejarah Thailand, A. Teeuw dan Wyatt mengemukakan
jika kerajaan Patani telah berdiri dekat pertengahan abad ke- 14 dan ke- 154.
Disaat itu Patani mulai dikenal melalui perdagangan dan penyebaran Islam.
Cerita rakyat Hikayat Patani menggambarkan mengenai asal mula Kerajaan
Patani yang diawali dari sesuatu kerajaan Melayu berpusat di Kota Mahligai
yang diperintah oleh Phya Tu Kerab Mahayana( Hindu). Dalam hikayat
tersebut diceritakan letak kerajaan yang cukup jauh ke daerah pedalaman
dan sukar buat didatangi oleh para orang dagang memunculkan Phya Tu
Antara, anak Phya Tu Kerab Mahayana sehabis itu memindahkan pusat
kerajaannya ke sesuatu perkampungan nelayan yang kemudiannya diberi
nama" Patani", tempat ini dipercayai berpusat di Kampong Grisek wilayah
Patani dikala ini ini.

24
Perkembangan Patani dimulai pada kurun waktu abad ke- 14 dan 15
sejalan dengan pesatnya bidang perdagangan dan penyebaran agama Islam.
Kedudukannya secara geografi cukup strategis dimana Patani terletak di
pertengahan jalur setelah itu lintas perdagangan antara negeri Melayu dan
negeri Asia Timur dan di antara perairan selat Malaka serta Laut Sulu
dengan perairan laut Cina Selatan. Jalur tersebut yakni jalur perdagangan
yang sangat terkenal, yakni jalur perkapalan antar bangsa yang
menghubungkan tanah Arab dan India terlebih dengan daratan Cina. Patani
dipandang sebagai pusat komersial yang berarti buat melayani pedagang-
orang dagang Islam Arab, India, Eropa maupun Cina. Patani yakni kerajaan
dengan cakupan daerah cukup luas dan padat di semenanjung laut Cina
Selatan.
Wilayah Patani sehabis itu jadi entrepot dalam perniagan, antara lain
dengan menjual hasil bumi berupa bumbu yang ditukar dengan tekstil dan
tembikar dari Cina. Tidak cuma itu pula jadi tumpuan buat perdagangan
saudagar Arab dan India yang banyak membawa bahan- bahan tekstil
mereka. Hasil dari perdagangan ini sehabis itu oleh para orang dagang
Patani dijual kembali bersama dengan hasil bumi dari Patani sendiri
semacam lada hitam, emas dan bahan- bahan santapan yang lain. Aksi
perdagangan yang dicoba oleh pedagang- orang dagang Patani ini diyakini
telah sampai ke daerah semenanjung tanah Melayu di selatan, Pulau
Sumatra, Pulau Jawa hingga Sulawesi( Makassar).
Kemasyhuran Patani sebagai pusat perdagangan sehabis itu menarik
para penjajah Kristian dan Eropa yang pada dini 15 dan 16 mulai melakukan
ekspansi kolonialisasi mereka di wilayah Asia. Tercatat Portugis dan
Belanda turut meramaikan jalur perdagangan di wilayah ini sangat utama
buat mendapatkan hasil bumi semacam bumbu, lada hitam dan emas yang
jadi hasil utama dari Patani. Tercatat Portugis sudah tiba di Patani pada
tahun 1517 buat melakukan transaksi perdagangan, sehabis itu pada tahun
1602 pihak Belanda pula datang dan melakukan perniagaan terlebih

25
mendirikan pangkalannya di pelabuhan Patani. Berikutnya sehabis itu
armada Inggris pula melakukan kegiatan perdagangan.
Tidak cuma dikenal dengan jalur perdagangan wilayah Patani pula
memiliki kedudukan yang cukup berarti dalam proses Islamisasi Melayu.
Penyebaran agama Islam di Patani lebih banyak dicoba oleh para orang
dagang yang berhubungan langsung dengan masyarakat Patani. Dalam
Mengenai pengaruh, Islam Patani banyak di pengaruhi oleh perkembangan
Islam di Cina karena telah memiliki jalinan perdagangan yang terjalin cukup
lama. D’ Eredia, seorang pelawat Portugis, menuliskan dalam tahun 1613
jika Islam telah berkembang di Patani lebih dini daripada Malaka.
Pernyataan seragam dikatakan oleh Teeuw dan Wyatt yang berkeyakinan
jika Islam telah berkembang di daerah Kuala Berang, Terengganu, sejak
dekat tahun 1386- 13878. Jadi Islam Patani dini kali perkenalkan oleh para
orang dagang Islam Cina yang sehabis itu dilanjutkan oleh para orang
dagang Arab dan India yang turut memperkenalkan Islam di Patani melalui
jalur perdagangan.
Adanya kontak- kontak perdagangan dan penyebaran Islam ini
menekan Patani jadi kerajaan makmur dan mencapai masa puncak dalam
perkembangan wilayah kerajaan. Posisi Patani mencuat dan berkembang
jadi kekuatan politis dan ekonomi. Patani bisa mengaitkan dan
mengombinasikan orang sebelah mereka Johor, Pahang dan Kelantan pada
tahun 1530 dan 1540 jadi satu kekuatan. Posisinya yang cukup berarti baik
dari segi politik dan geografis menempatkan kerajaan Patani jadi daerah
yang harus diperhtiungkan. Masa keemasan ini berlangsung kala diperintah
oleh 4 orang Raja perempuan yakni Raja Hijau( 1584- 1616), Raja
Biru( 1616- 1624), Raja Ungu( 1624- 1635) dan Raja Kuning( 1635- 1651).
Patani pada masa Ratu- ratu sangat makmur dan kaya. Patani mencuat
sebagai pusat perdagangan berarti dan jadi pintu masuk buat para orang
dagang yang hendak berangkat ke Cina dimana disaat itu Patani memiliki
jalinan perdagangan dengan segala negeri di Asia Tenggara. Tidak cuma
besar dalam kekuatan ekonomi Patani pula ditunjang oleh kestabilan politik

26
dalam negeri yang membuat Patani dihormati oleh negari- negara seberang
mereka semacam kerajaan di semenanjung Melayu Pahang dan Johor Baru,
tercantum kerajaan Ayudhya. Perdagangan Patani terus meluas hingga
mencapai daerah- wilayah nusantara; Palembang, Aceh, Batam,
Batavia( Jakarta), Makasar hingga Ternate.
Sebagai sesuatu kerajaan, kekuasaan Patani terkenal dengan sebutan
Negeri Patani Besar. Kecuali Johor, tidak ada negeri lain di belahan timur
Semenanjung Melayu yang memiliki kemakmuran dan kekuatan sehebat
Patani kala itu. Sumber kekuatan yang cukup besar ini ditunjang oleh jalinan
tali perkawinan yang dicoba oleh Raja Ungu dengan Sultan Pahang yang
menguasai wilayah kerajaan Pahang. Mengenai ini terus jadi mengukuhkan
kekuatan Patani. Pada masa ini wilayah Patani tumbuh jadi sesuatu kekuatan
politik dan daerah komersial.
Kedudukan Patani di Semenanjung Siam yang strategis dari segi
geografi, telah memunculkan kota itu jadi harapan pedagang- orang dagang
asing baik dari barat maupun timur buat singgah, rehat ataupun berdagang.
Dalam masa yang pendek saja Patani mencuat sebagai sesuatu kerajaan
yang berarti, maju dari segi ekonomi serta wajar dari segi politik dan
pemerintahan. Tidak cuma itu dasar perhubungan antar bangsanya yang
baik telah menyelamatkan Patani dari kejatuhan kepada pihak penjajah-
penjajah semacam kerajaan Siam, Inggris dan Prancis. (Yuniarto, 2018)
4) Kesultanan Brunei Darussalam (Abad ke-15)
Kesultanan Brunei Darussalam ialah kesultanan Islam yang terletak
di Pulau Kalimantan sebelah utara. Islam awal kali masuk ke Brunei pada
977, dibawa saudagar Tiongkok. Sehabis raja Awang Alak Betatar( 1406-
1408) masuk Islam, dia mengganti kerajaan itu jadi kesultanan. Kata"
Darussalam" ditambahkan pada kata" Brunei" pada abad ke- 15 buat
menekankan Islam sebaga agama negeri. Kesultanan Brunei Darussalam
tumbuh jadi pusat penyebaran Islam serta perdagangan daerah Melayu kala
Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis. Kesultanan Brunei
Darussalam sempat dipahami Inggris pada 1888, di masa kepemimpinan

27
Sultan Hasyim Jalilu Ageramaddin, sultan ke- 15, tetapi bisa mencapai
kemerdekaannya dari Inggris 1983.
Brunei Darussalam merupakan negeri yang mempunyai corak
pemerintahan monarki mutlak berdasar hukum Islam dengan Sultan yang
berprofesi selaku Kepala Negeri serta Kepala Pemerintahan, merangkap
selaku Perdana Menteri serta Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh
Dewan Penasehat Kesultanan serta sebagian Menteri. Sultan Hassanal
Bolkiah merupakan sultan yang saat ini memangku jabatan kepala negeri
serta kepala pemerintahan. Kesultanan Brunei sudah berdiri semenjak abad
ke- 15 Meter, diturunkan dari satu sultan ke sultan lain selaku kepala Negeri
serta kepala pemerintahan. Baginda Sultan dinasehati oleh sebagian majelis
dalam suatu kabinet menteri, meski baginda sesungguhnya ialah pengendali
pemerintahan paling tinggi. Media amat memihak kerajaan, serta saudara
kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negara.
Brunei Darussalam wilayahnya terletak di Barat Energi pulau
Borneo( Sabah). Luas wilayahnya±5. 765 Km2 dengan bunda kotanya
Bandar Sri Begawan. Brunei merdeka dari jajahan Inggris di dasar negeri
persemakmuran Inggris bertepatan pada 1 Januari 1984. Brunei didiami
oleh bermacam- macam etnis yang kebanyakan 2 pertiganya etnik
Melayu( 90%) muslim; 1/ 5 etnik Tiongkok serta sisanya etnik India.
Filosofi politik Brunei merupakan pelaksanaan yang begitu ketat terhadap
Melayu Islam Beraja( MIB) yang terdiri dari 2 bawah, ialah: awal, Islam
selaku Guiding Principle, serta kedua Islam selaku Form of Fortification.
Dari 2 bawah ini setelah itu timbul penanaman nilai- nilai keIslaman
kenegaraan( pengekalan) dengan 3 konsep, ialah: Mengekalkan Negeri
Melayu; Mengekalkan Negeri Islam( hukum Islam yang bermazhab Syafi’
i– dari sisi fiqhnya– serta bermazhab Ahl Sunnah wal Jamaah– dari sisi
akidahnya); serta Mengekalkan negeri beraja. Buat mempraktikkan Melayu
Islam Beraja ini hingga pemerintah menunjuk regu buat menyusun modul
secara teliti serta lengkap buat dimasukkan dalam kurikulum pelajaran dari

28
pembelajaran terendah hingga paling tinggi( Haji Muhammad Saedon
Awang: 21).
Dilihat dari status sosial ekonomi masyarakatnya, Brunei ialah
negeri kaya berkat sumber energi alamnya semacam minyak bumi serta gas
alam. Berikutnya pembangunan bermacam sarana publik terus digalakkan
demi memanjakan rakyatnya. Sarana universal semacam telpon, air, listrik,
angkutan universal, pembelajaran, kesehatan, serta lain- lain seluruhnya
terletak dalam tanggungan pemerintah ataupun free. Tidak terdapat
kewajiban penduduk membayar pajak perorangan, serta yang terdapat cuma
kewajiban membayar pajak untuk industri( minyak). Kebutuhan hidupnya
secara ekonomi sebagian besar dipadati lewat impor, baik santapan ataupun
alat- alat elektronik dari negeri jiran semacam Singapore, Malaysia,
Indonesia, tercantum dari Jepang, Amerika serta Inggris. Sedangkan ekspor
andalan dari Brunei merupakan minyak bumi dengan tujuan Amerika,
Singapore serta Korea, dengan surplus devisa yang sangat besar.( Ghofur,
2015)
Kesultanan Brunei Darussalam berdiri dekat tahun 1402 Meter
dengan dipimpim oleh raja ataupun sultan yang sudah menduduki sampai
saat ini. Ada pula sebagian raja yang memiliki kedudukan berarti untuk
pengembangan Islam di antara lain; 1) Sulthan Muhammad Syah sultan ke-
1( saat sebelum masuk Islam dia lebih diketahui dengan Awang Alak
Betatar). Dia memerintah semenjak tahun 1402- 1408. pada masanya
terjalin pengislaman pejabat serta fitur kerajaan Brunei Darussalam 2)
Sulthan Bolkiah( 1485- 1524) sultan ke- 5. Pada masa kepemimpinannya
Islam disebarkan secara intensif sampai masuk ke kawasan
Borneo( Kalimantan) tercantum daerah kesultanan Sulu( Filipina) 3)
Sulthan Abdul Mubin( Momin) sultan ke- 12, memerintah tahun 1852- 1885.
Pada masanya dicoba penetapan mazhab secara formal selaku mazhab di
kerajaan, ialah buat fiqih bermazhabkan syafi’ i serta kalam bermazhabkan
Pakar sunnah wal jamaah. Perihal ini dicoba sebab kerap terbentuknya
perselisihan permasalahan agama dalam warga serta 4) Sulthan Hasanul

29
Bolkiah sultan ke- 19 memerintah dari tahun 1968 sampai saat ini. Pada
masanya diresmikan filosofi kerajaan Brunai selaku tonggak pemerintahan,
ialah diketahui dengan MIB( Melayu Islam Beraja).
Sehabis Brunei merdeka tahun 1984, Brunei dipandu oleh Sultan
Hasanul Bolkiah Mu’ izaddin Wadaulah sultan ke 19. Semenjak tahun 1991
Sultan mempraktikkan MIB( Melayu Islam Beraja ataupun Kerajaan Islam
Melayu) selaku pandangan hidup negeri, tujuannya merupakan supaya
warga setia kepada rajanya, melakukan ajaran serta hukum Islam dan
menjadikannya selaku pedoman hidup dihubungkan dengan ciri serta watak
bangsa Melayu sejati, tercantum menjadikan bahasa Melayu selaku bahasa
utama. Penduduk Brunei sepenuhnya, baik secara kultural ataupun
psikologis sanggup menanggulangi keragaman yang terdapat. keragaman
etnik kebanyakan masyarakat Melayu meliputi Melayu lokal, dusun, murut,
kedayan, bisayah, serta etnik Melayu lain dari Malaysia serta Indonesia.
Kedua, terdapatnya proses birokrasi dalam pembuatan negeri modern, serta
wajib dimengerti dan dipatuhi oleh warga. Ketiga, terdapatnya fenomena
yang nampak perlunya membangun pandangan hidup nasional serta
mengartikulasikannya dalam budaya nasional di tengah- tengah pandangan
hidup yang terdapat di daerah Asia Tenggara ataupun belahan dunia lain.
Kebijakan- kebijakan pemerintah menimpa hukum, kedisiplinan,
kesejahteraan, pembelajaran, serta pembangunan ekonomi mendominasi
kehidupan rakyat. Proses sosial ini menjadikan penduduk Brunei sanggup
mempunyai pola hidup yang toleran, harmonis, serta hidup bersama.
Melayu Islam Beraja( MIB) pada dasarnya berkaitan erat dengan evolusi
adat istiadat serta tradisi Melayu Brunei dan acara- acara upacara
keagamaan yang banyak tertera dalam kalendar muslim yang membagikan
pengetahuan tentang gimana triknya pandangan hidup nasional
diungkapkan dalam kehidupan berbangsa serta bernegara( Form of
Courtesy of Brunei Darussalam, 1991).
5) Kesultanan Islam Sulu (Abad ke-15)

30
Kesultanan Sulu merupakan kesultanan Islam yang terletak di
Filipina bagian selatan. Islam masuk dan berkembang di Sulu melalui orang
Arab yang melewati jalur perdagangan Malaka dan Filipina. Pembawa
Islam di Sulu adalah Syarif Karim al-Makdum, orang Arab yang ahli ilmu
pengobatan. Abu Bakar, seorang dai dari Arab, menikah dengan putri dari
pangeran Bwansa dan kemudian memerintah di Sulu dengan mengangkat
dirinya sebagai Sultan.
6) Kesultanan Ternate (Abad ke-15)
Kesultanan Islam terbesar di Maluku adalah Kesultanan Ternate.
Penyebaran Islam di daerah ini dilakukan oleh para ulama dan pedagang
dari Pulau Jawa. Islam menjadi agam kerajaan setelah Sultan Zainal Abidin
memerintah. Kesultanan Ternate menjadi salah satu pusat penyebaran Islam
di kawasan timur Nusantara. Kesultanan Ternate mencapai kejayaannya
pada masa pemerintahan Sultan Babullah. Kesultanan Ternate bersaing
dengan Kesultanan Tidore terutama dalam perdagangan. Kesultanan
Ternate berakhir setelah ditaklukkan oleh VOC (Verenidge Osst-Indische
Compagnie) pada 1660. Peninggalan Kesultanan Ternate antara lain
Benteng Portugis dan bekas istana di Ternate (Maluku Utara).
7) Kesultanan Aceh Darussalam (Abad ke-16)
Kesultanan Aceh atau Aceh Darussalam adalah kerajaan Islam yang
terletak di Pulau Sumatera bagian utara. Kesultanan ini didirikan pada 1541
oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh mengantikan peran
Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka yang jatuh ke tangan
Portugis, terutama dalam perdagangan dan pelayaran. Kesultanan ini
mengalami puncak kejayaan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar
Muda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan pemerintah
Hindia Belanda pada 1912. Peninggalan sejarah Kesultanan Aceh antara
lain Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh dan Cakra Donya, yaitu
lonceng hadiah dari kaisar Cina.
8) Kesultanan Demak (Abad ke-16)

31
Kesultanan Demak adalah kesultanan Islam pertama di Pulau Jawa.
Raja Demak pertama adalah Raden Fatah, bupati Majapahit di Bintoro dan
mencapai puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Sultan Trengono.
Kesultanan Demak berhasil melebarkan kekuasaannya sampai ke daerah
luar Jawa, seperti Kesultanan Banjar, Kerajaan Kotawaringin, dan
Kesultanan Kutai di Kalimantan. Kesultanan ini mengalami kemunduran di
masa Sunan Prawoto karena beberapa daerah taklukkan Demak
memberontak. Peninggalan Kesultanan Demak yang paling terkenal adalah
Masjid Agung Demak. Ciri khas masjid ini adalah bangunannya ditopang
empat tiang atau saka guru yang dibangun empat orang sunan dari sembilan
wali (Wali Songo), yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang,
dan Sunan Kalijaga.
9) Kesultanan Cirebon (Abad ke-16)
Kesultanan Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa
Barat. Kesultanan Cirebon didirikan pada 1450 oleh Pangeran
Walangsungsang. Tokoh yang paling berperan menjadikan Cirebon sebagai
Kesultanan Islam adalah Syarif Hidayatullah. Sepeninggal Panembahan
Girilaya (1650-1662), Kesultanan Cirebon dibagi menjadi dua oleh kedua
anaknya, menjadi Kesultanan Kasepuhan dan Kesultanan Kanoman.
Meskipun tidak mempunyai kekuasaan administratif, Kesultanan Cirebon
tetap bartahan sampai saat ini.
10) Kesultanan Banjar (Abad ke-16)
Kesultanan Banjar merupakan kesultanan Islam yang terletak di
Pulau Kalimantan bagian selatan. Kesultanan ini pada walnya bernama
Daha, sebuah kerajaan Hindu yang berubah menjadi kesultanan Islam.
Kesultanan Banjar berdiri pada 1595 dengan penguasa pertama Sultan
Suriansyah. Islam masuk ke wilayah ini tahun 1470, bersamaan dengan
melemahnya kerajaan Maajapahit di Pulau Jawa. Penyebaran Islam secara
luas dilakukan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, seorang ulama yang
menjadi Mufti Besar Kalimantan. Kesultanan Banjar mengalami
kemunduran dengan terjadinya pergolakan masyarakat yang menentang

32
pengangkatan Pangeran Tamjidillah (1857-1859) sebagai sultan oleh
Belanda. Pada 1859-1905, terjadi perang Banjar yang dipimpin Pangeran
Antasari (1809-1862) melawan Belanda. Akibat dari perang ini, Belanda
menghapuskan Kesultanan Banjar pada 1860. Peninggalan sejarah
Kesultanan Banjar dapat dilihat dari bangunan masjid di Desa Kuin, Banjar
Barat (Banjarmasin) yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan
Tamjidillah.
11) Kesultanan Banten (Abad ke-16)
Kesultanan ini adalah kesultanan terbesar di Jawa Barat. Kesultanan
Banten didirikan Sunan Gunung Jati pada 1524. Pada masa pemerintahan
Sultan Maulana Hasanuddin, Islam telah mengalami perkembangan pesat.
Hal ini ditandai dengan berdirinya bangunan masjid dan pesantren.
Kesultanan Banten mencapai masa keemasannya di masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683). Kesultanan ini mengalami
kemunduran setelah terjadi perang melawan Belanda. Peninggalan
Kesultanan Banten berupa Masjid Agung Banten, Menara Banten, Benteng
Speelwijk, dan bekas Keraton Surosowan.
12) Kesultanan Buton (Abad ke-16)
Kesultanan Buton merupakan kerajaan Islam yang terletak di Pulau
Buton, Sulawesi bagian tenggara. Kerajaan Buton menjadi kesultanan
setelah Halu Oleo, raja ke-6, memeluk agama Islam. Penyebaran Islam
secara luas dilakukan oleh syekh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-
Patani, seorang ulama dari Kesultanan Johor. Peninggalan sejarah
Kesultanan Buton berupa Benteng Kraton dan Batupoaro, yaitu batu tempat
berkhalwat (mengasingkan diri) Syekh Abdul Wahid di akhir
keberadaannya di Buton.
13) Kesultanan Goa (Abad ke-16)
Kesultanan Goa terletak di sebelah selatan Pulau Sulawesi. Kerajaan
Goa berubah menjadi kesultanan pada akhir abad ke-16, di masa
pemerintahan Sultan Alauddin (1593-1639). Pada masa kepemimpinan
Sultan Hasanuddin terjadi perang Makassar (1666-1669) meawan Belanda.

33
Kesultanan Goa selanjutnya dikuasai oleh Belanda setelah dipaksa
menyerah dan menandatangani Perjanjian Bongaya. Peninggalan
Kesultanan Goa berupa kompleks makam Sultan Goa dan bekas rumah
Sultan Goa terakhir di Makassar (Sulawesi Selatan).
14) Kesultanan Johor (Abad ke-16)
Kesultanan Johor berdiri sehabis Kesultanan Malaka dikalahkan
oleh Portugis. Sultan Alauddin Riayat Syah membangun Kesultanan Johor
dekat tahun 1530- 1536. Masa kejayaan kesultanan ini terjalin pada masa
pemerintahan Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II. Kesultanan Johor
menguatkan diri dengan mengadakan aliansi dengan Kesultanan Riau
sehingga diucap Kesultanan Johor- Riau. Kesultanan Johor- Riau berakhir
sehabis Raja Haji meninggal serta wilayah tersebut dipahami oleh Belanda.
a. Berdirinya Kerajaan Johor
Kesultanan Riau Lingga ialah Kerajaan Islam yang berdiri di
Kepulauan Riau pada paruh awal abad ke 19. Secara historis
kemunculan kerajaan ini dapat dirunut dari sejarah Kerajaan Malaka
serta Johor. Kala Kesultanan Malaka berdiri pada abad ke 5 Meter, Riau
Lingga ialah wilayah kekuasaan Malaka. Di dikala Malaka runtuh sebab
serbuan kolonial Portugis, timbul Kerajaan Riau Johor yang mengambil
alih posisi Malaka selaku representasi kekuatan politik puak Melayu di
kawasan tersebut. Kala itu Riau Lingga tercantum daerah yang terletak
di kekuasaan Riau Johor.
Kesultanan Johor yang terkadang di sebut pula selaku Johor-
Riau ataupun Johor- Riau Lingga merupakan kerajaan yang didirikan
pada tahun 1528 oleh Sultan Alauddin Riayat Syah, putra sultan terakhir
Malaka, Mahmud Syah. Tadinya wilayah Johor- Riau ialah bagian dari
Kesultanan Malaka yang runtuh akibat serbuan Portugis pada 1511.
Kesultanan Johor berpusat di semenanjung Melayu. Kesultanan
Johor didirikan oleh Raja Ali, putra Sultan Mahmud Syah( Sultan
terakhir dari Kesultanan Malaka). Gelar Raja Ali merupakan Sultan
Alauddin Riayat Syah II. Sultan ini memerintah pada tahun 1529- 1550.

34
Saat sebelum mendirikan Kesultanan Johor, Raja Ali sempat berprofesi
selaku Sultan Kampa, sebab mengambil alih posisi bapaknya yang
meninggal pada 1529. Sultan Mahmud Syah( bapak Raja Ali)
merupakan sultan terakhir dari Kesultanan Malaka. Sultan Mahmud
Syah senantiasa dikejar- kejar oleh orang Portugis yang sudah
memahami Malaka serta kesimpulannya Sultan Mahmud Syah hingga
di Kampar. Di Kampar, Sultan Mahmud Syah dinaikan oleh rakyat
setempat buat jadi sultan, sebab Sultan Kampar tadinya ditangkap oleh
Portugis serta dibawa ke Goa, India.
Sehabis meninggal, Raja Ali digantikan oleh putranya, Sultan
Muzaffar Syah. Pada masa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah,
Kesultanan Johor diserbu oleh Portugis serta istananya dipindahkan ke
Batu Selujut. Sehabis meninggal, Sultan Muzaffar Syah digantikan oleh
keponakannya, Sultan Abdul Jalil I, namun Sultan ini wafat pada umur
9 tahun. Penggantinya merupakan Raja Umar( bapak Sultan Abdul Jalil
I). Sehabis dilantik, Raja Umar diberi gelar Sutan Abdul Jalil Riayat
Syah II. Pada masa pemerintahannya, Istana Johor dipindahkan lagi ke
Batu sawar. Pada masa ini, Batu sawar memperoleh serbuan dari
Portugis, tetapi Portugis hadapi kegagalan memahami Johor. Sehabis itu,
istana Johor dipindahkan lagi ke Sungai Damar. Pada masa
pemerintahan Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II, Kesultanan Johor
mengalamai masa keemasannya serta sultan ini senantiasa sukses
mempertahankan kemerdekaan Johor dari serbuan Portugis yang
berpusat di Malaka Pada masa jayanya, daerah Kesultanan Johor
meliputi Johor, Singapore, Kepulauan Riau, Riau Daratan, serta Jambi.
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II, meninggal pada tahun 1597
serta letaknya digantikan oleh Sultan Alaudin Riayat Syah III, yang
memeritah pada tahun 1597- 1615. Pada tahun 1602, Kesutanan Johor
melaksanakan ikatan dagang dengan Belanda. Sehabis tahun 1606,
Kesultanan Johor menerima tawaran Portugis buat berdamai.

35
Memandang Kesultanan Johor membangun ikatan baik dengan Belanda
serta Portugis, Sultan Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh berang.
Pada tahun 1613, Kesultanan Johor diserbu oleh Sultan Iskandar
Muda serta penguasa Kesultanan Johor dibawa ke Aceh, namun pada
tahun 1614, penguasa Johor dikembalikan ke istananya serta
memerintah di dasar proteksi Aceh. Dalam rangka mempererat ikatan
antara Aceh serta Johor, hingga adik Sultan Iskandar Muda dinikahkan
dengan adik Sultan Johor. Sehabis berkuasa lagi, nyatanya Sultan Johor
kembali berupaya berhubungan dengan Portugis. Sebab itu, pada tahun
1615, Sultan Iskandar Muda kembali melanda Johor. Dalam
penyerangan itu, Sultan Johor sukses ditangkap serta dihukum mati.
Selaku penggantinya, hingga diangkatlah Raja Abdullah.
Sehabis wafatnya Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Johor
terlepas dari Kesultanan Aceh serta sehabis Raja Abdullah meninggal,
hingga jabatannya digantikan oleh Sultan Abdul Jalil Syah III. Pada
tahun 1639, Sultan Abdul Jalil Syah III melaksanakan kerjasama dengan
Belanda dalam melanda Portugis dari Malaka. Pada tahun 1641, Sultan
Abdul Jalil Syah III serta Belanda sukses memahami Malaka dari tangan
Portugis. Selaku imbalan atas dorongan Johor dalam melanda Portugis
di Malaka, hingga Belanda menghormati kemerdekaan Kesultanan
Johor. Pada tahun 1673, Sultan Abdul Jalil Syah III meninggal. Selaku
penggantinya, hingga diangkatlah Raja Ibrahim. Sehabis dinaikan, dia
diberi gelar Sultan Ibrahim Syah I, yang berkuasa pada tahun 1673-
1685. Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim Syah I, istana Johor
dipindahkan lagi ke Bintan. Dari Bintan, Sultan Ibrahim Syah Iberhasil
jadi Sultan Johor, Jmbi, Pahang, Riau, serta Lingga. Penggantinya
merupakan putranya, Sultan Mahmud Syah II, yang memerintah pada
tahun 1685- 1699. Sultan Mahmud Syah II mempunyai kepribadian
yang kurang bagus serta kesimpulannya wafat dibunuh oleh Megat
Sirama, seseorang bangsawan Johor. Sultan Mahmud Syah II
merupakan generasi Sultan Malaka terakhir yang berkuasa di

36
Kesultanan Johor. Berbasis di Minggu Tua, Sungai Telur, Johor,
Kesultanan Johor didirikan oleh Raja Ali Ibnu Sultan Mahmud Melaka,
yang diketahui selaku Sultan Alauddin Riayat Shah( 1528- 1564),
dengan nya Ratu Tun Fatimah di 1528. Walaupun Sultan Alauddin
Riayat Shah serta penggantinya wajib bertahan dari serbuan oleh
Portugis serta pula Aceh, mereka sukses mempertahankan letaknya di
Kesultanan Johor. Sebagian penyerangan serta penyerbuan terus terjalin
ke Malaka. Perihal itu menimbulkan kesusahan parah Portugis serta
menolong meyakinkan Portugis buat menghancurkan pasukan sultan di
luar Malaka. Beberapa upaya dicoba buat memencet pasukan Melayu,
tetapi itu tidak berlangsung sampai 1526. Portugis kesimpulannya
memutuskan buat meratakan Bintan sampai porak- poranda. Sultan
setelah itu mundur ke Kampar di Sumatra serta wafat 2 tahun setelah itu.
Ia meninggalkan 2 orang putra bernama Muzaffar Shah serta Alauddin
Riayat Shah II. Muzaffar Shah melanjutkan usaha membangun Perak
sedangkan Alauddin Riayat Shah jadi sultan awal Johor.
Berikut merupakan nama nama sultan yang memerintah
Kesultanan Johor Riau semenjak 1528 sampai 1824:
1) 1528-1564: Sultan Alauddin Riayat Syah II (Raja Ali/ Raja
Alauddin)
2) 1564-1570: Sultan Muzaffar Syahii (Raja Muzafar/ Radin Bahar)
3) 1570-1571: Sultan Abdul Jalil Syah I (Raja Abdul Jalil)
4) 1570/71-1597: Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II (Raja Umar)
5) 1597-1615 : Sultan Alauddin Riayat Syah III (Raja Mansur)
6) 1615-1623 : Sultan Abdullah Ma’ayat Syah (Raja Mansur)
7) 1623-1677 : Sultan Abdul Jalil Syah III (Raja Bujang)
8) 1677-1685 : Sultan Ibrahim Syah (Raja Ibrahim/ Putera Raja
Bajau)
9) 1685-1699 : Sultan Mahmud Syah II (Raja Mahmud)
10) 1699-1720 : Sultan Abdul Jalil IV (Bendahara Paduka Raja Tun
Abdul Jalil)

37
11) 1718-1722 : Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecil/ Yang
Dipertuan Johor)
12) 1722-1760 : Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (Raja
Sulaiman/ Yang Dipertuan Besar Johor-Riau)
13) 1760-1761 : Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah
14) 1761: Sultan Ahmad Riayat Syah
15) 1761-1812 : Sultan Mahmud Syah III (Raja Mahmud)
16) 1812-1819 : Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah (Tengku
Abdul Rahman)
Semenjak masa Kesultanan Johor Riau, paling utama semenjak
tahun 1722 setelah itu di teruskan oleh Kesultanan Riau Lingga,
diterapkan apa yang oleh andaya diistilahkan dengan“ tradisi 2 nakhoda
buat satu perahu kerajaan”, ialah Sultan serta Yang Dipertuan
Muda( YDM). Perihal ini berawal semenjak Sultan Sulainam Badrul
Alam Syah menyerahkan roda penerapan pemerintahan kepaada
bangsawan Bugis serta keturunannya, selaku imbalan atas dorongan
mereka mengusir Raja Kecik dari Johor. Penguasa Melayu serta
generasi bangsawan Bugis terikat janji setia di dasar persaksian kitab
suci al- Quran kalau“ apabila bangsawan Bugis sukses memulihkan
kehormatan Raja Sulaiman hingga bangsawan Bugis secara turun
temurun hendak dinaikan jadi Yang Dipertuan Muda Kerajaan Melayu
Riau”. Tidak hanya itu, mereka pula berjanji buat silih mengakui
persaudaraan di golongan mereka serta silih tolong membantu. Kejadian
ini tergambar dalam Syair Upu Upu 5, yang diganti oleh Raja Ali Haji
dalam karyanya, Silsilah Melayu Bugis. Sebab itu, sehabis 5 bersaudara
generasi bangsawan Bugis sukses mengusir Raja Kecil dari Kerajaan
Johor Riau serta Raja Sulaiman sukses kembali menduduki singasana
kerajaan, hingga salah seseorang dari 5 bersaudara, ialah Daeng Marewa
dikukuhkan selaku Yang Dipertuan Muda( YDM) awal Kerajaan Johor
Riau. Jabatan ini setara ataupun sama dengan peran perdana menteri.
Sedangkan bangsawan Melayu senantiasa memegang jabatan paling

38
tinggi selaku simbol kerajaan dengan peran Yang Dipertuan Besar Riau
ataupun“ sultan” secara turun temurun.
b. Masa Kejayaan
Pada abad ke- 17 dengan Malaka menyudahi jadi pelabuhan berarti,
Johor jadi kekuatan regional yang dominan. Kebijakan Belanda di
Malaka melaju orang dagang buat Riau, suatu pelabuhan di Johor.
Perdagangan terdapat jauh melampaui yang Malaka. VOC tidak bahagia
dengan itu, tetapi terus mempertahankan aliansi sebab stabilitas Johor
berarti buat perdagangan di daerah tersebut. Sultan sediakan seluruh
sarana yang diperlukan oleh para orang dagang. Di dasar proteksi elit-
elit Johor, orang dagang di proteksi serta menemukan kemakmuran.
Dengan bermacam benda yang ada serta harga yang menguntungkan,
Riau menggelegar. Kapal dari bermacam tempat semacam Kamboja,
Siam, Vietnam serta segala Kepulauan nusantara tiba berdagang. Bugis
kapal terbuat Riau pusat buat bumbu. Benda yang ditemui di Tiongkok
semacam kain serta opium diperdagangkan dengan hasil laut serta hutan
yang bersumber dri daerah setempat, semacam timah, lada serta gambir.
Tarif yang rendah dan kargo yang bisa ditaruh dengan gampang
membuat Orang dagang tidak butuh memperpanjang kredit, buat
melaksanakan bisnis yang maksimal. Semacam Malaka tadinya, Riau
pula pusat kajian serta pembelajaran Islam. Banyak sarjana ortodoks
dari pusat- pusat Islam semacam India serta Arab Saudi yang
ditempatkan di asrama agama spesial, sedangkan kalangan tasawuf
dapat mencari pengikut ke salah satu dari banyak Tariqah yang tumbuh
di Riau.
Dalam banyak perihal, Riau sukses merebut kembali sebagian
kemuliaan Malaka tua. Keduanya jadi makmur sebab perdagangan
tetapi terdapat perbandingan besar; Malaka pula besar sebab penaklukan
teritorial.
c. Pusat Politik, Perdagangan dan Intelektual Abad ke-19

39
Setelah berhasil meletakkan dasar pemerintahan politik dalam
negeri, Sultan Sulaiman dan Yang Dipertuan Muda pertama, Daeng
Marewa, melalkukan hubungan politik dan perdagangan luar negeri.
Secara berangsur angsur Kerajaan Johor Riau mulai ramai dikunjungai
orang dari berbagai daerah dan bangsa.misalnya dari Cina, Siam, India,
dan Arab. Kemajuan terus meningkat ketika Daeng Celak menjabat
sebagai YDM II Kerajaan ini (1708-1745).
Pada masa pemerintahannya, ia membangun perkebunan gambir
yang menjadi salah satu komoditi perdagangan untuk pendapatan
ekonomi kerajaan. Ia juga mengembangkan pertambangan timah di
daerah Selangor. Belakangan, usaha itu di lanjutkan oleh Yang
Dipertuan Muda III Riau, Daeng Kamboja. Pada masa ini Kerajaan
Johor Riau bahkan menjadi pusat perdagangan, dan pelabuhannya
menjadi transit antara Barat dan Timur. Kapal kapal dari berbagai
penjuru dunia berlabuh di pelabuhan kerajaan ini. Dengan begitu,
semakin memberikan peluang penarikan cukai yang sangat besar
jumlahnya bagi keuntungan pemasukan pendapatan kerajaan.
Disamping itu, pada saat yang sama, Kerajaan Johor Riau dikenal
tangguh dalam bidang politik dan militer, serta disegani di daerah
perairan Nusantara belahan barat. Kenyataan ini terlihat, misalnya
ketika menjadi kelana sebagai pembantu YDM III Daeng Kamboja
selama tiga dasawarsa, Raja Haji menyusun angkatan laut dan
mengorganisir kekuatan militer dalam melakukan perjalanan ekspedisi
dalam kawasan kerajaan dan mengunjungi kerajaan kerajaan tetangga,
misalnya Selangor, Perak, Kedah, Indragiri, Jambi dan Bangka
(Palembang) Mempawah dan Pontianak.
Pada masa pemerintahannya, Raja Haji berhasil membangun istana
di Pulau Malam Dewa. Kemakmuran kota itu di gambarkan Raja Ali
Haji sebagai kota nan indah “yang bertakhta dengan pinggan dan piring
dan satu pula dindingnya cermin, yang disebut memancarkan sinarnya
bila diterpa sinar matahari.”

40
Kesejahteraan dan kemakmuran kerajaan itu turut mendorong bagi
terciptanya iklim dan suasana yang kondusif untuk pengembangan
agama dan intelektualisme Islam serta aktivitas budaya lainnya. Dari
masa inilah sesungguhnya bibit bibit intelektualisme itu mulai bersemai.
Karena itu, tidak mengherankan bila sepeninggalan Raja Haji, kerajaan
menuai hasil dari persemaian bibit bibit intelektualisme itu, yang
mengejawantah baik pada diri anaknya, Raja Ahmad maupun cucunya,
Raja Ali Haji dan teman teman seangkatannya. Tradisi inilah yang
berkembang dan mencapai puncak kejayaannya pada abad ke 19 di
Kerajaan Riau Lingga sebagai pelanjut tahta Kesultanan Johor Riau.
Setelah memasuki zaman kemerdekaan, di mana Riau menjadi
bagian dari Negara Kesatuan Republik hidonesia (NKRI) temyata tidak
begitu saja wilayah ini berdiri sendiri sebagaimana yang kita ketahui
saat ini. Pembentukan Provinsi Riau telah memerlukan waktu sekitar 6
tahun, yaitu dari tahun 1952 sampai tahun 1958. Sebelumnya Riau justru
digabung dengan Sumatera Barat dan Jambi yang waktu itu bemama
Provinsi Sumatera Tengah dengan ibukotanya tentu saja tidak di Riau
melainkan di Sumatera Barat.
Kabar tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia itu sendiri baru
sampai ke Riau pada tanggal 22 Agustus 1945, namun teks lengkapnya
baru sampai ke Pekanbaru seminggu kemudian. Walaupun sudah
mengatehui dengan pasti perihal kemerdekaan, Indonesia namun rakyat
Riau tidak berani langsung menyambutnya. Hal ini karena tentara
Jepang berada di Riau, bahkan masih lengkap dengan senjatanya dan
belum adanya pelopor yang meneriakan kemerdekaan bagi Riau. Baru
pada tanggal 15 September 1945, para pemuda yang tergabung dalam
Angkatan Muda PTT berinisiatif untuk menyuarakan kemerdekaan,
yang sejak hari itu pula teriakan kemerdekaan terdengan di seluruh
pelosok Riau.
Usaha pembentukan provinsi sendiri lepas diri dari provinsi
Sumatera Tengah sangat sulit dan mengalami berbagai kendala yang

41
harus diperjuangkan tokoh-tokoh Riau. Hal ini terlihat dari munculnya
seorang tokoh yang berjuang di tingkat DPR pusat oleh Buya Ma'rifat
Marjani yang mempakan satus atunya wakil Riau yang menjadi anggota
DPR dari partainya bemama PERTI. Kemudian tentunya seorang Buya
Ma'rifat Marjani tidak berjuang sendiri malainkan dibantu oleh pejuang-
pejuang lainnya dari Riau yang sama-sama mempunyai kepentingan
bersama untuk memajukan Riau pada masa yang akan datang.
Ternyata apa yang diperjuangkan pada tokoh ini tidak sia-sia dan
membuahkan hasil dengan ditetapkan dengan Undang-Undang Darurat
No. 19/1957 yang kemudiaan diundangkan dengan Undang-Undang No.
61 tahun 1958. Provinsi Riau itu sendiri merupakan gabungan dari
sejumlah kerajaan kerajaan Melayu yang pemah berdiri rantau ini sejak
zaman kegemilangan Melayu, diantaranya ialah kerajaan Inderagiri
(1658-1838), Kerajaan Siak (1723-185), Kerajaan Pelalawan (1530-
1879), Kerajaan Riau-Lingga (1824-1913) dan banyak lagi kerajaan
kecil lainnya. Dalam hal ini yang tercatat sebagai kerajaan kecil seperti
Kerajaan Tambusai, Rantau Binuang Sakti, Rambah, Kampar dan
Kandis (Rantau Kuantan).
Berdasarkan hasil penelitian sejarah, daerah Riau pemah menjadi
penghasil berbagai hasil bumi dan barang-barang lainnya yang sangat
terkenal di antara pedagang asing. Pulau Bintan misalnya, pernah
dijuluki sebagai pulau seganteng lada, karena banyak menghasilkan lada.
Daerah Pulau Tujuh, dalam hal ini di daerah Pulau Midai perah dikenal
sebagai penghasil kopra (daging kelapa yang dikeringkan) terbesar
diAsia Tenggara sekitar tahun 1906 sampai tahun 1950-an. Kemudian
di daerah Bagan Siapi-api sampai tahun 1950-an dikenal sebagai
penghasil ikan terbesar di Indonesia. Ada lagi sebuah perusahaan batu
bata yang di buat Raja Aji Kelana di Pulau Batam, pemasarannya
menembuas wilayah semenanjung Melayu. Bahkan di bidang
perkebunan telah dikenal karet alam dengan sistem kupon pada tahun

42
1930-an dibelahan daratan seperti Kuantan, Inderagiri dan Kampar yang
amat potensial pada waktu itu.
Bila dilihat dari penduduknya, di provinsi Riau terdiri dari
bermacam macam suku bangsa. Diantaranya terdiri dari Jawa (25,05%),
Minangkabau (11,26%), Batak (7,31 % ), Banjar (3,78%), Tionghoa
(3,72%), dan Bugis (2,27%). Suku Melayu merupakan masyarakat
terbesar dengan komposisi 37,74% dari seluruh penduduk Riau. Mereka
umumnya berasal dari daerah pesisir di Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis,
Kepulauan Meranti, hingga ke Pelalawan, Siak, Inderagiri Hulu dan
Inderagiri Hilir. Namun begitu, ada juga 29 masyarakat asli bersuku
rumpun Minangkabau terutama yang berasal dari daerah Rokan Hulu,
Kampar, Kuantan Singingi, dan sebagian inderagiri Hulu. Termasuk
masyarakat Mandailing di Rokan Hulu, yang lebih mengaku sebagai
Melayu daripada sebagai Minangkabau ataupun Batak.
Pada abad ke-19, masyarakat Banjar dari Kalimantan Selatan dan
Bugis dari Sulawesi Selatan juga mulai berdatangan ke Riau. Mereka
banyak bermukim di Kabupaten Inderagiri Hilir khususnya Tembilahan.
Di bukanya perusahaan pertambangan minyak PT Caltex Pacifik
Indonesia yang sekarang berganti menjadi PT. Chevron Pacific
Indonesia (CPI) pada tahun 1940-an di Rumbai, Pekanbaru. Mendorong
orang-orang dari seluruh Nusantara untuk mengadu nasib di Riau.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan Kerajaaan Melayu Riau
merupakan salah satu faktor penting dalam membina kerukunan dan
keharmonisan masyarakat termasuk kerukunan umat beragama.
Memang, sedari awal semenjak berdirinya kerajaan Melayu di wilayah
Riau (kini menjadi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau),
masyarakat Melayu selalu tebuka menerima kehadiran para pendatang
dari berbagai suku, bangsa, dan agama. Hal ini mungkin disebabkan
antara lain oleh sifat etnis Melayu yang selalu "welcome", terbuka
terhadap siapa saja dan memiliki rasa persaudaraan yang tinggi.

43
Suku Jawa dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan
transmigran. Sementara etnis Minangkabau umumnya menjadi
pedagang dan banyak bermukim pada kawasan perkotaan seperti
Pekanbaru, Bangkinang, Duri. dan Dumai. Begitu juga orang Tionghoa
pada umumnya sama dengan etnis Minangkabau yaitu menjadi
pedagang dan bermukim pada kawasan perkotaan, serta banyak juga
terdapat pada kawasan pesisir timur seperti di Bagan siapiapi. Selat
panjang, Pulau Rupat dan Bengkalis.
d. Masa Keruntuhan
Dalam perkembangannya, Kerajaan Riau Johor pun melemah. Raja
Ali Haji, YDM Johor Riau IV gugur di medan perang melawan kolonial
Belanda pada tahun 1784. Ia digantikan oleh Raja Ali. Berbeda dengan
masa pemerintahan Raja Ali, pada masa pemerintahan Raja Ali, meski
memperlihatkan kemajuan dalam bidang intelektualisme dan
kebudayaan, Kerajaan Johor Riau mengalami kemunduran dalam
bidang ekonomi-perdagangan dan politik. Kondisi semacam ini
berlanjut hingga beberapa masa pemerintahan berikutnya (periode Riau
Lingga) mulai dari masa pemerintahaan Raja Ja’far bin Raja Haji, Raja
Abdul Rahman bin Ja’far, Raja Ali bin Raja Ja’far, Raja Abdullah bin
Raja Ja’far, bahkan sampai Kerajaan Riau-Lingga hilang dari peta dunia
pada tahun 1911.
Kemunduran ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal yang
paling berpegaruh adalah konspirasi jahat kolonial Inggris dan Belanda
yang terangkum dalam Traktat London tahun 1824, yang membagi
wilayah kerajaan Melayu menjadi dua pemilik : Inggris dan Belanda.
Semenanjung Malaya dan Singapura menjadi milik Inggris, sedangkan
wilayah yang sekarang menjadi wilayah negara Indonesia menjadi milik
Belanda. Aakibat dari isi perjanjian tersebut, adalah terpecahnya
Kerajaan Melayu menjadi dua : Johor di Malaysia dan Riau Lingga di
Kepulauan Riau. Sejak tahun 1824 itu, Riau Lingga resmi berdiri
menjadi kerajaan yang terpisah dari Johor. Sultan pertama yang

44
menduduki takhta di Riau Lingga adalah Sultan Abdul Rahman
Muadzam Syah.
Seiring waktu yang berlalu, wilayah kegemilangan Melayu mulai
terbelah dua dengan perjanjian London 1824 antara Belanda dengan
Inggris. Perebutan wilayah oleh kedua negara ini telah menjadikan Riau,
Lingga, Johor dan Pahang yang mempakan satu rumpun budaya harus
dipisahkan. Inggris menguasai wilayah Semenanjung Melayu yang
sekarang menjadi Malaysia sedangkan Belanda menguasai pulau-pulau
Nusantara yang sekarang menjadi Indonesia.
Pada tanggal 17 Maret 1824. di kota London (Inggris), antara
Kerajaan Britania Raya dan Kerajaan Belanda mentandatangani suatu
perjanjian antara Britania-Belanda, yang juga dikenal dengan sebutan
Perjanjian London atau Traktat London. Tujuan perjanjian ini ditujukan
untuk mengatasi berbagai konflik yang bermunculan akibat
pemberlakuan perjanjian sebelumnya antara Britania-Belanda pada
tahun 1814. Sehingga muncul berbagai konflik yang membuat suasana
kurang harmonis antara kedua Negara tersebut.
Dalam pertemuan perjanjian ini Belanda diwakili HendrikFagel dan
Anton Reinhard Falck. Sedangkan dari Britania diwakih George
Canning dan Charles Watkins Wilhams Wynn. Hasil kesepakatan yang
dituangkan dalam perjanjian ini menjelaskan, bahwa kedua negara di
ijinkan untuk tukar menukar wilayah pada British India, Ceylon (Sri
Langka) dan Indonesia, berdasarkan kepada negara yangpaling
diinginkan, dengan pertimbangan masing-masing negara hams
mematuhi peraturan yang ditetapkan secara local, antara lain:
1) Pembatasan jumlah bayaran yang boleh dikenakan pada barang
dan kapal dari negara lain.
2) Tidak membuat perjanjian dengan negara bagian Timur yang
tidak mengikut sertakan/ membatasi perjanjian dagang dengan
negara lain.

45
3) Tidak menggunakan kekuatan militer dan sipil untuk
menghambat perjanjian dagang.
4) Melawan pembajakan dan tidak menyediakan tempat sembunyi
atau perlindungan bagi pembajak atau mengijinkan penjualan
dari barang-barang bajakan.
5) Pejabat lokal masing-masing tidak dapat membuka kantor
perwakilan dan di pulau-pulau Hindia Timur tanpa seijin dari
pemerintah masing-masing di Eropa.
Portugis telah menyerang Johor-Riau pada tahun 1581, 1520, 1521,
1523, 1524, 1526, 1535, 1536 dan 1587. Walaupun mendapatkan
serangan yang tiada hentinya namun Johor-Riau telah membuktikan
ketahanannya hingga mencapai puncak kegemilangannya sebagai pusat
perdagangan pada awal abad ke 18. Namun, keadaan kestabilan politik
dalam istana kerajaan Johor Riau tidak berlangsung lama, manakala
pada tahun 1666 telah berlaku pergolakan politik dalam istana yang
memberi dampak yang besar dalam perjalanan kerajaan pada tahun
tahun berikutnya.
Keadaan politik dalam Kerajaan Johor Riau pada tahun 1699 sangat
tidak stabil. Hal ini berpunca dari pembunuhan Sultan Mahmud oleh
Datuk Laksamena Megat Sri Rama. Setelah pembunuhan itu maka
bendahara Tun Abdul Jalil menduduki takhta Kerajaan Johor Riau
kembali mengalami pergolakan. Munculnya Raja Kecil yang mengaku
sebagai anak dari Sultan Mahmud dan berhak atas takhta Kerajaan Johor
Riau menyerang kerajaan tersebut dan membunuh Sultan Abdul Jalil
yang sedang berkuasa saat itu raja Sulaiman menyaksikan pembunuhan
ayahandanya oleh Raja Kecil. Perasaan dendaam atas kematian
ayahandanya dan keinginan untuk merebut kembali takhta Kerajaan
Johor Riau dari kekuasaan Raja Kecil memaksa Raja Sulaiman meminta
bantuan Bugis lima bersudara yang sedang berada di Selangor.
Permintaan bantuan kepada Bugis lima bersaudara ini telah melahirkan
satu perjanjian baru yang mengubah arah dan rentak politik

46
pemerintahaan Kerajaan Johor Riau. Keterlibatan Bugis lima bersaudara
dan dua pasukan perangnya merupakan pintu masuk pengaruh Bugis
dalam kekuasaan Melayu dengan wujudnya jabatan Yang Dipertuan
Muda (YDPM) dalam Kerajaan Melayu Johor Riau.
Kerajaan Johor Riau mengalami kemunduran pada tahun 1812
setelah wafatnyaSultan Mahmud Syah III Yang Dipertuan Besar Johor-
Pahang-Riau-Lingga ke XVI, hal ini disebabkan oleh perebutan
kekuasaan antara dua putra sultan, yaitu Sultan Hussain Syah dan Sultan
Abdul Rahman. Pada tahun 1819 persaingan antara Inggris dan Belanda
semakin dominan untuk menguasai kerajaan dalam bidang ekonomi,
politik- pemerintahan telah menyebabkan Kerajaan Johor Riau terpecah
dua, yakni Kerajaan Johor Singapura (Sultan Hussian Syah) di bawah
pengaruh Inggris dan Riau Lingga (Sultan Abdul Rahman Muazzam
Syah II) dibawah pengaruh belanda.

15) Kesultanan Kutai (Abad ke-16)


Kesultanan Kutai terletak di sekitar Sungai Mahakam, Kalimanta
bagian timur. Pada awalnya, Kutai merupakan kerajaan yang dipengaruhi
ajaran Hindu dan Buddha. Islam berkembang pada masa kepemimpinan Aji
Raja Mahkota (1525-1600). Penyebaran Islam dilakukan oleh seorang
mubalig bernama Said Muhammad bin Abdullah bin Abu Bakar al-Warsak.
Kesultanan ini mencapai kejayaannya pada masa Aji Sultan Muhammad
Salehuddin (1780-1850) memerintah. Kesultanan Kutai mengalami
kemunduran setelah Aji Sultan Muhammad Salehuddin meninggal dunia.
Peninggalan sejarah Kesultanan Kutai berupa makam para sultan di Kutai
Lama (dekat Anggana).
16) Kesultanan Pajang (Abad ke-16)
Kesultanan Pajang merupakan kerjaan Islam pertama di pedalaman
Jawa. Kesultanan ini didirikan oleh Joko Tingkir pada 1546, setelah
Trenggono, Sultan Demak, wafat. Joko Tingkir atau Sultan Adiwijaya
membawa pengaruh Islam dari wilayah pesisir ke wilayah pedalaman Jawa.

47
Kesultanan Pajang hanya bertahan selama 45 tahun karena dihancurkan oleh
Kesultanan Mataram pada 1618. Peninggalan Kesultanan Pajang berupa
makam Pangeran Benowo.
17) Kesultanan Mataram (Abad ke-16)
Kesultanan Mataram beridiri sejak 1582. Kesultanan ini berawal
dari wilayah Kesultanan Pajang yang dihadiahkan oleh Sultan Adiwijaya
kepada Kiai Ageng Pamanahan. Sultan pertama Mataram adalah
Panembahan Senopati (1582-1601). Puncak kekuasaan Kesultanan
Mataram tercapai pada masa kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645).
Kesultanan Mataram melemah setelah terjadi perpecahan wilayah akibat
Perjanjian Giyanti serta campur tangan pihak Belanda. Kesultanan Mataram
selanjutnya terbagi menjadi empat wilayah yaitu Kesultanan Yogyakarta,
Pakualaman, Kasunanan Surakarta, dan Mangkunegara. Peninggalan
Kesultanan Mataram antara lain berupa pintu gerbang Masjid Kotagede di
Yogyakarta.
18) Kesultanan Palembang (Abad ke-16)
Pada awalnya, Kesultanan Palembang termasuk dalam wilayah
kekuasaan Kesultanan Demak. Sultan pertama sekaligus pendiri Kesultanan
ini adalah Ki Gendeng Suro (1539-1572). Pengetahuan dan keilmuan Islam
berkembang pesat dengan hadirnya ulama Arab yang menetap di Palembang.
Kesultanan Palembang menjadi bandar transit dan ekspor lada karena
letaknya yang strategis. Belanda kemudian menghapuskan Kesultanan
Palembang setelah berhasil mengalahkan Sultan Mahmud Badaruddin.
Salatu satu peninggalan Palembang adalah Masjid Agung Palembang yang
didirikan pada masa kepemimpinan Sultan Abdur Rahman.
19) Kesultanan Bina (Abad ke-17)
Kesultanan Bima adalah kerajaan Islam yang terletak di Pulau
Sumbawa bagian timur. Kerajaan Bima berubah menjadi kesultanan Islam
pada 1620 setelah rajanya, La Ka'i, memeluk agama Islam dan mengganti
namanya menjadi Sultan Abdul Kahir. Pada masa pemerintahan Sultan
Abdul Khair Sirajuddin (1640-1682), Kesultanan Bima menjadi pusat

48
penyebaran Islam kedua di timur Nusantara setelah Makassar. Kesultanan
Bima berakhir pada 1951, ketika Muhammad Salahuddin, sultan terakhir,
wafat. Peninggalan Kesultanan Bima antara lain berupa kompleks istana
yang dilengkapi dengan pintu lare-lare atau pintu gerbang kesultanan.
20) Kesultanan Siak Sri Indrapura (abad ke-18)
Siak Sri Indrapura adalah sebuah kesultanan Melayu, didirikan
(1723) oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan penyebarab Islam di
Sumatera Timur. Pusatnya adalah Desa Buantan, kemudian pindah ke Siak
Sir Indrapura (sekitar 90 km ke timur laut Pekanbaru). Wilayah kekuasaan
Siak Sri Indrapura meliputi Siak Asli, Bukit Batu, Merbau, Tebing Tinggi,
Bangko, Tanah Putih dan Pulau Bengkalis (Kabupaten Bengkalis); Tapung
Kiri dan Tapung Kanan (Kampar); Pekanbaru; dan sekitarnya. Istana bekas
tempat tinggal dan pusat Kesultanan Siak Sri Indrapura sampai sekarang
masih berdiri dengan megah di pinggir Sungai Siak dan merupakan salah
satu objek pariwisata di daerah Riau.

49
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Permulaan masuknya agama Islam ke Asia Tenggara didahului oleh


interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab dan
India. Bukti Islamisasi tertua di jazirah Melayu berupa prasasti Trengganu
berangka tahun 1303. Prasasti tersebut ditemukan di tepi sungai Berang di Kuala
Trengganu, Pada tugu batu tersebut terdapat tulisan berhuruf Jawa Kuno tetapi
berisi tentang ajaran Islam. Islam masuk ke Asia Tenggara melalui suatu proses
damai yang berlangsung selama berabad-abad. Penyebaran Islam di kawasan ini
terjadi tanpa pergolakan politik atau bukan melalui ekspansi pembebasan yang
melibatkan kekuatan militer, pergolakan politik atau pemaksaan struktur
kekuasaan dan normanorma masyarakat dari luar negeri. Melainkan Islam masuk
melalui jalur perdagangan, perkawinan, dakwah dan pembauran masyarakat
Muslim Arab, Persia dan India dengan masyarakat pribumi.

Penyebaran agama islam di Kawasan Asia Tenggara melalui beberapa


saluran yaitu saluran perdagangan, perkawinan, tasawuf, Pendidikan, kesenian dan
politik. Terdapat pula beberapa teori mengenai masuknya islam yaitu teori Gujarat,
Teori Bengal, teori Coromandel dan Malabar, Teori Arabia, Teori Persia, dan Teori
Mesir. Masuk dan berkembangnya agama Islam di wilayah Asia Tenggara juga
mempengaruhi Kawasan wilayah Asia Tenggara itu sendiri. Pengaruh tersebut
meliputi segala sisi bidang, baik bidang hukum, budaya serta bidang-bidang
lainnya.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini


masih jauh dari kata sempurna, maka kami selaku penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya, kami memohon kritik dan saran yang membangun agar penulis
dapat meningkatkannya. Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat dan
dapat digunakan referensi bagi yang membutuhkan.

50
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, J. (2019). Islam Asia Tenggara Dinamika Historis dan Distingsi. Open
Science Framework, 5.

Amin, F. 2018. Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara: Tela’ah


Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara. Jurnal Studi Keislaman. 18 (2):
67-100.

Fadhly, F. 2018. Pemahaman Keagamaan Islam di Asia Tenggara Abad XIII-XX.


Jurnal Studi Agama. 18(1): 51-78.

Ghofur, A. (2015). Islam Dan Politik Di Brunei Darussalam. TOLERANSI: Media


Komunikasi Umat Bergama, 7(1), 53–69.

Ghofur, A., 2011. Tela’ah kritis masuk dan berkembangnya Islam di


Nusantara. Jurnal Ushuluddin, 17(2), pp.159-169.

Hanbal, A. Islam Asia Tenggara : Dinamika Histors dan Distingsi. Jurnal Ahmad.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Hasaruddin. 2019. Perkembangan Sosial di Filipina. Vol. 1:1, pp. 32 – 43. Al


Ma’arief: Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya.

Helmiati. 2014. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: Nuansa Jaya Mandiri.

Herawati, Andi. 2018. Eksistensi Islam di Asia Tenggara. Vol. 4:2, pp. 119 – 129.
Ash – Shahabah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam.

Hidayat, Asep. 2014. Studi Kawasan Muslim Minoritas Asia Tenggara. Bandung:
Pustaka Rahmat.

Kardiyat Wiharyanto, A., 1943-. (2008.). Asia Tenggara : Zaman Pranasionalisme.


Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Kerajaan_Malaka_dan_penyebaran_islam_doc. (n.d.).
KESULTANAN_JOHOR_docx. (n.d.).

51
Kusdiana, ajid thohir & ading. (2006). Islam di Asia Tenggara. 372.

Nasition, F. 2020. Kedatangan dan Perkembangan Islam di Indonesia. Jurnal


Dakwah dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan. 11(2): 26-46.

Rabbani, Mohammad. 2013. Mediasi India dalam Perpindahan dan Penyebaran


Kultur dan Peradaban Persia: Islamisasi di Asia Tenggara. Vol. 15: 1, pp.
69 – 88. Media Syariah, Konselor Budaya Kedutaan Besar Repunlik Islam
Iran di Indonesia.

Rahmawati. 2014. Islam di Asia Tenggara. Jurnal Rihlah. Vol.II.No1.

Saleh, H., 2021. Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara. Journal of
Islamic History, 1(2), pp.170-199.

Sanurdi. 2018. Islam di Thailand. Jurnal Studi Islam. 10(2). 379-390.

Yuniarto, P. R. (2018). Integrasi Muslim Patani : Reidentitas Sosial atas Dominasi


“Nasional” Thailand. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1–22.

52

Anda mungkin juga menyukai