Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH ETIKA HUKUM KESEHATAN

PEMECAHAN PADA KASUS I

Oleh : Kelompok 1 Kelas II A

Aelgi Nadia Larasakti


Chintya Latifah
Fauziyah Ramadhani
Latisya Nursyarifah
Meliana Shalsabila
Nia Gustika
Sundres Intan Perdani Pradipa

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

PRODI DIII KEBIDANAN BUKITTINGGI

TA 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah aini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang dimiliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi, 20 Oktober 2018

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................  i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A.  Latar Belakang ..................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... 3
1. Kasus…………………………………………………………………. 3
2. Seksio sesarea........................................................................................ 4
3. Pengambilan Keputusan …………………………………................... 10

BAB III PENUTUP  ............................................................................... 27


A.  Kesimpulan  ......................................................................................... 27
B.  Saran.....................................................................................................  27

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….... 28
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Bidan merupakan bentuk profesi yang erat kaitannya dengan etika karena
lingkup kegiatan bidan sangat berhubungan erat dengan masyarakat. Karena itu,
selain mempunyai pengetahuan dan keterampilan, agar dapat diterima di masyarakat 
bidan juga harus memiliki etika yang baik sebagai pedoman bersikap/ bertindak
dalam memberikan suatu pelayanan khususnya pelayanan kebidanan.  Agar
mempunyai etika yang baik dalam pendidikannya bidan dididik etika dalam mata
kuliah Etika profesi namun semuanya mata kuliah tidak ada artinya jika peserta didik
tidak mempraktekannya dalam kehidupannya di masyarakat.
Pada masyarakat daerah, bidan yang di percaya adalah bidan yang beretika.
Hal ini tentu akan sangat menguntungkan baik bidan yang mempunyai etika yang baik
karena akan mudah mendapatkan relasi dengan masyarakat sehingga masyarakat juga
akan percaya pada bidan.
Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan isu utama diberbagai tempat,
dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan
terhadap etika. Pelayanan kebidanan adalah proses yang menyeluruh sehingga
membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarganya. Bidan harus
berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu sejak konseling pra konsepsi,
skrening antenatal, pelayanan intrapartum, perawatan intensif pada neonatal, dan
postpartum serta mempersiapkan ibu untuk pilihannya meliputi persalinan di rumah,
kelahiran seksio sesaria, dan sebagainya. Bidan sebagai pemberi pelayanan harus
menjamin pelayanan yang profesional dan akuntibilitas serta aspek legal dalam
pelayanan kebidanan.Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat
dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula
terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kebidanan.
Profesi kebidanan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan
pelayanan yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan
dari tindakan keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan
dipertanggunggugatkan dan setiap penganbilan keputusan tentunya tidak hanya
berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata tetapi juga dengan mempertimbangkan
etika.

b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengambilan keputusan dalam kebidanan?
2. Bagaimana proses operasi SC bagi ibu yang memiliki masalah dalam kehamilan?
Kasus
Bidan Alya meangani seseorang Ny.Rohali, primipara berusia 35 tahun. Bidan tersebut
menggali informasi mulai dari riwayat kesehatan masa lalu, sekarang dan riwayat kesehatan
keluarganya. Kehamilan Ny.Rohali berusia 14 minggu dan ini merupakan kehamilan yang
direncanakan pada akhir pertemuan, Ny.Rohali mengatakan bahwa rencana persalinan SC
sebagai pilihannya. Bidan Alya menjelskan bahwa persalinan SC untuk kasus komplikasi, ia
tidak melanjutkan diskusinya karena takut memberikan informasi yang salah dan terjadi
konflik, maka bidan Alya menyarankan Ny.Rohali untuk konsultasi ke dokter kandungan, ada
beberapa pertanyaan untuk bahan pertimbangan :
1. Haruskah bidan Alya meneruskan diskusi tentang persalinan sebagai pilihan?
2. Menurut anda apakah keinginan Ny.Rohali untuk SC harus dipenuhi?
3. Haruskah persalinan SC menjadi satu pilihan untuk beberapa ibu, padahal tanpa
indikasi?

Jawaban
1. Harus, karena sebagai seorang bidan harusnya memberikan penjelasan?pengetahuan
tentang persalinan SC, dan pasien juga harus tau akibat dari persalinan SC, karena
pasien bisa mengantisipasi jika terjadi sesuatu dan pasien bisa memilih tindakan yang
benar menurutnya.
2. Harus, karena pasien memiliki hak untuk menentukan pilihannya. Bidan tidak boleh
memaksa kehendaknya dan menghormati pilihan dari pasiennya.
3. Tidak, karena tergantung pada adanya komplikasi pada ibu yang bermasalah dan
persalinan melalui SC lebih beresiko tinggi daripada persalinan normal. Selain itu,
persalinan SC diperuntukkan untuk kasus yang bermasalah yang memang tidak bisa
dilakukan melalui jalan lahir dan juga beresiko terjadi infeksi dan persalinan memiliki
tingkat pemulihan yang cepat.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Seksio Sesarea

Bedah sesar (bahasa Inggris: caesarean section atau cesarean section dalam Inggris-
Amerika), disebut juga dengan seksio sesarea (disingkat dengan sc) adalah proses persalinan
dengan melalui pembedahan di mana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim
(histerotomi) untuk mengeluarkan bayi. Bedah caesar umumnya dilakukan ketika proses
persalinan normal melalui vagina tidak memungkinkan karena berisiko kepada komplikasi
medis lainnya. Sebuah prosedur persalinan dengan pembedahan umumnya dilakukan oleh tim
dokter yang beranggotakan spesialis kandungan, anak, anastesi serta bidan.

a. Etimologi

Ada beberapa unsur yang dapat menjelaskan asal kata "caesar".

 Istilah dapat diambil dari kata kerja bahasa Latin caedere yang berarti "membedah".
Dengan demikian "bedah caesar" menjadi gaya bahasa retoris.
 Istilah yang mungkin diambil dari pemimpin Romawi kuno Julius Caesar yang
disebut-sebut dilahirkan dengan metode tersebut. Dalam sejarah, hal ini sangat tidak
memungkinkan karena ibunya masih hidup ketika ia mencapai usia dewasa (bedah
caesar tidak mungkin dilakukan pada masa tersebut terkait dengan teknologi yang
tidak mendukung), tetapi legenda tersebut telah bertahan sejak abad ke-2 SM.
 Hukum Romawi yang menjelaskan bahwa prosedur tersebut perlu dilakukan pada ibu
hamil yang meninggal untuk menyelamatkan nyawa sang bayi. Hal ini dikenal dengan
istilah lex caesarea, sehingga hukum Romawi mungkin menjadi asal usul istilah ini.

Secara umum, istilah "bedah sesar" merupakan gabungan dari hal-hal tersebut di atas. Kata
kerja caedo dalam kalimat a matre caesus ("membedah ibunya") digunakan pada masa
Romawi untuk mendeskripsikan operasi tersebut.
b. Jenis

Sebuah operasi caesar sedang dalam proses.

Ada beberapa jenis bedah sesar:

 Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan


ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi jenis ini sudah sangat
jarang dilakukan hari ini karena sangat berisiko terhadap terjadinya komplikasi.
 Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih sangat umum dilakukan pada
masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko terjadinya pendarahan dan cepat
penyembuhannya.
 Histerektomi caesar yaitu bedah caesar diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini
dilakukan dalam kasus-kasus di mana pendarahan yang sulit tertangani atau ketika
plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim.
 Bentuk lain dari bedah caesar seperti bedah sesar ekstraperitoneal atau bedah sesar
Porro.
 Bedah sesar berulang dilakukan ketika pasien sebelumnya telah pernah menjalan
bedah sesar. Umumnya sayatan dilakukan pada bekas luka operasi sebelumnya.

Di berbagai rumah sakit, khususnya di Amerika Serikat, Britania Raya, Australia dan
Selandia Baru, sang suami disarankan untuk turut serta pada proses pembedahan untuk
mendukung sang ibu. Dokter spesialis anastesi umumnya akan menurunkan kain penghalang
ketika si bayi dilahirkan agar orang tua si bayi dapat melihat bayinya. Rumah sakit di
Indonesia umumnya tidak memperbolehkan adanya orang lain turut serta waktu persalinan
dengan bedah sesar termasuk sang suami.

c. Indikasi

Seorang bayi ketika dilahirkan melalui bedah caesar

Dokter spesialis kebidanan akan menyarankan bedah sesar ketika proses kelahiran melalui
vagina kemungkinan akan menyebabkan risiko kepada sang ibu atau si bayi. Hal-hal lainnya
yang dapat menjadi pertimbangan disarankannya bedah sesar antara lain:
 proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses persalinan normal
(distosia)
 detak jantung janin melambat (fetal distress)
 adanya kelelahan persalinan
 komplikasi pre-eklampsia
 sang ibu menderita herpes
 putusnya tali pusar
 risiko luka parah pada rahim
 persalinan kembar (masih dalam kontroversi)
 sang bayi dalam posisi sungsang atau menyamping
 kegagalan persalinan dengan induksi
 kegagalan persalinan dengan alat bantu (forceps atau vakum)
 bayi besar (makrosomia - berat badan lahir lebih dari 4,2 kg)
 masalah plasenta seperti plasenta previa (ari-ari menutupi jalan lahir), placental
abruption atau placenta accreta)
 kontraksi pada pinggul
 sebelumnya pernah menjalani bedah caesar (masih dalam kontroversi)
 sebelumnya pernah mengalami masalah pada penyembuhan perineum (oleh proses
persalinan sebelumnya atau penyakit Crohn)
 angka d-dimer tinggi bagi ibu hamil yang menderita sindrom antibodi antifosfolipid
 CPD atau cephalo pelvic disproportion (proporsi panggul dan kepala bayi yang tidak
pas, sehingga persalinan terhambat)
 Kepala bayi jauh lebih besar dari ukuran normal (hidrosefalus)
 Ibu menderita hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi)

Harap diingat bahwa institusi yang berbeda dapat memiliki pendapat yang berbeda pula
mengenai kapan suatu bedah sesar dibutuhkan. Di Britania Raya, hukum menyatakan bahwa
ibu hamil mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun termasuk bedah sesar
walaupun keputusan tersebut berisiko terhadap kematiannya atau nyawa sang bayi. Negara
lain memiliki hukum yang berbeda mengenai hal ini. Lihat pula mengenai bedah caesar
berdasarkan permintaan.
d. Risiko

Data statistik dari 1990-an menyebutkan bahwa kurang dari 1 kematian dari 2.500 yang
menjalani bedah caesar, dibandingkan dengan 1 dari 10.000 untuk persalinan normal [1]. Akan
tetapi angka kematian untuk kedua proses persalinan tersebut terus menurun sekarang ini.
Badan kesehatan Britania Raya menyebutkan risiko kematian ibu yang menjalani bedah
caesar adalah tiga kali risiko kematian ketika menjalani persalinan normal . Akan tetapi,
[2]

adalah tidak mungkin untuk membandingkan secara langsung tingkat kematian proses
persalinan normal dan proses persalinan dengan bedah caesar karena ibu yang menjalani
pembedahan adalah mereka yang memang sudah berisiko dalam kehamilan.

Bayi yang lahir dengan persalinan bedah sesar seringkali mengalami masalah bernapas untuk
pertama kalinya. Sering pula sang bayi terpengaruh pengaruh obat bius yang diberikan
kepada sang ibu.

e. Prevalensi

Badan Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa angka persalinan dengan bedah sesar adalah
sekitar 10% sampai 15% dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang
dibandingkan dengan 20% di Britania Raya dan 23% di Amerika Serikat. Kanada pada 2003
memiliki angka 21%.

Berbagai pertimbangan mengemuka akhir-akhir ini mengingat proses bedah sesar yang
seringkali dilakukan bukan karena alasan medis. Berbagai kritik pula mengemuka karena
bedah sesar yang disebut-sebut lebih menguntungkan rumah sakit atau karena bedah sesar
lebih mudah dan lebih singkat waktu prosesnya oleh dokter spesialis kandungan. Kritik
lainnya diberikan terhadap mereka yang meminta proser bedah caesar karena tidak ingin
mengalami nyeri waktu persalinan normal.

f. Anestesia

Sang ibu tetap dalam keadaan sadar waktu bayinya dilahirkan

Sang ibu umumnya akan diberikan anastesi lokal (spinal atau epidural), yang memungkinkan
sang ibu untuk tetap sadar selama proses pembedahan dan untuk menghindari si bayi dari
pembiusan.
Pada masa sekarang ini, anastesi umum untuk bedah sesar menjadi semakin jarang dilakukan
karena pembiusan lokal lebih menguntungkan bagi sang ibu dan si bayi. Pembiusan umum
dilakukan apabila terjadi kasus-kasus berisiko tinggi atau kasus darurat.

g. Persalinan normal setelah bedah caesar

Persalinan normal setelah bedah caesar adalah umum dilakukan pada masa sekarang ini. Di
waktu lalu, bedah sesar dilakukan dengan sayatan vertikal sehingga memotong otot-otot
rahim. Bedah sesar sekarang ini umumnya melalui sayatan mendatar pada otot rahim
sehingga rahim lebih terjaga kekuatannya dan dapat menghadapi kontraksi kuat pada
persalinan normal berikutnya. Luka bekas sayatan pada bedah sesar sekarang ini adalah
terletak di bawah "garis bikini".

h. Sejarah

Bedah caesar dilakukan di Kahura, Uganda. Sebagaimana diamati oleh R. W. Felkin tahun
1879.

Pada 1316, Robert II dari Skotlandia dilahirkan dengan bedah caesar, ibunya Marjorie Bruce,
kemudian meninggal. Bukti pertama mengenai ibu yang selamat dari bedah sesar adalah di
Siegershausen, Swiss tahun 1500: Jacob Nufer, seorang pedagang babi, harus membedah
istrinya setelah proses persalinan yang lama. Prosedur bedah sesar di waktu lampau
mempunyai angka kematian yang tinggi. Di Britania Raya dan Irlandia, angka kematian
akibat bedah sesar pada 1865 adalah 85%. Beberapa penemuan yang membantu menurunkan
angka kematian antara lain:

 Pengembangan prinsip-prinsip asepsis.


 Pengenalan prosedur penjahitan rahim oleh Max Sänger pada 1882.
 Bedah sesar extraperitoneal dilanjutkan dengan sayatan mendatar rendah (Krönig,
1912).
 Perkembangan teknik anestesi.
 Transfusi darah.
 Antibiotik.
Pada 5 Maret 2000, Inés Ramírez melakukan bedah caesar pada dirinya sendiri dan berhasil
mempertahankan nyawanya dan juga bayinya, Orlando Ruiz Ramírez. Ia dipercaya sebagai
satu-satunya wanita yang melakukan bedah caesar pada dirinya sendiri.

2. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan kemampuan mendasar bagi praktisi kesehatan,
khususnya dalam asuhan keperawatan dan kebidanan. Tidak hanya berpengaruh pada proses
pengelolaan asuhan keperawatan dan kebidanan, tetapi penting untuk meningkatkan
kemampuan merencanakan perubahan. Perawat dan bidan pada semua tingkatan posisi klinis
harus memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang efektif,
baik sebagai pelaksana/staf maupun sebagai pemimpin. Pengambilan keputusan bukan
merupakan bentuk sinonim.
          Pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis
dan analisis yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan merupakan
upaya pencapaian tujuan dengan menggunakan proses yang sistematis dalam memilih
alternatif. Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang
difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat digambarkan
sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”. Pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki
kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role
model di lingkungan kerjanya.

A.     Pengertian Pengambilan Keputusan


          Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktik
suatu profesi dan keberadaanya sangat penting karena akan menentukan tindakan selanjutnya.
          Menurut George R.Terry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang
ada. Ada 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan keputusan:
1.       Intuisi berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah terpengaruh
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu
mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Sifat subjektif dari
keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan, yaitu :
·         Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk memutuskan.
·         Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat kemanusiaan.
                Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang singkat
Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan
yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini
sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini
diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-
hal yang lain sering diabaikan.

2.       Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu kasus meningkatkan
kemampuan mengambil keputusan terhadap nsuatu kasus. Dalam hal tersebut, pengalaman
memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang
berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan
kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana
arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah.
3.       Fakta, keputusan lebih riel, valit dan baik.
Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu memang
merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup
itu sangat sulit.
4.       Wewenang lebih bersifat rutinitas
Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan menimbulkan sifat rutin dan
mengasosiasikan dengan praktik dictatorial. Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala
oleh pembuat keputusan sering melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru
menjadi kabur atau kurang jelas
5.       Rasional, keputusan bersifat obyektif, trasparan, konsisten. Keputusan yang bersifat
rasional  berkaitan dengan daya guna. Masalah – masalah yang dihadapi merupakan masalah
yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan
rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur
apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat
yang di akui saat itu.

B.     Fungsi dan Tujuan Pengambilan Keputusan


Fungsi Pengambilan Keputusan individual atau kelompok baik secara institusional ataupun
organisasional, sifatnya futuristik.
*Tujuan Pengambilan Keputusan tujuan yang bersifat tunggal (hanya satu masalah dan tidak
berkaitan dengan masalah lain) Tujuan yang bersifat ganda (masalah saling berkaitan, dapat
bersifat kontradiktif ataupun tidak kontradiktif).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam organisasi itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan
organisasinya yang dimana diinginkan semua kegiatan itu dapat berjalan lancer dan tujuan
dapat dicapai dengan mudah dan efisien. Namun, kerap kali terjadi hambatan-hambatan
dalam melaksanakan kegiatan. Ini merupakan masalah yang hatus dipecahkan oleh pimpinan
organisasi. Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memecahkan masalah tersebut.

C.     Teori-Teori Pengambilan Keputusan 


1.       Teori  Utilitarisme: Ketika keputusan diambil, memaksimalkan kesenangan,
meminimalkan ketidaksenangan. Dipercayai bahwa semua manusia memiliki satu kesamaan,
mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Seseorang yang melakukan suatu
aktifitas akan, pada akhirnya, membawa ,ereka pada kesenngan dan menghindari segala
sesuatu yang akan menimbulkan ketidaksenangan.Teori ini dibagi menjadi menjadi 2 bentuk
yaitu :
·         Utilitarisme Perbuatan (Act-Utilitarianism). Pada bentuk ini setiap perbuatan dinilai
berdasarkan konsekuensinya. Maka suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk sejauh
dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Bentham,
sampai pada the principles of Utility yang berbunyi “The Greatest Happines of The Great
Number”. Contoh kasus:
Pelaksanaan imunisasi PIN setiap bulan Oktober – November untuk mengeliminasi penyakit
Polio di Indonesia.
·         Utilitarianisme Aturan (Rule-Utilitarianism) seorang filsuf inggris-amerika (Stephen T)
menegaskan bahwa prinsip kegunaan tidak harus diterapkan atas salah satu perbuatan,
melainkan atas aturan-aturan yang mengatur perbuatan kita. Contoh kasus : Kasus aborsi
teurapeutik yang diberlakukan kepada pasien dengan kondisi tertentu, karena di suatu agama
dan hokum tidak dibenarkan tapi ketika kondisi ibu tersebut benar-benar akan mengancam
jiwa ibu maka abortus terapeutikus akan sangat dibutuhkan.
2.       Teori Deontology : Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik.
Contoh bila berjanji ditepati, bila pinjam hrus dikembalikan. Deontologi berasal dari kata
“deon” yang berarti kewajiban. Teori deontologi disusun oleh Immanuel Kant (seorang
Methaphysician) pada abad 18. Kant memformulasikan teori ini sebagai istilah lain dari hal-
hal benar yang harus dilakukan tanpa mempertimbangkan konsekwensinya. Teori Kants
merefleksikan bahwa bertindak secara moral memiliki kaitan dengan penghormatan terhadap
tugas. Dalam teori ini. Aturan-aturan moral diaplikasikan pada setiap orang.
·         Contohnya : seseorang tidak boleh berbohong pada kondisi apapun (Henry,1996). Kant
percaya bahwa rasionalisasi yang mengikat hal ini adalah yang dia sebut sebagai hukum
moral tertinggi (Gillon,1992).
 Sebuah tindakan dapat dikatakan bermoral hanya bila diterima oleh setiap orang sebagai
hukum yang universal
·         Kant percaya bahwa manusia adalah makhluk hidup yang dapat menjadi seseorang yang
berotonomi dan memiliki moral rasional dan harus dihormati (Edwards 1996). Contoh kasus :
Ketika seorang harus ke suatu tempat, lalu datang seorang bapak yang minta pertolongan
bidan agar dapat membantu kelahiran bayinya, maka bidan harus melakukan kewajiban yang
dilakukan sebagai seorang bidan.
3.       Teori Hedonisme: Menurut Aristippos , sesui kodratnya, setiap  manusia mencari
kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Hedone dalam bahasa Yunani berarti
kesenangan. Dalam filsafat Yunani hedonisme sudah ditemukan pada Aristippos dari Kyrene
(sekitar 433 – 355 SM), seorang murid Socrates. Socrates telah bertanya tentang tujuan akhir
bagi kehidupan manusia atau apa yang sungguh-sungguh baik bagi manusia,tapi ia sendiri
tidak memberikan jawaban yang jelas atas pertanyaan itu dan hanya mengeritik jawaban-
jawaban yang dikemukakan oleh orang lain. Aristippos menjawab yang sungguh baik bagi
manusia adalah kesenangan. Filsuf lain yang melanjutkan hedonisme adalah Epikuros ( 341 –
270 sm ) yang memimpin sebuah sekolah filsafat di Athena. Epikuros pun melihat
kesenangan (hedone) sebagai tujuan hidup manusia. Seorang filsuf Inggris, John Locke (1632
– 1794) mengemukakan “kita sebut baik apa yang menyebabkan atau meningkatkan
kesenangan, sebaliknya kita namakan jahat apa yang dapat mengakibatkan atau
meningkatkan ketidak senangan apa saja atau mengurangi kesenangan apa saja dalam diri
kita”.
4.       Teori Eudemonisme: Menurut Filsuf Yunani Aristoteles , bahwa dalam setiap kegiatannya
manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita. Pandangan ini
berasal dari filsuf Yunani besar, Aristoteles (384 – 322 sm). Dalam bukunya, Ethika
Nikomakheia, ia mulai dengan menegaskan bahwa dalam setiap kegiatannya manusia
mengejar suatu tujuan. Bisa dikatakan juga, dalam setiap Teori Eudomonisme Pandangan ini
berasal dari filsuf yunani besar, Aristoteles (384 – 322 sm). Dalam bukunya, Ethika
Nikomakheia, ia mulai dengan menegaskan bahwa dalam setiap kegiatannya manusia
mengejar suatu tujuan. Bisa dikatakan juga, dalam setiap perbuatan kita ingin mencapai
sesuatu yang baik bagi kita. Sering sekali kita mencari tujuan untuk mencapai suatu tujuan
lain lagi. Timbul pertanyaan, apakah ada juga tujuan yang dikejar karena dirinya sendiri dan
bukan karena sesuatu yang lain lagi, apakah ada kebaikan terakhir yang tidak dicari demi
sesuatu yang lain lagi. Menurut aristoteles semua orang akan menyetujui bahwa tujuan
tertinggi ini, dalam terminology modern kita bisa mengatakan: makna terakhir hidup
manusia, adalah kebahagiaan (eudaimonia). Contoh kasus : Ketika seorang bidan di desa
menghadapi kasus kegawatdaruratan dalam situasi bingung, takut dan cemas tapi tetap harus
mampu melaksanakan penatalaksanaan untuk mencegah kondisi menjadi lebih buruk.
D.     Bentuk pengambilan keputusan :
·         Strategi : dipengaruhi oleh kebijakan organisasi atau pimpinan, rencana dan masa depan,
rencana bisnis dan lain-lain.
·         Cara kerja : yang dipengaruhi pelayanan kebidanan di dunia, klinik, dan komunitas.
·         Individu dan profesi : dilakukan oleh bidan yang dipengaruhi oleh standart praktik
kebidanan.

E.      Pendekatan tradisional dalam pengambilan keputusan :


1)       Mengenal dan mengidentifikasi masalah
2)       Menegaskan masalah dengan menunjukan hubungan antara masa lalu dan sekarang.
3)       Memperjelas hasil prioritas yang ingin dicapai.
4)       Mempertimbangkan pilihan yang ada.
5)       Mengevaluasi pilihan tersebut.
6)       Memilih solusi dan menetapkan atau melaksanakannya.

F.      Proses Pengambilan Keputusan


1)       Identifikasi masalah. Dalam hal ini pemimpin diharapkan mampu mengindentifikasikan
masalah yang ada di dalam suatu organisasi.
2)       Pengumpulan dan penganalisis data. Pemimpin diharapkan dapat mengumpulkan dan
menganalisis data yang dapat membantu memecahkan masalah yang ada
3)       Pembuatan alternatif-alternatif kebijakan. Setelah masalah dirinci dengan tepat dan
tersusun baik, maka perlu dipikirkan cara-cara pemecahannya.
4)       Pemilihan salah satu alternatif terbaik. Pemilihan satu alternatif yang dianggap paling tepat
untuk memecahkan masalah tertentu dilakukan atas dasar pertimbangan yang matang atau
rekomendasi. Dalam pemilihan satu alternatif dibutuhkan waktu yang lama karena hal ini
menentukan alternative yang dipakai akan berhasil atau sebaliknya.
5)       Pelaksanaan keputusan. Dalam pelaksanaan keputusan berarti seorang pemimpin harus
mampu menerima dampak yang positif atau negatif. Ketika menerima dampak yang negatif,
pemimpin harus juga mempunyai alternatif yang lain.
6)       Pemantauan dan pengevaluasian hasil pelaksanaan. Setelah keputusan dijalankan
seharusnya pimpinan dapat mengukur dampak dari keputusan yang telah dibuat.

G.     Faktor-Faktor  Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan


1)       Faktor fisik, didasarkan pada rasa yang dialami oleh tubuh sepeti rasa sakit, tidak nyaman
dan kenikmatan.
2)       emosional, didasarkan pada perasaan atau sikap.
3)       Rasional, didasarkan pada pengetahuan
4)       Praktik, didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan dalam melaksanakanya.
5)       Interpersonal, didasarkan pada pengrauh jarigan sosial yang ada
6)       Struktural, didasarkan pada lingkup sosial,ekonomi dan politik.

H.     Dasar Pengambilan keputusan :


1.       Ketidak  sanggupan ( bersifat segera)
2.       Keterpaksaaan karena suatu krisis, yang menuntut sesuatu unutuk segera dilakukan.

I.        Pengambilan keputusan yang etis, Ciri -  ciri nya:


1.       Mempunyai pertimbangan yang benar atau salah
2.       Sering menyangkut pilihn yang sukar
3.       Tidak mungkin dielakkan
4.       Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman,lingkungan sosial

J.       Tipe-tipe/jenis-jenis Pengambilan Keputusan


1.       Pengambilan keputusan untuk tidak berbuat apa-apa karena ketidaksanggupan atau
merasa tidak sanggup.
Contoh kasus:
            Di sebuah desa terdapat seorang bidan yang bernama bidan C, bidan tersebut baru
lulusan sekolah kebidanan tahun yang lalu, tetapi bidan C sudah membuka klinik praktik
mandiri. Pada suatu ketika, ada ibu hamil yang mendatangi bidan C tersebut dalam keadaan
pendarahan hebat. Karena pengalaman yang belum cukup banyak, bidan C bingung dan ragu-
ragu harus melakukan apa karena bidan C baru pertama kali melayani pasien pendarahan di
klinik praktik mandiri miliknya sehingga bidan C bingung untuk menentukan pilihan apakah
harus merujuknya ke Rumah Sakit atau menolong persalinan ibu hamil tersebut di klinik
miliknya. Karena terlalu lama ia memikirkan tindakan, maka ibu hamil tersebut sudah
kehabisan darah dan sudah tidak bisa untuk ditolong lagi.
2.       Pengambilan keputusan intuitif, sifatnya segera langsung diputuskan karena
keputusan tersebut dirasa paling tepat.
Contoh kasus:
Di sebuah desa terpencil seorang ibu mengalami pendarahan postpartum setelah
melahirkan bayinya yang pertama di rumah. Ibu tersebut menolak untuk diberikan suntikkan
uterotonika. Bila ditinjau dari hak pasien atas keputusan yang menyangkut dirinya maka
bidan bisa saja tidak memberikan suntikkan karena kemauan pasien. Tetapi bidan akan
berhadapan dengan masalah yang lebih rumit bila terjadi pendarahan hebat dan harus
diupayakan pertolongan untuk merujuk pasien, dan yang lebih fatal lagi bila akhirnya pasien
meninggal karena pendarahan. Dalam hal ini bisa dikatakan tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik. Walaupun bidan memaksa pasiennya untuk disuntik, mungkin itulah keputusan
yang terbaik yang harus ia lakukan.
3.       Pengambilan keputusan yang terpaksa karena harus segera dilaksanakan.
Contoh kasus:
Ny. Michel usia 25 tahun, hamil pertama yang akan melahirkan di bidan X. Ny.
Michel tinggal di Amerika bersama seorang suami. Ny. Michel pendarahan hebat dan letak
janinnya sungsang. Namun, saat Ny. Michel akan dirujuk ke Rumah Sakit, ternyata terjadi
badai salju di luar sehingga bidan X tidak dapat melakukan apa-apa. Ny. Michel pun
meninggal dan bayi yang masih di dalam kandungannya tersebut saat diperiksa masih
berdetak denyut jantungnya. Lalu bidan X membicarakan hal ini pada suami Ny. Michel, dan
suaminya pun memaksa bidan X untuk melakukan sesuatu, yaitu seksio caesaria karena ia
tidak ingin anaknya meninggal juga. Awalnya bidan X tidak ingin melakukan pelanggaran
ini, namun jika bidan X tidak cepat mengambil keputusan, maka bayi yang ada di dalam
kandungan Ny. Michel akan ikut meninggal. Sehingga dengan terpaksa bidan X melakukan
seksio caesaria di rumahnya dengan menggunakan pisau dapur dalam keadaan Ny. Michel
telah meninggal. Jadi, bayi tersebut dapat diselamatkan dan Ny. Michel telah meninggal
dunia dari sebelum bidan X melakukan seksio caesaria pada Ny. Michel.    
4.       Pengambilan keputusan yang reaktif. Sering kali dilaksanakan dalam situasi marah-
marah atau tergesa-gesa.
Contoh kasus:
            Seorang remaja putri dengan usia kandungan baru 8 minggu, ia hamil di luar nikah
dan pasangannya pun tidak ingin mempertanggung jawabkan apa yang telah mereka perbuat.
Remaja putri tersebut datang ke bidan B berniat untuk menggugurkan kandungannya
tersebut. Dengan keadaan emosional yang meningkat, remaja putri tersebut tidak dapat
berpikir panjang sehingga menyuruh bidan untuk melakukan aborsi pada kandungannya.
Awalnya bidan B tidak ingin melakukannya, namun remaja putri tersebut memaksa dan
mengiming”kan bayaran dengan harga tinggi sehingga bidan B berubah pikiran dan bersedia
melakukan aborsi. Namun tindakan yang dipilih bidan B dan remaja putri tersebut berakibat
fatal dan terjadi pendarahan hebat pada remaja putri tersebut sehingga remaja putri tersebut
meninggal dunia.
5.       Pengambilan keputusan yang ditangguhkan, dialihkan pada orang lain yang
bertanggung jawab.
Contoh kasus:
            Ny. Dini usia 35 tahun, akan melakukan persalinan multipara dibidan X. Namun
plasenta pada kandungan Ny. Dini menutupi jalan lahir normal sehingga kandungan Ny. Dini
harus dilahirkan secara seksio caesaria. Tetapi bidan X tidak dapat melakukan tindakan
tersebut karena tindakan seperti itu sudah melanggar batasan kerja bidan. Jadi, bidan X
langsung melakukan tindakan untuk merujuk Ny. Dini ke Rumah Sakit dan memindahkan
tanggung jawab bidan X kepada tenaga kesehatan di Rumah Sakit tersebut.
6.       Pengambilan keputusan secara berhati-hati, berpikir baik-baik, mempertimbangkan
berbagai pilihan.
Contoh kasus:
            Seorang ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi yang
menahun atau mempunyai penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik bagi
calon ibu maupun bagi janin yang sedang dikandungnya. Bidan A mempertimbangkan
berbagai pilihan untuk mengaborsi, tetap melakukan persalinan normal atau melakukan
seksio caesaria. Namun, bidan A memilih aborsi terapeutik atau pengguguran kandungan
buatan yang dilakukan atas indikasi medis agar ibu hamil tersebut dapat diselamatkan.
Namun semua ini dilakukan atas dasar pertimbangan medis yang akurat. 
K.     Tips pengambilan keputusan dalam keadaan kritis :
1.       Identifikasi dan tegaskan apa masalahnya, baik oleh sendiri atau dengan orang lain.
2.       Tetapkan hasil apa yang diinginkan.
3.       Uji kesesuaian dari setiap solusi yang ada.
4.       Pilih solusi yang lebih baik. 
5.       Laksanakan tindakan tanpa ada keterlambatan.

L.      Menghadapi Masalah Etik Moral Dan Dilema Dalam Praktek Kebidanan
Menurut Daryl Koehn (1994) bidan dikataka profesional bila dapat menerapkan etika dalam
menjalankan praktik. Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan
membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam strategi
praktik kebidanan

M. Masalah – Masalah Etik Moral yang Mungkin Terjadi Dalam Praktik Kebidanan
1.       Masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi
Bidan harus memahami dan mengerti situasi etik moral, yaitu :
·         Untuk melakukan tindakan yang tepat dan berguna.
·         Untuk mengetahui masalah yang perlu diperhatikan
Kesulitan dalam mengatasi situasi :
·         Kerumitan situasi dan keterbatasan pengetahuan kita
·         Pengertian kita terhadap situasi sering diperbaruhi oleh kepentingan, prasangka, dan
faktor-faktor subyektif lain
Langkah-langkah penyelesaian masalah :
1)     Melakukan penyelidikan yang memadai
2)     Menggunakan sarana ilmiah dan keterangan para ahli
3)     Memperluas pandangan tentang situasi
4)     Kepekaan terhadap pekerjaan
5)     Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain

Masalah Etik Moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan :


1.       Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan karena :
·         Bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat
·         Bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil
2.       Untuk dapat menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan :
-          Pengetahuan klinik yang baik
-          Pengetahuan yang Up to date
-          Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan
3.       Harapan Bidan dimasa depan :
-          Bidan dikatakan profesional, apabila menerapkan etika dalam menjalankan praktik
kebidanan (Daryl Koehn ,Ground of Profesional Ethis,1994)
-          Dengan memahami peran bidan à tanggung jawab profesionalisme terhadap patien atau
klien akan meningkat
-          Bidan berada dalam posisi baik à memfasilitasi klien dan membutuhkan peningkatan
pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik kebidanan

Informed Choice
            Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentan
alternatif asuhan yang akan dialaminya. Menurut kode etik kebidanan internasionl (1993)
bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang
pilihan dalam asuhan dan tanggung jawabnya terhadap hasil dari pilihannya.
Definisi informasi dalam konteks ini meliputi : informasi yang sudah lengkap diberikan dan
dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan kemungkinan hasil dari
tiap pilihannya. Pilihan (choice) berbeda dengan persetujuan (consent) :
a.       Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan karena berkaitan dengan aspek
hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan
b.       Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan
kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan
menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan “ pilihannya” sendiri.
Choice berrati ada alternatif lain, ada lebih dari satu pilihan dan klien mengerti perbedaanya
sehingga dia dapat menentukan mana yang disukai atau sesuai dengan kebutuhannya.

Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran bidan tidak hanya
membuat asuhan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak
wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik
internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus menghormati hak
wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggung
jawab untuk hasil dari pilihannya.
Sehingga Bagaimana Pilihan Dapat Diperluas dan Menghindari Konflik
1.       Memberi informai yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan dapat
dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
2.       Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya
dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika
dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan
memastikan ibu sudah diberikan informsi yang lengkap tentang dampak dari keputusan
mereka
3.       Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan
sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah,
propinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.
4.       Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan
serendah mungkin.
5.       Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai sutu kesempatan untuk
saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan wanita
dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan

Beberapa Jenis Pelayanan Yang Dapat Dipilih Klien


a)       Bentuk pemeriksaan ANC dan skrening laboratorium ANC
b)       Tempat melahirkan
c)       Masuk ke kamar bersalin pada tahap awal persalinan.
d)       Di dampingi waktu melahirkan
e)       Metode monitor djj
f)        Augmentasi, stimulasi, induksi
g)       Mobilisasi atau posisi saat persalinan
h)       Pemakaian analgesia
i)         Episiotomi 
j)         Pemecahan ketuban 
k)       Penolong persalinan 
l)         Keterlibatan suami pada waktu melahirkan 
m)     Teknik pemberian minuman pada bayi 
n)       Metode kontrasepsi 
          Informed consent
Sejarah Informed Consent
Informed consent menjadi kewajiban bagi tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan
medis di Amerika Serikat dan Eropa sejak tahun 1960. Sejarah informed consent berawal di
revolusi Perancis, sejak Rousseau pada tahun 1780 mencetuskan “Declaration de droit de
I’homme et du citoyen” (pernyataan hak seseorang dan hak warga negara). Pada 1791,
Assemble e Nationale merumuskan pernyataan itu dengan semboyan “Liberte, Egalite,
Fraternite” (Kemerdekaan, Kesamaan, Persaudaraan).1 Presiden Roosevelt Pada tahun 1942
dalam Sidang Umum PBB mengemukaan gagasan, antara lain: bebas berbicara dan berpikir,
bebas beragama, bebas dari ketakutan, dan bebas dari kekurangan dan kemiskinan. Kemudian
pada tahun 1948 General Assemble UNO menyempurnakannya dan menyatakan “Universal
Declaration of Human Rights” berasaskan self determination. Setelah itu, pada tahun 1972
diterbitkan American Bill of Right. Masyarakat ekonomi Eropa pada tahun 1979 menerbitkan
“Charter of Hospital Patients”, dan “The Rights of Hospital Patiens”.
Declaration of Lisbon (1981) dan Patient`s Bill of Right (American Hospital
Association, 1972), menyatakan bahwa “pasien mempunyai hak menerima dan menolak
pengobatan dan hak untuk menerima informasi dari dokternya sebelum memberikan
persetujuan atas tindakan medik”. Hal ini berhubungan dengan hak menentukan nasib sendiri
(the right to self determination) sebagai dasar hak asasi manusia, dan hak atas informasi yang
dimiliki pasien tentang penyakitnya dan tindakan medik apa yang akan dilakukan terhadap
dirinya.
Konsep informed consent dapat dikatakan merupakan suatu konsep yang relatif masih
baru dalam sejarah etika medis. Secara histori konsep ini muncul sebagai suati prinsip yang
secara formal ditegaskan hanya setelah Perang dunia ke II, yakni sebagai reaksi dan tindakan
lanjut dari apa yang disebut pengadilan Nuremberg, yakni pengadilan terhadap para penjahat
perang zaman Nazi. Prinsip informed consent merupakan reaksi terhadap kisah-kisah yang
mengerikann tentang pemakaian manusia secara paksa sebagai kelinci percobaan medis di
kamp-kamp konsentrasi. Sejak pengadilan Nuremberg, prinsip inforned consent cukup
mendapat perhatian besar dalma etika biomedis (Sudarminta, J. 2001).
Dalam hukum Inggris-Amerika, akjaran tentang informed consent juga berkaitan
dengan kasus-kasus malpraktek yang melibatkan perbuatan tertentu pada tubuh pasien yang
kompeten tanpa persetujuannya dalam kasus tersebut dipandang tidak dapat diterima lepas
dari pertimbangan kualitas pelayanan. Mengingat pentingnya informed consent dalam
pelayanan medis, maka dalam salah satu butir panduan (yakni butir No. 11) dan butir-butir
panduan etis untuk Lembaga-lembaga Pelayanan Medis Katolik di Amerika terdapat
pernyataan sebagai berikut.
Pasien adalah pembuat keputusan utama dalam semua pilihan yang berhubungan
dengan kesehatan dan perawatannya, ini berarti ia adalah pembuat keputusan pertama,
orang yang diandaikan memprakarsai keputusan berdasarkan keyakinan hidup dan nilai-
nilainya. Sedangkan pembuat keputusan sekunder lainnya juga mempunyai tanggung jawab.
Jika secara hukum pasien tidak mampu membuat keputusan atau mengambil inisiatif,
seorang pelaku yang lain yang menggantikan pasien. Biasanya keluarga pasien, kecuali
kalau sebelumnya pasien telah menunjuk orang lain yang bertanggung jawab untuk berusaha
menentukan apa yang kiranya akan dipilih oleh pasien, atau jika itu tidak mungkin, berusaha
dipilih apa yang paling menguntungkan bagi pasien.
Para pemegang profesi pelayanan kesehatan juga merupakan pembuat keputusan kedua,
dengan tanggung jawab menyediakan pertoongan dan perawatan untuk pasien sejauh itu
sesuai dengan keyakinan hidup dan nilai-nilai mereka. Kebijakan dan praktek rumah sakit
harus mengakui serangkai tanggung jawab ini. Para pemegang profesi pelayanan kesehatan
bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang mencukupi dan untuk memberikan
dukungan yang memadai kepada si pasien, sehingga ia mampu memberikan keputusan yang
dilandasi pengetahuan mengenai perawatan yang mestinya dijalani. Perlu disadari bahwa
bantuan dalam profesi pengambilan keputusan merupakan bagian penting dalam perawatan
kesehatan. Kebijakan dan dokumen mengenai informed consent haruslah diupayakan untuk
meningkatkan dan melindungi otanomi pasien, bukan pertama-tama melindungi rumah sakit
dan petugas pelayanan medis dari perkara pengaduan hukum.

A.     Pengertian
·         Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti
operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang risiko,
manfaat, alternatif, dan akibat penolakan.
·         Informed consent adalah persetujauan yang diberikan pasien atau wali nya yang berhal
atas terhadap bidan, untuk melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien setelah
memeperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan.
·         Informed consent merupakan suatu proses.
·         Informed consent bukan hanya suatu formulir atau selemabr kertas, tetapi bukti jaminan
informed consent telah terjadi
·         Merupakan dialog antara bidan dengan pasien didasari keterbukaan akal pikiran, dengan
bentuk biokratisasi penandatangan formulir.
·         Informed consent  berrati pernyataan kesediaan atau pernyataan penolakan setelah
mendapat informasi secukupnya sehingga yang diberi informasi sudah cukup mengerti akan
segala akibat dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil
keputusan.
·         Berperan mencegah konfli etik tetapi tidak mengatasi masalh etik, tuntutan, pada intinya
adalah bidan harus bebrbuar yang terbaik bagi pasien atau kline.
·         Informed consent merupakan kewajiban hukum bagi penyelengara pelayanan kesehatan
untuk memberikan informasi dalam istilah yang dimengerti oleh klien sehingga klien dapat
membuat pilihan.

B.     Tujuan Informed Consent:


1.    Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasiennya.
2.    Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif,
karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada
melekat suatu resiko (Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 ).

C.     Komponen penting dalam Informed Consent


Komponen penting yang harus dipahami pada suatu consent atau persetujuan menurut
Culver and Gert adalah :
1.       Sukarela (Voluntariness). Sukarela mengandung makna bahwa pilihan yang dibuat adalah
atas dasar sukarela tanpa ada paksaan didasari informasi dan kompetensi. Sehingga
pelaksanaan sukarela harus memenuhi unsusr informasi yang diberikan sejelas-jelasnya.
2.       Informasi (Information). Jika pasien tidak tahu atau sulit untuk dapat mendeskripsikan
keputusan. Dalam berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa informasi yang lengkap
dibutuhkan agar mampu membuat keputusan yang tepat. Kurangnya informasi atau diskusi
tentang resiko,efek samping tindakan, akan membuat pasien sulit mengambil keputusan,
bahkan ada rasa cemas dan bingung.
3.       Kompetensi(Competence). Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu
pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan
dengan tepat, juga membutuhkan banyak informasi.
4.       Keputusan (Decision). Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana
merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan merupakan persetujuan tanpa
refleksi. Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan.
Keputusan penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus divalidasi lagi apakah karena
pasien kurang kompetensi. Jika pasien menerima suatu tindakan senyaman mungkin.

D.     Dasar Hukum informed consent


1)       Diatur dalam Registrasi dan Praktik bidan pada Kepmenkes no. 900/2002 Pasal 25
a)       Ayat (1) Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang
diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan
berdasarkan standar profesi.
b)      Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidan dalam melaksanakan
praktik sesuai dengan kewenangannya harus: a. menghormati hak pasien; b. merujuk kasus
yang tidak dapat ditangani; c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; d. memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan; e.
meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan; f. melakukan catatan medik (medical
record) dengan baik
2)       Diatur dalam Registrasi dan Praktik bidan pada Kepmenkes no. 900/2002 Bab IX, Sanksi
Pasal 42 Bidan yang dengan sengaja : a. melakukan praktik kebidanan tanpa mndapat
pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan /atau; b. melakukan praktik
kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; c. melakukan praktik kebidanan
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) ayat (2);
dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan.
3)       Pasal 53 pada UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan menetapkan sebagai berikut:
a)       Ayat 2, Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien.
b)       Ayat 4, Ketentuan mengenai standar profesi dan hak pasien sebagaimana dimaksudkan
dalam Ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Penjelasan Pasal 53 UU No. 23/92
Tentang Kesehatan adalah:
c)       Ayat 2, Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien dalam
melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien
adalah hak atas informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran
dan hak atas pendapat kedua.
4)       Secara hukum informed consent berlaku sejak tahun 1981, PP No. 8 Tahun 1981.
5)       Informed consent dikukuhkan menjadi lembaga hukum, yaitu dengan diundangkannya
Peraturan Menteri Kesehatan No. 585 Tahun 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik,
lebih jelasnya baca dilamppiran. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 585 Tahun 1989 ini
dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 (a) menetapkan apa yang dimaksud Informed
Consent; Persetujuan tindakan medic adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut.

E.      Ada dua dimensi dalam proses informed concent :


1.       Dimensi yang menyangkut hukum dalam hal ini informed concent merupakan
perlindungan bagi pasien terhadap bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, dimana
proses informed concent sudah memuat :
a)       Keterbukaan informasi dari bidan kepada pasien
b)       Informasi tersebut harus dimengerti pasien
c)       Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan kesempatan yang baik
2.       Dimensi yang meyangkut etik
Dari proses informed concent terkandung nilai etik sebagai berikut :
a)       Menghargai kemandirian/otonomi pasien
b)       Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila dibutuhkan/diminta sesuai
dengan informasi yang telah dibutuhkan

F.      Syarat Sahnya Perjanjian Atau Consent (KUHP 1320)


1.       Adanya Kata Sepakat. Sepakat dari pihak bidan maupun klien tanpa paksaan, tipuan
maupun kekeliruan setelah diberi informasi sejelas – jelasnya.
2.       Kecakapan. Artinya seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu
mampu melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Bila pasien seorang anak, yang
berhak memberikan persetujuan adalah orangtuanya, pasien dalam keadaan sakit tidak dapat
berpikir sempurna shg ia tidak dapat memberikan persetujuan untuk dirinya sendiri,
seandainya dalam keadaan terpaksa tidak ada keluarganya dan persetujuan diberikan oleh
pasien sendiri dan bidan gagal dalam melakukan tindaknnya maka persetujuan tersebut
dianggap tidak sah.
Contoh : Bila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan hebat, maka ia tidak dapat
berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat diberikan oleh suaminya, bila
tidak ada keluarga atau suaminya dan bidan memaksa ibu untuk memberikan persetujuan
melakukan tindakan dan pada saat pelaksanaan tindakan tersebut gagal, maka persetujuan
dianggap tidak sah.
3.       Suatu Hal Tertentu. Obyek persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan
jelas dan terinci. Misal : Dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi
nama, jenis kelamin, alamat, nama suami, atau wali. Kemudian yang terpenting harus
dilampirkan identitas yang membuat persetujuan
4.       Suatu Sebab Yang Halal. Isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang –
undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum. contoh : abortus provocatus pada seorang
pasien oleh bidan, meskipun mendapatkan persetujuan si pasien dan persetujuan telah
disepakati kedua belah pihak tetapi dianggap tidak sah sehingga dapat dibatalkan demi
hukum

G.     Segi Hukum Informed Consent


·         Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien
menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan
ditandatangani kedua belah pihak, maka persetujuan tersebut mengikat dan tidak dapat
dibatalkan oleh salah satu pihak.
·         Informed consent tidak meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan dimuka
pengadilan atau membebaskan RS atau RB terhadap tanggungjawabnya bila ada kelalaian.
Hanya dapat digunakan sebagai bukti tertulis adan adanya izin atau persetujuan dari pasien
terhadap diadakannya tindakan.
·         Formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari
tindakan akan menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan tidak menjadi tanggung jawab
bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan
hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas
kesalahan yang belum dibuat.
H.     Bentuk Informed Consent
Ada dua bentuk informed consent (Febiyanti Rizky, 2011)
1.       Implied constructive Consent (Keadaan Biasa). Tindakan yang biasa dilakukan , telah
diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi di buat tertulis
misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.
2.       Implied Emergency Consent (keadaan Gawat Darurat). Secara umum bentuk persetujuan
yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan
medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :
a)       Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko
besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat
(1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang
mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah
sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan
medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent)
b)       Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan
tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien
c)       Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan
disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda
menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.

Dalam pengertian persetujuan bebas terkandung kemungkinan bagi pasien untuk


menerima atau menolak apa yang ditawarkan dengan disertai penjelasan atau pemberian
informasi seperlunya oleh tenaga medis (Sudarminta, J. 2001). Dilihat dari hal-hal yang perlu
ada agar informed consent dapat diberikan oleh pasien maka, seperti yang dikemukakan oleh
Tom L. Beauchamp dan James F. Childress, dalam pengertian informed consent terkandung
empat unsur, dua menyangkut pengertian informasi yang perlu diberikan dan dua lainnya
menyangkut perngertian persetujuan yang perlu diminta. Empat unsur itu adalah: pembeberan
informasi, pemahaman informasi, persetujuan bebas, dan kompetensi untuk membuat
perjanjian. Mengenai unsur pertama, pertanyaan pokok yang  biasanya muncul adalah
seberapa jauh pembeberan informasi itu perlu dilakukan. Dengan kata lain, seberapa jauh
seorang dokter atau tenaga kesehata lainnya memberikan informasi yang diperlukan agar
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau subyek riset medis dapat disebut suatu
persetujuan informed.  
Dalam menjawab pertanyaan ini dikemukakan beberapa standar pembeberan, yakni:
1.       Standar praktek profesional (the professional practice standard)
2.       Standar pertimbangan akal sehat (the reasonable person standard)
3.       Standar subyektif atau orang perorang (the subjective standard)

I.        Masalah Yang Lazim Terjadi Pada Informed Consent


1)       Pengertian kemampuan secara hukum dari orang yang akan menjalani tindakan, serta siapa
yang berhak menandatangani.
2)       Masalah wali yang sah. Timbul apabila pasien atauibu tidak mampu secar hukum untuk
menyatakan persetujuannya.
3)       Masalah informasi yang diberikan, seberapa jauh informasi dianggap telah dijelaskan
dengan cukup jelas, tetapi juga tidak terlalu rinci sehingga dianggap menakut – nakuti
4)       Dalam memberikan informasi apakah diperlukan saksi, apabila diperlukan apakah saksi
perlu menanda tanagani form yang ada. Bagaimana menentukan saksi?
5)       Dalam keadaan darurat, misal kasus perdarahan pada bumil dan kelaurga belum bisa
dihubungi, dalam keadaan begini siapa yang berhak memberikan persetujuan, sementara
pasien perlu segera ditolong.

Contoh-contoh Informed Consent secara Tulis dan Lisan21/03/2017


1.       Contoh Informed Consent secara Tertulis
Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung risiko
besar, sebagaimana ditegaskan dalam PERMENKES No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3
ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang
mengandung risiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah
sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi adekuat tentang perlunya tindakan medis
serta risiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent).
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
Bedah sesar disebut juga dengan seksio sesarea (disingkat dengan sc)
adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan di mana irisan dilakukan
di perut ibu dan rahim untuk mengeluarkan bayi. Bedah caesar umumnya
dilakukan ketika proses persalinan normal melalui vagina tidak
memungkinkan karena berisiko kepada komplikasi medis lainnya. Sebuah
prosedur persalinan dengan pembedahan umumnya dilakukan oleh tim dokter
yang beranggotakan spesialis kandungan, anak, anastesi serta bidan.
Dalam pengambilan keputusan mengenai proses persalinan yang
dipilih pasien, semua diserahkan pada keputusan pasien karena pasien
memiliki hak untuk memilih dan bidan wajib menghormati pilihan pasien.

b. Saran
Dalam menangani kasus seperti ini kita sebagai mahasiswi diharapkan

dapat mengetahui asuhan kebidanan yang tepat dari penyakit indikasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Winkjosastro, H.Dkk.2002.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Mochtar,R.2002.Sinopsis Obsterti:Obsterti operatif,Obsterti social Jilid 2.jakarta:EGC

http://lidyaekawatii.blogspot.co.id//2013/05/pengambilan-keputusan-dalam-
menghadapi.html?m=1/

http://ateisindonesia.wikidot.com/pengambilan-keputusan-secara-etis

http://jameswidodo-heart.blogspot.com/2009/11/pengambilan-keputusan-etis-dan-faktor.html

http://januarsutrisnoyayan.wordpress.com/2008/10/27/apa-itu-etika/

http://id.wikipedia.org/wiki/Etika

Anda mungkin juga menyukai