Anda di halaman 1dari 9

KEBIJAKAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

PADA KASUS HIPERTENSI

PENYUSUN:
1. OKTI NIKILAH ( D11.2019.02784 )
2. SULKHA ( D11.2019.
3. ANGHER ( D11.2019.

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS


MATAKULIAH DASAR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KEBIJAKAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)
PADA KASUS HIPERTENSI

A. PENYAKIT TIDAK MENULAR


Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus,
cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan 63 persen
penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa per tahun (WHO, 2010). Di
Indonesia sendiri, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam
waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat. Hal tersebut menjadi
beban ganda dalam pelayanan kesehatan, sekaligus tantangan yang harus dihadapi dalam
pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Peningkatan PTM berdampak negatif pada
ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama dan
memerlukan biaya besar.
Beberapa jenis PTM merupakan penyakit kronik dan/atau katastropik yang dapat
mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu dampak PTM adalah
terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen. Secara global, regional, dan nasional pada
tahun 2030 diproyeksikan terjadi transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit
tidak menular Berbagai faktor risiko PTM antara lain:
 yaitu merokok dan keterpaparan terhadap asap rokok,
 minum minuman beralkohol,
 diet/pola makan,
 gaya hidup yang tidak sehat,
 kegemukan,
 obat-obatan, dan
 riwayat keluarga (keturunan).
Prinsip upaya pencegahan tetap lebih baik dari pengobatan. Upaya pencegahan penyakit
tidak menular lebih ditujukan kepada faktor risiko yang telah diidentifikasi. Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah telah mengembangkan program pengendalian PTM sejak tahun 2001.
Upaya pengendalian faktor risiko PTM yang telah dilakukan berupa
 promosi Perilaku Bersih dan Sehat,
 deteksi dini, serta
 pengendalian masalah tembakau.
Beberapa kabupaten/kota telah menerbitkan peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok
(KTR). Upaya pengendalian PTM tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan tanpa dukungan seluruh jajaran lintas sektor, baik pemerintah, swasta, organisasi
profesi, organisasi kemasyarakatan, bahkan seluruh lapisan masyarakat.
Dalam rangka pengendalian PTM dilakukan surveilans epidemiologi PTM. Ruang
lingkup surveilans epidemiologi PTM mencakup pengamatan penyakit jantung dan pembuluh
darah, penyakit kanker, penyakit Diabetes Melitus dan penyakit metabolism lainnya, penyakit
kronis, serta pengendalian gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
Adapun sistem surveilans yang telah dilaksanakan adalah:
a. Manual : pencatatan dan pelaporan PTM
b. Surveilans berbasis website melalui portal www.depkes.go.id.
Berdasar hasil rekapitulasi data kasus baru PTM, jumlah kasus baru PTM yang
dilaporkan secara keseluruhan pada tahun 2017 adalah 1.593.931 kasus. Adapun proporsi kasus
baru PTM tahun 2017 adalah sebagai berikut:

Proporsi Kasus Baru Penyakit Tidak Menular di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2017

Penyakit Hipertensi masih menempati proporsi terbesar dari seluruh PTM yang
dilaporkan, yaitu sebesar 64,83 persen, sedangkan urutan kedua terbanyak adalah Diabetes
Mellitus sebesar 19,22 persen. Dua penyakit tersebut menjadi prioritas utama pengendalian PTM
di Jawa Tengah. Jika Hipertensi dan Diabetes Melitus tidak dikelola dengan baik maka akan
menimbulkan PTM lanjutan seperti Jantung, Stroke, Gagal Ginjal, dan sebagainya. Pengendalian
PTM dapat dilakukan dengan intervensi yang tepat pada setiap sasaran/kelompok populasi
tertentu sehingga peningkatan kasus baru PTM dapat ditekan.
B. HIPERTENSI
1. Pengertian
seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang.
Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan
diagnosis hipertensi.
2. Derajat Hipertensi
Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah
satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (disadur dari A Statement by the American
Society of Hypertension and the International Society of Hypertension2013)
3. Tata laksana hipertensi
a. Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan
secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan
kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal,
yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut,
tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor
risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi
farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak
asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien
tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng,
daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat
untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2.
Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari,
minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap
pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya
harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki
tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola
hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin
meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di
kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per
hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi
atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan
darah.
 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu
faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan
untuk berhenti merokok.
b. Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi
derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani
pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar
terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan
meminimalisasi efek samping, yaitu :
 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
 Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55 –
80 tahun, dengan memperhatikan factor komorbid
 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur. Algoritme tatalaksana
hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki persamaan prinsip,
dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi secara umum, yang disadur
dari A Statement by the American Society of Hypertension and the International
Society of
Hypertension2013;
C. ANGKA KEJADIAN DI JAWA TENGAH
Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan angka prevalensi hipertensi secara nasional (25,8
persen), jika dibanding hasil riskesdas tahun 2007 (31,7/1000) menunjukkan adanya penurunan
angka prevalensi, namun hal ini tetap perlu diwaspadai mengingat hipertensi merupakan salah
satu faktor risiko penyakit degeneratif antara lain penyakit jantung, stroke dan penyakit pembuluh
darah lainnya.
Pengukuran tekanan darah merupakan salah satu kegiatan deteksi dini terhadap faktor
risiko PTM seperti Hipertensi, Stroke, Jantung, Kelainan Fungsi Ginjal atau yang lainnya.
Kegiatan ini bisa dilaksanakan di setiap fasilitas kesehatan termasuk puskesmas atau klinik
kesehatan lainnya. Juga bisa dilaksanakan di Pos Pembinaan Terpadu PTM yang ada di
masyarakat. Jumlah penduduk berisiko (> 18 th) yang dilakukan pengukuran tekanan darah pada
tahun 2017 tercatat sebanyak 8.888.585 atau 36,53 persen. Dari hasil pengukuran tekanan darah,
sebanyak 1.153.371 orang atau 12,98 persen dinyatakan hipertensi/tekanan darah tinggi.
Berdasarkan jenis kelamin, persentase hipertensi pada kelompok perempuan sebesar 13,10
persen, lebih rendah dibanding pada kelompok laki-laki yaitu 13,16 persen.
Hipertensi terkait dengan perilaku dan pola hidup. Pengendalian hipertensi dilakukan
dengan :
 perubahan perilaku
 menghindari asap rokok,
 diet sehat,
 rajin aktifitas fisik dan
 tidak mengkonsumsi alkhohol.
Dari hasil pengukuran hipertensi seperti disajikan pada gambar 6.27, kabupaten/kota
dengan persentase hipertensi tertinggi adalah Kota Salatiga (77,72 persen) dan terrendah Kendal
(2,72 persen). Kabupaten yang tidak tersedia datanya ada satu yaitu Jepara.

Gambar 6.28. Persentase Hipertensi Pada Usia > 18 Tahun Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2017

D. PROGRAM PTM
Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, Kemenkes
membuat kebijakan yaitu:
 Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining)
 Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu
PTM
 Peningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat.
 Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi
Puskesmas melalui :
1) Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang profesional dan kompenten dalam
upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar seperti Puskesmas;
2) Peningkatan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama
promotif dan preventif) dan holistik;
3) Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana
prasarana diagnostik dan pengobatan.
Langkah pencegahan tingkat pelayan dasar/ Puskesmas
 Pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko
Hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti:
1) diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak,
2) rajin melakukan aktivitas dan
3) tidak merokok.
 Pencegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan
penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini.
 Pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita.
Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang
tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan
komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan respon cepat juga
menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit hipertensi dapat
terkendali dengan baik. Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita hipertensi
terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan
memperpanjang lama ketahanan hidup.
E. ANALISI MASALAH
Daftar Pustaka
1. www.pptm.depkes.go.id/apa-itu-posbindu
2. Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) Kementerian
Kesehatan 2012
3. Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 2017
4. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular tahun 2015

Anda mungkin juga menyukai